Lampiran 1
KUESIONER PENELITIAN
PERILAKU KELUARGA PETANI DALAM PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERDASARKAN KARAKTERISTIK
KELUARGA DI KELURAHAN BARU LADANG BAMBU KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN TAHUN 2015
I. Identitas Responden/ Daftar Susunan Anggota Rumah Tangga Kode Rumah Tangga : ……….
Nama Kepala Keluarga : ……….
Umur : ……….
Kepemilikan Lahan : Ya Tidak
Pendidikan : SD SMP SMA PT
Pendapatan : < Rp. 2.037.000,- /bulan
≥ Rp.2.037.000,- /bulan
Jumlah Anggota Keluarga : ………
Suku : Jawa
Batak
Melayu
II. Pengetahuan Responden
Berikanlah tanda silang (x) pada kalimat pernyataan yang paling tepat menurut responden.
1. Makanan beranekaragam adalah ……
a. Makanan yang mengandung sumber energi, protein, vitamin dan mineral
2. Makanan yang baik bagi keluarga adalah...
a. Makanan yang terdiri dari nasi, ikan, sayur dan buah b. Makanan yang porsinya banyak
c. Makanan yang rasanya enak dan gurih
3. Makanan yang paling banyak memberikan sumber tenaga pada keluarga adalah...
a. Tahu, tempe, singkong
b. Ikan, jagung, singkong dan telur c. Nasi, jagung, ubi jalar dan singkong
4. Makanan dibawah ini makanan yang mengandung protein hewani adalah.. a. Daun singkong, kangkung dan bayam
b. Daging, ikan, dan telur c. Tempe dan tahu
5. Makanan dibawah ini makanan yang tergolong padi-padian adalah…. a. Padi, jagung dan gandum
b. Kacang panjang, kentang dan sawi c. Kentang, jagung, singkong
6. Pernyataan di bawah ini yang benar adalah …. a. Makanlah makanan yang beragam dan seimbang
b. Makanlah makanan yang banyak mengandung serat dan lemak c. Makanlah makanan yang banyak mengandung lemak
7. Menu makanan keluarga sebaiknya berdasarkan… a. Kebutuhan gizi keluarga
b. Keinginan keluarga c. Kesukaan keluarga
8. Pola makan yang sehat untuk keluarga adalah…. a. 3x/ hari
b. 4x/ hari c. 7x/ hari
9. Manfaat dari makan makanan beraneka ragam pada keluarga adalah… a. Melengkapi kekurangan zat gizi dari berbagai makanan, yang menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat
pengatur.
10. Makanan yang paling baik untuk keluarga adalah…. a. Nasi saja
b. Susu
c. Makanan yang beranekaragam
III. Sikap Responden
Berikanlah tanda chek list (√) pada kalimat pernyataan yang paling tepat menurut responden.
No Aspek Sikap Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju
1 Jumlah makanan yang dikonsumsi harus dapat memenuhi kebutuhan gizi keluarga
2 Makanan yang dikonsumsi keluarga harus beraneka ragam 3 Makanan yang diberikan kepada
kepala keluarga sama dengan makanan yang dikonsumsi anak keluarga harus sesuai dengan kemampuan keluarga
8 Selalu menyediakan sumber protein hewani untuk keluarga setiap hari
9 Membiasakan keluarga untuk mengkonsumsi sayur dan buah setiap hari
10 Menghindari makanan dan minuman yang terlalu manis
IV. Tindakan Responden
Berikanlah tanda silang (x) pada kalimat pernyataan yang paling tepat menurut responden.
1. Bagaimana cara ibu memenuhi kebutuhan gizi keluarga? a. Memberikan makanan yang beranekaragam pada keluarga b. Memberikan makanan yang disukai keluarga saja
2. Bagaimana susunan menu yang ibu hidangkan untuk keluarga sehari-hari? a. Nasi + lauk pauk + buah + susu
b. Nasi + lauk pauk + buah c. Nasi + lauk pauk
3. Apa yang dilakukan ibu apabila anak tidak mau makan sayur? a. Mengganti sayuran dengan buah-buahan yang disukai anak b. Memberikan makanan yang manis kepada anak
c. Sayuran dicampur kedalam nasi
4. Menu makanan keluarga diatur berdasarkan apa ? a. Kebutuhan gizi keluarga
b. Keinginan keluarga c. Kesukaan keluarga
5. Menu makanan apa yang tepat untuk keluarga ?
a. Bubur/nasi, ikan/daging, sayur-mayur, buah-buahan dan susu. b. Mie dan es krim
c. Keripik
6. Sayuran hijau apa yang sering ibu masak untuk keluarga? a. Kangkung
b. Sawi hijau c. Bayam
7. Makanan pokok apa yang sering dikonsumsi keluarga? a. Singkong
9. Bagaimana cara ibu agar makanan yang diberikan kepada keluarga tetap terjaga asupan gizinya ?
a. Menggunakan bahan yang segar, menghindari makanan yang terlalu berminyak, makanan siap saji dan berpengawet
b. Menggunakan bahan makanan yang dihasilkan dari kebun sendiri dan dari pasar
10. Ibu menghidangkan sayur dan buah untuk keluarga diwaktu makan apa? a. Makan pagi, makan siang dan makan malam
b. Makan siang dan makan malam c. Tidak pernah sama sekali
V. Formulir Metode Inventaris
a. Ketersediaan Bahan Makanan dalam Rumah Tangga
Hari/Tanggal Nama Bahan Makanan
Banyaknya Nilai Uang
Asal *)
Keterangan
b. Makanan yang Dihidangkan
Hari/Tanggal
Makanan Pagi/Siang/
Malam *)
Nama-nama Hidangan Keluarga
yang Makan
Jumlah Anggota
yang Makan
Jumlah
Tamu Keterangan
c. Makanan di Luar
Hari/Tanggal
Anggota yang Makan di Luar
Jenis Umur
Jenis Bahan Makanan
Tempat
Makan *) Keterangan
d. Stok Bahan Makanan
Jenis Bahan Makanan
Stok Bahan Makanan pada : Hari –
1
Hari – 2
Hari – 3
Hari – 4
Hari - 5
Hari – 6
Hari – 7 (akhir)
Lampiran 2 Hasil Deskriptif Frequency Table
Umur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Ya 5 7.9 7.9 7.9
Tidak 58 92.1 92.1 100.0
Total 63 100.0 100.0
Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid SD 16 25.4 25.4 25.4
SMP 30 47.6 47.6 73.0
SMA 17 27.0 27.0 100.0
Total 63 100.0 100.0
Pendapatan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid <Rp.2.037.000 33 52.4 52.4 52.4
≥Rp.2.037.000 30 47.6 47.6 100.0
Jumlahanggotakeluarga
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Jawa 57 90.5 90.5 90.5
Batak 5 7.9 7.9 98.4
Melayu 1 1.6 1.6 100.0
Total 63 100.0 100.0
Pengetahuan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sedang 1 1.6 1.6 1.6
Baik 62 98.4 98.4 100.0
Tindakankeragamankonsumsipangan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
% within Kepemilikanlahan 60.0% 40.0% 100.0%
% within
% within Kepemilikanlahan 84.5% 15.5% 100.0%
% within
% within Kepemilikanlahan 82.5% 17.5% 100.0%
% within
Tindakankeragamankonsu
msipangan
100.0% 100.0% 100.0%
Sikap * Tindakankeragamankonsumsipangan Crosstabulation
Tindakankeragamankonsumsip
angan
Total
Tinggi sedang
Sikap Sedang Count 1 0 1
% within Sikap 100.0% .0% 100.0%
% within
Tindakankeragamankonsu
msipangan
1.9% .0% 1.6%
% of Total 1.6% .0% 1.6%
Baik Count 51 11 62
% within Sikap 82.3% 17.7% 100.0%
% within
Tindakankeragamankonsu
msipangan
98.1% 100.0% 98.4%
% of Total 81.0% 17.5% 98.4%
Total Count 52 11 63
% within Sikap 82.5% 17.5% 100.0%
% within
Tindakankeragamankonsu
msipangan
100.0% 100.0% 100.0%
Lam
mur
39 38 40 42 30 40 27 40 38 35 35 30 37 40 40 38 27 27 30 20 21
49 28 2 2 3 1 1 1 3 3 3
50 35 2 2 1 2 1 1 3 3 2
51 38 3 2 2 2 2 1 3 3 2
52 38 3 1 2 2 1 1 3 3 2
53 38 3 2 1 1 2 1 3 3 3
54 40 3 2 3 1 2 1 3 3 3
55 30 2 2 2 1 2 1 3 3 3
56 29 2 2 1 1 1 1 3 3 3
57 36 3 2 2 1 2 1 3 2 3
58 32 2 2 2 1 2 1 3 3 3
59 32 2 2 2 1 1 1 3 3 3
60 30 2 2 2 1 2 1 3 3 3
61 29 2 2 2 1 1 2 2 3 3
62 25 2 2 3 2 1 1 2 3 3
63 30 2 2 3 1 2 2 2 3 3
Keterangan :
Umur ibu Kepemilikan Lahan Pendidikan ibu Pendapatan Jumlah anggota keluarga 1 = 15-24 tahun 1 = ya 1 = SD 1 = < 2.034.000 1 = < 4 orang
2 = 25-35 tahun 2 = tidak 2 = SMP 2 = > 2.034.000 2 = 5-6 orang 3 = 36-46 tahun 3 = SMA 3 = > 7 orang
Suku ibu Pengetahuan Sikap Tindakan keragaman konsumsi pangan 1 = jawa 1 = kurang 1 = kurang 1 = rendah
Foto Penelitian
Wawancara / pengisian kuisioner
Penanaman ubi
DAFTAR PUSTAKA
Ampera, D. Ingtyas, FT & Wahidah, S., 2005. Hubungan Pendapatan Keluarga, Pendidikan dan Pengetahuan Gizi Ibu Terhadap Pola Konsumsi dalam Menanggulangi Gizi Buruk (Marasmus Kwasiorkhor) pada Anak Balita di Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Fakultas teknik, Universitas Medan, Medan.
Ariani, Mewa., 2005. Diversifikasi Pangan Di Indonesia : Antara Harapan Dan Kenyataan. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor.
Arnawa, G. Suharman & Faisal., 2013. Gizi Rumah Tangga dan Pengolahan Makanan (Seri Buku Panduan). SSCP, Jakarta.
Badan Ketahanan Pangan., 2012. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun 2012. Badan Ketahanan Pangan, Jakarta. Badan Ketahanan Pangan., 2012. Standar Pelayanan Minimal bidang
Ketahanan Pangan. Badan Ketahanan Pangan, Medan.
Badan Ketahanan Pangan., 2014. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor : 09/Permentan/Ot.140/1/2014 Tanggal : 27 Januari 2014 Pedoman Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) Tahun 2014. Badan Ketahanan Pangan, Jakarta.
Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara., 2011. Executive Summery Evaluasi Program Pangan Lokal Non Beras Untuk Ketahanan Pangan Di Sumatera Utara. Medan.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional., 2011. Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015.(Available. http://www.bappenas.go.id/berita-
dan-siaran-pers/kegiatan-utama/rencana-aksi-nasional-pangan-dan-gizi-2011-2015/) (Verified : 2014)
Badan Pusat Statistika. 2015. Data dan Informasi Pendapatan 2014-2015 Buku 2 . Sumatera Utara: BPS.
Baliwati,YF. Khomsan, A & Dwiriani, CM., 2010. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Berg A., 1986. Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: Rajawali.
Cahyani, Gayatri Indah., 2008. Analisis Faktor Sosial Ekonomi Keluarga terhadap Keanekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Agribisnis di Kabupaten Banyumas. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang.
Departemen Kesehatan., 2014. Pedoman Gizi Seimbang. (Available.http://gizi.depkes.go.id/pgs-2014-2)(verified : 2014)
FAO., 2007. Guidelines for Measuring Household and Individual Dietary Diversity. www.fao.org[13 November 2007].
Fransiska, E.D., 2013. Analisis Diversifikasi Konsumsi Pangan Beras dan
Pangan Non Beras (Studi Kasus : Desa Bagan Serdang, Kecamatan
Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang), Medan : Fakultas Pertanian
Universitas SumateraUtara.
Handayani, Irma., 2012. Gambaran Pola Makan Suku Melayu dan Suku Jawa di Desa Selemak Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan.
Hardinsyah dan Riyadi H. 1988. Survei Konsumsi Pangan. Bogor: IPB Press.
Herlina, Titin., 2014. Gambaran Pola Konsumsi Pangan Keluarga Peserta Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan.
Kaleka, Norbertus., 2013. Sayuran Hijau Apotik dalam Hidup. Arcita, Surakarta.
Khaeron, Herman., 2012. Politik Ekonomi Pangan Menggapai Kemandirian Mewujudkan Kesejahteraan. Pustaka Cidesindo, Jakarta
Khomsan, A., 2012. Ekologi Masalah Gizi, Pangan dan Kemiskinan. Alfabeta, Bandung.
Kusharto CM., 1992. Prinsip-prinsip Ilmu Gizi. Yogjakarta: Kanisius.
Meitasari, D., 2008. Analisis Determinan Keragaman Konsumsi Pangan Pada Keluarga Nelayan, Bogor : Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Murti, B., 2006. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif di Bidang Kesehatan. Penerbit Gajah Mada University Press. Yogyakarta
Notoatmodjo, S., 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta.
Notoatmodjo, S., 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. PT Rineka Cipta, Jakarta.
Nugrayasa, Oktavio., 2013. Pola Pangan Harapan Sebagai Pengganti Ketergantungan Pada Beras. (available. http://www.setkab.go.id/artikel-
7199-pola-pangan-harapan-sebagai-pengganti-ketergantungan-pada-beras.html) (Verified : 2014)
Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi IPB-Pusat Pengembangan Konsumsi Pangan Badan Bimas Ketahanan pangan., 2002. Analisis Kebutuhan Pangan. Jakarta: Deptan.
Republik Indonesia., 2012. Undang-Undang RI No 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. (Available. http://www.hukumonline.com) (Verified : 2014)
Rosliana., 1999. Gambaran Pengetahuan Keluarga Terhadap Gizi Balita Di Kelurahan Baru Ladang Bambu. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.
Sembiring, E.T., 2002. Pengembangan Pola Konsumsi Pangan Penduduk Dengan Pendekatan Pola Pangan Harapan (PPH) Di Kabupaten Karo Sumatera Utara, Bogor : Fakultas Kesehatan Masyarakat Institut Pertanian Bogor.
Siregar, ER., 2009. Gambaran Pengetahuan Gizi, Pola Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Supir Angkot Rahayu Medan Ceria Trayek 104 Di Kota Medan Tahun 2008. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.
Sihotang, R., 2008. Gambaran Keluarga Sadar Gizi Dan Status Gizi Balita Di Desa Sitinjo Induk Kecamatan Sitinjo Kabupaten Dairi Tahun 2008, Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Suhardjo. Harper, Laura Jane. Deaton, BJ & Driskel, JA., 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. UI-Press. Jakarta
Swindale, Bilinsky., 2006. Household Dietary Diversity Score (HDDS) for Measurement of Household Food Access: Indicator Guide . www.fantaproject.org[12 November 2007].
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif dengan desain
penelitian cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui perilaku keluarga
petani dalam penganekaragaman konsumsi pangan berdasarkan karakteristik
keluarga di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun
2015.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan
Medan Tuntungan, karena di kelurahan tersebut skor PPH nya masih rendah
(dibawah skor ideal).
3.2.2 Waktu
Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2015 s/d Januari 2016.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga petani yang berada
di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan yang berjumlah
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi, yang dihitung
dengan rumus penentuan besar sampel menurut Murti, B. 2006 :
= .
α
.
( ) α .
= , , ,
, , , ,
= , ,
= 62,9 petani digenapkan menjadi 63 petani
Keterangan :
N = Besar populasi
n = Besar sampel yang diteliti
p = Proporsi keluarga petani yang tidak beranekaragam (0,5)
Z 1 - α = Tingkat kemaknaan (Z = 1,96 α = 0,05)
q = 1- p (1-0,5 = 0,5)
d = Presisi absolute = 0,1
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara proportional random sampling, yang
diutamakan keluarga yang memiliki anggota keluarga yang lengkap
(sekurang-kurangnya terdiri dari ayah dan ibu).
Dari 5 lingkungan diambil masing-masing dengan menggunakan rumus:
= xJumlahSampel
Lingkungan I , x63 = 16petani
Lingkungan II, x63 = 12petani
Lingkungan III, x63 = 6petani
Lingkungan IV, x63 = 7petani
Lingkungan V, x63 = 22petani
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung oleh peneliti untuk
mengetahui perilaku keluarga petani dalam penganekaragaman konsumsi pangan
yang terdiri dari karakteristik keluarga petani yaitu kepemilikan lahan, pendidikan
ibu, pendapatan dan jumlah anggota keluarga tentang penganekaragaman
konsumsi pangan dengan menggunakan formulir metode inventaris (Inventory
Method).
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah data gambaran umum wilayah
dan masyarakat Kelurahan Baru Ladang Bambu yang diperoleh dari kantor
Kelurahan Baru Ladang Bambu.
3.5 Definisi Operasional
1. Keluarga petani adalah suami, istri, anak maupun yang tinggal satu rumah
dengan petani di Kelurahan Baru Ladang Bambu.
2. Kepemilikan lahan adalah areal/tempat digunakan untuk pertanian yang
3. Pendidikan ibu adalah jenjang pendidikan yang dimiliki ibu rumah tangga
petani pada pendidikan formal.
4. Pendapatan adalah penghasilan perbulan kepala keluarga ditambah
penghasilan ibu bila ibu bekerja.
5. Jumlah anggota keluarga adalah total dari anggota yang terdiri dari suami,
istri, anak, orangtua, mertua dan lainnya yang tinggal dalam satu rumah
keluarga petani.
6. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui keluarga petani dalam
penganekaragaman konsumsi pangan.
7. Sikap keluarga petani adalah respons keluarga petani dalam
penganekaragaman konsumsi pangan.
8. Tindakan penganekaragaman konsumsi pangan adalah upaya keluarga
petani untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan yang beragam, yang
dilihat dari tingkat keragaman konsumsi pangan.
3.6 Metode Pengukuran
Menurut Arikunto (2006), aspek pengukuran dengan kategori (baik,
sedang, kurang) terlebih dahulu menentukan kriteria (tolak ukur) yang akan
dijadikan penentuan. Pada penelitian ini, kuesioner terdiri dari 20 pertanyaan yang
terdiri dari 10 pertanyaan pengetahuan dan 10 pertanyaan sikap.
1. Pengukuran Pengetahuan
Data tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan keluarga yang bekerja
sebagai petani di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan
yang telah disesuaikan dengan nilai yang ada. Penilaian dalam penelitian ini
dibagi dalam tiga kategori (baik, sedang, kurang) yang berdasarkan jawaban yang
diperoleh dari responden (Arikunto, 2006).
Adapun kategori penilaian dalam penelitian ini antara lain :
- Kurang, apabila nilai yang diperoleh < 33% dari nilai tertinggi.
- Sedang, apabila nilai yang diperoleh 33-66% dari nilai tertinggi.
- Baik, apabila nilai yang diperoleh > 66% dari nilai tertinggi.
Pengetahuan diukur dengan memberikan pertanyaan sebanyak 10
(sepuluh) pertanyaan menggunakan kuesioner, dengan ketentuan :
- Jawaban benar diberi nilai 2
- Jawaban salah diberi nilai 0
Dimana nilai tertinggi adalah 20. Berdasarkan jumlah nilai yang telah
diperoleh responden maka ukuran tingkat pengetahuan keluarga petani terbagi
dalam 3 bagian :
- Tingkat pengetahuan kurang, apabila nilai yang diperoleh < 6
- Tingkat pengetahuan sedang, apabila nilai yang diperoleh 8-12
- Tingkat pengetahuan baik, apabila nilai yang diperoleh > 12
2. Pengukuran Sikap
Aspek pengukuran sikap dilakukan dengan menggunakan skala likert yang
terdiri dari 3 kategori yaitu sangat setuju, setuju dan tidak setuju (Arikunto, 2006)
Sikap keluarga petani diukur dengan memberikan 10 (sepuluh) buah pertanyaan
- Jawaban sangat setuju diberi nilai 3
- Jawaban setuju diberi nilai 2
- Jawaban tidak setuju diberi nilai 1
Dimana nilai tertinggi adalah 30 berdasarkan jumlah nilai yang telah
diperoleh responden maka ukuran tingkat sikap keluarga petani terbagi dalam 3
bagian :
- Sikap kurang, apabila nilai yang diperoleh < 17
- Sikap sedang, apabila nilai yang diperoleh antara 17-23
- Sikap baik, apabila nilai yang diperoleh > 23
3. Pengukuran Tindakan Konsumsi Pangan Beragam
Tindakan konsumsi pangan diukur dengan metode inventaris dengan
indikator sebagai berikut :
- Keragaman konsumsi pangan rendah : ≤ 3 Kelompok pangan
- Keragaman konsumsi pangan sedang : 4 – 5 kelompok pangan
- Keragaman konsumsi pangan tinggi : ≥ 6 kelompok pangan
Rata-rata skor keragaman konsumsi pangan dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
Total NSKBM dalam rumah tangga Total jumlah anggota dalam rumah tangga
Keragaman konsumsi pangan rumah tangga dihitung berdasarkan catatan
kelompok makanan yang dikonsumsi selama jangka waktu tertentu, dengan 12
kelompok makanan sebagai berikut :
1. Sereal
3. Sayur-sayuran
4. Buah-buahan
5. Daging, unggas, jeroan
6. Telur
7. Ikan dan hasil (makanan) laut
8. Kacang-kacangan dan biji-bijian
9. Susu dan produk yang terbuat dari susu
10. Minyak dan lemak
11. Gula dan madu
12. dan lain-lain
Dari 12 kelompok makanan untuk rumah tangga diberi skor antara 0 – 12
(Arnawa, dkk, 2013).
3.7 Tehnik Pengolahan Data
Proses pengolahan data dilakukan melalui tahap sebagai berikut :
1. Pengeditan Data (editing)
Kegiatan ini dilakukan untuk meneliti setiap daftar pertanyaan yang telah
diisi, berkaitan dengan kelengkapan pengisian, kejelasan, relevansi, dan
konsistensi jawaban dan koreksi terhadap kesalahan pengisian.
2. Pengodean Data (Coding)
Pemberian kode yang dimaksudkan untuk mempermudah pada saat
analisis data dan juga mempercepat pada saat entry data, yaitu dengan
3. Pemasukan Data (Entry)
Tahap ini dilakukan dengan cara memasukan data kedalam komputer
untuk diolah dan dianalisis.
3.8 Tehnik Analisis Data
Data yang dikumpulkan, kemudian dianalisis untuk menggambarkan
(mendiskripsikan) masing-masing variabel independen dan variabel dependen
dengan menggunakan SPSS, hasil data yang telah diolah disajikan dalam bentuk
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan
Kelurahan Baru Ladang Bambu merupakan salah satu dari 9 Kelurahan
yang ada di Kecamatan Medan Tuntungan, dengan luas wilayah ± 135 Ha.
Kelurahan Baru Ladang Bambu memiliki batas wilayah sebagai berikut :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Namo Gajah
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Baru Pancur Batu
- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Baru Pancur Batu
- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Durin Jangak Kec. Pancur Batu
Kelurahan Baru Ladang Bambu terdiri dari 1107 KK, dengan jumlah
penduduk sebanyak 4167 jiwa yang terdiri dari 2065 jiwa penduduk laki-laki dan
2102 jiwa penduduk perempuan.
Sumber : Profil Kelurahan Baru Ladang Bambu Tahun 2015
4.2 Karakteristik Keluarga Petani
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada keluarga yang berjumlah 63
kepemilikan lahan, pendidikan ibu, pendapatan petani, jumlah anggota keluarga
dan suku ibu.
Tabel 4.2 Distribusi Keluarga Petani menurut Karakteristik umur, kepemilikan lahan, pendidikan, pendapatan, jumlah anggota keluarga dan suku di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2015
No. Karakteristik Keluarga Petani n %
3. Pendidikan ibu rumah tangga
SD 16 25,4
5 Jumlah anggota keluarga
≤4 orang 32 50,8
Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa menurut umur ibu rumah
tangga keluarga petani lebih banyak ada pada kategori 36-46 tahun yaitu sebanyak
yaitu sebanyak 92,1%, pendidikan lebih banyak ada pada kategori SMP yaitu
sebanyak 47,6%, pendapatan lebih banyak ada pada kategori < Rp 2.037.000 yaitu
sebanyak 52,4%, jumlah anggota keluarga lebih banyak ada pada kategori ≤4
keluarga yaitu sebanyak 50,8%, dan suku lebih banyak ada pada kelompok suku
Jawa yaitu sebanyak 90,5%.
Tabel 4.3 Distribusi karakteristik keluarga petani menurut pengetahuan dan sikap di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan
pada kelompok baik sebanyak 95,2% dan sikap ibu mayoritas ada pada kelompok
baik sebanyak 98,4%.
4.3 Penganekaragaman Konsumsi Pangan
Dari hasil penelitian dapat dilihat penganekaragaman konsumsi pangan di
Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan.
Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa keragaman konsumsi
pangan keluarga dimana kelompok keragaman konsumsi pangan tinggi (≥6
kelompok pangan) sebanyak 82,5% (nasi, sayur-sayuran, ikan, telur, daging,
kerupuk, buah-buahan dan susu). Sedangkan kelompok keragaman konsumsi
pangan sedang (4-5 kelompok pangan) yaitu sebanyak 17,5% (rata-rata yang
dikonsumsi nasi, sayur-sayuran (bayam), telur, kerupuk dan ikan).
Tabel 4.5 Distribusi Keragaman Konsumsi Pangan Keluarga Petani Berdasarkan Kepemilikan lahan di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2015
No. Kepemilikan lahan
Keragaman Konsumsi Pangan Jumlah Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % n %
1 Ya 0 0,0 2 40,0 3 60,0 5 100,0
2 Tidak 0 0,0 9 15,5 49 84,5 58 100,0
Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat dilihat bahwa keluarga petani dengan
tidak memiliki lahan, keragaman konsumsi pangan tinggi sebanyak 84,5%. Serta
keluarga petani dengan memiliki lahan, keragaman konsumsi pangan tinggi
sebanyak 60,0%.
Tabel 4.6 Distribusi Keragaman Konsumsi Pangan Keluarga Petani Berdasarkan Pendidikan di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2015
No. Pendidikan Keragaman Konsumsi Pangan Jumlah Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % n %
1 SD 0 0,0 1 6,2 15 93,8 16 100,0
2 SMP 0 0,0 2 6,7 28 93,3 30 100,0
3 SMA 0 0,0 8 48,1 9 52,9 17 100,0
Berdasarkan tabel 4.6 diatas dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan SD,
SMP, keragaman konsumsi pangan tinggi sebanyak 93,3%. Sedangkan tingkat
pendidikan SMA, keragaman konsumsi pangan tinggi sebanyak 52,9%.
Tabel 4.7 Distribusi Keragaman Konsumsi Pangan Keluarga Petani Berdasarkan Pendapatan di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2015
No. Pendapatan Keragaman Konsumsi Pangan Jumlah Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % n %
1 <Rp.2.037.000 0 0,0 4 12,1 29 87,9 33 100,0 2 ≥Rp.2.037.000 0 0,0 7 23,3 23 76,7 30 100,0 Berdasarkan tabel 4.7 diatas dapat dilihat bahwa pendapatan
<Rp.2.037.000, keragaman konsumsi pangan tinggi sebesar 87,9%. Sedangkan
pendapatan ≥Rp.2.037.000, keragaman konsumsi pangan tinggi sebesar 76,7%.
Tabel 4.8 Distribusi Keragaman Konsumsi Pangan Keluarga Petani Berdasarkan Jumlah anggota keluarga di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2015 No. Jumlah
anggota keluarga
Keragaman Konsumsi Pangan Jumlah Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % n %
Berdasarkan tabel 4.8 diatas dapat dilihat bahwa jumlah anggota keluarga
5-6 orang, keragaman konsumsi pangan tinggi sebesar 92,6%. Serta jumlah
anggota keluarga ≥7 orang, keragaman konsumsi pangan tinggi sebesar 75,0%.
Sedangkan jumlah anggota keluarga ≤4 orang, keragaman konsumsi pangan
Tabel 4.9 Distribusi Keragaman Konsumsi Pangan Keluarga Petani Berdasarkan Pengetahuan di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2015
No. Pengetahuan Keragaman Konsumsi Pangan Jumlah Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % n %
1 Kurang 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0
2 Sedang 0 0,0 0 0,0 3 100,0 3 100,0
3 Baik 0 0,0 11 18,3 49 81,7 60 100,0
Berdasarkan tabel 4.9 diatas dapat dilihat bahwa pengetahuan sedang,
keragaman konsumsi pangan tinggi sebesar 100%. Sedangkan pengetahuan baik,
keragaman konsumsi pangan tinggi sebesar 81,7%.
Tabel 4.10 Distribusi Keragaman Konsumsi Pangan Keluarga Petani Berdasarkan Sikap di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2015
No. Sikap Keragaman Konsumsi Pangan Jumlah
Rendah Sedang Tinggi
n % n % n % n %
1 Kurang 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0
2 Sedang 0 0,0 0 0,0 1 100,0 1 100,0
3 Baik 0 0,0 11 17,5 51 82,5 62 100,0
Berdasarkan tabel 4.10 diatas dapat dilihat bahwa sikap sedang,
keragaman konsumsi pangan tinggi sebesar 100%. Sedangkan sikap baik,
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Tingkat Keragaman Konsumsi Pangan Keluarga Petani
Dari hasil penelitian yang disajikan dalam tabel 4.4 diketahui bahwa
Keluarga Petani di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan
Tahun 2015 memiliki tingkat keragaman konsumsi pangan tinggi (≥ 6 kelompok
pangan) yaitu sebesar 82,5%, walaupun ada sebagian keluarga keragaman
konsumsi pangan sedang (4-5 kelompok pangan) yaitu sebesar 17,5%. Selama
penelitian berlangsung keluarga petani di Kelurahan Baru Ladang Bambu
Kecamatan Medan Tuntungan untuk keragaman tinggi (≥ 6 kelompok pangan)
rata-rata mengkonsumsi nasi, sayur-sayuran, ikan, telur, daging, kerupuk,
buah-buahan dan susu.
Menurut Arnawa dkk (2013), makan makanan yang beranekaragam sangat
bermanfaat bagi kesehatan. Makanan yang beranekaragam yaitu makanan yang
mengandung uunsur-unsur zat gizi yang diperlukan tubuh baik kualitas maupun
kuantitasnya. Hal ini dikenal dengan tri guna makanan yakni makanan yang
mengandung sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur. Tidak ada
satupun jenis makanan yang mengandung semua zat gizi yang mampu membuat
seseorang untuk hidup sehat, tumbuh kembang dan produktif. Oleh karena itu
setiap orang diharapkan agar mengkonsumsi makanan yang beranekaragam.
Dengan mengkonsumsi makanan sehari-hari yang beranekaragam, kekurangan zat
gizi pada jenis makanan yang satu akan dilengkapi oleh keunggulan susunan zat
Menurut Siregar (2009), pada hakekatnya memerlukan makanan yang
seimbang sepanjang hidupnya untuk kelangsungan serta pemeliharaan
kesehatannya. Keluarga mendapatkan zat-zat gizi dalam bentuk bahan makanan
berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan. Satu macam bahan makanan saja tidak
dapat memenuhi semua kebutuhan tubuh akan berbagai macam zat gizi yang
berlainan jenis dan jumlahnya. Untuk mencapai gizi yang prima perlu dipenuhi
dua hal yaitu pertama memakan makanan yang beraneka ragam menggunakan
semua macam bahan makanan dari semua golongan, kedua bahan makanan dalam
jumlah dan kualitas yang benar dan tepat.
5.2 Tingkat Keragaman Konsumsi Pangan Keluarga Petani Berdasarkan Kepemilikan Lahan
Dari hasil penelitian yang disajikan dalam tabel 4.5 diketahui bahwa
Keluarga Petani di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan
Tahun 2015 tidak memiliki lahan, keragaman konsumsi pangan tinggi sebanyak
84,5%. Serta keluarga petani dengan memiliki lahan, keragaman konsumsi pangan
tinggi sebanyak 60,0%. Sistem lahan pertanian di Kelurahan Baru Ladang Bambu
Kecamatan Medan Tuntungan lahan yang digunakan yang bukan milik sendiri
menggunakan sistem bagi hasil yaitu 50:50 ketika panen. Semua biaya modal
pertanian saat penanaman/ pembibitan ditanggung oleh pengguna/ pemakai.
Ketidak merataan lahan pertanian juga merupakan hambatan yang harus
diperhitungkan dalam upaya perbaikan gizi penduduk. Tingginya sewa lahan tidak
seimbangnya sistem bagi hasil antara penggarap dan pemilik akan mempertajam
kesenjangan pendapatan yang berdampak meningkatkan besar dan sifat masalah
masyarakat merupakan penentu penting dalam pola pertanaman dan kemampuan
untuk mengusahakan tanaman yang dapat memberikan keuntungan besar pada
tingkat setempat. Petani yang memiliki lahan sendiri dapat lebih leluasa dalam
menentukan apa yang mereka tanam dan kapan serta bagaimana menjual hasilnya.
Penyewa atau buruh tani haknya terbatas untuk menentukan apa yang ditanam dan
bagaimana sebaiknya melakukan penjualan.
Berdasarkan hasil penelitian Nugrayasa (2013) menunjukkan tidak ada
hubungan antara kepemilikan lahan dengan skor PPH pada keluarga petani sawah
tadah hujan di desa Jatihadi, Sumber, Kabupaten Rembang. Dari hasil penelitian
67 keluarga memiliki lahan pertanian sendiri. Petani dengan lahan sendiri
memiliki skor PPH ideal dan tinggi lebih besar 45 keluarga dari petani penggarap
yang hanya 14 keluarga. Petani penggarap menggunakan sistem bagi hasil dengan
pemilik yaitu setengah setengah. Hal ini tidak sesuai dengan sistem bagi hasil
menurut Suhardjo dkk (1986:20-21) yaitu petani penyewa dan buruh tani tanpa
lahan menempati lahan-lahan kecil tanpa biaya dimana mereka boleh
menanaminya dengan tanaman pangan untuk konsumsi rumah tangganya.
5.3 Tingkat Keragaman Konsumsi Pangan Keluarga Petani Berdasarkan Pendidikan Ibu Rumah Tangga
Dari hasil penelitian yang disajikan dalam tabel 4.6 diketahui bahwa
tingkat pendidikan SD, keragaman konsumsi pangan tinggi sebanyak 93,8%.
Meskipun pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana
diharapkan seseorang berpendidikan tinggi maka orang tersebut semakin luas
pengetahuannya, namun perlu diketahui bahwa seseorang yang berpendidikan
Peningkatan pengetahuan tidak harus diperoleh dari pendidikan formal
akan tetapi juga diperoleh dari pendidikan non formal seperti penyuluhan tentang
gizi yang dilakukan oleh kader. Berdasarkan penjelasan dari penyuluh pertanian
Kelurahan Baru Ladang Bambu, ibu-ibu di Kelurahan ini aktif dalam mengikuti
kegiatan penyuluhan yang diadakan oleh tenaga pertanian. Dengan kegiatan
tersebut mereka dapat memberikan makanan yang beranekaragam kepada
keluarganya.
Menurut Ampera dkk (2005) perilaku penganeakaragaman konsumsi
pangan seseorang atau keluarga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan atau
pengetahuan tentang pangan itu sendiri, dalam satu keluarga biasanya ibu yang
bertanggung jawab terhadap makanan keluarga. Karena pengetahuan gizi
bertujuan untuk mengubah perilaku konsumsi masyarakat kearah
penganeakaragaman konsumsi pangan yang sehat dan bergizi.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Mapandin (2005) dalam tesisnya
yang berjudul hubungan faktor-faktor sosial budaya dengan konsumsi makanan
pokok rumah tangga pada masyarakat di Kecamatan Wamena, Kabupaten
Jayawijaya didapatkan bahwa kontribusi energi makanan pokok dengan kategori
pada rumah tangga dengan ibu rumah tangga berpendidikan dasar jauh lebih besar
dibandingkan pada rumah tangga dengan ibu rumah tangga berpendidikan lanjut.
5.4 Tingkat Keragaman Konsumsi Pangan Keluarga Petani Berdasarkan Pendapatan
Dari hasil penelitian yang disajikan dalam tabel 4.7 diketahui bahwa
pendapatan ≥Rp.2.037.000, keragaman konsumsi pangan tinggi sebesar 76,7%.
berpengaruh besar pada penganeakaragaman konsumsi pangan, terutama pada
golongan rumah tangga petani. Meningkatnya pendapatan berarti memperbesar
peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas lebih baik.
Sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan penurunan dalam hal
kualitas dan kuantitas yang dibeli.
Penelitian Widadie (2008), bahwa besar kecilnya pendapatan keluarga
berpengaruh terhadap pola konsumsi dan status gizi individu, maka apabila suatu
keluarga berpenghasilan tinggi maka mereka mampu membeli pangan bergizi.
Berdasarkan hasil penelitian Herlina (2014), konsumsi jenis pangan
hewani menunjukkan bahwa banyak keluarga yang mengkonsumsi telur dengan
frekuensi 6-10x/5 hari sebanyak 70%, sedangkan daging tidak pernah dikonsumsi
sama sekali sebesar 93,33%, karena berkemungkinan harga telur yang lebih
terjangkau dibandingkan dengan harga daging yang relatif mahal. Namun,
sebaiknya keluarga diberikan makanan yang beranekaragam begitu juga dengan
sumber protein karena protein sangat dibutuhkan dalam pembentukan sel-sel
tubuh manusia, bahkan antibodi tubuh untuk melawan semua penyakit juga
berasal dari protein. Begitu juga dengan semua enzim pencernaan dan berbagai
hormon juga berasal dari protein (Mapandin, 2005).
Dari hasil pengamatan peneliti ditemukan sawah untuk bertanam padi
tetapi sawah digunakan hanya pada waktu musim bertanam padi saja yaitu sekali
dalam setahun dan apabila musim bertanam telah selesai lahan dibiarkan kosong
sampai musim bertanam selanjutnya. Warga setempat tidak memanfaatkan lahan
dapat untuk meningkatkan pendapatan ketahanan pangan keluarganya. Hal ini
sejalan dengan pendapat Suhardjo dkk (1986) yang menyatakan bahwa
kemiskinan merupakan salah satu penyebab terjadinya kurang gizi yang berkaitan
erat dengan pendapatan keluarga karena pendapatan keluarga akan menentukan
daya beli terhadap pangan dan fasilitas lainnya yang dapat mempengaruhi status
gizi.
5.5 Tingkat Keragaman Konsumsi Pangan Keluarga Petani Berdasarkan Jumlah anggota keluarga
Dari hasil penelitian yang disajikan dalam tabel 4.8 diketahui bahwa
jumlah anggota keluarga ≤4 orang, keragaman konsumsi pangan tinggi sebesar
75,0%. Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi sangat nyata
pada masing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga terutama mereka yang
sangat miskin akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makanannya jika yang
harus diberi makan jumlahnya sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga
yang besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga
tersebut, tetapi tidak cukup mencegah gangguan gizi pada keluarga besar tersebut
(Suhardjo, 1986 : 28 ).
Dalam penelitian Cahyani (2008), tingkat kecukupan protein berdasarkan
karakteristik keluarga didapatkan bahwa umumnya keluarga dengan tingkat
kecukupan protein baik adalah keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga
kategori kecil dan sedang yaitu masing-masing sebesar 50%.
Dalam penelitian Widadie (2008), menunjukkan bahwa faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap diversifikasi konsumsi pangan adalah jumlah anggota
tangga dan pendapatan perkapita, akan semakin tinggi diversifikasi konsumsi
pangannya.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bangun (2013)
tentang analisis pola konsumsi pangan dan tingkat konsumsi beras, yang
menjumpai bahwa jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap konsumsi
pangan rumah tangga.
5.6 Tingkat Keragaman Konsumsi Pangan Keluarga Petani Berdasarkan Pengetahuan
Dari hasil penelitian yang disajikan dalam tabel 4.9 diketahui bahwa
pengetahuan baik, keragaman konsumsi pangan tinggi sebesar 81,7%. Dapat
dikatakan bahwa pengetahuan ibu dapat mempengaruhi terbentuknya suatu
tindakan ibu, apabila pengetahuan berada pada kategori baik maka tindakan juga
dalam kategori baik.
Hal ini juga sejalan dengan pendapat Walker dan Hill dalam Barokah
(1993) yang menyatakan peningktan pengetahuan ibu dalam memilih makanan
akan meningkatkan kemampuan ibu dalam merencanakan dan mengolah
makanan dengan ragam dan kombinasi yang tepat sesuai dengan syarat-syarat
gizi.
5.7 Tingkat Keragaman Konsumsi Pangan Keluarga Petani Berdasarkan Sikap
Dari hasil penelitian yang disajikan dalam tabel 4.10 diketahui bahwa
sikap baik, keragaman konsumsi pangan tinggi sebesar 82,5%. sebagian besar ibu
yang memiliki sikap kurang baik pada umumnya juga memiliki tindakan yang
terbentuknya suatu tindakan dalam hal ini mengenai penganekaragaman konsumsi
pangan keluarga. Hal ini sejalan dengan pendapat Notoatmodjo (2003) yang
menyatakan walau sikap seseorang belum terwujud dalam tindakan tetapi suatu
tindakan dibentuk oleh pengalaman interaksi individu dan lingkungan khususnya
yang menyangkut pengetahuan dan sikapnya terhadap suatu objek. Hal ini juga
sejalan dengan pendapat Sumarwan (2003) yang Menyatakan bahwa komponen
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Keragaman konsumsi pangan sebagian besar berada pada kategori tinggi
(≥6 kelompok pangan).
2. Keragaman konsumsi pangan berdasarkan karakteristik keluarga sebagian
besar pada kategori tidak memiliki lahan, pendidikan SD, pendapatan
<Rp.2.037.000, jumlah anggota keluarga 5-6 orang, pengetahuan baik dan
sikap baik, keragaman konsumsi pangan tinggi
6.2 Saran
Diharapkan kepada pihak Kelurahan agar bekerjasama dengan Dinas
Pertanian maupun Ketahanan Pangan untuk lebih meningkatkan pembinaan
terhadap keluarga petani dengan memfokuskan upaya penyuluhan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penganekaragaman Konsumsi Pangan
Household Dietary Diversity (keragaman konsumsi pangan rumah tangga)
merupakan jumlah jenis makanan yang berbeda yang dikonsumsi selama periode
tertentu yang ditetapkan. Keragaman konsumsi pangan adalah indikator yang baik
untuk alasan sebagai berikut (Swindale & Bilinsky 2006):
- Konsumsi pangan yang lebih beragam berhubungan dengan peningkatan
hasil pada berat kelahiran, status anthropometrik anak, dan peningkatan
konsentrasi hemoglobin.
- Konsumsi pangan yang lebih beragam berkaitan erat dengan faktor seperti:
kecukupan energi dan protein, persentase protein hewani (protein kualitas
tinggi), dan pendapatan rumah tangga. Bahkan pada rumah tangga yang
sangat miskin, peningkatan pengeluaran untuk makanan yang dihasilkan
dari penghasilan tambahan berhubungan dengan peningkatan kualitas dan
kuantitas konsumsi pangan.
Menurut FAO (2007) keragaman konsumsi pangan adalah jumlah pangan
atau kelompok pangan yang berbeda yang dikonsumsi selama periode tertentu
yang ditetapkan yaitu dapat bertindak sebagai indikator alternatif dari keamanan
makanan pada berbagai keadaan, termasuk negara dengan pendapatan sedang atau
menengah, daerah pedesaan dan urban, serta untuk berbagai musim.
Penganekaragaman konsumsi pangan adalah proses pemilihan pangan
terhadap bermacam-macam bahan pangan. Penganekaragaman konsumsi pangan
merupakan upaya untuk memantapkan atau membudayakan pola konsumsi
pangan yang beragam dalam jumlah dan komposisi yang cukup guna memenuhi
kebutuhan gizi untuk mendukung hidup sehat, aktif dan produktif (Baliwati, dkk,
2010).
Penganekaragaman pangan adalah upaya peningkatan ketersediaan dan
konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan berbasis pada potensi
sumber daya lokal (UU RI No 18 Tahun 2012 Tentang Pangan).
Sedangkan pada sisi lain, kesadaran akan pentingnya konsumsi pangan
beranekaragam menyebabkan ketergantungan terhadap satu jenis pangan dapat
dicegah sehingga akan memantapkan ketahanan pangan rumah tangga (Khomsan,
2012). Semakin banyak jenis pangan yang dikonsumsi, semakin kuat ketahanan
pangan (Khaeron, 2012).
Penganekaragaman pangan atau diversifikasi pangan terbagi menjadi 3
(tiga) golongan yaitu (Cahyani, 2008) :
1. Diversifikasi horizontal merupakan upaya penganekaragaman produk yang
dihasilkan (dari sisi penawaran) dan produk yang dikonsumsi (dari sisi
permintaan) pada tingkat individu, rumah tangga maupun perusahaan.
Secara prinsip diversifikasi horizontal adalah pengekaragaman antar
komoditas.
2. Diversifikasi vertikal merupakan upaya pengembangan produk pangan
pokok menjadi produk baru untuk keverluan pada tingkat konsumsi.
produk setelah panen didalamnya termasuk kegiatan pengolahan hasil dan
limbah pertanian. Diversifikasi vertikal ini dimaksudkan untuk
meningkatkan nilai tambah dari komoditas pangan agar lebih berdaya guna
bagi kebutuhan manusia.
3. Diversifikasi regional merupakan diversifikasi antara wilayah dan sosial
budaya. Yaitu upaya penganekaragaman pangan yang dikonsumsi
berdasarkan potensi pangan lokal.
2.2 Upaya Pencapaian Percepatan Penganekaragaman Konsumsi
Pangan
Upaya pencapaian percepatan penganekaragaman konsumsi pangan
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Tahap I (2008-2011)
a. Kampanye, sosialisasi, advokasi dan promosi percepatan
penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal baik
untuk aparat pemerintah dan pemerintah daerah, individu, kelompok
masyarakat maupun industri.
b. Pendidikan penganekaragaman konsumsi pangan secara sistematis melalui
pendidikan formal dan non formal kepada anak usia dini.
c. Penyuluhan kepada ibu rumah tangga dan remaja, terutama ibu hamil, ibu
menyusui, dan wanita usia subur tentang manfaat mengkonsumsi pangan
d. Pembinaan kepada pengusaha kecil bidang pangan guna meningkatkan
kesadaran untuk memproduksi, menyediakan dan memperdagangkan
keanekaragam pangan yang aman.
e. Fasilitasi pengembangan bisnis pangan baik segar, olahan maupun siap
saji yang berbasis sumberdaya lokal, fasilitasi akses permodalan serta
fasilitasi produksi dan pemasaran.
f. Pengembangan dan diseminasi serta aplikasi paket teknologi terapan
terhadap aneka pengolahan pangan.
g. Pemanfaatan pekarangan dan potensi pangan di sekitar rumah
tangga/tempat tinggal.
h. Pemberian penghargaan kepada kelompok masyarakat yang dinilai telah
berperan sebagai pelopor dalam menjalankan dan memajukan upaya
percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbahan baku lokal.
i. Evaluasi pencapaian penganekaragaman konsumsi pangan Tahap I.
2. Tahap II (2012 – 2015)
Untuk kurun waktu tahun 2012 – 2015, upaya-upaya percepatan
penganekaragaman konsumsi pangan adalah melanjutkan kegiatan Tahap I
dengan penambahan kegiatan dan penekanan pada pembinaan pengembangan
bisnis dan industri pangan, sebagai berikut :
a. Fasilitasi pengembangan bisnis pangan baik segar, olahan maupun siap
saji berbasis sumberdaya lokal dalam hal dukungan infrastruktur
b. Penerapan standar mutu dan keamanan pangan pada Usaha Mikro Kecil
dan Menengah (UMKM) pangan berbasis sumberdaya lokal.
c. Pemberian penghargaan kepada UMKM pangan lokal.
d. Evaluasi pencapaian penganekaragaman konsumsi pangan Tahap II.
2.3 Faktor–faktor yang Mempengaruhi Penganekaragaman Konsumsi Pangan
Faktor-faktor yang mempengaruhi penganekaragaman konsumsi pangan diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Kepemilikan lahan
Kepemilikan lahan sangat berpengaruh terhadap penghasilan petani karena
umumnya petani dengan lahan milik sendiri mempunyai pendapatan yang
lebih baik daripada petani dengan lahan sewa/ milik orang lain. Pengaruh
ini secara langsung/ tidak langsung akan berdampak terhadap pola
pemenuhan gizi keluarga. Pola penguasaan lahan dalam suatu masyarakat
merupakan penentu penting dalam pola pertanaman dan kemampuan untuk
mengusahakan tanaman yang dapat memberikan keuntungan besar pda
tingkat setempat. Petani yang memiliki lahan sendiri dapat lebih leluasa
dalam menentukan apa yang mereka tanam dan kapan serta bagaimana
menjual hasilnya. Penyewa atau buruh tani haknya terbatas untuk
menentukan apa yang ditanam dan bagaimana sebaiknya melakukan
2. Pendidikan
Perilaku penganeakaragaman konsumsi pangan seseorang atau keluarga
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan atau pengetahuan tentang pangan itu
sendiri, dalam satu keluarga biasanya ibu yang bertanggung jawab
terhadap makanan keluarga. Karena pengetahuan gizi bertujuan untuk
mengubah perilaku konsumsi masyarakat kearah penganeakaragaman
konsumsi pangan yang sehat dan bergizi (Ampera, dkk, 2005).
Tingkat pendidikan seseorang dapat dilihat berdasarkan lamanya atau jenis
pendidikan yang dialami baik formal maupun informal. Menurut Suhardjo
(1986), tingkat pendidikan seseorang umumnya dapat mempengaruhi sikap
dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan menurut Syarief
(1988) diacu dalam Hardinsyah (2007) menyatakan bahwa tingkat
pendidikan formal umumnya mencerminkan kemampuan seseorang untuk
memahami berbagai aspek pengetahuan, termasuk pengetahuan gizi.
3. Pendapatan
Kenaikan tingkat pendapatan perorang, akan menyebabkan perubahan
dalam susunan pangan yang dikonsumsi. Akan tetapi, pengeluaran untuk
pangan yang lebih banyak tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi
pangan. Kadang-kadang, perubahan utama yang terjadi dalam kebiasaan
makanan adalah pangan yang dimakan itu lebih mahal (Suhardjo,dkk,
Terdapat kecenderungan dengan semakin tingginya pendapatan terjadi
perubahan dalam pola konsumsi pangan, yaitu pangan yang dikonsumsi
akan lebih beragam. Namun kadang-kadang peningkatan pendapatan tidak
menyebabkan jenis pangan yang dikonsumsi menjadi beragam, tetapi
justru yang sering terjadi adalah pangan yang dibeli harganya lebih mahal
(PSKPG, 2002).
Tingkat pendapatan juga menentukan pola konsumsi pangan atau jenis
pangan yang akan dibeli. Orang miskin biasanya akan membelanjakan
sebagian pendapatan tambahannya untuk pangan, sedangkan pada orang
kaya porsi pendapatan untuk pembelian pangan lebih rendah. Porsi
pendapatan yang dibeli untuk jenis pangan padi-padian akan menurun
tetapi untuk pangan yang berasal dari susu akan bertambah jika
pendapatan keluarga meningkat. Semakin tinggi pendapatan, semakin
besar pula persentase pertambahan pembelanjaannya termasuk untuk
buah-buahan, sayur, dan jenis pangan lainnya (Berg, 1986).
4. Jumlah anggota keluarga
Jumlah anggota keluarga dapat mempengaruhi jumlah dan pembagian
ragam pangan yang dikonsumsi dalam keluarga. Semakin banyak anggota
keluarga,maka makanan untuk setiap orang akan berkurang terutama pada
keluarga dengan ekonomi lemah (Suhardjo, dkk,1986).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fransiska (2013) tentang analisis
bahwa jumlah anggota rumah tangga berpengaruh nyata dan positif
terhadap konsumsi pangan rumah tangga.
Hal ini juga didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bangun
(2013) menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga berpengaruh nyata
dengan tingkat konsumsi beras dimana semakin banyak anggota keluarga
semakin banyak beras yang dikonsumsi.
2.4 Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan
Pelaksanaan kegiatan P2KP merupakan implementasi dari Rencana
Strategis Kementerian Pertanian yaitu Empat Sukses Pertanian. Salah satu dari
Empat Sukses tersebut adalah Peningkatan Diversifikasi Pangan, yang merupakan
salah satu kontrak kerja antara Menteri Pertanian dengan Presiden Republik
Indonesia pada tahun 2009- 2014. Tujuannya adalah untuk meningkatkan
keanekaragaman pangan sesuai dengan karakteristik wilayah. Kontrak kerja ini
merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber
Daya Lokal, yang ditindaklanjuti oleh Peraturan Menteri Pertanian Nomor
43/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman
Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Peraturan tersebut kini menjadi
acuan untuk mendorong upaya penganekaragaman konsumsi pangan dengan cepat
melalui basis kearifan lokal serta kerja sama terintegerasi antara pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat. Di tingkat provinsi, kebijakan tersebut telah
tingkat kabupaten/kota ditindaklanjuti dengan surat edaran atau Peraturan
Bupati/Walikota (Perbup/Perwalikota) (Badan Ketahanan Pangan, 2014).
2.5 Tujuan Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Secara umum tujuan program P2KP adalah untuk memfasilitasi dan
mendorong terwujudnya pola konsumsi pangan masyarakat yang B2SA yang
diindikasikan dengan meningkatnya skor PPH (Badan Ketahanan Pangan, 2014).
Adapun tujuan khusus program P2KP adalah untuk (Badan Ketahanan Pangan,
2014):
a. Meningkatkan kesadaran, peran, dan partisipasi masyarakat dalam
mewujudkan pola konsumsi pangan yang Beragam, Bergizi Seimbang dan
Aman (B2SA) serta mengurangi ketergantungan terhadap bahan pangan
pokok beras;
b. Meningkatkan partisipasi kelompok wanita dalam penyediaan sumber
pangan dan gizi keluarga melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan
sebagai penghasil sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral untuk
konsumsi keluarga; dan
c. Mendorong pengembangan usaha pengolahan pangan skala Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (UMKM) sumber karbohidrat selain beras dan terigu
yang berbasis sumber daya dan kearifan lokal.
2.6 Pedoman Umum Gizi Seimbang
Menurut Arnawa, dkk, (2013), negara kita yang telah memasuki era
globalisasi, ternyata masih menghadapi masalah gizi ganda yaitu masalah gizi
itu diperlukan suatu acuan edukasi atau pendidikan tentang perilaku gizi yang baik
dan benar, yakni Pedoman Umum Gizi Seimbang.
Pedoman Umum Gizi Seimbang terdiri dari 13 pesan dasar gizi seimbang yaitu :
1. Makanlah aneka ragam makanan
Makan makanan yang beraneka ragam sangat bermanfaat bagi kesehatan.
Makanan yang beraneka ragam yaitu makanan yang mengandung
unsur-unsur zat gizi yang diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantitasnya.
2. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi
Setiap orang dianjurkan makan makanan yang cukup mengandung energi,
agar dapat hidup dan melaksanakan kegiatan sehari-hari. Kebutuhan energi
dipenuhi dengan mengkonsumsi makana sumber karbohidrat, protein dan
lemak.
3. Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi
Makanan sumber karbohidrat terdiri dari 2 yakni karbohidrat kompleks
dan karbohidrat sederhana. Untuk sumber karbohidrat jumlah yang
diperlukan untuk tubuh kita adalah 50-60% dari kebutuhan energi kita.
4. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan
energi
Bagi kebanyakan penduduk pedesaan konsumsi lemak atau minyak sangat
rendah sehingga masih perlu ditingkatkan, sedangkan konsumsi lemak
pada penduduk perkotaan sudah harus diwaspadai karena cenderung
yang mengadung sumber lemak nabati dan 1 bagian lagi sumber lemak
hewani.
5. Gunakan garam beryodium
Garam beryodium adalah garam yang telah diperkaya dengan kalium lodat
sebanyak 30-80 ppm. Gangguan kekurangan yodium dapat menyebabkan
penyakit gondok dan juga kerdil.
6. Makanlah makanan sumber zat besi
Zat besi adalah salah satu unsur penting dalam proses pembentukan sel
darah merah. Zat besi secara alamiah diperoleh dari makanan. Kekurangan
zat besi dalam makanan sehari-hari secara berkelanjutan dapat
menimbulkan penyakit anemia yang dikenal kurang darah. Kesulitan
utama untuk memenuhi kebutuhan Fe adalah rendahnya tingkat
penyerapan zat besi didalam tubuh, terutama zat besi nabati hanya diserap
1-2%. Sedangkan tingkat penyerapan zat besi makanan hewani dapat
mencapai 10-20%.
7. Pemberian ASI eksklusif 0-6 bulan dan tambahkan MP-ASI sesudahnya
Manfaat ASI begitu besar baik itu manfaat pemberian ASI bagi ibu
maupun pemberian ASI bagi bayi itu sendiri. Pada umur 6-12 bulan, ASI
masih merupakan makanan utama bayi, karena mengandung lebih dari
60% kebutuhan bayi. Guna memenuhi semua kebutuhan bayi, perlu
ditambah dengan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI).
Makan pagi atau sarapan sangat bermanfaat bagi kesehatan setiap orang.
Adanya citra makan pagi sebagai suatu kegiatan yang dirasakan
menjengkelkan perlu diubah menjadi salah satu kebiasaan yang disukai.
Kebiasaan makan pagi dapat membantu seseorang memenuhi kebutuhan
gizinya sehari-hari. Jenis hidangan untuk makanan pagi dapat dipilih dan
disusun sesuai dengan keadaan, lebih baik lagi jika terdiri dari makanan
sumber zat tenaga, sumber zat pembangun dan sumber zat pengatur.
9. Minumlah air yang bersih, aman dan cukup jumlahnya
Air minum harus bersih dan aman, aman berarti bersih dan bebas kuman.
Untuk mendapatkannya, air minum harus didihkan terlebih dahulu. Air
berfungsi untuk melancarkan transportasi zat gizi dalam tubuh, mengatur
suhu tubuh dan melancarkan dalam proses buang air besar dan kecil.
Untuk memenuhi fungsi tersebut cairan yang dikonsumsi
sekurang-kurangnya 2 liter atau setara 8 gelas perhari.
10. Lakukan kegiatan fisik dan olah raga secara teratur
Aktivitas fisik dan olah raga sangat bermanfaat bagi kesehatan karena
dapat mengendalikan berat badan, mengurangi kolesterol dan lain
sebagainya.
11. Hindari minuman beralkohol
Minuman beralkohol meningkatkan resiko penyakit yang dapat merusak
12. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan
Makanan yang dikonsumsi harus cukup gizi dan aman bagi kesehatan atau
terbebas dari pengawet, penyedap rasa dan lain sebagainya.
13. Bacalah label pada makanan yang dikemas
Makanan kemasan yang baik mencantumkan label nutrisi yang berisi
bahan-bahan dan kandungan nutrisi. Makanan yang baik juga menetapkan
batas kadaluarsa pada kemasan. Memperhatikan label nutrisi pada
kemasan membantu konsumen secara seksama memilih makanan yang
sehat dan aman.
2.7 Piramida Makanan
1. Pada baris pertama terdiri dari air putih dimana kita mengetahui tentang
kebutuhan air minum kita sehari, yakni +8 gelas.
2. Pada baris kedua, itu merupakan 'Sumber Karbohidrat' yang biasanya juga
disebut sebagai makanan pokok. Dari gambar piramida diatas itu, selain
kita bisa mengetahui kalau kebutuhannya paling besar diantara makanan
yang lain, kita juga bisa melihat makanan pokok itu tidak selalu nasi. Bisa
diganti dengan roti, sereal, biskuit, bahkan pasta.
3. Pada tingkat ketiga, kebutuhan terbesar kedua adalah sayuran dan
buah-buahan. Kedua bahan makanan ini sangat penting sebagai sumber vitamin
dan mineral, juga serat. Karena keduanya berada dalam satu baris,
memang lebih baik keduanya memiliki porsi yang lebih besar. Lebih baik
mengkonsumsi keduanya secara bersamaan, karena semakin
dapatkan. Karena pada kenyataannya, tidak ada satu jenis makanan yang
mengandung semua zat gizi secara sempurna kecuali ASI.
4. Tingkat keempat terdiri dari makanan yang mengandung protein, yakni
protein hewani seperti daging, ayam dan telur. Protein nabati seperti
kacang kedelai, kacang hijau, dan olahannya dan dairy product seperti
susu, keju dan yoghurt.
5. Tingkat kelima, posisi puncak yang menandakan kebutuhan yang sangat
sedikit atau bahkan lebih baik dihindari, yang dihuni oleh minyak, garam,
gula , suplemen dan vitamin tambahan. Beberapa jenis makanan disini,
biasanya memang tidak berdiri sendiri, melainkan bercampur dengan
bahan makanan lainnya (Arnawa, dkk, 2013).
2.8 Pola Pangan Harapan (PPH)
Untuk menilai keberhasilan upaya percepatan penganekaragaman pola
konsumsi pangan diperlukan suatu parameter. Parameter yang digunakan adalah
Pola Pangan Harapan. Pola Pangan Harapan adalah susunan beragam pangan atau
kelompok pangan yang didasarkan atas sumbangan energinya, baik secara absolut
maupun relatif terhadap total energi baik dalam hal ketersediaan maupun
konsumsi pangan. Sehingga mampu mencukupi kebutuhan konsumsi pangan
penduduk sekaligus mempertimbangkan keseimbangan gizi yang didukung
dengan citarasa, daya cerna, daya terima masyarakat, kuantitas dan kemampuan
daya beli masyarakat (Baliwati, dkk, 2010).
PPH mencerminkan susunan konsumsi pangan anjuran untuk hidup sehat,
berdasarkan skor pangan dari 9 bahan pangan. Ketersediaan pangan sepanjang
waktu, dalam jumlah yang cukup dan hanya terjangkau sangat menentukan tingkat
konsumsi pangan di tingkat rumah tangga (Depkes RI, 2014).
Tiap Negara mempunyai potensi dan sosial budaya yang berbeda-beda.
Bagi Indonesia menurut hasil Workshop on Food and Agriculture Planning for
Nutritional Adequacy di Jakarta tanggal 11-13 Oktober 1989 direkomendasikan
sebagai berikut: Kelompok padi-padian sekitar 50%, makanan berpati sekitar 5%,
pangan hewani sekitar 15-20%, minyak dan lemak lebih dari 10%,
kacang-kacangan sekitar 5% , gula 6-7%, buah dan sayur 5% (FAO-MOA, 1989).
Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) VII tahun 2004,
susunan PPH Nasional yang telah disepakati terdapat pada table 2.1 dengan target
pencapaian energi sebesar 2000 Kkal/kapita/hari.
Tabel 2.1. Pola Konsumsi Pangan Beragam, Bergizi dan Berimbang Nasional
No Kelompok
Sumber: Pusat Penganekaragaman Konsumsi Dan Keamanan Pangan, 2013
Dalam konsep PPH, setiap kelompok pangan dalam bentuk energi
masing-masing kelompok terhadap pertumbuhan dan perkembangan manusia. Sebagai
contoh, pembobot pada kelompok padi-padian, umbi-umbian dan gula hanya 0,5
karena pangan tersebut hanya sebagai sumber energi untuk pertumbuhan manusia.
Sebaliknya pangan hewani dan kacang-kacangan sebagai sumber protein yang
berfungsi sebagai pertumbuhan dan perkembangan manusia mempunyai
pembobot 2 dan sayur/buah sebagai sumber vitamin dan mineral, serat, dan
lain-lain mempunyai pembobot 5. Dengan mengkalikan proporsi energi dengan
masing-masing pembobotnya, maka dalam konsep PPH akan diperoleh skor
sebesar 100. Dalam arti penganekaragaman konsumsi pangan sesuai konsep PPH
harus mempunyai skor 100 (Ariani, 2005).
Penilaian untuk keberhasilan penganekaragaman konsumsi pangan
berdasarkan skor mutu PPH yang dicapai dibagi dalam 3 (tiga) kategori sebagai
berikut (Suhardjo dalam Sembiring (2002)) :
a. Segitiga perunggu
Skor mutu pangan kurang dari 78, dengan ciri-ciri antara lain :
- Energi dari padi-padian dan umbi-umbian masih tinggi diatas norma PPH
- Energi dari pangan hewani, sayur dan buah serta kacang-kacangan masih
rendah dibawah norma PPH
- Energi dari minyak dan gula relatif sudah memenuhi norma PPH
b. Segitiga Perak
Skor mutu pangan 78-87, dengan ciri-ciri antara lain :
- Energi dari padi-padian dan umbi-umbian makin menurun, namun masih