• Tidak ada hasil yang ditemukan

Miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V semester 2 SD Negeri Se-Kecamatan Sleman Kabupaten Sleman.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V semester 2 SD Negeri Se-Kecamatan Sleman Kabupaten Sleman."

Copied!
201
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN SLEMAN KABUPATEN SLEMAN

Yosephin Maynanda Tri Pamungkas Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pemahaman konsep IPA Fisika siswa kelas V yang rendah di SD Negeri Kecamatan Sleman sehingga berpeluang terjadi miskonsepsi. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Sleman; (2) mengetahui perbedaan miskonsepsi IPA Fisika kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Sleman dilihat dari tingkat akreditasi sekolah.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan metode survei. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri se-Kecamatan Sleman yang berjumlah 28 SD. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Sleman yaitu 832 siswa. Teknik pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik simple random sampling dengan jumlah sampel penelitian ada 261 siswa. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tes tertulis yaitu dengan instrumen pilihan ganda (multiple choices).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada miskonsepsi IPA Fisika kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Sleman. Miskonsepsi IPA Fisika terjadi pada konsep gaya, pesawat sederhana, sifat-sifat cahaya, penerapan sifat cahaya pada kaya/model, jenis-jenis batuan dan pelapukan. Miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V tertinggi terjadi pada konsep jenis-jenis batuan yaitu sebesar 58%. Ada perbedaan miskonsepsi IPA Fisika kelas V semester 2 se-Kecamatan Sleman dilihat dari tingkat akreditasi sekolah (sig 2 tailed = 0,028 < 0,05).

(2)

ABSTRACT

THE MISCONCEPTIONS ON THE ELEMENTS OF PHYSICS IN SCIENCE SUBJECT ON THE SECOND SEMESTER OF THE FIFTH GRADE STUDENTS IN STATE ELEMENTARY SCHOOLS IN SLEMAN DISCTRICT

OF SLEMAN REGENCY

Yosephin Maynanda Tri Pamungkas

Sanata Dharma University

2016

The background of this research is the low understanding of scientific concepts in Science subject amongst the elementary school students in the district of Sleman that might cause misconception. This research, therefore, is aimed to (1) identify the misconceptions on the elements of Physics in Science subject on the second-semester fifth grade students in state elementary schools in the district of Sleman; and (2) identify the differences of the misconceptions on the elements of Physics in Science subject occur on the second semester of the fifth grade in state elementary schools in the district of Sleman as it is seen in the accordance of

the schools’ accreditation level.

This research is considered as a quantitative research with the survey method. The observation has taken place in total of 28 state elementary schools in the district of Sleman. The population of the research subjects, which are the fifth grade students of the state elementary schools in the district of Sleman, reaches in total of 832 students. The technic applied is Simple Random Sampling technic with the samples of 261 students. This technic of Simple Random Sampling applied requires research subjects to finish a written test with the instrument of Multiple Choices.

The result of the research has indicated the misconceptions on the elements of Physics in the Science subject on the second semester of the fifth grade in state elementary schools in the district of Sleman. The misconceptions of the elements of Physics occur on the study of Force, Simple Machine, the Characteristics of Visible Light, the application of Visible Light characteristics on models, types of Rocks, and Weathering. The highest number of misconceptions on the elements of Physics in Science subject in the fifth grade occurs on the study of the types of Rocks which reaches 58% of the samples taken on its indicator. The differences on the level of misconceptions on the Physics element in Science subject in state elementary school in the district of Sleman are also identified in the accordance

of the schools’ accreditation level (sig 2 tailed = 0,028 < 0,05).

(3)

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN SLEMAN KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh :

Yosephin Maynanda Tri Pamungkas

NIM : 121134230

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

i

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN SLEMAN KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh :

Yosephin Maynanda Tri Pamungkas 121134230

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)
(6)
(7)

iv

Persembahan

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kritus yang telah memberikan berkat, perlindungan, dan penyertaan-Nya setiap hari.

Nenek tercinta Witoyasono yang telah mencurahkan tenaga, pikiran, dan biaya untuk membesarkanku sampai saat ini serta menyemangatiku selama studi.

Ayah tercinta Bernardus Priyono (Alm) yang menjadi penyemangat hidupku. Fransiskus Xaverius Kurnia Octavian Andyanto yang menjadi inspirasi, teladan, dan penyemangat hidupku.

Kedua orangtua Martinus Wijiyanto dan Yohana Adriana yang telah memberikan dukungan doa.

Kedua kakakku Yuhanita Ratnawati dan Bernadeta Ayu Paskhalena yang memberi motivasi untuk menyelesaikan skripsi.

Dosen pembimbing skripsiku Ibu Maria Melani Ika Susanti, S.Pd., M.Pd. dan Ibu Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd. yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya sehingga skripsi ini dapat tersusun dengan baik.

Teman-teman payung yang telah memberikan dukungan dan semangat sampai skripsi ini selesai.

(8)

v

MOTTO

Be Positive

(

Yosephin Maynanda Tri Pamungkas

)

“Time may change me, but I can’t change time”

(FX. Kurnia Octavian Andyanto)

I can accept failure. Everyone fails at something. But I

can’t accept not trying

(9)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar referensi, sebagaimana layaknya karya ilmiah lainnya.

Yogyakarta, 4 Maret 2016

Penulis

(10)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Yosephin Maynanda Tri Pamungkas

Nomor Mahasiswa : 121134230

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya berjudul:

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN SLEMAN KABUPATEN SLEMAN

beserta perangkat yang diperlukan (jika ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,

mengalihkan, dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan

data dan mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikan ke dalam internet

atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa meminta ijin dari saya, atau

memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 4 Maret 2016

Yang menyatakan,

(11)

viii

ABSTRAK

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN SLEMAN KABUPATEN SLEMAN

Yosephin Maynanda Tri Pamungkas Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pemahaman konsep IPA Fisika siswa kelas V yang rendah di SD Negeri Kecamatan Sleman sehingga berpeluang terjadi miskonsepsi. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Sleman; (2) mengetahui perbedaan miskonsepsi IPA Fisika kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Sleman dilihat dari tingkat akreditasi sekolah.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan metode survei. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri se-Kecamatan Sleman yang berjumlah 28 SD. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Sleman yaitu 832 siswa. Teknik pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik simple random sampling dengan jumlah sampel penelitian ada 261 siswa. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tes tertulis yaitu dengan instrumen pilihan ganda (multiple choices).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada miskonsepsi IPA Fisika kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Sleman. Miskonsepsi IPA Fisika terjadi pada konsep gaya, pesawat sederhana, sifat-sifat cahaya, penerapan sifat cahaya pada kaya/model, jenis-jenis batuan dan pelapukan. Miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V tertinggi terjadi pada konsep jenis-jenis batuan yaitu sebesar 58%. Ada perbedaan miskonsepsi IPA Fisika kelas V semester 2 se-Kecamatan Sleman dilihat dari tingkat akreditasi sekolah (sig 2 tailed = 0,028 < 0,05).

(12)

ix

ABSTRACT

THE MISCONCEPTIONS ON THE ELEMENTS OF PHYSICS IN SCIENCE SUBJECT ON THE SECOND SEMESTER OF THE FIFTH GRADE STUDENTS IN STATE ELEMENTARY SCHOOLS IN SLEMAN DISCTRICT

OF SLEMAN REGENCY

Yosephin Maynanda Tri Pamungkas

Sanata Dharma University

2016

The background of this research is the low understanding of scientific concepts in Science subject amongst the elementary school students in the district of Sleman that might cause misconception. This research, therefore, is aimed to (1) identify the misconceptions on the elements of Physics in Science subject on the second-semester fifth grade students in state elementary schools in the district of Sleman; and (2) identify the differences of the misconceptions on the elements of Physics in Science subject occur on the second semester of the fifth grade in state elementary schools in the district of Sleman as it is seen in the accordance of

the schools’ accreditation level.

This research is considered as a quantitative research with the survey method. The observation has taken place in total of 28 state elementary schools in the district of Sleman. The population of the research subjects, which are the fifth grade students of the state elementary schools in the district of Sleman, reaches in total of 832 students. The technic applied is Simple Random Sampling technic with the samples of 261 students. This technic of Simple Random Sampling applied requires research subjects to finish a written test with the instrument of Multiple Choices.

The result of the research has indicated the misconceptions on the elements of Physics in the Science subject on the second semester of the fifth grade in state elementary schools in the district of Sleman. The misconceptions of the elements of Physics occur on the study of Force, Simple Machine, the Characteristics of Visible Light, the application of Visible Light characteristics on models, types of Rocks, and Weathering. The highest number of misconceptions on the elements of Physics in Science subject in the fifth grade occurs on the study of the types of Rocks which reaches 58% of the samples taken on its indicator. The differences on the level of misconceptions on the Physics element in Science subject in state elementary school in the district of Sleman are also identified in the accordance

of the schools’ accreditation level (sig 2 tailed = 0,028 < 0,05).

(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan berkat dan kasih-Nya sehingga peneliti mampu menyelesaikan

skripsi ini dengan baik. Skripsi berjudul Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V

Semester 2 SD Negeri Se-Kecamatan Sleman Kabupaten Sleman ini disusun

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan dalam Program

Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Pada kesempatan ini peneliti ingin

mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam

penyusunan skripsi ini. Terimakasih peneliti ucapkan kepada:

1. Rohandi, Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma,

2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan

Guru Sekoah Dasar Universitas Sanata Dharma,

3. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd., Wakil Ketua Program Studi

Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma,

4. Maria Melani Ika Susanti, S.Pd., M.Pd., dosen pembimbing skripsi I dan

Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd., dosen pembimbing II yang telah

meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing dan

memberikan arahan selama penyusunan skripsi,

5. Kepala UPT Pendidikan Kecamatan Sleman yang telah memberikan ijin

untuk melakukan penelitian di SD Negeri se-Kecamatan Sleman;

6. Kepala Sekolah Dasar Negeri se-Kecamatan Sleman yang telah

(14)

xi

7. Siswa-siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri se-Kecamatan Sleman,

Yogyakarta yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini;

8. Kedua orangtua, kakak, nenek, dan FX. Kurnia Octavian Andyanto yang

telah memberikan dukungan dan semangat;

9. Teman-teman payung skripsi Miskonsepsi IPA Fisika Kelas V semester 2

SD Negeri se-Kabupaten Sleman, Marcel, Rani, Dita, Ratna, Asri, Puput,

Ardi, Lukas, Vero, Luky, Ones, Pungky, Annas, dan Dika yang sudah mau

bekerja bersama, saling mendukung untuk menggapai cita-cita;

10.Sahabat-sahabatku Marcelina Rizki Yunita J., Theresia Tri Wulandari,

Lucia Dwi Septy, Maria Magdalena Wargiani, Bernadeta Tri H., Katarina

Tiara D., Agnes Anita yang selalu memberikan semangat agar peneliti

dapat menyelesaikan skripsi dengan baik;

11.Bapak ibu dosen Pendidikan Fisika Sanata Dharma dan bapak ibu guru

kelas V di SD N Candiroto 1 dan SD N Denggung yang telah bersedia

menjadi validator instrumen penelitian;

12.Semua pihak yang mendukung dalam penyusunan skripsi ini yang tidak

dapat disebutkan satu per satu.

Tentunya skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, maka peneliti

dengan senang hati menerima kritik dan saran untuk upaya perbaikan ke depan.

Peneliti berharap skripsi ini berguna bagi pembaca serta menjadi sumber belajar

dalam meningkatkan kualitas pendidikan.

(15)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Batasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

G. Definisi Operasional ... 9

BAB II. KAJIAN TEORI ... 11

A. Kajian Teori ... 11

1. Konsep ... 11

2. Konsepsi ... 13

(16)

xiii

4. Hakikat Pembelajaran IPA ... 22

5. Pembelajaran IPA di SD Kelas V semester 2 ... 23

6. Miskonsepsi IPA Fisika ... 35

7. Akreditasi Sekolah ... 36

B. Penelitian yang Relevan ... 39

C. Kerangka Berpikir ... 46

D. Hipotesis Penelitian ... 48

BAB III. METODE PENELITIAN ... 49

A. Jenis Penelitian ... 49

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 50

1. Waktu Penelitian ... 50

2. Tempat Penelitian ... 50

C. Populasi dan Sampel ... 51

1. Populasi ... 51

2. Sampel ... 52

D. Variabel Penelitian ... 55

1. Variabel Bebas ... 55

2. Variabel Terikat ... 55

E. Teknik Pengumpulan Data ... 55

1. Tes ... 56

2. Wawancara ... 56

3. Studi Dokumen ... 56

F. Instrumen Penelitian ... 57

G. Teknik Pengujian Instrumen ... 60

1. Uji Validitas ... 60

2. Uji Reliabilitas ... 66

H. Teknik Analisis Data ... 68

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 75

A. Hasil Penelitian ... 75

1. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ... 77

2. Deskripsi Responden Penelitian ... 79

3. Deskripsi Data Miskonsepsi IPA Fisika Kelas V Semester 2 SD Negeri Se-Kecamatan Sleman ... 82

4. Perbedaan Miskonsepsi IPA Siswa Kelas V Semester 2 SD Negeri Dilihat dari Tingkat Akreditasi Sekolah ... 103

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 108

BAB V. PENUTUP ... 114

A. Kesimpulan ... 114

B. Keterbatasan Penelitian ... 114

C. Saran ... 115

DAFTAR REFERENSI ... 116

(17)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 3.1 Data Populasi ... 51

Tabel 3.2 Perhitungan Sampel Penelitian SD se-Kecamatan Sleman ... 53

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Pilihan Ganda ... 58

Tabel 3.4 Pedoman Wawancara ... 59

Tabel 3.5 Ketentuan Pelaksanaan Revisi Instrumen ... 62

Tabel 3.6 Tabel Hasil Uji Expert Judgment ... 63

Tabel 3.7 Hasil Validasi Soal Pilihan Ganda ... 65

Tabel 3.8 Kualifikasi Reliabilitas ... 67

Tabel 3.9 Hasil Uji Reliabilitas ... 67

Tabel 4.1 Data Responden ... 78

Tabel 4.2 Pengelompokan Aitem Berdasarkan KD ... 80

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas ... 105

Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas ... 106

(18)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1 Magnet ... 25

Gambar 2.2 Kelapa Jatuh karena Pengaruh Gaya Gravitasi ... 25

Gambar 2.3 Gaya Gesek Terjadi Saat Orang Mendorong Kardus ... 26

Gambar 2.4 Posisi Beban, Titik Tumpu, dan Kuasa Tuas Golongan Pertama ... 28

Gambar 2.5 Posisi Beban, Titik Tumpu, dan Kuasa Tuas Golongan Kedua ... 28

Gambar 2.6 Posisi Beban, Titik Tumpu, dan Kuasa Tuas Golongan Ketiga ... 29

Gambar 2.7 Jalan Perbukitan Dibuat Berkelok-kelok... 30

Gambar 2.8 Anak Berkaca di Cermin Datar ... 31

Gambar 2.9 a (a) Jalannya Sinar dari Medium Rapat ke Kurang Rapat ... 32

Gambar 2.9 b (b) Peristiwa Pembiasan Cahaya ... 32

Gambar 2.10 Literatur Map Penelitian ... 45

Gambar 4.1 Persentase Data Miskonsepsi Siswa Kelas V ... 79

Gambar 4.2 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 1 ... 81

Gambar 4.3 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 2 ... 82

Gambar 4.4 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 3 ... 83

Gambar 4.5 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 4 ... 84

Gambar 4.6 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 5 ... 86

Gambar 4.7 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 6 ... 87

Gambar 4.8 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 7 ... 88

Gambar 4.9 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 8 ... 89

Gambar 4.10 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 9 ... 90

Gambar 4.11 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 10 ... 91

Gambar 4.12 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 11 ... 92

Gambar 4.13 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 12 ... 93

Gambar 4.14 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 13 ... 94

Gambar 4.15 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 14 ... 95

Gambar 4.16 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 15 ... 96

Gambar 4.17 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 19 ... 98

Gambar 4.18 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 16 ... 99

Gambar 4.19 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 18 ... 100

Gambar 4.20 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 17 ... 101

Gambar 4.21 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 20 ... 102

Gambar 4.22 Kurva Histogram Tingkat Akreditasi ... 104

(19)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1a Surat Izin Penelitian dari Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah Kabupaten Sleman ... 120

Lampiran 1b Surat Keterangan Sudah Melakukan Penelitian dari UPT Pelayanan Pendidikan Kecamatan Sleman ... 121

Lampiran 1c Surat Keterangan Sudah Melakukan Penelitian dari Salah Satu SD Negeri di Kecamatan Sleman ... 122

Lampiran 2 Hasil Rekap Nilai Expert Judgment Instrumen Pilihan Ganda ... 123

Lampiran 3 Instrumen Soal Pilihan Ganda Uji Empiris ... 131

Lampiran 4 Hasil Uji Validitas Instrumen Pilihan Ganda ... 141

Lampiran 5 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Pilihan Ganda ... 145

Lampiran 6 Instrumen Soal Pilihan Ganda Uji Penelitian ... 146

Lampiran 7 Hasil Pekerjaan Siswa dalam Uji Penelitian ... 152

Lampiran 8 Rekapitulasi Data Penelitian Instrumen Pilihan Ganda ... 159

Lampiran 9 Persentase Jawaban Siswa pada Kompetensi Dasar 5.1 ... 164

Lampiran 10 Persentase Jawaban Siswa pada Kompetensi Dasar 5.2 ... 166

Lampiran 11 Persentase Jawaban Siswa pada Kompetensi Dasar 6.1 ... 169

Lampiran 12 Persentase Jawaban Siswa pada Kompetensi Dasar 6.2 ... 172

Lampiran 13 Persentase Jawaban Siswa pada Kompetensi Dasar 7.1 ... 173

Lampiran 14 Daftar Nama dan Alamat Sekolah SD Negeri di Kecamatan Sleman ... 176

Lampiran 15 Data Tingkat Akreditasi Sekolah ... 177

Lampiran 16 Hasil Uji Normalitas Soal Pilihan Ganda ... 178

Lampiran 17 Hasil Uji Hipotesis Kruscal-Wallis ... 179

Lampiran 18 Tabel Krejcie dan Morgan ... 180

Lampiran 19 Dokumentasi Foto Penelitian ... 181

(20)

1

BAB I PENDAHULUAN

Pada Bab I peneliti memberikan pandangan kepada pembaca mengenai

landasan penelitian ini. Hal yang dibahas dalam Bab I meliputi, latar belakang

masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.

A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan bagian yang terpenting dari pertumbuhan suatu

bangsa. Pendidikan menurut Mudyahardjono (dalam Ahmadi, 2014:22).

dipandang sebagai usaha yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan

pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan yang

berlangsung di sekolah maupun di luar sekolah untuk mempersiapkan siswa

dalam menjalankan perannya di lingkungan masyarakat. Semua kegiatan

bimbingan, pengajaran, dan latihan tersebut diarahkan pada tujuan pendidikan

yang hendak dicapai. Tujuan pendidikan memiliki kedudukan yang penting

dalam sebuah proses penyelenggaraan pendidikan. Tanpa adanya tujuan,

pendidikan dapat kehilangan arah sehingga tidak dapat mencapai hasil yang

diharapkan.

Sekolah sebagai salah satu penyelenggara pendidikan memiliki

kewajiban untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan tujuan

yang ditetapkan. Adapun tujuan pendidikan dalam sistem Nasional termuat

dalam UU Sisdiknas yaitu untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi

(21)

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis,

serta bertanggung jawab (Triwiyanto, 2014:24). Hal ini sejalan dengan tujuan

pendidikan di sekolah dasar yang meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan,

kepribadian dan akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan

mengikuti pendidikan yang lebih lanjut (Mulyana, 2007:13).

Peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan oleh pemerintah. Salah

satunya dengan adanya akreditasi untuk mengetahui tingkat kelayakan sekolah

dalam memberikan pelayanan pendidikan. Akreditasi menurut Peraturan

Pemerintah Pendidikan Nasional tahun 2005 pasal 1 merupakan suatu kegiatan

penilaian kelayakan suatu sekolah berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan

dan dilakukan oleh BAN-S/M yang hasilnya diwujudkan dalam bentuk

pengakuan peringkat kelayakan. Peringkat kelayakan ini dibedakan menjadi

tiga yaitu akreditasi A (sangat baik), B (baik), dan C (cukup). Sekolah yang

memperoleh tingkat akreditasi A memiliki kualitas yang lebih baik daripada

sekolah dengan akreditasi B, begitu pula dengan sekolah akreditasi C. Hal itu

tercermin dari prestasi belajar yang diraih oleh siswanya serta lulusan-lulusan

yang berprestasi pada sekolah yang memiliki akreditasi yang baik. Sebagian

besar SD Negeri yang ada di Yogyakarta sudah memiliki tingkat akreditasi

yang baik. Walaupun sekolah sudah memiliki tingkat akreditasi baik, belum

menjamin proses pelaksanaan pembelajaran dilakukan secara maksimal.

Proses pelaksanaan pembelajaran di sekolah tentu memerlukan suatu

pedoman untuk mencapai tujuan pendidikan. Pedoman tersebut tidak lain

adalah kurikulum. Kurikulum yang berlaku di Indonesia sudah berulang kali

(22)

pendidikan di Indonesia. Kurikulum yang berlaku saat ini adalah kurikulum

2006/KTSP dan Kurikulum 2013. Sebagian besar SD yang ada di Indonesia ini

menggunakan kurikulum 2006/KTSP. Dalam kurikulum 2006/KTSP memuat

beberapa mata pelajaran yang penting. Salah satu mata pelajaran pokok yang

termuat dalam kurikulum 2006/KTSP adalah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan

Alam (IPA).

IPA adalah ilmu yang mempelajari tentang peristiwa-peristiwa yang

terjadi di alam (Samatowa, 2010:3). IPA di SD merupakan gabungan dari

berbagai bidang ilmu yaitu Biologi, Kimia, dan Fisika. Pembelajaran IPA di

SD memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir kritis dengan metode

“menemukan sendiri” (Samatowa, 2010:4). Artinya siswa dihadapkan pada

suatu masalah kemudian siswa mencari dan menyelidiki sendiri tentang

masalah tersebut. Cara yang dilakukan oleh siswa dalam mencari dan

menyelidiki masalah adalah dengan melakukan kegiatan eksperimen. Kegiatan

eksperimen ini sangat baik untuk perkembangan kognitif siswa, karena

kegiatan pengalaman langsung ini dapat mengenalkan konsep-konsep abstrak

yang akan dipelajarinya nanti. Jika dilihat dari metode yang digunakan dalam

pembelajaran IPA, mata pelajaran ini menjadi pelajaran yang menyenangkan

bagi siswa.

Namun, sebagian siswa SD menganggap bahwa mata pelajaran IPA

merupakan pelajaran yang sulit. Pelajaran IPA dianggap sulit karena banyak

materi yang mengharuskan siswa untuk mengingat. Ada penelitian

menunjukkan bahwa prestasi IPA siswa di Indonesia rendah. Hal tersebut dapat

(23)

Science Study) tahun 2012 tentang hasil pembelajaran IPA menunjukkan

bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam hal mata pelajaran IPA berada

diurutan ke 40 dari 46 negara dan mengalami penurunan dari tahun 2007

dengan skor perolehan 427 menjadi 406 pada tahun 2012 (Zaqiah, 2013:10).

Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa kemampuan siswa di Indonesia

dalam memahami konsep-konsep IPA masih rendah. Hal tersebut juga

didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryanto (2002) tentang

pemahaman siswa SD pada konsep-konsep IPA di berbagai daerah termasuk

Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman siswa SD

terhadap konsep IPA masih rendah. Sekolah dasar yang digunakan dalam

penelitian merupakan sekolah yang mempunyai prestasi pendidikan standar di

daerahnya. Penelitian ini menunjukkan bahwa sekolah dasar yang sudah

memiliki prestasi pendidikan terstandar, siswanya belum tentu memiliki

pemahaman konsep IPA yang baik.

Hal itu dibuktikan dengan wawancara yang dilakukan pada beberapa

sekolah dasar di Kecamatan Sleman untuk mengetahui pemahaman konsep

IPA pada siswa kelas V SD. Wawancara dilakukan pada tiga SD Negeri di

Kecamatan Sleman yang memiliki tingkat akreditasi A, B dan C. Wawancara

pertama dilakukan pada sekolah dengan tingkat akreditasi A yaitu SD Negeri

Sleman III. Wawancara dilakukan dengan Ibu Ari Hermawati guru wali kelas

VA pada tanggal 7 April 2015. Melalui wawancara dengan wali kelas V

menunjukkan bahwa prestasi IPA sudah lumayan baik dengan melihat nilainya

yang sudah melampaui nilai KKM yaitu 62. Siswa kelas V di SD Negeri

(24)

pelapukan. Hal ini dapat terjadi karena “siswa harus mengamati langsung baru

paham, padahal butuh waktu yang cukup lama dan waktu yang tersedia tidak cukup” demikian kata Ibu Ari. Wawancara kedua dilakukan pada sekolah

dengan akreditasi B yaitu SD Negeri Trimulyo, wawancara dilakukan dengan

Ibu Lusia guru wali kelas V pada tanggal 7 April 2015. Hasil wawancara

menunjukkan bahwa ada beberapa siswa kelas V yang nilainya masih di bawah

nilai KKM yaitu 75. Beberapa siswa kurang paham dengan konsep jenis-jenis

batuan, hal ini dikarenakan jenis-jenis batuan ada banyak macamnya dan

memiliki ciri-ciri yang hampir sama sehingga siswa sering kesulitan dalam

membedakannya. Wawancara selanjutnya dilakukan pada sekolah dengan

tingkat akreditasi C yaitu SD Negeri Jetis Jogopaten. Wawancara dilakukan

dengan Bapak Sandi Haryadi wali kelas V pada tanggal 8 April 2015. Hasil

wawancara menunjukkan bahwa 3 dari 8 siswa nilainya masih di bawah KKM

68. Sebagian siswa masih kurang paham terhadap konsep sifat-sifat cahaya dan

jenis-jenis batuan. Hal ini dapat terjadi karena “saat pembelajaran sifat cahaya kurang medianya sehingga tidak mengena demikian jenis batuan yang sangat banyak jenisnya” tutur Bapak Haryadi. Alat peraga dan media pembelajaran yang mendukung pelajaran IPA masih kurang dan ada yang rusak, sehingga

guru dalam menanaman konsep pada siswa menjadi kurang maksimal.

Pada jenjang sekolah dasar penting bagi pendidik menanamkan konsep

yang benar pada siswa, karena konsep yang diajarkan di sekolah dasar akan

mendasari pemikiran pada jenjang pendidikan berikutnya. Sejak pertama siswa

sudah memiliki konsep awal atau prakonsepsi tentang suatu bahan sebelum

(25)

tua, teman, sekolah awal, dan pengalaman di lingkungannya. Konsep awal

sering kali mengandung miskonsepsi (Suparno, 2011:34-35). Miskonsepsi

adalah konsep awal yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah (Suparno, 2011:2).

Selain dari konsep awal siswa, miskonsepsi dapat berasal dari buku teks,

guru/pengajar, konteks, dan metode mengajar. Peneliti melihat bahwa

rendahnya pemahaman konsep IPA Fisika dipengaruhi oleh adanya

miskonsepsi. Miskonsepsi jika dibiarkan akan membawa dampak yang negatif

bagi siswa karena dapat menghambat proses pembelajarannya. Oleh karena itu

miskonsepsi dalam suatu mata pelajaran perlu diketahui lebih dini agar

guru/pendidik lebih mudah memperbaiki konsep yang salah tersebut. Beberapa

penelitian tentang miskonsepsi IPA telah banyak dilakukan pada SD di

berbagai daerah, namun dari penelitian yang dilakukan belum ada yang

meneliti miskonsepsi IPA di wilayah Kecamatan Sleman.

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut

tentang miskonsepsi IPA Fisika kelas V semester 2 yang terjadi di SD Negeri

se-Kecamatan Sleman. Penelitian ini dibatasi pada mata pelajaran IPA SD

kelas V semester 2 yaitu fokus pada konsep gaya, pesawat sederhana, sifat-sifat

cahaya, penerapan sifat-sifat cahaya pada karya/model, jenis-jenis batuan dan

pembentukan tanah karena pelapukan. Peneliti memilih kelas V sebagai subjek

penelitian karena konsep IPA yang diajarkan di kelas V cukup sulit. Penelitian

ini dilakukan dengan harapan menjadi gambaran bagi guru tentang

miskonsepsi pada pembelajaran IPA khususnya konsep yang masuk dalam

(26)

B.Identifikasi Masalah

Pelaksanaan penelitian ini didasarkan pada beberapa masalah yang

terjadi di lapangan yakni sebagai berikut:

1. Prestasi siswa Indonesia pada mata pelajaran IPA masih rendah.

2. Kemampuan siswa kelas V dalam memahami konsep-konsep IPA di SD

Sleman III, SD Trimulyo, dan SD Jetis Jogopaten di Kecamatan Sleman

masih kurang.

C.Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang diuraikan di

atas maka peneliti membatasi ruang lingkup permasalahan sebagai berikut.

1. Penelitian ini meneliti tentang miskonsepsi IPA Fisika untuk siswa SD

Negeri kelas V semester 2 se-Kecamatan Sleman pada tahun ajaran

2014/2015.

2. SD yang akan diteliti adalah semua SD Negeri se-Kecamatan Sleman yang

menggunakan kurikulum KTSP.

3. Miskonsepsi yang diteliti adalah materi IPA tentang gaya, gerak, dan

energi (KD 5.1), pesawat sederhana (KD 5.2), sifat-sifat cahaya (KD 6.1),

penerapan sifat cahaya dalam karya/model (KD 6.2) dan jenis-jenis batuan

(27)

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah peneliti merumuskan

masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Bagaimana miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V semester 2 SD Negeri

se-Kecamatan Sleman?

2. Apakah ada perbedaan miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V semester 2

Negeri se-Kecamatan Sleman dilihat dari tingkat akreditasi sekolah?

E.Tujuan Penelitian

Sesuai rumusan masalah yang ada maka tujuan dalam penelitian ini

adalah :

1. Mendeskripsikan miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V semester 2 SD

Negeri se-Kecamatan Sleman.

2. Mengetahui ada tidaknya perbedaan miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas

V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Sleman dilihat dari tingkat

akreditasi sekolah.

F. Manfaat Penelitian

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapannya dapat memberikan

manfaat bagi :

1. Guru

Hasil penelitian ini memberikan gambaran kepada guru mengenai

(28)

lebih teliti dalam pemilihan metode mengajar dan penyampaian materi

agar tidak mengakibatkan miskonsepsi pada siswa.

2. Sekolah

Memberikan masukan kepada sekolah untuk meningkatkan kualitas

pengajaran dalam mata pelajaran IPA.

3. Peneliti

Penelitian ini memberikan gambaran kepada peneliti tentang KD atau

materi apa yang rentan terjadi miskonsepsi pada pelajaran IPA. Kelak

ketika menjadi seorang guru, peneliti mampu menjelaskan materi IPA

dengan baik dan tidak menimbulkan miskonsepsi pada siswa.

G.Definisi Operasional

Dalam penelitian ini menggunakan beberapa istilah, untuk menyamakan

persepsi maka peneliti memberikan penjelasan pada masing-masing istilah

berikut ini.

1. Miskonsepsi adalah suatu konsep yang tidak sesuai dengan konsep

ilmiah.

2. IPA adalah pengetahuan yang mempelajari tentang peristiwa-peristiwa

yang terjadi di alam.

3. Fisika adalah cabang ilmu pengetahuan alam (IPA) yang mempelajari

gejala alam atau fenomena alam serta semua interaksi yang

menyertainya.

4. Miskonsepsi IPA Fisika adalah kesalahan konsep IPA tentang gaya,

(29)

batuan dan pelapukan. Miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari jawaban siswa

yang salah namun siswa menjawab dengan yakin benar pada suatu soal.

5. Siswa kelas V SD adalah anak yang berumur 10 – 12 tahun yang sedang

belajar di kelas V.

6. Kecamatan Sleman adalah salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten

Sleman, di sebelah utara berbatasan langsung dengan Kecamatan Turi,

sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Tempel, sebelah Selatan

berbatasan dengan Kecamatan Mlati, dan sebelah Timur berbatasan

(30)

11

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada Bab II penelitian ini, peneliti membahas empat subbab, yaitu kajian

teori, hasil penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.

A.Kajian Teori 1. Konsep

a. Pengertian Konsep

Konsep menurut Hamalik (2005:162) merupakan suatu kelas atau

kategori stimuli yang memiliki ciri-ciri umum. Stimuli yang dimaksud

adalah objek-objek atau orang. Konsep dapat dinyatakan dalam bentuk

“nama” misalnya hewan, tumbuhan, siswa, guru, dan sebagainya.

Namun, tidak semua stimuli dapat dikatakan sebagai konsep karena

beberapa stimuli dapat menunjuk pada peristiwa, benda, atau orang yang

memiliki ciri-ciri yang khusus, misalnya perang Diponegoro, baju merah,

Ibu Ani (seorang guru SD). Hal yang sama juga diungkapkan oleh Rosser

(dalam Dahar, 2011:62) bahwa konsep merupakan suatu abstraksi yang

mewakili satu kelas objek, kejadian, kegiatan, atau hubungan yang

memiliki atribut yang sama. Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka

dapat disimpulkan bahwa konsep merupakan kategori objek atau orang

yang memiliki ciri-ciri umum.

b. Ciri - ciri Konsep

Konsep dapat digunakan untuk mengidentifikasi objek-objek yang

(31)

Adapun ciri-ciri objek menurut Hamalik (2005:162) dapat dibedakan

menjadi empat yaitu:

1) Atribut konsep adalah suatu sifat yang membedakan antara konsep

satu dengan yang lain. Misalnya berdasarkan atribut luas, danau,

dan lautan berbeda karena lautan lebih luas daripada danau. Oleh

karena itu keragaman di antara konsep-konsep sebenarnya ditandai

oleh adanya atribut yang berbeda.

2) Atribut nilai-nilai adalah variasi-variasi yang terdapat pada sebuah

atribut. Misalnya atribut warna memiliki macam-macam nilai yaitu

merah, biru, hijau, dan sebagainya.

3) Jumlah atribut dalam sebuah atribut juga bermacam-macam.

Misalnya lemon memiliki empat atribut yaitu warna, luas, bentuk,

dan rasa. Jadi, semakin kompleks suatu konsep semakin banyak

jumlah atributnya dan semakin sulit untuk dipelajari.

4) Kodomain atribut adalah atribut dapat lebih dominan daripada yang

lainnya. Jika konsep dominan maka akan memiliki atribut dominan.

Maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri konsep dapat dibedakan

menjadi empat, yaitu atribut konsep, artibut nilai-nilai, jumlah atribut,

dan kodomain atribut.

c. Pemerolehan Konsep

Konsep tidak diperoleh dengan begitu saja namun dapat melalui

beberapa cara. Adapun menurut Ausubel (dalam Dahar, 2011:64) konsep

diperoleh dengan dua cara, yaitu pembentukan konsep dan asimilasi

(32)

1) Pembentukan Konsep

Seseorang mulai memperoleh konsep ketika ia masih anak-anak.

Namun dengan berjalannya waktu, konsep yang sudah diperoleh

ketika masih anak-anak akan mengalami perubahan seiring

pengalaman-pengalaman yang diperoleh saat dewasa. Pembentukan

konsep merupakan suatu kegiatan belajar penemuan. Di mana anak

dihadapkan pada sejumlah contoh dan noncontoh pada konsep

tertentu, sehingga nantinya anak mampu menetapkan suatu aturan

yang menentukan kriteria untuk konsep tersebut (Dahar, 2011:64).

2) Asimilasi Konsep

Dalam memperoleh konsep melalui asimilasi, seorang anak

yang belajar harus mengetahui definisi formal tentang suatu konsep.

Setelah anak disajikan tentang definisi konsep, maka konsep tersebut

dapat diilustrasikan dengan pemberian contoh atau diskripsi. Asimilasi

konsep merupakan satu contoh belajar penerimaan bermakna dan

bukan suatu penemuan.

2. Konsepsi

Konsepsi merupakan tafsiran seseorang terhadap suatu konsep (Berg,

1991:10). Ketika memasuki masa sekolah, anak sudah memiliki konsepsi

terhadap suatu konsep. Konsepsi yang dibawa oleh siswa ini diperoleh dari

pengalaman indera, bahasa, latar belakang budaya mereka, peer groups,

media massa, dan pengajaran formal (Duit dan Treagust dalam Norika,

2014:8). Saptono (dalam Norika, 2014:8) menambahkan bahwa konsepsi

(33)

interaksi dengan lingkungan maupun konsep yang diperoleh dari pendidikan

formal. Dalam penelitian ini konsepsi yang dimaksud adalah pemahaman

siswa terhadap konsep-konsep IPA Fisika pada semester 2 yang meliputi

gaya, pesawat sederhana, sifat-sifat cahaya, penerapan sifat cahaya dalam

suatu karya/model, jenis-jenis batuan, dan pembentukan tanah karena

pelapukan.

3. Miskonsepsi

Miskonsepsi merupakan suatu konsep yang tidak sesuai dengan

konsep ilmiah (Suparno, 2005:8). Hal ini menunjuk pada konsep yang tidak

sesuai dengan pengertian yang diterima oleh para pakar dalam bidang

tersebut. Secara lebih rinci Flower (dalam Suparno, 2005:5) menjelaskan

bahwa miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep,

pengetahuan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah,

kekacauan konsep yang berbeda, dan hubungan hirarkis

konsep-konsep yang tidak benar.

Beberapa peneliti modern sering menggunakan istilah konsep

alternatif daripada miskonsepsi. Istilah konsep alternatif ini digunakan

karena peneliti memberikan penghargaan kepada siswa atas usaha dalam

mengkonstruksi pengetahuannya. Namun, beberapa peneliti tetap

menggunakan istilah miskonsepsi karena istilah itu sudah diketahui umum

dan memiliki arti yang sangat jelas. Miskonsepsi dapat berupa konsep awal,

kesalahan, hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep, gagasan

(34)

a. Penyebab Miskonsepsi

Miskonsepsi pada siswa dapat diakibatkan oleh berbagai macam

hal. Adapun penyebab miskonsepsi menurut Suparno (2005:29) dapat

diringkas menjadi lima kelompok, yaitu siswa, guru, buku teks, konteks,

dan metode mengajar.

1) Siswa

Miskonsepsi dapat berasal dari diri siswa itu sendiri.

Miskonsepsi yang berasal dari siswa dapat dibedakan menjadi

beberapa hal, yaitu:

a) Prakonsepsi atau Konsep Awal Siswa

Setiap siswa sudah memiliki konsep awal/prakonsepsi

tentang suatu konsep sebelum siswa mendapatkan pengetahuan di

sekolah. Adapun menurut Suparno (2005:34) konsep awal siswa

didapat dari orang tua, teman, sekolah awal, dan pengalaman di

lingkungan siswa.

b) Pemikiran Asosiatif

Siswa sering melakukan kesalahan dalam mengasosiasikan

istilah-istilah dalam sehari-hari, misalnya siswa mengasosiasikan

gaya dengan aksi atau gerakan. Padahal kenyataannya dalam

Fisika, gaya tidak selalu dengan aksi atau gerakan. Terkadang

pengertian dari istiah-istilah yang disampaikan oleh guru sering

disalahartikan oleh siswa. Pengertian yang disampaikan guru dalam

(35)

sudah memiliki konsep tertentu dengan pengertian tersebut

sehingga berpeluang terjadi miskonsepsi.

c) Pemikiran Humanistik

Siswa sering melihat semua benda dari sudut pandang

manusiawi. Siswa menganggap bahwa tingkah laku benda seperti

tingkah laku manusia yang hidup.

d) Reasoning yang Tidak Lengkap/Salah

Penalaran siswa yang tidak lengkap/salah terhadap suatu

konsep dapat mengakibatkan terjadi suatu miskonsepsi. Penalaran

yang tidak lengkap/salah tersebut dapat terjadi karena

data/informasi yang didapatkan oleh siswa tidak lengkap. Siswa

mengalami kesalahan dalam menyimpulkan karena data yang

diperoleh tidak lengkap. Siswa dapat terlalu luas atau teralu sempit

dalam menyimpulkan suatu hal.

e) Intuisi yang Salah

Intuisi adalah suatu perasaan dalam diri seseorang yang

secara spontan mengungkapkan sikap atau gagasannya tentang

sesuatu sebelum secara objektif dan rasional diteliti (Suparno,

2005:38-39). Siswa dapat memiliki sebuah intuisi bahwa benda

yang besar akan jatuh lebih cepat daripada benda kecil. Pemikiran

intuitif tersebut dapat terjadi akibat pengamatan terhadap benda

(36)

f) Tahap Perkembangan Kognitif Siswa

Tahap perkembangan kognitif siswa SD masih dalam tahap

operasional konkret. Di mana siswa mempelajari suatu hal masih

berdasarkan hal-hal yang konkret, nyata dapat dirasakan dengan

panca indera. Jika siswa mempelajari suatu hal yang tidak sesuai

dengan tahap kognitifnya maka siswa akan mengalami kesulitan

dalam memahaminya.

g) Kemampuan Siswa

Setiap siswa mempunyai kemampuan berbeda-beda dalam

bidang IPA. Siswa yang memiliki intelegensi matematis-logis yang

kurang akan mengalami kesulitan dalam memahami konsep IPA

terlebih pada materi yang bersifat abstrak. Siswa yang memiliki IQ

yang rendah juga sangat mungkin mengalami miskonsepsi kerena

dalam menangkap data/informasi tidak lengkap dan utuh, sehingga

siswa sering merasa bahwa konsep mereka pahami adalah konsep

yang benar, maka terjadilah miskonsepsi (Suparno, 2005:41)

h) Minat Belajar Siswa

Siswa yang memiliki minat belajar tinggi terhadap IPA

cenderung memiliki miskonsepsi yang rendah daripada siswa yang

tidak berminat belajar IPA begitu juga dengan sebaliknya. Siswa

yang berminat belajar tentang IPA akan mengikuti pembelajaran

(37)

2) Guru

Guru dapat membawa miskonsepsi sampai pada siswa apabila

guru tidak menguasai bahan atau materi IPA secara tidak benar.

Sangat penting bagi guru untuk menguasai materi pelajaran sebelum

menjelaskan konsep kepada siswa. Miskonsepsi akan terus ada jika

guru tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengungkapkan gagasan dengan kata-kata mereka sendiri.

3) Buku Teks

Miskonsepsi bisa datang dari buku teks yang digunakan guru

sebagai referensi/sumber dalam mengajar. Buku teks yang terlalu sulit

dipahami oleh siswa SD dapat menimbulkan miskonsepsi. Hal ini

dapat disebabkan oleh penggunaan kata yang kurang tepat atau

kesalahan pengarang dalam menuliskan istilah-istilah. Selain itu

Suparno (2005:46) menambahkan banyak guru yang tidak

memberikan penjelasan cara membaca dan memahami buku teks

kepada siswa sehingga siswa kurang memahami konsep-konsep yang

dibacanya. Jika hal itu sudah terjadi maka bisa menimbukan

miskonsepsi pada siswa.

4) Konteks

Dalam konteks ini Suparno (2005:47-48) membaginya ke dalam

empat kelompok yaitu:

a) Pengalaman

Pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari dapat

(38)

pengalaman siswa dengan pengetahuan yang diperolehnya di

sekolah.

b) Bahasa Sehari-hari

Beberapa bahasa dalam kehidupan sehari-hari terkadang

memiliki pengertian yang berbeda dengan istilah-istilah yang ada

dalam mata pelajaran. Dalam bahasa sehari-hari siswa

menggunakan istilah berat dengan satuan kilogram (kg), sedangkan

dalam mata pelajaran Fisika berat merupakan suatu gaya yang

memiliki satuan yaitu Newton. Hal ini tentunya akan

membingungkan siswa dalam menangkap konsep yang benar.

c) Teman Lain

Miskonsepsi dapat datang dari teman kelompok belajar.

Biasanya dalam sebuah kelompok belajar ada salah satu siswa yang

dominan. Siswa yang dominan biasanya dapat mempengaruhi

siswa lainnya dalam mengambil suatu keputusan. Hal ini bisa

terjadi ketika dalam mengerjakan tugas, siswa dominan akan

menjadi panutan oleh teman satu kelompoknya. Apabila siswa

dominan ini membawa miskonsepsi, maka siswa lain dalam

kelompoknya juga akan memiliki miskonsepsi yang sama pula.

d) Keyakinan dan Ajaran Agama

Pada dasarnya keyakinan atau ajaran agama dengan ilmu

pengetahuan adalah dua hal yang berbeda. Keyakinan atau ajaran

agama yang diyakini secara kurang tepat sering membuat siswa

(39)

2011:49). Ketika siswa memiliki dua gagasan yang berbeda

menurut agama dan menurut ilmu pengetahuan maka dapat

mengakibatkan miskonsepsi.

5) Metode Mengajar

Metode mengajar yang digunakan oleh guru dapat

memunculkan miskonsepsi pada siswa, apabila metode yang

digunakan hanya menekankan pada satu konsep yang digeluti.

b. Cara Mendeteksi Miskonsepsi

Miskonsepsi yang terjadi pada siswa perlu dideteksi terlebih dulu

sebelum memperbaiki konsep yang salah. Ada beberapa macam alat

deteksi menurut Suparno (2005:121-127) yaitu:

1) Peta Konsep

Peta konsep digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi siswa

dalam bidang Fisika dengan cara melihat hubungan antara

konsep-konsep yang dibuat oleh siswa. Miskonsep-konsepsi siswa dapat dilihat dari

hubungan yang tidak lengkap di antara konsep. Deteksi miskonsepsi

dengan menggunakan peta konsep dapat dilengkapi dengan

wawancara klinis untuk mengetahui alasan mengapa siswa membuat

peta konsep tersebut.

2) Tes Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka

Tes multiple choice dengan reasoning terbuka menjadi alternatif

kedua dalam mendeteksi miskonsepsi siswa dalam bidang Fisika. Cara

ini mengharuskan siswa untuk menjawab pertanyaan dan menuliskan

(40)

menggunakan tes multiple choice ini disertai dengan pernyataan yang

sudah ditentukan, sehingga siswa tinggal memilih pernyataan yang

mewakili pikirannya.

3) Tes Esai Tertulis

Cara mendeteksi miskonsepsi siswa dengan menggunakan tes

ini dapat dilakukan dengan mempersiapkan tes esai yang memuat

konsep-konsep yang sudah diajarkan kepada siswa. Selanjutnya hasil

jawaban siswa dianalisis untuk mengetahui konsep-konsep apa saja

yang terjadi miskonsepsi.

4) Wawancara Diagnosis

Wawancara dapat dilakukan untuk mengetahui miskonsepsi

yang terjadi pada siswa. Wawancara yang dilakukan kepada siswa

mengenai konsep-konsep yang pokok atau sulit. Siswa diminta

mengemukakan gagasannya tentang konsep tersebut dan mencari tahu

bagaimana siswa memperoleh pengetahuan tersebut.

5) Diskusi dalam Kelas

Pada kegiatan diskusi di kelas siswa dapat diminta untuk

mengungkapkan gagasannya tentang konsep yang sudah diajarkan

atau yang akan diajarkan. Gagasan siswa dalam diskusi tersebut

selanjutnya dianalisis untuk diketahui kebenarannya.

6) Praktikum dengan Tanya Jawab

Kegiatan praktikum dapat digunakan guru dalam mendeteksi

miskonsepsi siswa terhadap suatu konsep yang sedang diajarkan.

(41)

kaitannya dengan praktikum dan siswa diminta menjelaskan tentang

konsep tersebut.

4. Hakikat Pembelajaran IPA

Istilah ilmu pengetahuan alam berasal dari terjemahan kata-kata

dalam bahasa Inggris yaitu “natural Science”. Natural artinya

berhubungan dengan alam sedangkan Science artinya ilmu pengetahuan.

Jadi ilmu pengetahuan alam (IPA) adalah ilmu tentang alam yang

mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam sekitar (Samatowa,

2010:3). Secara singkatnya Nash (dalam Samatowa, 2010:3)

mengungkapkan bahwa IPA adalah suatu cara atau metode untuk

mengamati alam. Dalam ilmu pengetahuan alam membahas tentang

gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada

hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia yang

dipercaya kebenarannya.

Hal serupa juga diungkapkan oleh Powler (dalam Samatowa,

2010:3) di mana IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala

alam dan kebendaan yang sistematis dan disusun secara teratur, berlaku

umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan

eksperimen/sistematis (teratur) artinya pengetahuan itu tersusun dalam

suatu sistem, tidak berdiri sendiri, satu dengan lainnya merupakan satu

saling berkaitan, saling menjelaskan sehingga seluruhnya merupakan satu

kesatuan yang utuh, sedangkan berlaku umum adalah pengetahuan itu

tidak hanya berlaku atau oleh seseorang atau beberapa orang dengan cara

(42)

konsisten. Winataputra (dalam Samatowa, 2010:3) menambahkan bahwa

IPA tidak hanya merupakan kumpulan pengetahuan tentang benda atau

makhluk hidup, tetapi memerlukan kerja, cara berpikir dan cara

memecahkan masalah.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli maka dapat disimpulkan

bahwa IPA adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala alam

yang disusun secara sistematis sehingga menjadi satu kesatuan utuh yang

diperoleh dari hasil observasi dan eksperimen.

IPA pada hakikatnya dibangun atas dasar produk ilmiah, proses

ilmiah, dan sikap ilmiah atau sering dinilai sebagai proses, produk dan

juga prosedur (Trianto, 2012:137). IPA sebagai produk ilmiah

merupakan sebuah hasil yang berupa pengetahuan atau bahan bacaan

untuk diajarkan di sekolah. Sedangkan IPA sebagai proses ilmiah

menurut Prihantoro (dalam Trianto, 2012:137) merupakan cara yang

dipakai untuk mempelajari objek studi, menemukan dan

mengembangkan produk-produk sains dan teori-teori IPA sehingga

melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan.

Sikap ilmiah yang dimaksudkan adalah rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan

sebagainya.

5. Pembelajaran IPA di SD kelas V semester 2

Pada pembelajaran IPA di kelas V seluruhnya terdapat 7 standar

kompetensi dan 11 kompetensi dasar yang harus dilalui oleh siswa. Pada

semester 2 terdapat terdapat 3 standar kompetensi yaitu memahami

(43)

sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu model karya/model;

dan memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan

penggunaan sumber daya alam. Adapun konsep IPA yang diteliti adalah

konsep yang terdapat pada bidang Fisika yaitu meliputi konsep gaya

(gaya magnet, gaya gravitasi, gaya gesek), pesawat sederhana, sifat-sifat

cahaya, penerapan sifat-sifat cahaya dalam suatu karya/model (periskop),

jenis-jenis batuan dan pembentukan tanah karena pelapukan. Di bawah

ini akan dijelaskan mengenai konsep-konsep IPA Fisika mengenai gaya,

pesawat sederhana, sifat-sifat cahaya, penerapan sifat cahaya dalam suatu

karya/model, jenis-jenis batuan, dan pembentukan tanah karena

pelapukan.

a. Gaya

Gaya merupakan gerakan mendorong atau menarik yang

menyebabkan benda bergerak (Sulistyowati, 2008:96). Berdasarkan

sumbernya gaya dibedakan menjadi tiga, yaitu gaya magnet, gaya

gravitasi, dan gaya gesekan.

a) Gaya Magnet

Gaya magnet adalah tarikan dan dorongan yang disebabkan

oleh magnet. Magnet memiliki beberapa bentuk seperti magnet

jarum, batang, ladam, bentuk U, dan silinder. Ilustrasi gaya magnet

(44)

Gambar 2.1 Magnet Sumber: Winarti (2009:68)

Magnet pada gambar 2.1 merupakan jenis magnet berbentuk

batang di mana memiliki dua kutub yaitu kutub utara dan kutub

selatan. Dua kutub tersebut saling tarik menarik apabila didekatkan

pada kutub yang berbeda. Jika didekatkan pada kutub yang sama

akan saling tolak menolak seperti gambar di atas.

b) Gaya Gravitasi

Gaya gravitasi merupakan gaya tarik menarik yang terjadi

antara semua partikel yang mempunyai massa di dalam semesta

(Sulityanto, 2008:98). Gaya gravitasi dapat terjadi ketika buah

jatuh dari pohon yaitu dapat dilihat pada gambar 2.2 di bawah ini.

Gambar 2.2 Kelapa jatuh karena pengaruh gaya gravitasi

Sumber: Azmiyawati (2009:82)

Semua benda yang jatuh ke bumi diakibatkan oleh adanya

(45)

berbeda karena dipengaruhi oleh adanya berat, bentuk, ukuran, dan

ketinggian.

c) Gaya Gesek

Gaya gesek merupakan gaya yang ditimbulkan oleh dua

permukaan yang saling bersentuhan (Sulityanto, 2008:99). Gaya

gesek dapat dilihat pada gambar 2.3 di bawah ini.

Gambar 2.3 Gaya gesek terjadi saat orang mendorong kardus Sumber : Azmiyawati (2009:84)

Gaya gesek memiliki arah yang selalu berlawanan dengan

dengan arah gerak benda seperti kegiatan pada gambar 2.3.

Semakin kasar permukaan benda yang bergerak semakin besar

gaya gesekannya, sebaliknya jika permukaan benda yang

bergesekan semakin licin maka semakin kecil gaya geseknya. Gaya

gesek dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, contohnya

dalam pembuatan ban mobil/motor yang dibuat kasar sehingga

mobil/motor terhindar dari kecelakaan. Selanjutnya pada rem

sepeda dan pembuatan sepatu bola yang diberi paku-pakuan agar

(46)

b. Pesawat Sederhana

Pesawat sederhana merupakan semua jenis alat yang digunakan

untuk memudahkan pekerjaan manusia (Sulityanto, 2008:109). Pesawat

sederhana dapat dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu

tuas/pengungkit, bidang miring, katrol, dan roda berporos.

1) Tuas/Pengungkit

Tuas/pengungkit biasanya digunakan untuk mengungkit suatu

benda. Pada tuas/pengungkit terdapat tiga titik yang menggunakan

gaya ketika sedang mengungkit suatu benda, yaitu beban (B), titik

tumpu (TT), dan kuasa (K). Beban merupakan berat benda, sedangkan

titik tumpu adalah tempat bertumpunya suatu gaya, dan kuasa

merupakan gaya yang bekerja pada tuas tersebut. Berdasarkan

kedudukan beban, titik tumpu, dan kuasa tuas digolongkan menjadi

tuas golongan pertama, golongan kedua, dan golongan ketiga.

a) Tuas Golongan Pertama

Tuas golongan pertama kedudukan titik tumpu berada di

antara beban dan kuasa. Contoh alat yang menggunakan prinsip

kerja tuas golongan pertama, yaitu gunting, linggis,

jungkat-jungkit, dan pencabut paku. Ilustrasi kerja tuas golongan pertama

(47)

Gambar 2.4 Posisi beban, titik tumpu, dan kuasa tuas golongan pertama

Sumber: Winarti (2009:70)

Gambar 2.4 merupakan alat gunting yang menggunakan

prinsip tuas golongan pertama yaitu letak titik tumpu berada di

antara kuasa dan beban.

b) Tuas Golongan Kedua

Tuas golongan kedua kedudukan beban terletak di antara titik

tumpu dan kuasa. Alat yang menggunakan prinsip kerja tuas

golongan kedua, yaitu gerobak beroda satu, alat pemotong kertas,

alat pemecah kemiri, dan pembuka tutup botol. Ilustrasi kerja tuas

golongan kedua dapat dilihat 2.5 pada gambar berikut.

Gambar 2.5 Posisi beban, titik tumpu, dan kuasa tuas golongan

kedua

Sumber: Sulistyanto (2008:112)

Gambar 2.5 merupakan gambar alat pemecah kemiri yang

menggunakan prinsip tuas golongan kedua yaitu letak beban berada di

antara titik tumpu dan kuasa.

Titik tumpu

Beban

(48)

c) Tuas Golongan Ketiga

Tuas golongan ketiga kedudukan kuasa terletak di antara titik

tumpu dan beban. Alat yang menggunakan prinsip kerja tuas

golongan ketiga adalah sekop. Ilustrasi prinsip kerja tuas golongan

ketiga dapat dilihat pada gambar 2.6 berikut.

Gambar 2.6 Posisi beban, titik tumpu, dan kuasa pada tuas golongan ketiga

Sumber: Sulistyowati (2009:94)

Gambar 2.6 merupakan gambar alat sekop yang

menggunakan prinsip tuas golongan ketiga yaitu kuasa terletak di

antara titik tumpu dan beban.

2) Bidang Miring

Bidang miring merupakan permukaan rata yang menghubungkan

dua tempat yang berbeda ketinggiannya (Sulistyanto, 2008:115). Saat

memindahkan barang dari ketinggian yang berbeda, bidang miring

membuat benda berat akan lebih mudah dan ringan. Berikut gambar 2.7

penerapan bidang miring dalam kehidupan sehari-hari.

Titik tumpu

Kuasa

(49)

Gambar 2.7 Jalan perbukitan dibuat berkelok-kelok Sumber: Sulistyanto (2008:115)

Gambar 2.7 merupakan prinsip kerja bidang miring dapat

ditemukan pada jalan di pegunungan yang dibuat berkelok-kelok. Hal ini

bertujuan agar pengendara motor dapat mudah melewati jalan yang

menanjak. Namun kelemahannya adalah jarak tempuh menjadi lebih

jauh. Prinsip bidang miring lainnya dapat ditemukan pada beberapa

perkakas, contohnya: kapak, pisau, pahat, obeng, dan sekrup.

c. Sifat-Sifat Cahaya

Cahaya berasal dari sumber cahaya, yaitu matahari, lampu, senter

dan bintang. Suatu benda dapat terlihat oleh indera penglihatan manusia

karena cahaya yang mengenai benda akan dipantulkan menuju ke mata.

Cahaya memiliki lima sifat, yaitu 1) merambat lurus, 2) menembus benda

bening, dan 3) dapat dipantulkan, 4) dapat dibiaskan, 5) dapat diuraikan.

Sifat cahaya dapat merambat lurus dapat dilihat pada peristiwa sinar

matahari masuk ke ruangan melalui suatu lubang atau terjadinya

bayangan benda karena benda itu terhalang cahaya. Sifat cahaya yang

dapat menembus benda bening dapat dilihat ketika sinar matahari masuk

(50)

Sifat cahaya yang dapat dipantulkan ini dapat dilihat saat cahaya

mengenai sebuah cermin. Jika cahaya mengenai sebuah cermin akan

memiliki sifat yang berbeda-beda tergantung dengan jenis cerminnya.

Berdasarkan tipe permukaannya cermin digolongkan menjadi tiga, yaitu

cermin datar, cermin cekung, dan cermin cembung.

1) Cermin Datar

Pemantulan cahaya dari cermin datar menghasilkan bayangan

semu. Berikut gambar 2.8 bayangan yang terbentuk ketika cahaya

mengenai cermin datar.

Gambar 2.8 Anak berkaca di cermin datar

Sumber: Winarti ( 2009:83)

Gambar 2.8 merupakan bayangan yang terbentuk ketika

seseorang berkaca pada cermin datar. Sifat cahaya jika mengenai

cermin datar, yaitu a) bayangan benda tegak dan semu, b) besar tinggi

bayangan sama dengan besar dan tinggi benda sebenarnya, c) jarak

benda dengan cermin sama dengan jarak bayangannya, d) bagian kiri

pada bayangan merupakan bagian kanan pada benda sebenarnya dan

(51)

2) Cermin Cekung

Sifat cahaya jika mengenai cermin cekung, yaitu 1) bayangan

yang dibentuk cermin cekung bergantung pada letak benda, 2) jika

letak benda dekat dengan cermin cekung maka bayangan memiliki

sifat semu, diperbesar, dan tegak, 3) saat benda dijauhkan dari cermin

cekung bayangan yang terbentuk bersifat nyata dan terbalik.

3) Cermin Cembung

Cermin cembung memiliki bagian pemantulan cahaya yang

berupa cembungan. Jika cahaya mengenai cermin cembung maka sifat

bayangan yang terbentuk adalah semu, tegak, dan diperkecil.

Sifat cahaya selanjutnya adalah cahaya dapat dibiaskan. Ketika

cahaya datang merambat dari zat yang lebih rapat (benda di air) menuju

ke udara (kurang rapat), dibiaskan menjauhi garis maka cahaya akan

mengalami peristiwa pembiasan. Peristiwa pembiasan dapat dilihat pada

gambar 2.9 (a) (b) di bawah ini.

(a) (b)

Gambar 2.9 (a) Jalannya sinar dari medium rapat ke kurang rapat

(52)

Gambar 2.9 (a) merupakan arah jalannya cahaya dari medium yang

rapat (air) ke medium kurang rapat (udara). Gambar 2.9 (b) merupakan

peristiwa pembiasan cahaya.

d. Penerapan Sifat-sifat Cahaya dalam Suatu Karya/Model (Periskop)

Periskop merupakan alat yang arah pandangannya dapat

dibelokkan sehingga benda/objek yang dilihat tidak harus berada di

depan mata. Periskop biasanya digunakan untuk melihat benda yang

berada di atas batas pandangan manusia. Periskop dapat dibuat dengan

menggunakan alat-alat sederhana, yaitu dua kotak pasta gigi, lem, dua

cermin datar, selotip, cutter, dan pensil.

e. Jenis-jenis Batuan

Batuan merupakan salah satu komponen penyusun tanah. Di

permukaan bumi terdapat berbagai jenis bebatuan. Setiap batuan

memiliki ciri-ciri khusus sehingga dapat membedakan batuan satu

dengan batuan lain. Berdasarkan proses pembentukannya bebatuan

dibedakan menjadi 3, yaitu batuan beku, batuan endapan, dan batuan

malihan.

1) Batuan Beku

Batuan beku berasal dari proses pembekuan magma. Magma

yang keluar dari gunung api akan membeku membentuk batuan beku.

Contoh batuan beku adalah batu apung, batu basal, batu granit, batu

(53)

2) Batuan Endapan (Batuan Sedimen)

Batuan endapan terbentuk karena proses pengendapan

pelapukan batuan. Batuan sedimen dapat terbentuk dari proses

pengendapan lumpur dan mineral dalam air sungai. Contoh batuan

endapan adalah batu kapur, batu konglomerat, batu breksi, batu serpih,

dan batu pasir.

3) Batuan Malihan

Batuan malihan merupakan batuan yang berasal dari perubahan

batuan beku dan batuan endapan. Perubahan batuan karena akibat

tekanan dan panas. Contoh batuan malihan adalah batu marmer dan

batu tulis.

f. Pembentukan Tanah karena Pelapukan

Tanah terbentuk dari hasil pelapukan pada batuan. Batuan yang

berada dipermukaan tanah lama kelamaan akan mengalami perubahan

karena adanya pengaruh dari lingkungan. Perubahan cuaca, suhu, dan

tekanan udara dapat menyebabkan batuan memuai berubah menjadi

batuan yang lebih kecil (Sulistyanto, 2008:150). Pelapukan dapat

dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1) Pelapukan Fisika

Pelapukan Fisika disebabkan oleh faktor alam, yaitu panas,

angin dan air. Perubahan suhu yang drastis dari panas ke dingin secara

terus menerus akan mengakibatkan batuan menjadi retak dan pecah.

Batuan yang terkena angin kencang dalam jangka panjang juga akan

Gambar

Gambar 2.1 Magnet
Gambar 2.4 merupakan alat gunting yang menggunakan
Gambar 2.6
Gambar 2.7 merupakan prinsip kerja bidang miring dapat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Anak li’an tidak dapat dinasabkan kepada bapaknya sehingga ia tidak akan mempunyai hubungan baik secara hukum maupun secara kekerabatan dengan

In terms of influencing factors, members of cluster 2 show no significant factors that influence them to watch art performances. However, they tend to be more influenced by the

Pndiio hi etuj@.

Perkembangan ilmu dan teknologi saat ini telah berkembang begitu pesat dalam segala aspek kehidupan, khususnya di bidang teknologi informasi dan komunikasi. Salah satunya

[r]

sMdsu@gedld tumfdin!.

EKONOMICS FACULTY ANDALAS UNIVERSITV. OTVNERSHIP CONCENTL{TION AND DIVIDEND

Untuk dapat menjadi pemain sepakbola yang baik harus memiliki beberapa kompetensi kemampuan; antara lain: fisik yang baik, teknik yang mumpuni; pemahaman taktik, mental sebagai