Bab ini berisi kesimpulan yang didapatkan dari hasil analisis data sehingga dapat memberikan usulan kepada perusahaan terhadap evaluasi kinerja sistem sumber daya manusia perusahaan secara komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengukuran Kinerja Perusahaan
Pengukuran kinerja perusahaan pada periode tertentu sangat diperlukan agar prestasi perusahaan dapat diketahui. Selama ini, pengukuran kinerja perusahaan hanya berfokus pada perspektif keuangan saja, yang hanya menggambarkan kinerja pada satu sisi yaitu perusahaan (internal), sedangkan sisi luar perusahaan (eksternal) kurang tersentuh.
Adapun definisi dari pengukuran kinerja itu sendiri menurut para ahli, antara lain sebagai berikut :
1. Patrick L. Romano (1989)
“ Pengukuran kinerja (performansi) merupakan salah satu proses dalam sistem pengendali manajemen dengan membandingkan dan mengevaluasi antara rencana yang dibuat dan hasil yang dicapai, menganalisa penyimpangan yang terjadi dan melakukan perbaikan. “ 2. Mulyadi (1993)
“ Penentuan secara periodik efektivitas operasional dari suatu organisasi sebagai bagian organisasi dan karyawannya, berdasarkan : sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. “ 3. Stoner et al (1996)
“ Suatu ukuran seberapa efisien dan efektif individu atau organisasi dalam tujuan yang memadai “
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada perusahaan. Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaian – penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian.
2.1.1 Tujuan Pengukuran Kinerja
Menurut Mulyadi (1993) adalah sebagai berikut :
1. Untuk menentukan kontribusi suatu bagian dalam perusahaan terhadap organisasi secara keseluruhan.
2. Untuk memberikan dasar bagi penilaian suatu prestasi dalam berorganisasi.
3. Untuk memberikan motivasi bagi manajer bagian dalam (internal) menjalankan bagiannya seirama dengan tujuan pokok perusahaan secara keseluruhan.
2.1.2 Manfaat Pengukuran Kinerja
Menurut Lynch dan Cross (1993), manfaat dari sistem pengukuran kinerja yang baik adalah :
a. Menelusuri manfaat kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan menjadi lebih dekat pada pelanggannya dan
membuat seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan.
b. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan kepada pelanggan sebagai bagian dari mata – rantai pelanggan dan pemasok internal. c. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya –
upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut (reduction of waste).
d. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih kongkret sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi. e. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan
memberi “reward” atas perilaku yang diharapkan tersebut.
Metode yang digunakan untuk melakukan pengukuran kinerja perusahaan dan kinerja karyawan ada banyak jenisnya. Metode – metode ini digunakan untuk mengukur sejauh mana perusahaan atau karyawan dalam perusahaan mengalami peningkatan. Pada intinya semua metode yang dilakukan untuk mengukur kinerja perusahaan atau karyawan berbasis pada keuntungan, hanya pendekatannya saja yang berbeda. Macam – macam metode pengukuran kinerja :
Konsep tradisional
Pengukuran kinerja berbasis kompetensi
Pengukuran kinerja perusahaan dengan BSC
Pengukuran kinerja karyawan dengan pendekatan HRSC
Pengukuran kinerja ini sangatlah dibutuhkan oleh sebuah perusahaan, karena dengan adanya pengukuran kinerja ini maka pihak perusahaan akan dapat
menentukan apakah kondisi perusahaannya dalam kondisi baik atau bahkan dalam kondisi yang buruk. Pengukuran kinerja ini juga dapat digunakan untuk evaluasi bagi pihak perusahaan, sektor – sektor mana yang harus dilakukan pembenahan sehingga perusahaan dapat tetap exist untuk bersaing dengan perusahaan – perusahaan lain yang bergerak di bidang yang sama ataupun yang berbeda.
Pengukuran kinerja ini diprakarsai oleh pihak perusahaan sendiri dan dilakukan oleh seluruh karyawan perusahaan. Sehingga perusahaan dapat tetap menjaga kestabilan di dalam dan diluar perusahaan.
2.1.3. Pengukuran Kinerja Berdasarkan Konsep Tradisional
Pengukuran kinerja yang selama ini lazim digunakan adalah pengukuran kinerja yang hanya menekankan pada perspektif keuangan saja (finansial). Tolok ukur yang digunakan dalam melakukan pengukuran dan evaluasi kinerja pada perusahaan berdasarkan metode tradisional adalah dengan melakukan analisa laporan keuangan, sistem pengendalian manajemen dan operasional perusahaan yang hanya memandang berdasarkan pada ukuran dan target keuangan, sedikit berhubungan dengan kemajuan perusahaan dalam mencapai tujuan strategis jangka panjang, karena hal tersebut akan mengaburkan atau menyembunyikan kemampuan perusahaan dalam mencapai suatu nilai ekonomis dimasa yang akan datang (Sony Yuwono, dkk., 2002 : 23).
2.1.4. Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi
Kompetensi didefinisikan (Mitrani et.al,1992;Spencer and Spencer,1993) sebagai karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya (an underlying characteristic’s of an individual which is causally related to criterion-referenced effective and or
superior performance in a job or situation).
Berdasarkan definisi tersebut bahwa kata “underlying characteristics” mengandung makna kompetensi adalah bagian kepribadian yang mendalam dan melekat kepada seseorang serta perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan. Sedangkan kata “causally related” berarti kompetensi adalah sesuatu yang menyebabkan atau memprediksi perilaku dan kinerja. Dan kata “criterion-referenced” mengandung makna bahwa kompetensi sebenarnya memprediksi siapa yang berkinerja baik dan kurang baik, diukur dari kriteria atau standar yang digunakan. Berikut adalah standard pengukuran kinerja yang ada dalam perusahaan :
Penentuan tingkat kompetensi dibutuhkan agar dapat mengetahui tingkat kinerja yang diharapkan untuk kategori baik atau rata – rata. Penentuan ambang kompetensi yang dibutuhkan tentunya akan dapat dijadikan dasar bagi proses seleksi, suksesi perencanaan, evaluasi kinerja dan pengembangan sumber daya manusia.Terdapat 5 aspek dalam kompetensi yaitu Motives, Traits, Self-Concept, Knowledge and Skills.
2.1.5. Pengukuran Kinerja Perusahaan Dengan Metode BSC
Menurut Kaplan dan Norton (1996), Balanced Scorecard menerjemahkan misi dan strategi kedalam berbagai tujuan dan ukuran, yang tersusun kedalam empat prespektif : financial, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan, scorecard memberi kerangka kerja, bahasa untuk mengkomunikasikan misi dan strategi, scorecard menggunakan pengukuran untuk memberi informasi kepada para pekerja tentang factor yang mendorong keberhasilan saat ini dan yang akan dating dengan mengartikulasikan hasil yang diinginkan perusahaan dan factor pendorong hasil-hasil tersebut, para eksekutif senior berharap dapat menyalurkan energy, kemampuan dan pengetahuan spesifik sumber daya manusia perusahaan menuju kearah tercapainya tujuan jangka panjang
Sementara, Antony, Banker, Kaplan, dan Young (1997) mendefinisikan
Balanced Scorecard sebagai Suatu sistem manajemen, pengukuran, dan
pengendalian yang secara cepat, tepat, dan komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajer tentang performance bisnis. Pengukuran kinerja tersebut memandang unit bisnis dari empat perspektif, yaitu perspektif keuangan (Financial), pelanggan (Customer), proses bisnis dalam perusahaan (Internal Bussiness Process), serta proses pembelajaran dan pertumbuhan (Learning and Growth). Melalui mekanisme sebab akibat (cause and effect), perspektif keuangan menjadi tolok ukur utama yang menjelaskan oleh tolok ukur operasional pada tiga perspektif lainnya sebagai driver (lead indicators). Perspektif yang digunakn ini dianggap telah cukup mewakili dalam pengukuran kinerja perusahaan.
2.1.6. Kinerja dan Penilaian Prestasi Kerja Pegawai
Istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance
(prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis,(1964:484) yang merumuskan bahwa :
Human Performance = Ability + Motivation
Motivation = Attitude + Situation
Ability = Knowledge + Skill
Faktor kemampuan, secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pegawai yang memiliki IQ diatas rata – rata (IQ 110 – 120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari – hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (the right man in the right place, the right man on the right job).
Faktor Motivasi, motivasi ini terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi
yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja).
Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal. Sikap mental seorang pegawai harus sikap mental yang siap secara psikofisik (siap secara mental, fisik, tujuan dan situasi). Artinya, seorang pegawai harus siap mental, mampu secara fisik, memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan dan menciptakan situasi kerja.
Leon C.Megginson (1981:310) mengemukakan bahwa “Performance appraisal is the process an employer uses to determine whether an employee is
performing the job as intended”. (Performance appraisal adalah suatu proses yang digunakan majikan untuk menentukan apakah seorang pegawai melakukan pekerjaannya sesuai dengan yang dimaksudkan).
Andrew E.Sikula (1981:205) menjelaskan bahwa “Employee appraising is the systematic evaluation of a worker’s job performance and potential for
development. Appraising is the process of estimating or judging the value,
excellence, qualities or status of some object, person or thing”. (Penilaian pegawai merupakan eveluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan. Penilaian adalah proses penaksiran atau penentuan nilai, kualitas atau status dari beberapa objek, orang ataupun sesuatu.)
Berdasarkan pendapat diatas, penilaian prestasi pegawai adalah suatu proses penilaian prestasi kerja pegawai yang dilakukan pemimpin perusahaan secara sistematik berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya.
Pemimpin perusahaan yang menilai prestasi kerja pegawai, yaitu atasan pegawai langsung, dan atasan tak langsung. Disamping itu pula, kepala bagian personalia berhak pula memberikan penilaian prestasi terhadap semua pegawainya sesuai dengan data yang ada di bagian personalia.
Andrew E.Sikula (1981) mengemukakan bahwa ruang lingkup pengukuran kinerja berumuskan sebagai berikut :
5W + 1H, yaitu WHO, WHAT, WHY, WHEN, WHERE and HOW
1. Who (Siapa?)
Pertanyaan ini mencakup :
Siapa yang harus dinilai? Yaitu seluruh tenaga kerja yang ada didalam organisasi dari jabatan yang tertinggi sampai dengan pegawai jabatan terendah.
Siapa yang harus menilai? Penilaian kinerja dapat dilakukan oleh atasan langsung dan atasan tidak langsung. Atau penilai kinerja dapat ditunjuk orang tertentu yang menurut pemimpin perusahaan memiliki keahlian dalam bidangnya.
2. What (Apa?)
Apa yang harus dinilai, yaitu :
Objek / materi yang dinilai antara lain hasil kerja, kemampuan sikap, kepemimpinan kerja dan motivasi kerja.
Dimensi waktu, yaitu kinerja yang dicapai pada saat ini (current performance) dan potensi yang dapat dikembangkan pada waktu yang akan datang (future potential).
3. Why (Mengapa?)
Mengapa penilaian kinerja ini harus dilakukan ? hal ini untuk :
Memelihara potensi kerja,
Menentukan kebutuhan pelatihan kerja,
Dasar pengembangan karier,
Dasar promosi jabatan. 4. When (Kapan?)
Waktu pelaksanaan penilaian kinerja dapat dilakukan secara formal dan informal.
Penilaian kinerja secara formal dilakukan secara periodik, seperti setiap bulan, kuartal, triwulan, semester atau setiap tahun.
Penilaian kinerja secara informal dilakukan secara terus menerus dan setiap saat atau setiap hari.
5. Where (Dimana?)
Penilaian kinerja pegawai dapat dilakukan pada dua alternatif tempat.
Di tempat kerja (on the job appraisal). Pelaksanaan penilaian kinerja di tempat kerja pegawai yang bersangkutan atau di tempat lain yang masih dalam lingkungan organisasinya sendiri.
Di luar tempat kerja (off the job appraisal). Pelaksanaan penilaian kinerja dapat dilakukan di luar organisasi dengan cara meminta bantuan konsultan.
6. How (Bagaimana?)
Bagaimana penilaian kinerja dilakukan, yaitu dengan menggunakan metode tradisional atau metode modern. Metode tradisional, antara lain rating scale, employee comparison. Sedangkan metode modern antara lain management by objectives (MBO), assessment centre.
Aspek – aspek yang harus diperhatikan oleh penilai kinerja pegawai adalah :
1. Hallo Effect
Penilaian yang subyektif diberikan kepada pegawai, baik yang bersifat negatif maupun positif yang berlebihan dilihatnya dari penampilan pegawai.
2. Liniency
Penilaian kinerja yang cenderung memberikan nilai yang terlalu tinggi dari yang seharusnya.
3. Stricness
Penilaian kinerja yang memiliki kecenderungan memberikan nilai yang terlalu rendah dari yang seharusnya.
4. Central Tendency
Penilaian kinerja yang cenderung memberikan nilai rata – rata (sedang) kepada pegawai.
5. Personal Biases
Penilaian kinerja memberikan nilai yang baik kepada pegawai senior, lebih tua usia yang berasal dari suku bangsa yang sama.
2.2 Konsep Human Resources Scorecard (HRSC)
Di dalam salah satu buku yang ditulis oleh Kaplan dan Norton pada tahun 1992 telah diperkenalkan konsep tentang “Balanced Scorecard” untuk mengukur kinerja organisasi. Sejak itu Kaplan dan Norton telah mengembangkan konsep “Balanced Scorecard” di sekitar 200 perusahaan di Amerika. Pertanyaan yang selalu diajukan dalam mendesain konsep tersebut adalah “apa strategi perusahaan anda?” Melalui pertanyaan yang demikian telah memberikan suatu inspirasi bagi Kaplan dan Norton untuk memahami para pimpinan organisasi berpikir tentang organisasinya.
Umumnya para pimpinan organisasi mempunyai kesamaan terutama dalam memusatkan perhatiannya kepadastrategi financial dan memberikan prioritas kepada perbaikan proses operasional. Para pimpinan organisasi pada umumnya kurang memperhatikan pada strategi pelanggan (siapa yang menjadi target;bagaimana nilai – nilai yang berlaku dalam suatu organisasi?), Mereka nampaknya belum menyadari dan memahami strategi untuk pengembangan sumber daya manusia (Human Capital).
Di dalam perkembangan organisasi dan ekonomi baru pada era sekarang ini khususnya di dalam penciptaan nilai – nilai (value creation), suatu organisasi sangat didominasi oleh “human capital” dan modal “intangible” lainnya. Oleh
sebab itu perlu adanya pengukuran terhadap strategi sumber daya manusia. Salah satu konsep yang diperkenalkan adalah “Human Resources Scorecard” yang menawarkan langkah – langkah penting guna mengelola strategi sumber daya manusia.
Human Resources Scorecard adalah suatu alat untuk mengukur dan
mengelola kontribusi strategik dari peran human resources dalam menciptakan nilai untuk mencapai strategi perusahaan. Human Resources Scorecard adalah suatu sistem pengukuran sumber daya manusia yang mengkaitkan orang – strategi – kinerja untuk menghasilkan perusahaan yang unggul. Human Resources Scorecard menjabarkan visi, misi, strategi menjadi aksi human resources yang dapat diukur kontribusinya. Human Resources Scorecard menjabarkan sesuatu yang tak berwujud / intangible (leading/sebab) menjadi berwujud / tangible
(lagging/akibat). Human Resources Scorecard merupakan suatu sistem
pengukuran yang mengkaitkan sumber daya manusia dengan strategi dan kinerja organisasi, yang akhirnya akan mampu menimbulkan kesadaran mengenai konsekuensi keputusan investasi sumber daya manusia, sehingga investasi tersebut dapat dilakukan secara tepat arah dan tepat jumlah. Selain itu, Human Resources Scorecard dapat menjadi alat bantu bagi manajer sumber daya manusia untuk memastikan bahwa semua keputusan sumber daya manusia mendukung atau mempunyai kontribusi langsung pada implementasi strategi usaha. ( sumber : Dr. M . Nurman Helmi “[email protected] “ )
HR Scorecard, yaitu sistem pengukuran yang menghubungkan antara pekerja, strategi,perusahaan, dan kinerja melalui empat perspektif, yaitu:
perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.Pengukuran kinerja SDM dilakukan setelah sistem pengukurannya dirancang terlebih dahulu. Proses perancangan ini melalui beberapa tahapan, yaitu: wawancara, diskusi, identifikasi tolok ukur keberhasilan, dan pembobotan tolok ukur keberhasilan. ( sumber : Jurnal Perancangan Pengukuran Kinerja SDM dengan metode HR Scorecard di PT Putri Daya Usahatama,Bandung oleh Ika Setianingsih ). Human Resources Scorecard
merupakan bagian dari perusahaan. Human Resources Scorecard ibarat sebuah bangunan, yang menjadi bagian dari apa yang kita turunkan dari strategi perusahaan.
Human Resources Scorecard merupakan kombinasi antara indikator
lagging (akibat) dan indikator leading (sebab). Di dalam Human Resources
Scorecard itu harus ada hubungan sebabnya dulu baru akibatnya apa. Dasar
pemikiran Human Resources Sorecard adalah “Gets Managed. Gets Done”, artinya apa yang diukur itulah yang dikelola barulah bisa diimplementasi dan dinilai.
Pengukuran peranan sumber daya manusia hanya difokus pada tingkat individual seperti seleksi, kompensasi per karyawan, pelatihan per karyawan. Praktik sumber daya manusia semacam ini didasarkan pada gagasan “apabila kinerja sumber daya manusianya baik, maka otomatis kinerja perusahaan juga akan membaik”. Kini saatnya profesional sumber daya manusia menciptakan alat ukur yang baru digunakan untuk membuktikan kontribusi sumber daya manusia
pada implementasi strategi perusahaan dan mengelola sumber daya manusia sebagi aset strategik.
Menurut Brian E. Becker dalam buku “The Human Resources Scorecard, Linking People, Strategy, and Performance” mengemukakan 4 perspektif untuk
The Human Resources Scorecard , yaitu :
1. The personel perspektif, yaitu perusahaan merekrut karyawan yang paling baik dan mengembangkannya.
2. The compensation perspektif, yaitu perusahaan menggunakan bonus, pembayaran insentif, dan perbedaan-perbedaan yang berarti dalam pembayaran untuk memberi ganjaran kepada karyawan yang berprestasi tinggi dan rendah. Ini adalah langkah pertama dalam mempercayai orang sebagai sumber keunggulan kompetitif (kompetitive advantages), namun perusahaan belum secara penuh mengeksploitasi manfaat dari sumber daya sebagai aset strategik. 3. The alignment perspektif, yaitu . mengukur tingkat pencapaian kinerja
dari sumber daya manusia itu sendiri.
4. The high performance perspektif, yaitu eksekutif sumber daya manusia dan yang lain memandang sumber daya sebagai suatu sistem yang melekat dalam sistem yang lebih besar dari implementasi strategi perusahaan. Perusahaan mengelola dan mengukur hubungan
antara kedua sistem tersebut dengan kinerja perusahaan (linking people, strategy, and performance).
2.2.1 Human Resources Architecture
Menurut Becker, Huselid and Ulrich (2001), sistem pengukuran sumber daya manusia yang efektif mempunyai dua tujuan penting yaitu :
1. Memberikan petunjuk bagi pembuatan keputusan dalam organisasi 2. Berfungsi sebagai dasar untuk mengevaluasi kinerja sumber daya
manusia.
Konsep yang dikembangkan dalam HR Scorecard tersebut lebih ditujukan kepada peran penting dari para profesi sumber daya manusia di masa datang.
Human Resources Architecture adalah rangkaian kesatuan dari profesional sumber daya dalam fungsi sumber daya sampai sistem yang berkaitan dengan kebijakan dan praktik, mencakup juga kompetensi, motivasi dan perilaku yang berkaitan dari karyawan perusahaan. Jadi dapat dikatakan Human Resources Architecture terdiri atas 3 dimensi rantai nilai (value chain) yaitu fungsi sumber daya manusia, sistem sumber daya manusia dan perilaku karyawan.
Gambar berikut ini menggambarkan proses arsitektur strategi sumber daya manusia :
Gambar 2.1 Arsitektur Strategi Sumber Daya Manusia Fungsi SDM Profesional SDM dengan kompetensi strategis SISTEM SDM Kinerja-tinggi, kebijakan dengan praktik yang selaras secara strategis
Perilaku karyawan
Kompetensi,motivasi dan perilaku terkait yang terfokus secara strategis
(Becker, Huselid and Ulrich, 2001“The Human Resources Scorecard, Linking People, Strategy, and Performance” , 2001) )
2.2.1.1. Fungsi Sumber Daya Manusia (The Human Resources Function) Dasar penciptaan nilai strategi sumber daya manusia adalah mengelola infrastruktur untuk memahami dan mengimplemantasikan strategi perusahaan. Biasanya profesi dalam fungsi sumber daya manusia diharapkan dapat mengarahkan usaha ini.
Huselid, Jackson & Randal mengungkapkan bahwa manajemen sumber daya manusia yang efektif terdiri dari dua dimensi penting, yaitu :
a. Fungsi Teknis (Technical Human Resources Management)
Yang dimaksud disini adalah memberi jasa dasar sumber daya seperti rekrutmen, pelatihan dan kompensasi.
b. Fungsi Strategic (Strategic Human Resources Management)
Fungsi ini menjalankan fungsi teknis sedemikian rupa sehingga secara langsung mendukung implementasi strategi perusahaan, mencakup penyampaian pelayanan sumber daya manusia teknis.
Huselid et.al (2001) menemukan bahwa kebanyakan manajer sumber daya manusia lebih memusatkan kegiatannya pada penyampaian yang tradisional atau kegiatan Manajeman sumber daya manusia teknis, dan kurang memperhatikan pada dimensi manajemen sumber daya manusia yang strategic. Kompetensi yang perlu dikembangkan bagi manajer sumber daya manusia masa depan dan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kinerja organisasi adalah kompetensi manajemen sumber daya manusia strategic dan bisnis.
2.2.1.2. Sistem Sumber Daya Manusia (The Human Resources System)
Sistem sumber daya manusia adalah unsur utama yang berpengaruh dalam sumber daya manusia strategik. Sistem sumber daya manusia adalah kebijakan, prosedur dan praktik sumber daya manusia yang dibangun sejalan dengan strategi perusahaan. Model sistem ini di sebut “High Performance Work System”
(HPWS). High Performance Work System (HPWS) adalah unsur – unsur dalam sistem sumber daya manusia yang dirancang untuk memaksimalkan mutu keseluruhan modal manusia organisasi. Dalam HPWS setiap elemen pada sistem sumber daya manusia dirancang untuk memaksimalkan seluruh kualitas human
capaital melalui organisasi. Untuk membangun dan memelihara persediaan
human capital yang berkualitas, HPWS melakukan hal – hal sebagai berikut :
Menghubungkan keputusan seleksi dan promosi untuk memvalidasi model kompetensi
Mengembangkan strategi yang menyediakan waktu dan dukungan yang efektif untuk keterampilan yang dituntut oleh implementasi strategi organisasi
Melaksanakan kebijakan kompensasi dan manajemen kinerja yang menarik, mempertahankan dan memotivasi kinerja karyawan yang tinggi. Hal diatas merupakan langkah penting dalam pembuatan keputusan peningkatan kualitas karyawan dalam organisasi, sehingga memungkinkan kinerja organisasi berkualitas. Agar sumber daya manusia mampu menciptakan value,
organisasi perlu membuat struktur untuk setiap elemen dari sistem sumber daya manusia dengan cara menekankan, mendukung dan me-reinforce HPWS.
Tetapi dengan mengadopsi kinerja tinggi yang memfokuskan pada masing – masing kebijaksanaan dengan praktek sumber daya manusia saja tentunya tidaklah cukup. Pada hakekatnya diperlukan adanya pemikiran sistem yang menekankan pada “inter-relationship” antara komponen sistem sumber daya manusia dan hubungan antara sumber daya manusia dengan sistem implementasi strategi yang lebih luas.
HPWS secara langsung menciptakan “customer value” atau nilai (value) lainnya yang berkaitan. Dalam hal ini, proses kemitraan (alignment) dimulai dari pemahaman yang jelas terhadap rantai nilai perusahaan, suatu pemahaman solid apa saja yang dijadikan nilai perusahaan dan bagaimana manfaat nilai tersebut