ABSTRAK
MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN SLEMAN KABUPATEN SLEMAN
Yosephin Maynanda Tri Pamungkas Universitas Sanata Dharma
2016
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pemahaman konsep IPA Fisika siswa kelas V yang rendah di SD Negeri Kecamatan Sleman sehingga berpeluang terjadi miskonsepsi. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Sleman; (2) mengetahui perbedaan miskonsepsi IPA Fisika kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Sleman dilihat dari tingkat akreditasi sekolah.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan metode survei. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri se-Kecamatan Sleman yang berjumlah 28 SD. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Sleman yaitu 832 siswa. Teknik pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik simple random sampling dengan jumlah sampel penelitian ada 261 siswa. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tes tertulis yaitu dengan instrumen pilihan ganda (multiple choices).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada miskonsepsi IPA Fisika kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Sleman. Miskonsepsi IPA Fisika terjadi pada konsep gaya, pesawat sederhana, sifat-sifat cahaya, penerapan sifat cahaya pada kaya/model, jenis-jenis batuan dan pelapukan. Miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V tertinggi terjadi pada konsep jenis-jenis batuan yaitu sebesar 58%. Ada perbedaan miskonsepsi IPA Fisika kelas V semester 2 se-Kecamatan Sleman dilihat dari tingkat akreditasi sekolah (sig 2 tailed = 0,028 < 0,05).
ABSTRACT
THE MISCONCEPTIONS ON THE ELEMENTS OF PHYSICS IN SCIENCE SUBJECT ON THE SECOND SEMESTER OF THE FIFTH GRADE STUDENTS IN STATE ELEMENTARY SCHOOLS IN SLEMAN DISCTRICT
OF SLEMAN REGENCY
Yosephin Maynanda Tri Pamungkas
Sanata Dharma University
2016
The background of this research is the low understanding of scientific concepts in Science subject amongst the elementary school students in the district of Sleman that might cause misconception. This research, therefore, is aimed to (1) identify the misconceptions on the elements of Physics in Science subject on the second-semester fifth grade students in state elementary schools in the district of Sleman; and (2) identify the differences of the misconceptions on the elements of Physics in Science subject occur on the second semester of the fifth grade in state elementary schools in the district of Sleman as it is seen in the accordance of
the schools’ accreditation level.
This research is considered as a quantitative research with the survey method. The observation has taken place in total of 28 state elementary schools in the district of Sleman. The population of the research subjects, which are the fifth grade students of the state elementary schools in the district of Sleman, reaches in total of 832 students. The technic applied is Simple Random Sampling technic with the samples of 261 students. This technic of Simple Random Sampling applied requires research subjects to finish a written test with the instrument of Multiple Choices.
The result of the research has indicated the misconceptions on the elements of Physics in the Science subject on the second semester of the fifth grade in state elementary schools in the district of Sleman. The misconceptions of the elements of Physics occur on the study of Force, Simple Machine, the Characteristics of Visible Light, the application of Visible Light characteristics on models, types of Rocks, and Weathering. The highest number of misconceptions on the elements of Physics in Science subject in the fifth grade occurs on the study of the types of Rocks which reaches 58% of the samples taken on its indicator. The differences on the level of misconceptions on the Physics element in Science subject in state elementary school in the district of Sleman are also identified in the accordance
of the schools’ accreditation level (sig 2 tailed = 0,028 < 0,05).
MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN SLEMAN KABUPATEN SLEMAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh :
Yosephin Maynanda Tri Pamungkas
NIM : 121134230
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN SLEMAN KABUPATEN SLEMAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh :
Yosephin Maynanda Tri Pamungkas 121134230
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
Persembahan
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
Tuhan Yesus Kritus yang telah memberikan berkat, perlindungan, dan penyertaan-Nya setiap hari.
Nenek tercinta Witoyasono yang telah mencurahkan tenaga, pikiran, dan biaya untuk membesarkanku sampai saat ini serta menyemangatiku selama studi.
Ayah tercinta Bernardus Priyono (Alm) yang menjadi penyemangat hidupku. Fransiskus Xaverius Kurnia Octavian Andyanto yang menjadi inspirasi, teladan, dan penyemangat hidupku.
Kedua orangtua Martinus Wijiyanto dan Yohana Adriana yang telah memberikan dukungan doa.
Kedua kakakku Yuhanita Ratnawati dan Bernadeta Ayu Paskhalena yang memberi motivasi untuk menyelesaikan skripsi.
Dosen pembimbing skripsiku Ibu Maria Melani Ika Susanti, S.Pd., M.Pd. dan Ibu Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd. yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya sehingga skripsi ini dapat tersusun dengan baik.
Teman-teman payung yang telah memberikan dukungan dan semangat sampai skripsi ini selesai.
v
MOTTO
“
Be Positive
”
(
Yosephin Maynanda Tri Pamungkas
)“Time may change me, but I can’t change time”
(FX. Kurnia Octavian Andyanto)
“
I can accept failure. Everyone fails at something. But I
can’t accept not trying
”
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar referensi, sebagaimana layaknya karya ilmiah lainnya.
Yogyakarta, 4 Maret 2016
Penulis
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Yosephin Maynanda Tri Pamungkas
Nomor Mahasiswa : 121134230
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya berjudul:
MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN SLEMAN KABUPATEN SLEMAN
beserta perangkat yang diperlukan (jika ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan, dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan
data dan mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikan ke dalam internet
atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa meminta ijin dari saya, atau
memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 4 Maret 2016
Yang menyatakan,
viii
ABSTRAK
MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN SLEMAN KABUPATEN SLEMAN
Yosephin Maynanda Tri Pamungkas Universitas Sanata Dharma
2016
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pemahaman konsep IPA Fisika siswa kelas V yang rendah di SD Negeri Kecamatan Sleman sehingga berpeluang terjadi miskonsepsi. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Sleman; (2) mengetahui perbedaan miskonsepsi IPA Fisika kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Sleman dilihat dari tingkat akreditasi sekolah.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan metode survei. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri se-Kecamatan Sleman yang berjumlah 28 SD. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Sleman yaitu 832 siswa. Teknik pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik simple random sampling dengan jumlah sampel penelitian ada 261 siswa. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tes tertulis yaitu dengan instrumen pilihan ganda (multiple choices).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada miskonsepsi IPA Fisika kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Sleman. Miskonsepsi IPA Fisika terjadi pada konsep gaya, pesawat sederhana, sifat-sifat cahaya, penerapan sifat cahaya pada kaya/model, jenis-jenis batuan dan pelapukan. Miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V tertinggi terjadi pada konsep jenis-jenis batuan yaitu sebesar 58%. Ada perbedaan miskonsepsi IPA Fisika kelas V semester 2 se-Kecamatan Sleman dilihat dari tingkat akreditasi sekolah (sig 2 tailed = 0,028 < 0,05).
ix
ABSTRACT
THE MISCONCEPTIONS ON THE ELEMENTS OF PHYSICS IN SCIENCE SUBJECT ON THE SECOND SEMESTER OF THE FIFTH GRADE STUDENTS IN STATE ELEMENTARY SCHOOLS IN SLEMAN DISCTRICT
OF SLEMAN REGENCY
Yosephin Maynanda Tri Pamungkas
Sanata Dharma University
2016
The background of this research is the low understanding of scientific concepts in Science subject amongst the elementary school students in the district of Sleman that might cause misconception. This research, therefore, is aimed to (1) identify the misconceptions on the elements of Physics in Science subject on the second-semester fifth grade students in state elementary schools in the district of Sleman; and (2) identify the differences of the misconceptions on the elements of Physics in Science subject occur on the second semester of the fifth grade in state elementary schools in the district of Sleman as it is seen in the accordance of
the schools’ accreditation level.
This research is considered as a quantitative research with the survey method. The observation has taken place in total of 28 state elementary schools in the district of Sleman. The population of the research subjects, which are the fifth grade students of the state elementary schools in the district of Sleman, reaches in total of 832 students. The technic applied is Simple Random Sampling technic with the samples of 261 students. This technic of Simple Random Sampling applied requires research subjects to finish a written test with the instrument of Multiple Choices.
The result of the research has indicated the misconceptions on the elements of Physics in the Science subject on the second semester of the fifth grade in state elementary schools in the district of Sleman. The misconceptions of the elements of Physics occur on the study of Force, Simple Machine, the Characteristics of Visible Light, the application of Visible Light characteristics on models, types of Rocks, and Weathering. The highest number of misconceptions on the elements of Physics in Science subject in the fifth grade occurs on the study of the types of Rocks which reaches 58% of the samples taken on its indicator. The differences on the level of misconceptions on the Physics element in Science subject in state elementary school in the district of Sleman are also identified in the accordance
of the schools’ accreditation level (sig 2 tailed = 0,028 < 0,05).
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkat dan kasih-Nya sehingga peneliti mampu menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Skripsi berjudul Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V
Semester 2 SD Negeri Se-Kecamatan Sleman Kabupaten Sleman ini disusun
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan dalam Program
Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Pada kesempatan ini peneliti ingin
mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam
penyusunan skripsi ini. Terimakasih peneliti ucapkan kepada:
1. Rohandi, Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma,
2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan
Guru Sekoah Dasar Universitas Sanata Dharma,
3. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd., Wakil Ketua Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma,
4. Maria Melani Ika Susanti, S.Pd., M.Pd., dosen pembimbing skripsi I dan
Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd., dosen pembimbing II yang telah
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing dan
memberikan arahan selama penyusunan skripsi,
5. Kepala UPT Pendidikan Kecamatan Sleman yang telah memberikan ijin
untuk melakukan penelitian di SD Negeri se-Kecamatan Sleman;
6. Kepala Sekolah Dasar Negeri se-Kecamatan Sleman yang telah
xi
7. Siswa-siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri se-Kecamatan Sleman,
Yogyakarta yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini;
8. Kedua orangtua, kakak, nenek, dan FX. Kurnia Octavian Andyanto yang
telah memberikan dukungan dan semangat;
9. Teman-teman payung skripsi Miskonsepsi IPA Fisika Kelas V semester 2
SD Negeri se-Kabupaten Sleman, Marcel, Rani, Dita, Ratna, Asri, Puput,
Ardi, Lukas, Vero, Luky, Ones, Pungky, Annas, dan Dika yang sudah mau
bekerja bersama, saling mendukung untuk menggapai cita-cita;
10.Sahabat-sahabatku Marcelina Rizki Yunita J., Theresia Tri Wulandari,
Lucia Dwi Septy, Maria Magdalena Wargiani, Bernadeta Tri H., Katarina
Tiara D., Agnes Anita yang selalu memberikan semangat agar peneliti
dapat menyelesaikan skripsi dengan baik;
11.Bapak ibu dosen Pendidikan Fisika Sanata Dharma dan bapak ibu guru
kelas V di SD N Candiroto 1 dan SD N Denggung yang telah bersedia
menjadi validator instrumen penelitian;
12.Semua pihak yang mendukung dalam penyusunan skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan satu per satu.
Tentunya skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, maka peneliti
dengan senang hati menerima kritik dan saran untuk upaya perbaikan ke depan.
Peneliti berharap skripsi ini berguna bagi pembaca serta menjadi sumber belajar
dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Batasan Masalah ... 7
D. Rumusan Masalah ... 8
E. Tujuan Penelitian ... 8
F. Manfaat Penelitian ... 8
G. Definisi Operasional ... 9
BAB II. KAJIAN TEORI ... 11
A. Kajian Teori ... 11
1. Konsep ... 11
2. Konsepsi ... 13
xiii
4. Hakikat Pembelajaran IPA ... 22
5. Pembelajaran IPA di SD Kelas V semester 2 ... 23
6. Miskonsepsi IPA Fisika ... 35
7. Akreditasi Sekolah ... 36
B. Penelitian yang Relevan ... 39
C. Kerangka Berpikir ... 46
D. Hipotesis Penelitian ... 48
BAB III. METODE PENELITIAN ... 49
A. Jenis Penelitian ... 49
B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 50
1. Waktu Penelitian ... 50
2. Tempat Penelitian ... 50
C. Populasi dan Sampel ... 51
1. Populasi ... 51
2. Sampel ... 52
D. Variabel Penelitian ... 55
1. Variabel Bebas ... 55
2. Variabel Terikat ... 55
E. Teknik Pengumpulan Data ... 55
1. Tes ... 56
2. Wawancara ... 56
3. Studi Dokumen ... 56
F. Instrumen Penelitian ... 57
G. Teknik Pengujian Instrumen ... 60
1. Uji Validitas ... 60
2. Uji Reliabilitas ... 66
H. Teknik Analisis Data ... 68
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 75
A. Hasil Penelitian ... 75
1. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ... 77
2. Deskripsi Responden Penelitian ... 79
3. Deskripsi Data Miskonsepsi IPA Fisika Kelas V Semester 2 SD Negeri Se-Kecamatan Sleman ... 82
4. Perbedaan Miskonsepsi IPA Siswa Kelas V Semester 2 SD Negeri Dilihat dari Tingkat Akreditasi Sekolah ... 103
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 108
BAB V. PENUTUP ... 114
A. Kesimpulan ... 114
B. Keterbatasan Penelitian ... 114
C. Saran ... 115
DAFTAR REFERENSI ... 116
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 3.1 Data Populasi ... 51
Tabel 3.2 Perhitungan Sampel Penelitian SD se-Kecamatan Sleman ... 53
Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Pilihan Ganda ... 58
Tabel 3.4 Pedoman Wawancara ... 59
Tabel 3.5 Ketentuan Pelaksanaan Revisi Instrumen ... 62
Tabel 3.6 Tabel Hasil Uji Expert Judgment ... 63
Tabel 3.7 Hasil Validasi Soal Pilihan Ganda ... 65
Tabel 3.8 Kualifikasi Reliabilitas ... 67
Tabel 3.9 Hasil Uji Reliabilitas ... 67
Tabel 4.1 Data Responden ... 78
Tabel 4.2 Pengelompokan Aitem Berdasarkan KD ... 80
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas ... 105
Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas ... 106
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 2.1 Magnet ... 25
Gambar 2.2 Kelapa Jatuh karena Pengaruh Gaya Gravitasi ... 25
Gambar 2.3 Gaya Gesek Terjadi Saat Orang Mendorong Kardus ... 26
Gambar 2.4 Posisi Beban, Titik Tumpu, dan Kuasa Tuas Golongan Pertama ... 28
Gambar 2.5 Posisi Beban, Titik Tumpu, dan Kuasa Tuas Golongan Kedua ... 28
Gambar 2.6 Posisi Beban, Titik Tumpu, dan Kuasa Tuas Golongan Ketiga ... 29
Gambar 2.7 Jalan Perbukitan Dibuat Berkelok-kelok... 30
Gambar 2.8 Anak Berkaca di Cermin Datar ... 31
Gambar 2.9 a (a) Jalannya Sinar dari Medium Rapat ke Kurang Rapat ... 32
Gambar 2.9 b (b) Peristiwa Pembiasan Cahaya ... 32
Gambar 2.10 Literatur Map Penelitian ... 45
Gambar 4.1 Persentase Data Miskonsepsi Siswa Kelas V ... 79
Gambar 4.2 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 1 ... 81
Gambar 4.3 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 2 ... 82
Gambar 4.4 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 3 ... 83
Gambar 4.5 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 4 ... 84
Gambar 4.6 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 5 ... 86
Gambar 4.7 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 6 ... 87
Gambar 4.8 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 7 ... 88
Gambar 4.9 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 8 ... 89
Gambar 4.10 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 9 ... 90
Gambar 4.11 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 10 ... 91
Gambar 4.12 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 11 ... 92
Gambar 4.13 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 12 ... 93
Gambar 4.14 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 13 ... 94
Gambar 4.15 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 14 ... 95
Gambar 4.16 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 15 ... 96
Gambar 4.17 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 19 ... 98
Gambar 4.18 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 16 ... 99
Gambar 4.19 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 18 ... 100
Gambar 4.20 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 17 ... 101
Gambar 4.21 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Aitem 20 ... 102
Gambar 4.22 Kurva Histogram Tingkat Akreditasi ... 104
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran 1a Surat Izin Penelitian dari Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Kabupaten Sleman ... 120
Lampiran 1b Surat Keterangan Sudah Melakukan Penelitian dari UPT Pelayanan Pendidikan Kecamatan Sleman ... 121
Lampiran 1c Surat Keterangan Sudah Melakukan Penelitian dari Salah Satu SD Negeri di Kecamatan Sleman ... 122
Lampiran 2 Hasil Rekap Nilai Expert Judgment Instrumen Pilihan Ganda ... 123
Lampiran 3 Instrumen Soal Pilihan Ganda Uji Empiris ... 131
Lampiran 4 Hasil Uji Validitas Instrumen Pilihan Ganda ... 141
Lampiran 5 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Pilihan Ganda ... 145
Lampiran 6 Instrumen Soal Pilihan Ganda Uji Penelitian ... 146
Lampiran 7 Hasil Pekerjaan Siswa dalam Uji Penelitian ... 152
Lampiran 8 Rekapitulasi Data Penelitian Instrumen Pilihan Ganda ... 159
Lampiran 9 Persentase Jawaban Siswa pada Kompetensi Dasar 5.1 ... 164
Lampiran 10 Persentase Jawaban Siswa pada Kompetensi Dasar 5.2 ... 166
Lampiran 11 Persentase Jawaban Siswa pada Kompetensi Dasar 6.1 ... 169
Lampiran 12 Persentase Jawaban Siswa pada Kompetensi Dasar 6.2 ... 172
Lampiran 13 Persentase Jawaban Siswa pada Kompetensi Dasar 7.1 ... 173
Lampiran 14 Daftar Nama dan Alamat Sekolah SD Negeri di Kecamatan Sleman ... 176
Lampiran 15 Data Tingkat Akreditasi Sekolah ... 177
Lampiran 16 Hasil Uji Normalitas Soal Pilihan Ganda ... 178
Lampiran 17 Hasil Uji Hipotesis Kruscal-Wallis ... 179
Lampiran 18 Tabel Krejcie dan Morgan ... 180
Lampiran 19 Dokumentasi Foto Penelitian ... 181
1
BAB I PENDAHULUAN
Pada Bab I peneliti memberikan pandangan kepada pembaca mengenai
landasan penelitian ini. Hal yang dibahas dalam Bab I meliputi, latar belakang
masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.
A.Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan bagian yang terpenting dari pertumbuhan suatu
bangsa. Pendidikan menurut Mudyahardjono (dalam Ahmadi, 2014:22).
dipandang sebagai usaha yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan
pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan yang
berlangsung di sekolah maupun di luar sekolah untuk mempersiapkan siswa
dalam menjalankan perannya di lingkungan masyarakat. Semua kegiatan
bimbingan, pengajaran, dan latihan tersebut diarahkan pada tujuan pendidikan
yang hendak dicapai. Tujuan pendidikan memiliki kedudukan yang penting
dalam sebuah proses penyelenggaraan pendidikan. Tanpa adanya tujuan,
pendidikan dapat kehilangan arah sehingga tidak dapat mencapai hasil yang
diharapkan.
Sekolah sebagai salah satu penyelenggara pendidikan memiliki
kewajiban untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan tujuan
yang ditetapkan. Adapun tujuan pendidikan dalam sistem Nasional termuat
dalam UU Sisdiknas yaitu untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis,
serta bertanggung jawab (Triwiyanto, 2014:24). Hal ini sejalan dengan tujuan
pendidikan di sekolah dasar yang meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian dan akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan yang lebih lanjut (Mulyana, 2007:13).
Peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan oleh pemerintah. Salah
satunya dengan adanya akreditasi untuk mengetahui tingkat kelayakan sekolah
dalam memberikan pelayanan pendidikan. Akreditasi menurut Peraturan
Pemerintah Pendidikan Nasional tahun 2005 pasal 1 merupakan suatu kegiatan
penilaian kelayakan suatu sekolah berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
dan dilakukan oleh BAN-S/M yang hasilnya diwujudkan dalam bentuk
pengakuan peringkat kelayakan. Peringkat kelayakan ini dibedakan menjadi
tiga yaitu akreditasi A (sangat baik), B (baik), dan C (cukup). Sekolah yang
memperoleh tingkat akreditasi A memiliki kualitas yang lebih baik daripada
sekolah dengan akreditasi B, begitu pula dengan sekolah akreditasi C. Hal itu
tercermin dari prestasi belajar yang diraih oleh siswanya serta lulusan-lulusan
yang berprestasi pada sekolah yang memiliki akreditasi yang baik. Sebagian
besar SD Negeri yang ada di Yogyakarta sudah memiliki tingkat akreditasi
yang baik. Walaupun sekolah sudah memiliki tingkat akreditasi baik, belum
menjamin proses pelaksanaan pembelajaran dilakukan secara maksimal.
Proses pelaksanaan pembelajaran di sekolah tentu memerlukan suatu
pedoman untuk mencapai tujuan pendidikan. Pedoman tersebut tidak lain
adalah kurikulum. Kurikulum yang berlaku di Indonesia sudah berulang kali
pendidikan di Indonesia. Kurikulum yang berlaku saat ini adalah kurikulum
2006/KTSP dan Kurikulum 2013. Sebagian besar SD yang ada di Indonesia ini
menggunakan kurikulum 2006/KTSP. Dalam kurikulum 2006/KTSP memuat
beberapa mata pelajaran yang penting. Salah satu mata pelajaran pokok yang
termuat dalam kurikulum 2006/KTSP adalah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA).
IPA adalah ilmu yang mempelajari tentang peristiwa-peristiwa yang
terjadi di alam (Samatowa, 2010:3). IPA di SD merupakan gabungan dari
berbagai bidang ilmu yaitu Biologi, Kimia, dan Fisika. Pembelajaran IPA di
SD memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir kritis dengan metode
“menemukan sendiri” (Samatowa, 2010:4). Artinya siswa dihadapkan pada
suatu masalah kemudian siswa mencari dan menyelidiki sendiri tentang
masalah tersebut. Cara yang dilakukan oleh siswa dalam mencari dan
menyelidiki masalah adalah dengan melakukan kegiatan eksperimen. Kegiatan
eksperimen ini sangat baik untuk perkembangan kognitif siswa, karena
kegiatan pengalaman langsung ini dapat mengenalkan konsep-konsep abstrak
yang akan dipelajarinya nanti. Jika dilihat dari metode yang digunakan dalam
pembelajaran IPA, mata pelajaran ini menjadi pelajaran yang menyenangkan
bagi siswa.
Namun, sebagian siswa SD menganggap bahwa mata pelajaran IPA
merupakan pelajaran yang sulit. Pelajaran IPA dianggap sulit karena banyak
materi yang mengharuskan siswa untuk mengingat. Ada penelitian
menunjukkan bahwa prestasi IPA siswa di Indonesia rendah. Hal tersebut dapat
Science Study) tahun 2012 tentang hasil pembelajaran IPA menunjukkan
bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam hal mata pelajaran IPA berada
diurutan ke 40 dari 46 negara dan mengalami penurunan dari tahun 2007
dengan skor perolehan 427 menjadi 406 pada tahun 2012 (Zaqiah, 2013:10).
Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa kemampuan siswa di Indonesia
dalam memahami konsep-konsep IPA masih rendah. Hal tersebut juga
didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryanto (2002) tentang
pemahaman siswa SD pada konsep-konsep IPA di berbagai daerah termasuk
Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman siswa SD
terhadap konsep IPA masih rendah. Sekolah dasar yang digunakan dalam
penelitian merupakan sekolah yang mempunyai prestasi pendidikan standar di
daerahnya. Penelitian ini menunjukkan bahwa sekolah dasar yang sudah
memiliki prestasi pendidikan terstandar, siswanya belum tentu memiliki
pemahaman konsep IPA yang baik.
Hal itu dibuktikan dengan wawancara yang dilakukan pada beberapa
sekolah dasar di Kecamatan Sleman untuk mengetahui pemahaman konsep
IPA pada siswa kelas V SD. Wawancara dilakukan pada tiga SD Negeri di
Kecamatan Sleman yang memiliki tingkat akreditasi A, B dan C. Wawancara
pertama dilakukan pada sekolah dengan tingkat akreditasi A yaitu SD Negeri
Sleman III. Wawancara dilakukan dengan Ibu Ari Hermawati guru wali kelas
VA pada tanggal 7 April 2015. Melalui wawancara dengan wali kelas V
menunjukkan bahwa prestasi IPA sudah lumayan baik dengan melihat nilainya
yang sudah melampaui nilai KKM yaitu 62. Siswa kelas V di SD Negeri
pelapukan. Hal ini dapat terjadi karena “siswa harus mengamati langsung baru
paham, padahal butuh waktu yang cukup lama dan waktu yang tersedia tidak cukup” demikian kata Ibu Ari. Wawancara kedua dilakukan pada sekolah
dengan akreditasi B yaitu SD Negeri Trimulyo, wawancara dilakukan dengan
Ibu Lusia guru wali kelas V pada tanggal 7 April 2015. Hasil wawancara
menunjukkan bahwa ada beberapa siswa kelas V yang nilainya masih di bawah
nilai KKM yaitu 75. Beberapa siswa kurang paham dengan konsep jenis-jenis
batuan, hal ini dikarenakan jenis-jenis batuan ada banyak macamnya dan
memiliki ciri-ciri yang hampir sama sehingga siswa sering kesulitan dalam
membedakannya. Wawancara selanjutnya dilakukan pada sekolah dengan
tingkat akreditasi C yaitu SD Negeri Jetis Jogopaten. Wawancara dilakukan
dengan Bapak Sandi Haryadi wali kelas V pada tanggal 8 April 2015. Hasil
wawancara menunjukkan bahwa 3 dari 8 siswa nilainya masih di bawah KKM
68. Sebagian siswa masih kurang paham terhadap konsep sifat-sifat cahaya dan
jenis-jenis batuan. Hal ini dapat terjadi karena “saat pembelajaran sifat cahaya kurang medianya sehingga tidak mengena demikian jenis batuan yang sangat banyak jenisnya” tutur Bapak Haryadi. Alat peraga dan media pembelajaran yang mendukung pelajaran IPA masih kurang dan ada yang rusak, sehingga
guru dalam menanaman konsep pada siswa menjadi kurang maksimal.
Pada jenjang sekolah dasar penting bagi pendidik menanamkan konsep
yang benar pada siswa, karena konsep yang diajarkan di sekolah dasar akan
mendasari pemikiran pada jenjang pendidikan berikutnya. Sejak pertama siswa
sudah memiliki konsep awal atau prakonsepsi tentang suatu bahan sebelum
tua, teman, sekolah awal, dan pengalaman di lingkungannya. Konsep awal
sering kali mengandung miskonsepsi (Suparno, 2011:34-35). Miskonsepsi
adalah konsep awal yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah (Suparno, 2011:2).
Selain dari konsep awal siswa, miskonsepsi dapat berasal dari buku teks,
guru/pengajar, konteks, dan metode mengajar. Peneliti melihat bahwa
rendahnya pemahaman konsep IPA Fisika dipengaruhi oleh adanya
miskonsepsi. Miskonsepsi jika dibiarkan akan membawa dampak yang negatif
bagi siswa karena dapat menghambat proses pembelajarannya. Oleh karena itu
miskonsepsi dalam suatu mata pelajaran perlu diketahui lebih dini agar
guru/pendidik lebih mudah memperbaiki konsep yang salah tersebut. Beberapa
penelitian tentang miskonsepsi IPA telah banyak dilakukan pada SD di
berbagai daerah, namun dari penelitian yang dilakukan belum ada yang
meneliti miskonsepsi IPA di wilayah Kecamatan Sleman.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut
tentang miskonsepsi IPA Fisika kelas V semester 2 yang terjadi di SD Negeri
se-Kecamatan Sleman. Penelitian ini dibatasi pada mata pelajaran IPA SD
kelas V semester 2 yaitu fokus pada konsep gaya, pesawat sederhana, sifat-sifat
cahaya, penerapan sifat-sifat cahaya pada karya/model, jenis-jenis batuan dan
pembentukan tanah karena pelapukan. Peneliti memilih kelas V sebagai subjek
penelitian karena konsep IPA yang diajarkan di kelas V cukup sulit. Penelitian
ini dilakukan dengan harapan menjadi gambaran bagi guru tentang
miskonsepsi pada pembelajaran IPA khususnya konsep yang masuk dalam
B.Identifikasi Masalah
Pelaksanaan penelitian ini didasarkan pada beberapa masalah yang
terjadi di lapangan yakni sebagai berikut:
1. Prestasi siswa Indonesia pada mata pelajaran IPA masih rendah.
2. Kemampuan siswa kelas V dalam memahami konsep-konsep IPA di SD
Sleman III, SD Trimulyo, dan SD Jetis Jogopaten di Kecamatan Sleman
masih kurang.
C.Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang diuraikan di
atas maka peneliti membatasi ruang lingkup permasalahan sebagai berikut.
1. Penelitian ini meneliti tentang miskonsepsi IPA Fisika untuk siswa SD
Negeri kelas V semester 2 se-Kecamatan Sleman pada tahun ajaran
2014/2015.
2. SD yang akan diteliti adalah semua SD Negeri se-Kecamatan Sleman yang
menggunakan kurikulum KTSP.
3. Miskonsepsi yang diteliti adalah materi IPA tentang gaya, gerak, dan
energi (KD 5.1), pesawat sederhana (KD 5.2), sifat-sifat cahaya (KD 6.1),
penerapan sifat cahaya dalam karya/model (KD 6.2) dan jenis-jenis batuan
D.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah peneliti merumuskan
masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Bagaimana miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V semester 2 SD Negeri
se-Kecamatan Sleman?
2. Apakah ada perbedaan miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V semester 2
Negeri se-Kecamatan Sleman dilihat dari tingkat akreditasi sekolah?
E.Tujuan Penelitian
Sesuai rumusan masalah yang ada maka tujuan dalam penelitian ini
adalah :
1. Mendeskripsikan miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V semester 2 SD
Negeri se-Kecamatan Sleman.
2. Mengetahui ada tidaknya perbedaan miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas
V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Sleman dilihat dari tingkat
akreditasi sekolah.
F. Manfaat Penelitian
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapannya dapat memberikan
manfaat bagi :
1. Guru
Hasil penelitian ini memberikan gambaran kepada guru mengenai
lebih teliti dalam pemilihan metode mengajar dan penyampaian materi
agar tidak mengakibatkan miskonsepsi pada siswa.
2. Sekolah
Memberikan masukan kepada sekolah untuk meningkatkan kualitas
pengajaran dalam mata pelajaran IPA.
3. Peneliti
Penelitian ini memberikan gambaran kepada peneliti tentang KD atau
materi apa yang rentan terjadi miskonsepsi pada pelajaran IPA. Kelak
ketika menjadi seorang guru, peneliti mampu menjelaskan materi IPA
dengan baik dan tidak menimbulkan miskonsepsi pada siswa.
G.Definisi Operasional
Dalam penelitian ini menggunakan beberapa istilah, untuk menyamakan
persepsi maka peneliti memberikan penjelasan pada masing-masing istilah
berikut ini.
1. Miskonsepsi adalah suatu konsep yang tidak sesuai dengan konsep
ilmiah.
2. IPA adalah pengetahuan yang mempelajari tentang peristiwa-peristiwa
yang terjadi di alam.
3. Fisika adalah cabang ilmu pengetahuan alam (IPA) yang mempelajari
gejala alam atau fenomena alam serta semua interaksi yang
menyertainya.
4. Miskonsepsi IPA Fisika adalah kesalahan konsep IPA tentang gaya,
batuan dan pelapukan. Miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari jawaban siswa
yang salah namun siswa menjawab dengan yakin benar pada suatu soal.
5. Siswa kelas V SD adalah anak yang berumur 10 – 12 tahun yang sedang
belajar di kelas V.
6. Kecamatan Sleman adalah salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten
Sleman, di sebelah utara berbatasan langsung dengan Kecamatan Turi,
sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Tempel, sebelah Selatan
berbatasan dengan Kecamatan Mlati, dan sebelah Timur berbatasan
11
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada Bab II penelitian ini, peneliti membahas empat subbab, yaitu kajian
teori, hasil penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.
A.Kajian Teori 1. Konsep
a. Pengertian Konsep
Konsep menurut Hamalik (2005:162) merupakan suatu kelas atau
kategori stimuli yang memiliki ciri-ciri umum. Stimuli yang dimaksud
adalah objek-objek atau orang. Konsep dapat dinyatakan dalam bentuk
“nama” misalnya hewan, tumbuhan, siswa, guru, dan sebagainya.
Namun, tidak semua stimuli dapat dikatakan sebagai konsep karena
beberapa stimuli dapat menunjuk pada peristiwa, benda, atau orang yang
memiliki ciri-ciri yang khusus, misalnya perang Diponegoro, baju merah,
Ibu Ani (seorang guru SD). Hal yang sama juga diungkapkan oleh Rosser
(dalam Dahar, 2011:62) bahwa konsep merupakan suatu abstraksi yang
mewakili satu kelas objek, kejadian, kegiatan, atau hubungan yang
memiliki atribut yang sama. Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka
dapat disimpulkan bahwa konsep merupakan kategori objek atau orang
yang memiliki ciri-ciri umum.
b. Ciri - ciri Konsep
Konsep dapat digunakan untuk mengidentifikasi objek-objek yang
Adapun ciri-ciri objek menurut Hamalik (2005:162) dapat dibedakan
menjadi empat yaitu:
1) Atribut konsep adalah suatu sifat yang membedakan antara konsep
satu dengan yang lain. Misalnya berdasarkan atribut luas, danau,
dan lautan berbeda karena lautan lebih luas daripada danau. Oleh
karena itu keragaman di antara konsep-konsep sebenarnya ditandai
oleh adanya atribut yang berbeda.
2) Atribut nilai-nilai adalah variasi-variasi yang terdapat pada sebuah
atribut. Misalnya atribut warna memiliki macam-macam nilai yaitu
merah, biru, hijau, dan sebagainya.
3) Jumlah atribut dalam sebuah atribut juga bermacam-macam.
Misalnya lemon memiliki empat atribut yaitu warna, luas, bentuk,
dan rasa. Jadi, semakin kompleks suatu konsep semakin banyak
jumlah atributnya dan semakin sulit untuk dipelajari.
4) Kodomain atribut adalah atribut dapat lebih dominan daripada yang
lainnya. Jika konsep dominan maka akan memiliki atribut dominan.
Maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri konsep dapat dibedakan
menjadi empat, yaitu atribut konsep, artibut nilai-nilai, jumlah atribut,
dan kodomain atribut.
c. Pemerolehan Konsep
Konsep tidak diperoleh dengan begitu saja namun dapat melalui
beberapa cara. Adapun menurut Ausubel (dalam Dahar, 2011:64) konsep
diperoleh dengan dua cara, yaitu pembentukan konsep dan asimilasi
1) Pembentukan Konsep
Seseorang mulai memperoleh konsep ketika ia masih anak-anak.
Namun dengan berjalannya waktu, konsep yang sudah diperoleh
ketika masih anak-anak akan mengalami perubahan seiring
pengalaman-pengalaman yang diperoleh saat dewasa. Pembentukan
konsep merupakan suatu kegiatan belajar penemuan. Di mana anak
dihadapkan pada sejumlah contoh dan noncontoh pada konsep
tertentu, sehingga nantinya anak mampu menetapkan suatu aturan
yang menentukan kriteria untuk konsep tersebut (Dahar, 2011:64).
2) Asimilasi Konsep
Dalam memperoleh konsep melalui asimilasi, seorang anak
yang belajar harus mengetahui definisi formal tentang suatu konsep.
Setelah anak disajikan tentang definisi konsep, maka konsep tersebut
dapat diilustrasikan dengan pemberian contoh atau diskripsi. Asimilasi
konsep merupakan satu contoh belajar penerimaan bermakna dan
bukan suatu penemuan.
2. Konsepsi
Konsepsi merupakan tafsiran seseorang terhadap suatu konsep (Berg,
1991:10). Ketika memasuki masa sekolah, anak sudah memiliki konsepsi
terhadap suatu konsep. Konsepsi yang dibawa oleh siswa ini diperoleh dari
pengalaman indera, bahasa, latar belakang budaya mereka, peer groups,
media massa, dan pengajaran formal (Duit dan Treagust dalam Norika,
2014:8). Saptono (dalam Norika, 2014:8) menambahkan bahwa konsepsi
interaksi dengan lingkungan maupun konsep yang diperoleh dari pendidikan
formal. Dalam penelitian ini konsepsi yang dimaksud adalah pemahaman
siswa terhadap konsep-konsep IPA Fisika pada semester 2 yang meliputi
gaya, pesawat sederhana, sifat-sifat cahaya, penerapan sifat cahaya dalam
suatu karya/model, jenis-jenis batuan, dan pembentukan tanah karena
pelapukan.
3. Miskonsepsi
Miskonsepsi merupakan suatu konsep yang tidak sesuai dengan
konsep ilmiah (Suparno, 2005:8). Hal ini menunjuk pada konsep yang tidak
sesuai dengan pengertian yang diterima oleh para pakar dalam bidang
tersebut. Secara lebih rinci Flower (dalam Suparno, 2005:5) menjelaskan
bahwa miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep,
pengetahuan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah,
kekacauan konsep yang berbeda, dan hubungan hirarkis
konsep-konsep yang tidak benar.
Beberapa peneliti modern sering menggunakan istilah konsep
alternatif daripada miskonsepsi. Istilah konsep alternatif ini digunakan
karena peneliti memberikan penghargaan kepada siswa atas usaha dalam
mengkonstruksi pengetahuannya. Namun, beberapa peneliti tetap
menggunakan istilah miskonsepsi karena istilah itu sudah diketahui umum
dan memiliki arti yang sangat jelas. Miskonsepsi dapat berupa konsep awal,
kesalahan, hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep, gagasan
a. Penyebab Miskonsepsi
Miskonsepsi pada siswa dapat diakibatkan oleh berbagai macam
hal. Adapun penyebab miskonsepsi menurut Suparno (2005:29) dapat
diringkas menjadi lima kelompok, yaitu siswa, guru, buku teks, konteks,
dan metode mengajar.
1) Siswa
Miskonsepsi dapat berasal dari diri siswa itu sendiri.
Miskonsepsi yang berasal dari siswa dapat dibedakan menjadi
beberapa hal, yaitu:
a) Prakonsepsi atau Konsep Awal Siswa
Setiap siswa sudah memiliki konsep awal/prakonsepsi
tentang suatu konsep sebelum siswa mendapatkan pengetahuan di
sekolah. Adapun menurut Suparno (2005:34) konsep awal siswa
didapat dari orang tua, teman, sekolah awal, dan pengalaman di
lingkungan siswa.
b) Pemikiran Asosiatif
Siswa sering melakukan kesalahan dalam mengasosiasikan
istilah-istilah dalam sehari-hari, misalnya siswa mengasosiasikan
gaya dengan aksi atau gerakan. Padahal kenyataannya dalam
Fisika, gaya tidak selalu dengan aksi atau gerakan. Terkadang
pengertian dari istiah-istilah yang disampaikan oleh guru sering
disalahartikan oleh siswa. Pengertian yang disampaikan guru dalam
sudah memiliki konsep tertentu dengan pengertian tersebut
sehingga berpeluang terjadi miskonsepsi.
c) Pemikiran Humanistik
Siswa sering melihat semua benda dari sudut pandang
manusiawi. Siswa menganggap bahwa tingkah laku benda seperti
tingkah laku manusia yang hidup.
d) Reasoning yang Tidak Lengkap/Salah
Penalaran siswa yang tidak lengkap/salah terhadap suatu
konsep dapat mengakibatkan terjadi suatu miskonsepsi. Penalaran
yang tidak lengkap/salah tersebut dapat terjadi karena
data/informasi yang didapatkan oleh siswa tidak lengkap. Siswa
mengalami kesalahan dalam menyimpulkan karena data yang
diperoleh tidak lengkap. Siswa dapat terlalu luas atau teralu sempit
dalam menyimpulkan suatu hal.
e) Intuisi yang Salah
Intuisi adalah suatu perasaan dalam diri seseorang yang
secara spontan mengungkapkan sikap atau gagasannya tentang
sesuatu sebelum secara objektif dan rasional diteliti (Suparno,
2005:38-39). Siswa dapat memiliki sebuah intuisi bahwa benda
yang besar akan jatuh lebih cepat daripada benda kecil. Pemikiran
intuitif tersebut dapat terjadi akibat pengamatan terhadap benda
f) Tahap Perkembangan Kognitif Siswa
Tahap perkembangan kognitif siswa SD masih dalam tahap
operasional konkret. Di mana siswa mempelajari suatu hal masih
berdasarkan hal-hal yang konkret, nyata dapat dirasakan dengan
panca indera. Jika siswa mempelajari suatu hal yang tidak sesuai
dengan tahap kognitifnya maka siswa akan mengalami kesulitan
dalam memahaminya.
g) Kemampuan Siswa
Setiap siswa mempunyai kemampuan berbeda-beda dalam
bidang IPA. Siswa yang memiliki intelegensi matematis-logis yang
kurang akan mengalami kesulitan dalam memahami konsep IPA
terlebih pada materi yang bersifat abstrak. Siswa yang memiliki IQ
yang rendah juga sangat mungkin mengalami miskonsepsi kerena
dalam menangkap data/informasi tidak lengkap dan utuh, sehingga
siswa sering merasa bahwa konsep mereka pahami adalah konsep
yang benar, maka terjadilah miskonsepsi (Suparno, 2005:41)
h) Minat Belajar Siswa
Siswa yang memiliki minat belajar tinggi terhadap IPA
cenderung memiliki miskonsepsi yang rendah daripada siswa yang
tidak berminat belajar IPA begitu juga dengan sebaliknya. Siswa
yang berminat belajar tentang IPA akan mengikuti pembelajaran
2) Guru
Guru dapat membawa miskonsepsi sampai pada siswa apabila
guru tidak menguasai bahan atau materi IPA secara tidak benar.
Sangat penting bagi guru untuk menguasai materi pelajaran sebelum
menjelaskan konsep kepada siswa. Miskonsepsi akan terus ada jika
guru tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengungkapkan gagasan dengan kata-kata mereka sendiri.
3) Buku Teks
Miskonsepsi bisa datang dari buku teks yang digunakan guru
sebagai referensi/sumber dalam mengajar. Buku teks yang terlalu sulit
dipahami oleh siswa SD dapat menimbulkan miskonsepsi. Hal ini
dapat disebabkan oleh penggunaan kata yang kurang tepat atau
kesalahan pengarang dalam menuliskan istilah-istilah. Selain itu
Suparno (2005:46) menambahkan banyak guru yang tidak
memberikan penjelasan cara membaca dan memahami buku teks
kepada siswa sehingga siswa kurang memahami konsep-konsep yang
dibacanya. Jika hal itu sudah terjadi maka bisa menimbukan
miskonsepsi pada siswa.
4) Konteks
Dalam konteks ini Suparno (2005:47-48) membaginya ke dalam
empat kelompok yaitu:
a) Pengalaman
Pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari dapat
pengalaman siswa dengan pengetahuan yang diperolehnya di
sekolah.
b) Bahasa Sehari-hari
Beberapa bahasa dalam kehidupan sehari-hari terkadang
memiliki pengertian yang berbeda dengan istilah-istilah yang ada
dalam mata pelajaran. Dalam bahasa sehari-hari siswa
menggunakan istilah berat dengan satuan kilogram (kg), sedangkan
dalam mata pelajaran Fisika berat merupakan suatu gaya yang
memiliki satuan yaitu Newton. Hal ini tentunya akan
membingungkan siswa dalam menangkap konsep yang benar.
c) Teman Lain
Miskonsepsi dapat datang dari teman kelompok belajar.
Biasanya dalam sebuah kelompok belajar ada salah satu siswa yang
dominan. Siswa yang dominan biasanya dapat mempengaruhi
siswa lainnya dalam mengambil suatu keputusan. Hal ini bisa
terjadi ketika dalam mengerjakan tugas, siswa dominan akan
menjadi panutan oleh teman satu kelompoknya. Apabila siswa
dominan ini membawa miskonsepsi, maka siswa lain dalam
kelompoknya juga akan memiliki miskonsepsi yang sama pula.
d) Keyakinan dan Ajaran Agama
Pada dasarnya keyakinan atau ajaran agama dengan ilmu
pengetahuan adalah dua hal yang berbeda. Keyakinan atau ajaran
agama yang diyakini secara kurang tepat sering membuat siswa
2011:49). Ketika siswa memiliki dua gagasan yang berbeda
menurut agama dan menurut ilmu pengetahuan maka dapat
mengakibatkan miskonsepsi.
5) Metode Mengajar
Metode mengajar yang digunakan oleh guru dapat
memunculkan miskonsepsi pada siswa, apabila metode yang
digunakan hanya menekankan pada satu konsep yang digeluti.
b. Cara Mendeteksi Miskonsepsi
Miskonsepsi yang terjadi pada siswa perlu dideteksi terlebih dulu
sebelum memperbaiki konsep yang salah. Ada beberapa macam alat
deteksi menurut Suparno (2005:121-127) yaitu:
1) Peta Konsep
Peta konsep digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi siswa
dalam bidang Fisika dengan cara melihat hubungan antara
konsep-konsep yang dibuat oleh siswa. Miskonsep-konsepsi siswa dapat dilihat dari
hubungan yang tidak lengkap di antara konsep. Deteksi miskonsepsi
dengan menggunakan peta konsep dapat dilengkapi dengan
wawancara klinis untuk mengetahui alasan mengapa siswa membuat
peta konsep tersebut.
2) Tes Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka
Tes multiple choice dengan reasoning terbuka menjadi alternatif
kedua dalam mendeteksi miskonsepsi siswa dalam bidang Fisika. Cara
ini mengharuskan siswa untuk menjawab pertanyaan dan menuliskan
menggunakan tes multiple choice ini disertai dengan pernyataan yang
sudah ditentukan, sehingga siswa tinggal memilih pernyataan yang
mewakili pikirannya.
3) Tes Esai Tertulis
Cara mendeteksi miskonsepsi siswa dengan menggunakan tes
ini dapat dilakukan dengan mempersiapkan tes esai yang memuat
konsep-konsep yang sudah diajarkan kepada siswa. Selanjutnya hasil
jawaban siswa dianalisis untuk mengetahui konsep-konsep apa saja
yang terjadi miskonsepsi.
4) Wawancara Diagnosis
Wawancara dapat dilakukan untuk mengetahui miskonsepsi
yang terjadi pada siswa. Wawancara yang dilakukan kepada siswa
mengenai konsep-konsep yang pokok atau sulit. Siswa diminta
mengemukakan gagasannya tentang konsep tersebut dan mencari tahu
bagaimana siswa memperoleh pengetahuan tersebut.
5) Diskusi dalam Kelas
Pada kegiatan diskusi di kelas siswa dapat diminta untuk
mengungkapkan gagasannya tentang konsep yang sudah diajarkan
atau yang akan diajarkan. Gagasan siswa dalam diskusi tersebut
selanjutnya dianalisis untuk diketahui kebenarannya.
6) Praktikum dengan Tanya Jawab
Kegiatan praktikum dapat digunakan guru dalam mendeteksi
miskonsepsi siswa terhadap suatu konsep yang sedang diajarkan.
kaitannya dengan praktikum dan siswa diminta menjelaskan tentang
konsep tersebut.
4. Hakikat Pembelajaran IPA
Istilah ilmu pengetahuan alam berasal dari terjemahan kata-kata
dalam bahasa Inggris yaitu “natural Science”. Natural artinya
berhubungan dengan alam sedangkan Science artinya ilmu pengetahuan.
Jadi ilmu pengetahuan alam (IPA) adalah ilmu tentang alam yang
mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam sekitar (Samatowa,
2010:3). Secara singkatnya Nash (dalam Samatowa, 2010:3)
mengungkapkan bahwa IPA adalah suatu cara atau metode untuk
mengamati alam. Dalam ilmu pengetahuan alam membahas tentang
gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada
hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia yang
dipercaya kebenarannya.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Powler (dalam Samatowa,
2010:3) di mana IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala
alam dan kebendaan yang sistematis dan disusun secara teratur, berlaku
umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan
eksperimen/sistematis (teratur) artinya pengetahuan itu tersusun dalam
suatu sistem, tidak berdiri sendiri, satu dengan lainnya merupakan satu
saling berkaitan, saling menjelaskan sehingga seluruhnya merupakan satu
kesatuan yang utuh, sedangkan berlaku umum adalah pengetahuan itu
tidak hanya berlaku atau oleh seseorang atau beberapa orang dengan cara
konsisten. Winataputra (dalam Samatowa, 2010:3) menambahkan bahwa
IPA tidak hanya merupakan kumpulan pengetahuan tentang benda atau
makhluk hidup, tetapi memerlukan kerja, cara berpikir dan cara
memecahkan masalah.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli maka dapat disimpulkan
bahwa IPA adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala alam
yang disusun secara sistematis sehingga menjadi satu kesatuan utuh yang
diperoleh dari hasil observasi dan eksperimen.
IPA pada hakikatnya dibangun atas dasar produk ilmiah, proses
ilmiah, dan sikap ilmiah atau sering dinilai sebagai proses, produk dan
juga prosedur (Trianto, 2012:137). IPA sebagai produk ilmiah
merupakan sebuah hasil yang berupa pengetahuan atau bahan bacaan
untuk diajarkan di sekolah. Sedangkan IPA sebagai proses ilmiah
menurut Prihantoro (dalam Trianto, 2012:137) merupakan cara yang
dipakai untuk mempelajari objek studi, menemukan dan
mengembangkan produk-produk sains dan teori-teori IPA sehingga
melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan.
Sikap ilmiah yang dimaksudkan adalah rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan
sebagainya.
5. Pembelajaran IPA di SD kelas V semester 2
Pada pembelajaran IPA di kelas V seluruhnya terdapat 7 standar
kompetensi dan 11 kompetensi dasar yang harus dilalui oleh siswa. Pada
semester 2 terdapat terdapat 3 standar kompetensi yaitu memahami
sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu model karya/model;
dan memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan
penggunaan sumber daya alam. Adapun konsep IPA yang diteliti adalah
konsep yang terdapat pada bidang Fisika yaitu meliputi konsep gaya
(gaya magnet, gaya gravitasi, gaya gesek), pesawat sederhana, sifat-sifat
cahaya, penerapan sifat-sifat cahaya dalam suatu karya/model (periskop),
jenis-jenis batuan dan pembentukan tanah karena pelapukan. Di bawah
ini akan dijelaskan mengenai konsep-konsep IPA Fisika mengenai gaya,
pesawat sederhana, sifat-sifat cahaya, penerapan sifat cahaya dalam suatu
karya/model, jenis-jenis batuan, dan pembentukan tanah karena
pelapukan.
a. Gaya
Gaya merupakan gerakan mendorong atau menarik yang
menyebabkan benda bergerak (Sulistyowati, 2008:96). Berdasarkan
sumbernya gaya dibedakan menjadi tiga, yaitu gaya magnet, gaya
gravitasi, dan gaya gesekan.
a) Gaya Magnet
Gaya magnet adalah tarikan dan dorongan yang disebabkan
oleh magnet. Magnet memiliki beberapa bentuk seperti magnet
jarum, batang, ladam, bentuk U, dan silinder. Ilustrasi gaya magnet
Gambar 2.1 Magnet Sumber: Winarti (2009:68)
Magnet pada gambar 2.1 merupakan jenis magnet berbentuk
batang di mana memiliki dua kutub yaitu kutub utara dan kutub
selatan. Dua kutub tersebut saling tarik menarik apabila didekatkan
pada kutub yang berbeda. Jika didekatkan pada kutub yang sama
akan saling tolak menolak seperti gambar di atas.
b) Gaya Gravitasi
Gaya gravitasi merupakan gaya tarik menarik yang terjadi
antara semua partikel yang mempunyai massa di dalam semesta
(Sulityanto, 2008:98). Gaya gravitasi dapat terjadi ketika buah
jatuh dari pohon yaitu dapat dilihat pada gambar 2.2 di bawah ini.
Gambar 2.2 Kelapa jatuh karena pengaruh gaya gravitasi
Sumber: Azmiyawati (2009:82)
Semua benda yang jatuh ke bumi diakibatkan oleh adanya
berbeda karena dipengaruhi oleh adanya berat, bentuk, ukuran, dan
ketinggian.
c) Gaya Gesek
Gaya gesek merupakan gaya yang ditimbulkan oleh dua
permukaan yang saling bersentuhan (Sulityanto, 2008:99). Gaya
gesek dapat dilihat pada gambar 2.3 di bawah ini.
Gambar 2.3 Gaya gesek terjadi saat orang mendorong kardus Sumber : Azmiyawati (2009:84)
Gaya gesek memiliki arah yang selalu berlawanan dengan
dengan arah gerak benda seperti kegiatan pada gambar 2.3.
Semakin kasar permukaan benda yang bergerak semakin besar
gaya gesekannya, sebaliknya jika permukaan benda yang
bergesekan semakin licin maka semakin kecil gaya geseknya. Gaya
gesek dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, contohnya
dalam pembuatan ban mobil/motor yang dibuat kasar sehingga
mobil/motor terhindar dari kecelakaan. Selanjutnya pada rem
sepeda dan pembuatan sepatu bola yang diberi paku-pakuan agar
b. Pesawat Sederhana
Pesawat sederhana merupakan semua jenis alat yang digunakan
untuk memudahkan pekerjaan manusia (Sulityanto, 2008:109). Pesawat
sederhana dapat dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu
tuas/pengungkit, bidang miring, katrol, dan roda berporos.
1) Tuas/Pengungkit
Tuas/pengungkit biasanya digunakan untuk mengungkit suatu
benda. Pada tuas/pengungkit terdapat tiga titik yang menggunakan
gaya ketika sedang mengungkit suatu benda, yaitu beban (B), titik
tumpu (TT), dan kuasa (K). Beban merupakan berat benda, sedangkan
titik tumpu adalah tempat bertumpunya suatu gaya, dan kuasa
merupakan gaya yang bekerja pada tuas tersebut. Berdasarkan
kedudukan beban, titik tumpu, dan kuasa tuas digolongkan menjadi
tuas golongan pertama, golongan kedua, dan golongan ketiga.
a) Tuas Golongan Pertama
Tuas golongan pertama kedudukan titik tumpu berada di
antara beban dan kuasa. Contoh alat yang menggunakan prinsip
kerja tuas golongan pertama, yaitu gunting, linggis,
jungkat-jungkit, dan pencabut paku. Ilustrasi kerja tuas golongan pertama
Gambar 2.4 Posisi beban, titik tumpu, dan kuasa tuas golongan pertama
Sumber: Winarti (2009:70)
Gambar 2.4 merupakan alat gunting yang menggunakan
prinsip tuas golongan pertama yaitu letak titik tumpu berada di
antara kuasa dan beban.
b) Tuas Golongan Kedua
Tuas golongan kedua kedudukan beban terletak di antara titik
tumpu dan kuasa. Alat yang menggunakan prinsip kerja tuas
golongan kedua, yaitu gerobak beroda satu, alat pemotong kertas,
alat pemecah kemiri, dan pembuka tutup botol. Ilustrasi kerja tuas
golongan kedua dapat dilihat 2.5 pada gambar berikut.
Gambar 2.5 Posisi beban, titik tumpu, dan kuasa tuas golongan
kedua
Sumber: Sulistyanto (2008:112)
Gambar 2.5 merupakan gambar alat pemecah kemiri yang
menggunakan prinsip tuas golongan kedua yaitu letak beban berada di
antara titik tumpu dan kuasa.
Titik tumpu
Beban
c) Tuas Golongan Ketiga
Tuas golongan ketiga kedudukan kuasa terletak di antara titik
tumpu dan beban. Alat yang menggunakan prinsip kerja tuas
golongan ketiga adalah sekop. Ilustrasi prinsip kerja tuas golongan
ketiga dapat dilihat pada gambar 2.6 berikut.
Gambar 2.6 Posisi beban, titik tumpu, dan kuasa pada tuas golongan ketiga
Sumber: Sulistyowati (2009:94)
Gambar 2.6 merupakan gambar alat sekop yang
menggunakan prinsip tuas golongan ketiga yaitu kuasa terletak di
antara titik tumpu dan beban.
2) Bidang Miring
Bidang miring merupakan permukaan rata yang menghubungkan
dua tempat yang berbeda ketinggiannya (Sulistyanto, 2008:115). Saat
memindahkan barang dari ketinggian yang berbeda, bidang miring
membuat benda berat akan lebih mudah dan ringan. Berikut gambar 2.7
penerapan bidang miring dalam kehidupan sehari-hari.
Titik tumpu
Kuasa
Gambar 2.7 Jalan perbukitan dibuat berkelok-kelok Sumber: Sulistyanto (2008:115)
Gambar 2.7 merupakan prinsip kerja bidang miring dapat
ditemukan pada jalan di pegunungan yang dibuat berkelok-kelok. Hal ini
bertujuan agar pengendara motor dapat mudah melewati jalan yang
menanjak. Namun kelemahannya adalah jarak tempuh menjadi lebih
jauh. Prinsip bidang miring lainnya dapat ditemukan pada beberapa
perkakas, contohnya: kapak, pisau, pahat, obeng, dan sekrup.
c. Sifat-Sifat Cahaya
Cahaya berasal dari sumber cahaya, yaitu matahari, lampu, senter
dan bintang. Suatu benda dapat terlihat oleh indera penglihatan manusia
karena cahaya yang mengenai benda akan dipantulkan menuju ke mata.
Cahaya memiliki lima sifat, yaitu 1) merambat lurus, 2) menembus benda
bening, dan 3) dapat dipantulkan, 4) dapat dibiaskan, 5) dapat diuraikan.
Sifat cahaya dapat merambat lurus dapat dilihat pada peristiwa sinar
matahari masuk ke ruangan melalui suatu lubang atau terjadinya
bayangan benda karena benda itu terhalang cahaya. Sifat cahaya yang
dapat menembus benda bening dapat dilihat ketika sinar matahari masuk
Sifat cahaya yang dapat dipantulkan ini dapat dilihat saat cahaya
mengenai sebuah cermin. Jika cahaya mengenai sebuah cermin akan
memiliki sifat yang berbeda-beda tergantung dengan jenis cerminnya.
Berdasarkan tipe permukaannya cermin digolongkan menjadi tiga, yaitu
cermin datar, cermin cekung, dan cermin cembung.
1) Cermin Datar
Pemantulan cahaya dari cermin datar menghasilkan bayangan
semu. Berikut gambar 2.8 bayangan yang terbentuk ketika cahaya
mengenai cermin datar.
Gambar 2.8 Anak berkaca di cermin datar
Sumber: Winarti ( 2009:83)
Gambar 2.8 merupakan bayangan yang terbentuk ketika
seseorang berkaca pada cermin datar. Sifat cahaya jika mengenai
cermin datar, yaitu a) bayangan benda tegak dan semu, b) besar tinggi
bayangan sama dengan besar dan tinggi benda sebenarnya, c) jarak
benda dengan cermin sama dengan jarak bayangannya, d) bagian kiri
pada bayangan merupakan bagian kanan pada benda sebenarnya dan
2) Cermin Cekung
Sifat cahaya jika mengenai cermin cekung, yaitu 1) bayangan
yang dibentuk cermin cekung bergantung pada letak benda, 2) jika
letak benda dekat dengan cermin cekung maka bayangan memiliki
sifat semu, diperbesar, dan tegak, 3) saat benda dijauhkan dari cermin
cekung bayangan yang terbentuk bersifat nyata dan terbalik.
3) Cermin Cembung
Cermin cembung memiliki bagian pemantulan cahaya yang
berupa cembungan. Jika cahaya mengenai cermin cembung maka sifat
bayangan yang terbentuk adalah semu, tegak, dan diperkecil.
Sifat cahaya selanjutnya adalah cahaya dapat dibiaskan. Ketika
cahaya datang merambat dari zat yang lebih rapat (benda di air) menuju
ke udara (kurang rapat), dibiaskan menjauhi garis maka cahaya akan
mengalami peristiwa pembiasan. Peristiwa pembiasan dapat dilihat pada
gambar 2.9 (a) (b) di bawah ini.
(a) (b)
Gambar 2.9 (a) Jalannya sinar dari medium rapat ke kurang rapat
Gambar 2.9 (a) merupakan arah jalannya cahaya dari medium yang
rapat (air) ke medium kurang rapat (udara). Gambar 2.9 (b) merupakan
peristiwa pembiasan cahaya.
d. Penerapan Sifat-sifat Cahaya dalam Suatu Karya/Model (Periskop)
Periskop merupakan alat yang arah pandangannya dapat
dibelokkan sehingga benda/objek yang dilihat tidak harus berada di
depan mata. Periskop biasanya digunakan untuk melihat benda yang
berada di atas batas pandangan manusia. Periskop dapat dibuat dengan
menggunakan alat-alat sederhana, yaitu dua kotak pasta gigi, lem, dua
cermin datar, selotip, cutter, dan pensil.
e. Jenis-jenis Batuan
Batuan merupakan salah satu komponen penyusun tanah. Di
permukaan bumi terdapat berbagai jenis bebatuan. Setiap batuan
memiliki ciri-ciri khusus sehingga dapat membedakan batuan satu
dengan batuan lain. Berdasarkan proses pembentukannya bebatuan
dibedakan menjadi 3, yaitu batuan beku, batuan endapan, dan batuan
malihan.
1) Batuan Beku
Batuan beku berasal dari proses pembekuan magma. Magma
yang keluar dari gunung api akan membeku membentuk batuan beku.
Contoh batuan beku adalah batu apung, batu basal, batu granit, batu
2) Batuan Endapan (Batuan Sedimen)
Batuan endapan terbentuk karena proses pengendapan
pelapukan batuan. Batuan sedimen dapat terbentuk dari proses
pengendapan lumpur dan mineral dalam air sungai. Contoh batuan
endapan adalah batu kapur, batu konglomerat, batu breksi, batu serpih,
dan batu pasir.
3) Batuan Malihan
Batuan malihan merupakan batuan yang berasal dari perubahan
batuan beku dan batuan endapan. Perubahan batuan karena akibat
tekanan dan panas. Contoh batuan malihan adalah batu marmer dan
batu tulis.
f. Pembentukan Tanah karena Pelapukan
Tanah terbentuk dari hasil pelapukan pada batuan. Batuan yang
berada dipermukaan tanah lama kelamaan akan mengalami perubahan
karena adanya pengaruh dari lingkungan. Perubahan cuaca, suhu, dan
tekanan udara dapat menyebabkan batuan memuai berubah menjadi
batuan yang lebih kecil (Sulistyanto, 2008:150). Pelapukan dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1) Pelapukan Fisika
Pelapukan Fisika disebabkan oleh faktor alam, yaitu panas,
angin dan air. Perubahan suhu yang drastis dari panas ke dingin secara
terus menerus akan mengakibatkan batuan menjadi retak dan pecah.
Batuan yang terkena angin kencang dalam jangka panjang juga akan