• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

media belajar utama dalam kegiatan pembelajaran daring selama masa pandemic, dan telah dilaksanakan dengan baik. (2) Perlu adanya pemanfaatan yang lebih, terutama pada fitur WhatsaApp Beta yang dapat digunakan untuk pembelajaran secara klasikal seperti layaknya pembelajaran secara virtual. (3) Masih terdapat beberapa hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran, diantaranya peserta didik kurang focus, terbatasnya kuota internet, serta kegiatan evaluasi kurang efektif.11

Kesembilan, penelitian skripsi oleh Husain Haikal Pratama (1111025100015), mahasiswa program studi ilmu perpustakaan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan judul “Class Library Sebagai Program Literasi Informasi di Perpustakaan SD Islam Al Azhar 20 Cibubur” pada tahun 2015.

11 Annisa Yuliana, ‘Implementasi Media Belajar Whatsapp Group (WAG) Pada Kegiatan Pembelajaran Masa Pandemi Di Kelas V-A SD Negeri 1 Pancurendang Tahun Pelajaran 2020/2021’

(UIN Purwokerto, 2020).

17

Penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif dengan teknik analisis stastistik deskriptif. Sumber data penelitian diambil dari siswa kelas IV-VI di SD Islam Al Azhar 20 Cibubur. Class library adalah salah satu program yang diharapkan mampu mengembangkan literasi informasi siswa di SD Islam Al Azhar 20 Cibubur dengan memanfaatkan perpustakaan sekolah. Penelitian ini mengadopsi beberapa model literasi informasi yang dapat diterapkan di perpustakaan sekolah, yaitu the big six theory, the seven pillars model, dan new south wales (NSW). Standar-standar yang diambil oleh peneliti dalam peenlitiannya adalah: (1) Siswa mampu mengakses informasi secara efisien dan efektif, (2) Siswa mampu mengevaluasi informasi secara kritis dan kompeten, dan (3) Siswa mampu menggunakan informasi secara akurat dan kreatif.12

Kesepuluh, penelitian dalam jurnal oleh Andi Hasrianti dan Umar Sulaiman, mahasiswa Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, dengan judul “Efektivitas Pembelajaran Daring terhadap Penguatan Budaya Literasi Membaca Siswa Kelas V di MI Madani Alauddin Kabupaten Gowa” pada tahun 2021. Analisis data yang digunakan pada penelitian ini ialah dengan statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik inferensial yang digunakan oleh peneliti disini dengan rumus regresi linear sederhana.

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini ialah bahwa implementasi

12 Husain Haikal Pratama, ‘Class Library Sebagai Program Literasi Informasi Di Perpustakaan SD Islam Al Azhar 20 Cibubur’ (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015).

a. Pembelajaran Daring

1) Pengertian Pembelajaran

Belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh seseorang dengan tujuan untuk mendapatkan perubahan tingkah laku, baik dalam bentuk pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai positif, karena adanya pengalaman dan pengetahuan baru dari ilmu yang telah dipelajari.14

Sedangkan pembelajaran adalah cara atau perbuatan seorang guru dalam sebuah proses belajar mengajar, dengan harapan mampu menjadikan siswa/peserta didik untuk terus menerus belajar.15

Artinya suatu proses dikatakan sebagai kegiatan pembelajaran apabila didalamnya terdapat proses interaksi antara

13 Andi Hasrianti, ‘Efektivitas Pembelajaran Daring Terhadap Penguatan Budaya Literasi Membaca Siswa Kelas V Di MI Madani Alauddin Kabupaten Gowa Pendahuluan’, Jurnal Onoma:

Pendidikan, Bahasa Dan Sastra, 7.2 (2021), 686–95.

14 Ahdar Djamaluddin, Belajar Dan Pembelajaran (Sulawesi: Kaaffah Learning Center, 2019), p.6.

15 I Made Pustikayasa, ‘Grup WhatsApp Sebagai Media Pembelajaran’, Widya Genitri, 10 (2019), p. 57–58 <https://doi.org/10.36417/widyagenitri.v10i2.281>.

19

guru, siswa, dan juga materi atau sumber belajar dalam suatu lingkungan atau kesempatan untuk belajar.

2) Pembelajaran Daring/E-Learning

Tidak dapat dipungkiri bahwa dunia saat ini telah masuk dalam era digital yang semakin luas. Era digital tentu memberi dampak yang cukup besar dalam setiap aspek kehidupan manusia di bumi ini. Terutama pada masa pandemic yang menimpa hampir seluruh bagian di bumi ini. Masa pandemic yang mulai masuk ke Indonesia sejak awal tahun 2020 lalu seperti mengajak secara paksa seluruh masyarakat kedalam media digital pada segala aspek kehidupan. Masyarakat yang dulu bekerja selalu di kantor atau lapangan kerja, kini dituntut untuk mulai mengenal dan memahami sepenuhnya media teknologi agar mampu bekerja dengan mengatur seluruhnya dari rumah masing-masing, yang saat ini lebih sering disebut WFH (work from home).

Pandemic tidak hanya dirasakan oleh masyarakat dewasa yang bekerja, namun juga oleh anak-anak dari jenjang TK, SD, SMP, SMA, perguruan tinggi, serta lembaga-lembaga pendidikan setingkat juga ikut digiring secara paksa memasuki era yang penuh dengan teknologi ini. Tentu ranah pendidikan dan ekonomi hanya contoh dari sebagian kecil yang mengalami perubahan

20

selama pandemic. Masih ada banyak ranah kehidupan lain yang juga berubah, semua itu dilakukan untuk menekan resiko peningkatan dan penyebaran virus covid-19 di Indonesia.

Kelebihan dari pembelajaran daring:

- Materi dapat diakses dengan mudah dengan waktu yang lebih fleksibel jika dibandingkan dengan pembelajaran yang dilakukan secara luring karena terbatas oleh waktu dan kondisi di kelas atau sekolah.

- Media pembelajaran dapat ditampilkan lebih menarik melalui beberapa media dan aplikasi pendukung, baik dalam bentuk gambar, video, maupun audio yang bisa dirancang sebagimana kebutuhan dan perkembangan kemampuan siswa sesuai jenjangnya.

- Mampu menumbuhkan kemandirian belajar pada siswa (self regulated learning). Hal ini disebabkan karena proses pembelajaran akan berpusat pada siswa. Dalam pelaksanaan pembelajaran daring, siswa dituntut untuk lebih aktif untuk mempersiapkan sendiri pembelajarannya, kemudian mengevaluasi serta mengatur motivasi diri sendiri sehingga menjadi stimulant untuk memberi motivasi dalam belajar.16

16 Ali Sadikin and others, ‘Pembelajaran Daring Di Tengah Wabah Covid-19 ( Online Learning in the Middle of the Covid-19 Pandemic )’, Biodik, 6.1 (2020), p. 219.

21

- Wawasan menjadi lebih luas. Pembelajaran yang dilakukan secara daring akan memberikan kesempatan bagi siswa untuk terus belajar dan mencari pengetahuan lebih dalam dan luas dibandingkan pembelajaran yang dilakukan secara luring. Hal ini bisa terjadi karena dalam pembelajaran luring di sekolah, seringkali sumber informasi pengetahuan siswa terbatas dari guru maupun buku cetak mata pelajaran saja. Sedangkan dalam pembelaaran daring, sumber informasi pengetahuan sangatlah beragam, semua sumber pengetahuan didapat dengan memanfaatkan jaringan internet. Mengakses jaringan internet bisa diibaratkan seperti mengakses otak-otak para ilmuwan, karena seluruh informasi telah disajikan begitu lengkap dan menarik.

Kekurangan dari pembelajaran daring:

- Kekuatan jaringan dan penguasaan dalam menggunakan media teknologi seperti smartphone masih belum merata.

Tentu menjadi kendala yang cukup besar karena kondisi ini membuat pembelajaran pada Sebagian sekolah terhambat, terutama pada daerah terpelosok yang belum familier dengan teknologi dan internet.

- Tumbuh kembang dan interaksi siswa akan terhambat ida sebagaimana mestinya. Karena pada seharusnya mereka

22

berinteraksi dan bergaul dengan teman sebayanya agar bisa belajar dan tumbuh dewasa.

- Kemungkinan untuk belajar dengan maksimal akan menjadi kurang. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh salah satu guru di SDN Candirejo, bahwa masih banyak siswa yang hanya dibantu orangtuanya saat mengerjakan soal tugas maupun ujian saja, itupun cenderung dengan memberi tahukan jawaban dari pertanyaan.

- Kurang pembelajaran berbasis praktik dengan guru.

Kesempatan belajar langsung dengan guru adalah hal yang paling istimewa meskipun pada era penuh teknologi ini.

- Kesempatan untuk berbuat curang dan copy paste jawaban dari teman atau internet lebih besar berkat kemudahan berbagi akses informasi saat ini.

3) Alikasi WhatsApp pada Smartphone

WhatsApp adalah salah satu aplikasi media sosial yang populer digunakan secara global di seluruh di dunia. Aplikasi ini memberikan kemudahan bagi penggunanya untuk bertukar pesan tanpa pulsa, karena WhatsApp memanfaatkan paket data internet untuk menjalankannya. Sejak aplikasi WhatsApp dikenalkan pada tahun 2009 oleh pendidirnya, yaitu Brian Action dan Jan Koum, pengguna WhatsApp terus meningkat dari tahun ke tahun.

Dikutip dari berita Liputan6.com pada tanggal 26 Februari 2021,

23

pengguna WhatsApp kini telah mencapai lebih dari 2 miliar pengguna yang aktif setiap bulannya.

Beberapa fitur yang disediakan oleh aplikasi WhatsApp ialah:

a) Mengirim pesan teks maupun dokumen secara gratis, cepat, dan mudah.

b) Mengirim foto, video, maupun audio secara langsung dari kamera, perekam suara, pengelola berkas, maupun galeri.

c) Melakukan panggilan suara dan panggilan video kepada beberapa orang sekaligus, Setelah sebelumnya panggilan mampu dilakukan hanya dengan 4 peserta, kini pada aplikasi yang di-update pada tahun 2021, panggilan WhatsApp memungkinkan untuk dilakukan dengan 8 orang sekaligus.

d) Membagikan lokasi terkini.

e) Mengirim detail kontak dari kontak telepon yang telah tersimpan sebeleumnya kepada penggun lain.

f) WhatsApp Group. Fitur ini memberi layanan pada penggunanya agar mampu terhubung dengan orang-orang yang penting seperti keluarga, teman, atau rekan kerja.Dalam fitur WhatsApp Group ini, pengguna bisa dengan mudah mengirim pesan, foto, atau video kepada seluruh anggota grup secara langsung, dengan kapasitas

24

hingga 256 orang pada tiap grup-nya. Pengguna juga dapat mengatur nama, profil, deskripsi,atau membisukan dan menyesuaikan notifikasi tertentu, serta banyak hal lain yang bisa dimanfaatkan.

g) WhatsApp Web (dukungan multi perangkat). Fitur ini memungkinkan penggunanya agar mampu mengakses semua pesan ke komputer sehingga dengan lancar sehingga pengguna dapat menggunakan semua fitur WhatsApp pada perangkat apa pun tanpa dibatasi hanya pada satu perangkat saja.

h) Enkripsi End to End, yaitu system keamanan yang melindungi privasi seluruh penggunanya. System ini memastikan pesan pribadi dan panggilan pengguna diamankan sehingga tidak seorang pun di luar chat pengguna, termasuk WhatsApp sendiri yang dapat membaca atau mendengarkannya.

4) Pembelajaran Melalui WhatsApp Group

WhatsApp Group saat ini banyak digunakan sebagai salah satu alternatif dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis daring. Tentu pemilihan ini didasarkan dari beberapa keunggulan yang dirasa tepat oleh prnggunanya, diantaranya karena jumlah pengguna yang sudah meluas, hampir semua orang di Indonesia

25

kini menggunakan WhatsApp sebagai media komunikasi jarak jauh nomor satu. Selain itu fungsi dan cara penggunaannya yang mudah dan gratis, seorang guru dapat berbagi (sharing) materi pelajaran atau tugas dalam bentuk pesan berupa teks, gambar, pdf, ppt, doc, xls, audio, maupun video secara langsung menyesuaikan dengan kemampuan, kebutuhan, dan kondisi guru maupun siswa itu sendiri. Guru juga bisa meminta tanggapan (jawaban) dari peserta grup (peserta didik) pada saat yang sama maupun dengan dibatasi waktu sesuai dengan bentuk yang diminta oleh guru.

Berdasarkan wawancara dengan guru di salah SDN Candirejo, WhatsApp juga merupakan aplikasi yang dipilih untuk pembelajaran karena bisa dilaksanakan fleksibel dimanapun dan kapanpun. Hal itu dikarenakan latar belakang pekerjaan orang tua siswa yang beragam sehingga smartphone terkadang dibawa bekerja oleh orangtua. Akhirnya banyak siswa yang baru bisa menerima materi pembelajaran serta mengerjakan tugas setelah orangtua mereka pulang dari bekerja.

Namun setiap hal tentu memiliki sisi yang negative beriringan dengan dampak positif yang telah dirasakan.

Sebagaimana dampak negative dari pembelajaran yang dilaksanakan daring secara umum, meskipun pembelajaran daring melalui WhatsApp dinilai efisien dan lebih mudah, namun bukan berarti dampak-dampak negative tersebut dapat tertutup

26

begitu saja. Masalah dengan jaringan, kurangnya kemampuan orangtua siswa dalam membantu memanfaatkan media teknologi secara maksimal, juga semakin besarnya peluang siswa untuk berbuat curang, seperti bertanya jawaban kepada orangtua, saudara, teman, atau mencari dari internet. Ditambah lagi dengan besarnya kemudahan bagi siswa untuk meng-copy paste jawaban dari teman atau internet membuat pembelajan ini kurang maksimal.

b. Kemampuan Literasi 1) Pengertian Literasi

Ketika kata literasi diucapkan, seringkali orang akan menyimpulkan bahwa makna literasi adalah sama dengan membaca. Padahal sebetulnya literasi memiliki makna yang jauh lebih dalam dan luas daripada membaca itu sendiri. Membaca hanyalah salah satu bagian atau komponen mendasar dari literasi, selebihnya masih terdapat makna lain yang juga sama-sama memiliki bobot yang sama beratnya dari sekedar mampu membaca, diantaranya adalah kepemahaman bacaan dan berpikir kritis.

Kemampuan literasi ialah kemampuan yang bersifat fundamental dengan titik utama cakap dalam membaca serta

27

menganalisis informasi dengan kritis, agar kemudian mampu membekali siswa agar mampu memilih dan menggunakannya untuk mengambil keputusan dalam kehidupan. Literasi juga bermakna kemampuan yang mencangkup pengenalan huruf dan suku kata, kefasihan melafalkan bacaan, mengeja, dan menulis.

Literasi bukan bermula dari mengenalkan alfabet kepada anak di jenjang prabaca dan pembaca dini, namun sebetulnya lebih dini dari hal itu.17

Dikutip dari perkataan ibu Sofie Dewayani yang mengenalkan tentang strategi literasi berimbang, dalam sebuah kegiatan pembekalan mahasiswa kampus mengajar Angkatan 2 (Maret 2021), bahwa literasi berimbang ialah strategi untuk meningkatkan kemampuan berbahasa reseptif (menyimak, membaca, dan memirsa) dan kemampuan berbahasa produktif (berbicara, berdiskusi, mempresentasikan, dan menulis) melalui kegiatan menggunakan teks bacaan, baik secara terbimbing maupun mandiri.

Literasi lebih dari sekedar kemampuan untuk membaca dan menulis, namun ia mencakup keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan yang berbentuk

17 Sofie Dewayani, Model Pembelajaran Literasi Untuk Jenjang Prabaca Dan Pembaca Dini, Badan Pengembangan Bahasa Dan Perbukuan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan (Jakarta:

Kemendikbud, 2019), p. 2.

28

media cetak, visual, digital, maupun auditori. Penjabaran dari komponen literasi adalah sebagai berikut:

a) Literasi Dini (Early Literacy), yaitu kemampuan seseorang untuk menyimak, memahami bahasa lisan, serta berkomunikasi, baik melalui gambar maupun lisan. Kemampuan ini dapat terbentuk dari pengalaman berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya.

b) Literasi Dasar (Basic Literacy), yaitu kemampuan untuk mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan menghitung (counting) yang berkaitan dengan kemampuan analisis untuk memperhitungkan (calculating), mempersepsikan informasi (perceiving), mengomunikasikan, serta menggambarkan informasi (drawing) yang didasari dengan cara memahami dan mengambil kesimpulan secara pribadi.

c) Literasi Perpustakaan (Library Literacy), yaitu pemahaman mengenai cara membedakan bacaan fiksi dan nonfiksi, memanfaatkan koleksi referensi dan periodikal, pemahaman akan klasifikasi Dewey Decimal agar memudahkan seseorang dalam menggunakan perpustakaan, pemahaman dalam menggunakan katalog dan peng-indeks-an, bahkan

29

pengetahuan dalam memahami informasi ketika menyelesaikan sebuah tulisan, penelitian, pekerjaan, atau mengatasi suatu masalah.

d) Literasi Media (Media Literacy), yaitu kemampuan untuk mengetahui berbagai bentuk media yang berbeda, seperti media cetak, media elektronik (media radio, media televisi), media digital (media internet), beriringan pula dengan memahami tujuan dari penggunaannya.

e) Literasi Teknologi (Technology Literacy), yaitu kemampuan memahami teknologi pada masanya, seperti perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), serta mampu memanfaatkan dan menjaga etika dalam menggunakan teknologi.

f) Literasi Visual (Visual Literacy), adalah pemahaman lanjutan dari kemampuan literasi media dan literasi teknologi, yang mampu mengembangkan kemampuan dan kebutuhan belajar dengan memanfaatkan materi visual dan audiovisual secara kritis dan bermartabat.18

18 Pangesti Wiedarti and others, Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016), p. 8–

10.

30 2) Literasi dan Agama Islam

Literasi dan numerasi menjadi dasar dan modal utama ilmu pengetahuan, termasuk didalamnya untuk mempelajari agama Islam. Bahkan perintah Al Qur’an yang pertama kali turun adalah membaca, yang berarti Islam sangat memperhatikan kemampuan manusia dalam hal literasi membaca dalam kehidupan.

Allah berfirman dalam surat Al Alaq ayat 1, yang berbunyi:

أ َرقٱ بٱ م ۡس َك بَر ٱ ي ذَّل َقَلَخ

Yang artinya: ”Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan”19

Dalam ayat tersebut, dijelaskan mengenai perintah membaca (literasi). Maka dari itu membaca (literasi) merupakan simbol yang penting dalam kehidupan manusia, agar manusia memiliki kehidupan yang berwarna dan bermakna. Membaca/literasi dapat menambah keilmuan dan pengetahuan yang baru sehingga mempermudah dalam kehidupan dengan banyak ilmu yang dimiliki.20

Agama dan literasi menjadi hal yang padu. Literasi tidak bisa hanya dimaknai sebagai kemampuan untuk ‘bisa membaca’ saja, namun lebih luas dan dalam daripada itu, yaitu mampu memahaminya, dan juga menyampaikan pikiran kritis dari isi

19 QS. Al-Alaq (96): 1.

20 Moh. Fauzan Fathollah, Perintah Literasi Dalam Perspektif Alquran Dan Relevansinya Terhadap Program Nawacita “Indonesia Pintar”, 2018, p. 5.

31

bacaan dalam bentuk tulisan maupun perkataan. Yang artinya literasi bertujuan untuk membaca dengan memahami, kemudian mampu berpikir kritis dalam menyikapi bacaan, serta mampu menuliskan, menjelaskan, mempresentasikan, dan menjelaskan atau mendakwahkan kepada orang lain. Hal yang sama juga berlaku dalam agama Islam. Terus belajar sepanjang hayat wajib hukumnya bagi setiap muslim. Belajar merupakan implementasi dan penjabaran dari sikap terus membaca dalam maksud literasi.

Seorang muslim dituntut untuk mengamalkan dan berpikir secara kritis terhadap hasil bacaan dan fenomena di sekitarnya. Dan seorang muslim memiliki kewajiban untuk berdakwah, baik bil-khitobah (dengan penyampaian lisan), bil-kitabah (dengan tulisan), maupun bil-haal (dengan benda/materi).

Zaman keemasan dan kebudayaan peradaban Islam yang berpusat di Baghdad pada masa dinasti ’Abbasiyah-pun ditandai dengan tradisi literasi yang luar biasa, disamping didukung juga dengan perguruan tinggi dan perpustakaan Nizamiyah yang mampu menciptakan atmosfer baca tulis yang kuat dan inklusif.21

Pada hasil sebuah penelitian skripsi oleh Fadhan Anwarudin dengan judul “Korelasi Antara Kemampuan Siswa Dalam Information Literacy Skill Dengan Hasil Belajar PAI di SMP

21 Djoko Saryono, Literasi Episentrum Kemajuan Kebudayaan Dan Peradaban (Malang: Pelangi Sastra, 2019), p. 7–8.

32

Tumbuh Yogyakarta”, menunjukkan Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kemampuan siswa dalam information literacy skill (kemampuan literasi) degngan hasil belajar mata pelajaran PAI pada siswa di SMP Tumbuh Yogyakarta.22

3) Indonesia dan Tingkat Literasi

Indonesia saat ini sedang berusaha untuk meningkatkan literasi dan numerasi untuk siswa pada tiap jenjangnya. Tingkat literasi dan numerasi masyarakat di Indonesia masih sangat rendah. Hal ini bisa dibuktikan dari beberapa survei literasi pada skala internasional yang telah diikuti sejak beberapa tahun yang lalu, diantaranya adalah survei PIRLS dan PISA.

PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study) adalah studi internasional tentang literasi membaca untuk siswa sekolah dasar, dengan sampel yang digunakan yaitu siswa kelas IV. PIRLS diselenggarakan setiap 5 tahun sekali, Indonesia sendiri mulai berpartisipasi pada PIRLS 2006. Posisi kompetensi literasi membaca siswa di Indonesia pada hasil survei internasional sangat rendah, Pada tabel 2.1, terlihat bahwa Indonesia masih berada pada posisi yang rendah.

22 Anwarodin.

33

Selain PIRLS, Indonesia juga telah mengikuti survei internasional PISA (Programme for International Student Assessment), yaitu studi internasional tentang prestasi literasi membaca, matematika, dan juga sains dengan sampel pada siswa yang berusia 15 tahun. Survei PISA dilaksanakan setiap 3 tahun sekali. Indonesia mulai berpartisipasi pada survei ini seja tahun 2000. Hasil dari survei PISA juga menunjukkan bahwa Indonesia masih berada pada tingkat kemampuan literasi dan numerasi yang rendah.23 Hal ini dapat dilihat pada table 2.1, dari beberapa periode pelaksanaan survei, Indonesia masih berada pada posisi akhir.

Tabel 2.1 Hasil Survei Tingkat Literasi Indonesia Secara Internasional

No Nama Survei

Tahun Pelaksanaan

Peringkat Indonesia

Jumlah Negara Partisipant

Posisi Literasi Indonesia

1. PIRLS

2006 41 45 Terendah

ke-5

2011 45 48 Terendah

ke-4

2. PISA

2000 39 41 Terendah

ke-3

2003 38 40 Terendah

ke-3

2006 50 57 Terendah

ke-7

2009 57 57 Terendah

ke-1

23 Dewayani, Panduan Penguatan Literasi Dan Numerasi Di Sekolah, p. 2.

34

2012 64 65 Terendah

ke-2

2015 64 72 Terendah

ke-9

2018 74 79 Terendah

ke-6

4) Penjenjangan bacaan literasi

Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan pada tahun 2019, menyusun perjenjangan buku bacaan sesuai dengan beberapa pertimbangan, seperti jenis buku, format, materi, dan bentuk penyajiannya. Penjenjangan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan buku bacaan dalam menumbuhkan minat baca dan meningkatkan kecakapan literasi pada anak. Pembagian jenjang tersebut ialah:24

a) Pra-baca 1 (jenjang PAUD tingkat awal atau usia 1―3 tahun). Jenjang untuk menstimulus perkembangan aspek fisiologis dan psikologis dasar anak melalui bimbingan.

b) Pra-baca 2 (jenjang PAUD tingkat lanjut atau usia 4―6 tahun). Jenjang untuk mengembangkan

24 Bambang Trimansyah, Model Pembelajaran Literasi Untuk Pembaca Awal, Badan Pengembangan Bahasa Dan Perbukuan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan (Jakarta:

Kemendikbud, 2019), VI.

35

kemampuan bersosialisasi dan berpikir sederhana melalui bimbingan.

c) Membaca Dini (jenjang SD Kelas 1 atau 7 tahun).

Jenjang untuk mengembangkan kemampuan belajar melalui kompetensi pengenalan dan penggunaan simbol-simbol literasi dasar serta mengenal lingkungan sekitar.

d) Membaca Awal (jenjang SD Kelas 2―3 atau 8―9 tahun). Jenjang untuk mengembangkan kemampuan membaca secara benar, memahami alur tulisan, serta mengenal wilayah terdekat.

e) Membaca Lancar (jenjang SD Kelas 4―6 atau 10―12 tahun). Jenjang untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, menguasai ilmu pengetahuan umum, serta belajar secara mandiri.

f) Membaca Lanjut (jenjang SMP atau usia 13―15 tahun). Jenjang untuk mengembangkan penguasaan konsep dasar keilmuan, penguatan bakat dan minat, serta kecakapan berorganisasi.

g) Membaca Mahir (jenjang SMA atau usia 16―18 tahun). Jenjang untuk mengembangkan kompetensi keilmuan dasar dan kemampuan analisis,

36

meneguhkan bakat dan minat, serta kecakapan berorganisasi dan bermasyarakat.

h) Membaca Kritis (jenjang Perguruan Tinggi atau usia diatas 18 tahun). Jenjang untuk mengembangkan penguasaan keilmuan, kecakapan hidup dan kompetensi kerja, serta kecakapan berorganisasi dan bermasyarakat.

c. Kemampuan Numerasi 1) Pengertian Numerasi

Numerasi adalah kemampuan berpikir menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika untuk menyelesaikan masalah sehari-hari pada berbagai jenis konteks yang relevan untuk individu sebagai warga negara Indonesia dan dunia. Numerasi juga dimaknai sebagai kemampuan yang dimiliki oleh seseorang dalam menggunakan pengetahuan matematika yang dimilikinya dalam menjelaskan kejadian, memecahkan masalah, atau mengambil keputusan dalam kehidupan sehari-hari.

Dari beberapa pengertian numerasi, dapat dismpulkan bahwa numerasi diartikan sebagai kemampuan untuk mengaplikasikan konsep bilangan dan keterampilan operasi

37

hitung di dalam kehidupan sehari-hari, serta kemampuan untuk menginterpretasi informasi kuantitatif yang terdapat di sekeliling kita. Numerasi merujuk pada apresiasi dan pemahaman informasi yang dinyatakan secara matematis, misalnya grafik, bagan, dan tabel.

Numerasi yang mana menjadi kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan menggunakan matematika dengan percaya diri dalam kehidupan. Literasi numerasi meliputi pengetahuan, keterampilan, perilaku, dan perilaku positif. Literasi numerasi adalah pengetahuan dan kecakapan untuk:25

a) Menggunakan berbagai macam bilangan dan simbol yang terkait dengan matematika dasar untuk memecahkan masalah praktis dalam berbagai konteks kehidupan sehari-hari.

b) Menganalisis informasi yang ditampilkan di dalam berbagai bentuk (grafik, tabel, bagan, dan lain sebagainya) lalu menggunakan interpretasi hasil analisis tersebut untuk memprediksi dan mengambil kesimpulan dan keputusan.

2) Numerasi dalam pandangan Agama Islam

Banyak orang mengira bahwa numerasi adalah ilmu matematika yang dihasilkan oleh para ilmuwan barat sehingga

25 Kementerian Pendidikan and others, ‘Modul Literasi Numerasi Di Sekolah Dasar’, 2021.

38

didalamnya jauh dari nilai – nilai spiritual. Padahal menurut Abdusysyakir dalam bukunya yang berjudul “Ketika Kyai Mengajar Matematika” mengatakan sesungguhnya matematika (numerasi) itu memiliki hubungan yang sangat erat dengan tradisi spiritual umat Islam, akrab dengan al-Qur’an, dan tentunya matematika juga dapat dijadikan sebagai “jalan” menuju pencapaian manfaat-kebahagiaan baik di dunia maupun akhirat.

Agama membutuhkan matematika, dan agama mengajarkan matematika. Sebagai contoh misalnya dalam konteks kewajiban rukun Islam yang ke-4, yaitu dalam pembayaran zakat. Agama Islam memerintahkan umat muslim untuk membayar zakat fitrah setiap satu tahun sekali, yaitu pada bulan Ramadhan. Zakat yang dibayarkan yaitu satu sha’ kurma atau gandum (makanan pokok daerah masing-masing). Sedangkan zakat maal untuk emas dan perak, wajib dikeluarkan zakat seberat 2,5% dihitung dari nilai uang dari emas atau perak tersebut.26

Penghitungan ukuran zakat sebesar satu sha’ untuk zakat fitrah, diperlukan perbandingan ynag tepat pada beberapa daerah, di Indonesia misalnya, makanan pokok berupa beras. Ataupun pada zakat maal yang emas dan perak senilai 2,5% dari harga barang tersebut, membuktikan bahwa agama membutuhkan

26 Kementerian Agama and Republik Indonesia, Panduan Zakat Praktis (Jakarta: Kemenag RI, 2013).

Dokumen terkait