• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Keragaman konsumsi pangan sebagian besar berada pada kategori tinggi (≥6 kelompok pangan).

2. Keragaman konsumsi pangan berdasarkan karakteristik keluarga sebagian besar pada kategori tidak memiliki lahan, pendidikan SD, pendapatan <Rp.2.037.000, jumlah anggota keluarga 5-6 orang, pengetahuan baik dan sikap baik, keragaman konsumsi pangan tinggi

6.2 Saran

Diharapkan kepada pihak Kelurahan agar bekerjasama dengan Dinas Pertanian maupun Ketahanan Pangan untuk lebih meningkatkan pembinaan terhadap keluarga petani dengan memfokuskan upaya penyuluhan penganekaragaman konsumsi pangan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penganekaragaman Konsumsi Pangan

Household Dietary Diversity (keragaman konsumsi pangan rumah tangga) merupakan jumlah jenis makanan yang berbeda yang dikonsumsi selama periode tertentu yang ditetapkan. Keragaman konsumsi pangan adalah indikator yang baik untuk alasan sebagai berikut (Swindale & Bilinsky 2006):

- Konsumsi pangan yang lebih beragam berhubungan dengan peningkatan hasil pada berat kelahiran, status anthropometrik anak, dan peningkatan konsentrasi hemoglobin.

- Konsumsi pangan yang lebih beragam berkaitan erat dengan faktor seperti: kecukupan energi dan protein, persentase protein hewani (protein kualitas tinggi), dan pendapatan rumah tangga. Bahkan pada rumah tangga yang sangat miskin, peningkatan pengeluaran untuk makanan yang dihasilkan dari penghasilan tambahan berhubungan dengan peningkatan kualitas dan kuantitas konsumsi pangan.

Menurut FAO (2007) keragaman konsumsi pangan adalah jumlah pangan atau kelompok pangan yang berbeda yang dikonsumsi selama periode tertentu yang ditetapkan yaitu dapat bertindak sebagai indikator alternatif dari keamanan makanan pada berbagai keadaan, termasuk negara dengan pendapatan sedang atau menengah, daerah pedesaan dan urban, serta untuk berbagai musim.

Penganekaragaman konsumsi pangan adalah proses pemilihan pangan yang dikonsumsi dengan tidak tergantung kepada satu jenis pangan, tetapi

terhadap bermacam-macam bahan pangan. Penganekaragaman konsumsi pangan merupakan upaya untuk memantapkan atau membudayakan pola konsumsi pangan yang beragam dalam jumlah dan komposisi yang cukup guna memenuhi kebutuhan gizi untuk mendukung hidup sehat, aktif dan produktif (Baliwati, dkk, 2010).

Penganekaragaman pangan adalah upaya peningkatan ketersediaan dan konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan berbasis pada potensi sumber daya lokal (UU RI No 18 Tahun 2012 Tentang Pangan).

Sedangkan pada sisi lain, kesadaran akan pentingnya konsumsi pangan beranekaragam menyebabkan ketergantungan terhadap satu jenis pangan dapat dicegah sehingga akan memantapkan ketahanan pangan rumah tangga (Khomsan, 2012). Semakin banyak jenis pangan yang dikonsumsi, semakin kuat ketahanan pangan (Khaeron, 2012).

Penganekaragaman pangan atau diversifikasi pangan terbagi menjadi 3 (tiga) golongan yaitu (Cahyani, 2008) :

1. Diversifikasi horizontal merupakan upaya penganekaragaman produk yang dihasilkan (dari sisi penawaran) dan produk yang dikonsumsi (dari sisi permintaan) pada tingkat individu, rumah tangga maupun perusahaan. Secara prinsip diversifikasi horizontal adalah pengekaragaman antar komoditas.

2. Diversifikasi vertikal merupakan upaya pengembangan produk pangan pokok menjadi produk baru untuk keverluan pada tingkat konsumsi. Secara prinsip diversifikasi pangan vertikal adalah upaya pengembangan

produk setelah panen didalamnya termasuk kegiatan pengolahan hasil dan limbah pertanian. Diversifikasi vertikal ini dimaksudkan untuk meningkatkan nilai tambah dari komoditas pangan agar lebih berdaya guna bagi kebutuhan manusia.

3. Diversifikasi regional merupakan diversifikasi antara wilayah dan sosial budaya. Yaitu upaya penganekaragaman pangan yang dikonsumsi berdasarkan potensi pangan lokal.

2.2 Upaya Pencapaian Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan

Upaya pencapaian percepatan penganekaragaman konsumsi pangan diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Tahap I (2008-2011)

a. Kampanye, sosialisasi, advokasi dan promosi percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal baik untuk aparat pemerintah dan pemerintah daerah, individu, kelompok masyarakat maupun industri.

b. Pendidikan penganekaragaman konsumsi pangan secara sistematis melalui pendidikan formal dan non formal kepada anak usia dini.

c. Penyuluhan kepada ibu rumah tangga dan remaja, terutama ibu hamil, ibu menyusui, dan wanita usia subur tentang manfaat mengkonsumsi pangan yang beragam bergizi seimbang dan aman.

d. Pembinaan kepada pengusaha kecil bidang pangan guna meningkatkan kesadaran untuk memproduksi, menyediakan dan memperdagangkan keanekaragam pangan yang aman.

e. Fasilitasi pengembangan bisnis pangan baik segar, olahan maupun siap saji yang berbasis sumberdaya lokal, fasilitasi akses permodalan serta fasilitasi produksi dan pemasaran.

f. Pengembangan dan diseminasi serta aplikasi paket teknologi terapan terhadap aneka pengolahan pangan.

g. Pemanfaatan pekarangan dan potensi pangan di sekitar rumah tangga/tempat tinggal.

h. Pemberian penghargaan kepada kelompok masyarakat yang dinilai telah berperan sebagai pelopor dalam menjalankan dan memajukan upaya percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbahan baku lokal. i. Evaluasi pencapaian penganekaragaman konsumsi pangan Tahap I. 2. Tahap II (2012 – 2015)

Untuk kurun waktu tahun 2012 – 2015, upaya-upaya percepatan penganekaragaman konsumsi pangan adalah melanjutkan kegiatan Tahap I dengan penambahan kegiatan dan penekanan pada pembinaan pengembangan bisnis dan industri pangan, sebagai berikut :

a. Fasilitasi pengembangan bisnis pangan baik segar, olahan maupun siap saji berbasis sumberdaya lokal dalam hal dukungan infrastruktur sumberdaya air dan jalan.

b. Penerapan standar mutu dan keamanan pangan pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) pangan berbasis sumberdaya lokal.

c. Pemberian penghargaan kepada UMKM pangan lokal.

d. Evaluasi pencapaian penganekaragaman konsumsi pangan Tahap II.

2.3 Faktor–faktor yang Mempengaruhi Penganekaragaman Konsumsi Pangan

Faktor-faktor yang mempengaruhi penganekaragaman konsumsi pangan diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Kepemilikan lahan

Kepemilikan lahan sangat berpengaruh terhadap penghasilan petani karena umumnya petani dengan lahan milik sendiri mempunyai pendapatan yang lebih baik daripada petani dengan lahan sewa/ milik orang lain. Pengaruh ini secara langsung/ tidak langsung akan berdampak terhadap pola pemenuhan gizi keluarga. Pola penguasaan lahan dalam suatu masyarakat merupakan penentu penting dalam pola pertanaman dan kemampuan untuk mengusahakan tanaman yang dapat memberikan keuntungan besar pda tingkat setempat. Petani yang memiliki lahan sendiri dapat lebih leluasa dalam menentukan apa yang mereka tanam dan kapan serta bagaimana menjual hasilnya. Penyewa atau buruh tani haknya terbatas untuk menentukan apa yang ditanam dan bagaimana sebaiknya melakukan penjualan (Suhardjo, dkk, 1986).

2. Pendidikan

Perilaku penganeakaragaman konsumsi pangan seseorang atau keluarga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan atau pengetahuan tentang pangan itu sendiri, dalam satu keluarga biasanya ibu yang bertanggung jawab terhadap makanan keluarga. Karena pengetahuan gizi bertujuan untuk mengubah perilaku konsumsi masyarakat kearah penganeakaragaman konsumsi pangan yang sehat dan bergizi (Ampera, dkk, 2005).

Tingkat pendidikan seseorang dapat dilihat berdasarkan lamanya atau jenis pendidikan yang dialami baik formal maupun informal. Menurut Suhardjo (1986), tingkat pendidikan seseorang umumnya dapat mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan menurut Syarief (1988) diacu dalam Hardinsyah (2007) menyatakan bahwa tingkat pendidikan formal umumnya mencerminkan kemampuan seseorang untuk memahami berbagai aspek pengetahuan, termasuk pengetahuan gizi. 3. Pendapatan

Kenaikan tingkat pendapatan perorang, akan menyebabkan perubahan dalam susunan pangan yang dikonsumsi. Akan tetapi, pengeluaran untuk pangan yang lebih banyak tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan. Kadang-kadang, perubahan utama yang terjadi dalam kebiasaan makanan adalah pangan yang dimakan itu lebih mahal (Suhardjo,dkk, 1986).

Terdapat kecenderungan dengan semakin tingginya pendapatan terjadi perubahan dalam pola konsumsi pangan, yaitu pangan yang dikonsumsi akan lebih beragam. Namun kadang-kadang peningkatan pendapatan tidak menyebabkan jenis pangan yang dikonsumsi menjadi beragam, tetapi justru yang sering terjadi adalah pangan yang dibeli harganya lebih mahal (PSKPG, 2002).

Tingkat pendapatan juga menentukan pola konsumsi pangan atau jenis pangan yang akan dibeli. Orang miskin biasanya akan membelanjakan sebagian pendapatan tambahannya untuk pangan, sedangkan pada orang kaya porsi pendapatan untuk pembelian pangan lebih rendah. Porsi pendapatan yang dibeli untuk jenis pangan padi-padian akan menurun tetapi untuk pangan yang berasal dari susu akan bertambah jika pendapatan keluarga meningkat. Semakin tinggi pendapatan, semakin besar pula persentase pertambahan pembelanjaannya termasuk untuk buah-buahan, sayur, dan jenis pangan lainnya (Berg, 1986).

4. Jumlah anggota keluarga

Jumlah anggota keluarga dapat mempengaruhi jumlah dan pembagian ragam pangan yang dikonsumsi dalam keluarga. Semakin banyak anggota keluarga,maka makanan untuk setiap orang akan berkurang terutama pada keluarga dengan ekonomi lemah (Suhardjo, dkk,1986).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fransiska (2013) tentang analisis diversifikasi konsumsi pangan beras dan pangan non beras, dijumpai

bahwa jumlah anggota rumah tangga berpengaruh nyata dan positif terhadap konsumsi pangan rumah tangga.

Hal ini juga didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bangun (2013) menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga berpengaruh nyata dengan tingkat konsumsi beras dimana semakin banyak anggota keluarga semakin banyak beras yang dikonsumsi.

2.4 Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan

Pelaksanaan kegiatan P2KP merupakan implementasi dari Rencana Strategis Kementerian Pertanian yaitu Empat Sukses Pertanian. Salah satu dari Empat Sukses tersebut adalah Peningkatan Diversifikasi Pangan, yang merupakan salah satu kontrak kerja antara Menteri Pertanian dengan Presiden Republik Indonesia pada tahun 2009- 2014. Tujuannya adalah untuk meningkatkan keanekaragaman pangan sesuai dengan karakteristik wilayah. Kontrak kerja ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal, yang ditindaklanjuti oleh Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Peraturan tersebut kini menjadi acuan untuk mendorong upaya penganekaragaman konsumsi pangan dengan cepat melalui basis kearifan lokal serta kerja sama terintegerasi antara pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Di tingkat provinsi, kebijakan tersebut telah ditindaklanjuti melalui surat edaran atau Peraturan Gubernur (Pergub), dan di

tingkat kabupaten/kota ditindaklanjuti dengan surat edaran atau Peraturan Bupati/Walikota (Perbup/Perwalikota) (Badan Ketahanan Pangan, 2014).

2.5 Tujuan Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Secara umum tujuan program P2KP adalah untuk memfasilitasi dan mendorong terwujudnya pola konsumsi pangan masyarakat yang B2SA yang diindikasikan dengan meningkatnya skor PPH (Badan Ketahanan Pangan, 2014). Adapun tujuan khusus program P2KP adalah untuk (Badan Ketahanan Pangan, 2014):

a. Meningkatkan kesadaran, peran, dan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan pola konsumsi pangan yang Beragam, Bergizi Seimbang dan Aman (B2SA) serta mengurangi ketergantungan terhadap bahan pangan pokok beras;

b. Meningkatkan partisipasi kelompok wanita dalam penyediaan sumber pangan dan gizi keluarga melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan sebagai penghasil sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral untuk konsumsi keluarga; dan

c. Mendorong pengembangan usaha pengolahan pangan skala Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sumber karbohidrat selain beras dan terigu yang berbasis sumber daya dan kearifan lokal.

2.6 Pedoman Umum Gizi Seimbang

Menurut Arnawa, dkk, (2013), negara kita yang telah memasuki era globalisasi, ternyata masih menghadapi masalah gizi ganda yaitu masalah gizi kurang dan gizi lebih dengan berbagai resiko penyakit yang ditimbulkan. Untuk

itu diperlukan suatu acuan edukasi atau pendidikan tentang perilaku gizi yang baik dan benar, yakni Pedoman Umum Gizi Seimbang.

Pedoman Umum Gizi Seimbang terdiri dari 13 pesan dasar gizi seimbang yaitu : 1. Makanlah aneka ragam makanan

Makan makanan yang beraneka ragam sangat bermanfaat bagi kesehatan. Makanan yang beraneka ragam yaitu makanan yang mengandung unsur- unsur zat gizi yang diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantitasnya. 2. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi

Setiap orang dianjurkan makan makanan yang cukup mengandung energi, agar dapat hidup dan melaksanakan kegiatan sehari-hari. Kebutuhan energi dipenuhi dengan mengkonsumsi makana sumber karbohidrat, protein dan lemak.

3. Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi Makanan sumber karbohidrat terdiri dari 2 yakni karbohidrat kompleks dan karbohidrat sederhana. Untuk sumber karbohidrat jumlah yang diperlukan untuk tubuh kita adalah 50-60% dari kebutuhan energi kita. 4. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan

energi

Bagi kebanyakan penduduk pedesaan konsumsi lemak atau minyak sangat rendah sehingga masih perlu ditingkatkan, sedangkan konsumsi lemak pada penduduk perkotaan sudah harus diwaspadai karena cenderung berlebihan. Komposisi lemak yang dianjurkan adalah 2 bagian makanan

yang mengadung sumber lemak nabati dan 1 bagian lagi sumber lemak hewani.

5. Gunakan garam beryodium

Garam beryodium adalah garam yang telah diperkaya dengan kalium lodat sebanyak 30-80 ppm. Gangguan kekurangan yodium dapat menyebabkan penyakit gondok dan juga kerdil.

6. Makanlah makanan sumber zat besi

Zat besi adalah salah satu unsur penting dalam proses pembentukan sel darah merah. Zat besi secara alamiah diperoleh dari makanan. Kekurangan zat besi dalam makanan sehari-hari secara berkelanjutan dapat menimbulkan penyakit anemia yang dikenal kurang darah. Kesulitan utama untuk memenuhi kebutuhan Fe adalah rendahnya tingkat penyerapan zat besi didalam tubuh, terutama zat besi nabati hanya diserap 1-2%. Sedangkan tingkat penyerapan zat besi makanan hewani dapat mencapai 10-20%.

7. Pemberian ASI eksklusif 0-6 bulan dan tambahkan MP-ASI sesudahnya Manfaat ASI begitu besar baik itu manfaat pemberian ASI bagi ibu maupun pemberian ASI bagi bayi itu sendiri. Pada umur 6-12 bulan, ASI masih merupakan makanan utama bayi, karena mengandung lebih dari 60% kebutuhan bayi. Guna memenuhi semua kebutuhan bayi, perlu ditambah dengan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI).

Makan pagi atau sarapan sangat bermanfaat bagi kesehatan setiap orang. Adanya citra makan pagi sebagai suatu kegiatan yang dirasakan menjengkelkan perlu diubah menjadi salah satu kebiasaan yang disukai. Kebiasaan makan pagi dapat membantu seseorang memenuhi kebutuhan gizinya sehari-hari. Jenis hidangan untuk makanan pagi dapat dipilih dan disusun sesuai dengan keadaan, lebih baik lagi jika terdiri dari makanan sumber zat tenaga, sumber zat pembangun dan sumber zat pengatur. 9. Minumlah air yang bersih, aman dan cukup jumlahnya

Air minum harus bersih dan aman, aman berarti bersih dan bebas kuman. Untuk mendapatkannya, air minum harus didihkan terlebih dahulu. Air berfungsi untuk melancarkan transportasi zat gizi dalam tubuh, mengatur suhu tubuh dan melancarkan dalam proses buang air besar dan kecil. Untuk memenuhi fungsi tersebut cairan yang dikonsumsi sekurang- kurangnya 2 liter atau setara 8 gelas perhari.

10. Lakukan kegiatan fisik dan olah raga secara teratur

Aktivitas fisik dan olah raga sangat bermanfaat bagi kesehatan karena dapat mengendalikan berat badan, mengurangi kolesterol dan lain sebagainya.

11. Hindari minuman beralkohol

Minuman beralkohol meningkatkan resiko penyakit yang dapat merusak mental, sehingga membuat seseorang tidak produktif.

12. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan

Makanan yang dikonsumsi harus cukup gizi dan aman bagi kesehatan atau terbebas dari pengawet, penyedap rasa dan lain sebagainya.

13. Bacalah label pada makanan yang dikemas

Makanan kemasan yang baik mencantumkan label nutrisi yang berisi bahan-bahan dan kandungan nutrisi. Makanan yang baik juga menetapkan batas kadaluarsa pada kemasan. Memperhatikan label nutrisi pada kemasan membantu konsumen secara seksama memilih makanan yang sehat dan aman.

2.7 Piramida Makanan

1. Pada baris pertama terdiri dari air putih dimana kita mengetahui tentang kebutuhan air minum kita sehari, yakni +8 gelas.

2. Pada baris kedua, itu merupakan 'Sumber Karbohidrat' yang biasanya juga disebut sebagai makanan pokok. Dari gambar piramida diatas itu, selain kita bisa mengetahui kalau kebutuhannya paling besar diantara makanan yang lain, kita juga bisa melihat makanan pokok itu tidak selalu nasi. Bisa diganti dengan roti, sereal, biskuit, bahkan pasta.

3. Pada tingkat ketiga, kebutuhan terbesar kedua adalah sayuran dan buah- buahan. Kedua bahan makanan ini sangat penting sebagai sumber vitamin dan mineral, juga serat. Karena keduanya berada dalam satu baris, memang lebih baik keduanya memiliki porsi yang lebih besar. Lebih baik mengkonsumsi keduanya secara bersamaan, karena semakin beranekaragam yang kita makan semakin bervariasi pula zat gizi yang kita

dapatkan. Karena pada kenyataannya, tidak ada satu jenis makanan yang mengandung semua zat gizi secara sempurna kecuali ASI.

4. Tingkat keempat terdiri dari makanan yang mengandung protein, yakni protein hewani seperti daging, ayam dan telur. Protein nabati seperti kacang kedelai, kacang hijau, dan olahannya dan dairy product seperti susu, keju dan yoghurt.

5. Tingkat kelima, posisi puncak yang menandakan kebutuhan yang sangat sedikit atau bahkan lebih baik dihindari, yang dihuni oleh minyak, garam, gula , suplemen dan vitamin tambahan. Beberapa jenis makanan disini, biasanya memang tidak berdiri sendiri, melainkan bercampur dengan bahan makanan lainnya (Arnawa, dkk, 2013).

2.8 Pola Pangan Harapan (PPH)

Untuk menilai keberhasilan upaya percepatan penganekaragaman pola konsumsi pangan diperlukan suatu parameter. Parameter yang digunakan adalah Pola Pangan Harapan. Pola Pangan Harapan adalah susunan beragam pangan atau kelompok pangan yang didasarkan atas sumbangan energinya, baik secara absolut maupun relatif terhadap total energi baik dalam hal ketersediaan maupun konsumsi pangan. Sehingga mampu mencukupi kebutuhan konsumsi pangan penduduk sekaligus mempertimbangkan keseimbangan gizi yang didukung dengan citarasa, daya cerna, daya terima masyarakat, kuantitas dan kemampuan daya beli masyarakat (Baliwati, dkk, 2010).

PPH mencerminkan susunan konsumsi pangan anjuran untuk hidup sehat, aktif dan produktif. Dengan pendekatan PPH dapat dinilai mutu pangan

berdasarkan skor pangan dari 9 bahan pangan. Ketersediaan pangan sepanjang waktu, dalam jumlah yang cukup dan hanya terjangkau sangat menentukan tingkat konsumsi pangan di tingkat rumah tangga (Depkes RI, 2014).

Tiap Negara mempunyai potensi dan sosial budaya yang berbeda-beda. Bagi Indonesia menurut hasil Workshop on Food and Agriculture Planning for Nutritional Adequacy di Jakarta tanggal 11-13 Oktober 1989 direkomendasikan sebagai berikut: Kelompok padi-padian sekitar 50%, makanan berpati sekitar 5%, pangan hewani sekitar 15-20%, minyak dan lemak lebih dari 10%, kacang- kacangan sekitar 5% , gula 6-7%, buah dan sayur 5% (FAO-MOA, 1989). Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) VII tahun 2004, susunan PPH Nasional yang telah disepakati terdapat pada table 2.1 dengan target pencapaian energi sebesar 2000 Kkal/kapita/hari.

Tabel 2.1. Pola Konsumsi Pangan Beragam, Bergizi dan Berimbang Nasional No Kelompok

Pangan

Pola Pangan Harapan Nasional Gram Konsumsi

Energi (Kkal)

% AKE Bobot Skor Mutu (PPH) 1 Padi-padian 275 1,000 50,0 0,5 25,0 2 Umbi-umbian 100 120 6,0 0,5 3, 0 3 Pangan hewani 150 240 12,0 2,0 24,0 4 Minyak dan lemak 20 200 10,0 0,5 5,0 5 Biji berminyak 10 60 3,0 0,5 1,5 6 Kacang-kacang 35 100 5,0 2,0 10,0 7 Gula 30 100 5,0 0,5 2,5

8 Sayur dan buah 250 120 6,0 5,0 30,0

9 lain-lain 60 3,0 0,0 0,0

Jumlah 2,000 100,0 100,0

Sumber: Pusat Penganekaragaman Konsumsi Dan Keamanan Pangan, 2013 Dalam konsep PPH, setiap kelompok pangan dalam bentuk energi mempunyai pembobot yang berbeda tergantung dari peranan pangan dari masing-

masing kelompok terhadap pertumbuhan dan perkembangan manusia. Sebagai contoh, pembobot pada kelompok padi-padian, umbi-umbian dan gula hanya 0,5 karena pangan tersebut hanya sebagai sumber energi untuk pertumbuhan manusia. Sebaliknya pangan hewani dan kacang-kacangan sebagai sumber protein yang berfungsi sebagai pertumbuhan dan perkembangan manusia mempunyai pembobot 2 dan sayur/buah sebagai sumber vitamin dan mineral, serat, dan lain- lain mempunyai pembobot 5. Dengan mengkalikan proporsi energi dengan masing-masing pembobotnya, maka dalam konsep PPH akan diperoleh skor sebesar 100. Dalam arti penganekaragaman konsumsi pangan sesuai konsep PPH harus mempunyai skor 100 (Ariani, 2005).

Penilaian untuk keberhasilan penganekaragaman konsumsi pangan berdasarkan skor mutu PPH yang dicapai dibagi dalam 3 (tiga) kategori sebagai berikut (Suhardjo dalam Sembiring (2002)) :

a. Segitiga perunggu

Skor mutu pangan kurang dari 78, dengan ciri-ciri antara lain :

- Energi dari padi-padian dan umbi-umbian masih tinggi diatas norma PPH - Energi dari pangan hewani, sayur dan buah serta kacang-kacangan masih

rendah dibawah norma PPH

- Energi dari minyak dan gula relatif sudah memenuhi norma PPH b. Segitiga Perak

Skor mutu pangan 78-87, dengan ciri-ciri antara lain :

- Energi dari padi-padian dan umbi-umbian makin menurun, namun masih diatas norma PPH

- Energi dari pangan hewani, sayur dan buah serta kacang-kacangan masih rendah masing- masing antara 8-12 % dan 4-5%

- Energi dari minyak, kacang-kacangan dan gula relatif sudah memenuhi norma PPH

c. Segitiga Emas

Skor mutu pangan 88 keatas dengan ciri-ciri antara lain :

- Energi dari padi-padian sedikit diatas norma PPH atau relatif sama

- Energi dari pangan hewani diatas 12 % atau relatif sama dengan norma PPH

- Energi dari kelompok pangan lain sudah relatif memenuhi norma PPH Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rosida tentang pola konsumsi pangan keluarga dan pola pangan harapan (PPH) di Desa Kampong Jeumpa Kecamatan Glumpang Tiga Kabupaten Pidie ditemukan bahwa rata-rata konsumsi energi penduduk Desa Kampong Jeumpa sebesar 2045 kalori lebih tinggi dari kecukupan energi yaitu 2000 kalori. Komposisi pangan yang dikonsumsi belum berimbang antar kelompok pangan dan gizi, dimana konsumsi padi-padian dan pangan hewani cukup tinggi sebesar 67,2% dan 15,5%. Sedangkan kelompok pangan lain sangat rendah dibanding PPH Nasional yang telah ditetapkan. Sehingga komposisi pangan yang tidak seimbang tersebut menyebabkan skor mutu PPH menjadi rendah yaitu 68,2. Hal ini mengindikasikan bahwa sekalipun kecukupan energi terpenuhi tidak menjamin skor mutu PPH menjadi lebih baik.

2.9 Perilaku

Menurut Blum (1974) dalam Soekidjo (2003) mengemukakan bahwa perilaku merupakan faktor yang dominan mempengaruhi kesehatan setelah lingkungan, dimana perilaku selalu berperan dalam lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, juga sosial budaya dan kemudian baru ditunjang oleh tersedianya fasilitas kesehatan yang terjangkau oleh masyarakat, dan terakhir adalah faktor keturunan, dimana faktor ini erat kaitannya dengan gen yang diturunkan terhadap individu.

Perilaku menurut Notoatmodjo (2003), adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku diartikan sebagai suatu reaksi organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut

Dokumen terkait