• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Keluarga Petani Dalam Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berdasarkan Karakteristik keluarga di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perilaku Keluarga Petani Dalam Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berdasarkan Karakteristik keluarga di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2015"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Lampiran 1

KUESIONER PENELITIAN

PERILAKU KELUARGA PETANI DALAM PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERDASARKAN KARAKTERISTIK

KELUARGA DI KELURAHAN BARU LADANG BAMBU KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN TAHUN 2015

I. Identitas Responden/ Daftar Susunan Anggota Rumah Tangga Kode Rumah Tangga : ……….

Nama Kepala Keluarga : ……….

Umur : ……….

Kepemilikan Lahan : Ya Tidak

Pendidikan : SD SMP SMA PT

Pendapatan : < Rp. 2.037.000,- /bulan

≥ Rp.2.037.000,- /bulan

Jumlah Anggota Keluarga : ………

Suku : Jawa

Batak

Melayu

II. Pengetahuan Responden

Berikanlah tanda silang (x) pada kalimat pernyataan yang paling tepat menurut responden.

1. Makanan beranekaragam adalah ……

a. Makanan yang mengandung sumber energi, protein, vitamin dan mineral

(4)

2. Makanan yang baik bagi keluarga adalah...

a. Makanan yang terdiri dari nasi, ikan, sayur dan buah b. Makanan yang porsinya banyak

c. Makanan yang rasanya enak dan gurih

3. Makanan yang paling banyak memberikan sumber tenaga pada keluarga adalah...

a. Tahu, tempe, singkong

b. Ikan, jagung, singkong dan telur c. Nasi, jagung, ubi jalar dan singkong

4. Makanan dibawah ini makanan yang mengandung protein hewani adalah.. a. Daun singkong, kangkung dan bayam

b. Daging, ikan, dan telur c. Tempe dan tahu

5. Makanan dibawah ini makanan yang tergolong padi-padian adalah…. a. Padi, jagung dan gandum

b. Kacang panjang, kentang dan sawi c. Kentang, jagung, singkong

6. Pernyataan di bawah ini yang benar adalah …. a. Makanlah makanan yang beragam dan seimbang

b. Makanlah makanan yang banyak mengandung serat dan lemak c. Makanlah makanan yang banyak mengandung lemak

7. Menu makanan keluarga sebaiknya berdasarkan… a. Kebutuhan gizi keluarga

b. Keinginan keluarga c. Kesukaan keluarga

8. Pola makan yang sehat untuk keluarga adalah…. a. 3x/ hari

b. 4x/ hari c. 7x/ hari

9. Manfaat dari makan makanan beraneka ragam pada keluarga adalah… a. Melengkapi kekurangan zat gizi dari berbagai makanan, yang menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat

pengatur.

(5)

10. Makanan yang paling baik untuk keluarga adalah…. a. Nasi saja

b. Susu

c. Makanan yang beranekaragam

III. Sikap Responden

Berikanlah tanda chek list (√) pada kalimat pernyataan yang paling tepat menurut responden.

No Aspek Sikap Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju

1 Jumlah makanan yang dikonsumsi harus dapat memenuhi kebutuhan gizi keluarga

2 Makanan yang dikonsumsi keluarga harus beraneka ragam 3 Makanan yang diberikan kepada

kepala keluarga sama dengan makanan yang dikonsumsi anak keluarga harus sesuai dengan kemampuan keluarga

8 Selalu menyediakan sumber protein hewani untuk keluarga setiap hari

9 Membiasakan keluarga untuk mengkonsumsi sayur dan buah setiap hari

10 Menghindari makanan dan minuman yang terlalu manis

IV. Tindakan Responden

Berikanlah tanda silang (x) pada kalimat pernyataan yang paling tepat menurut responden.

1. Bagaimana cara ibu memenuhi kebutuhan gizi keluarga? a. Memberikan makanan yang beranekaragam pada keluarga b. Memberikan makanan yang disukai keluarga saja

(6)

2. Bagaimana susunan menu yang ibu hidangkan untuk keluarga sehari-hari? a. Nasi + lauk pauk + buah + susu

b. Nasi + lauk pauk + buah c. Nasi + lauk pauk

3. Apa yang dilakukan ibu apabila anak tidak mau makan sayur? a. Mengganti sayuran dengan buah-buahan yang disukai anak b. Memberikan makanan yang manis kepada anak

c. Sayuran dicampur kedalam nasi

4. Menu makanan keluarga diatur berdasarkan apa ? a. Kebutuhan gizi keluarga

b. Keinginan keluarga c. Kesukaan keluarga

5. Menu makanan apa yang tepat untuk keluarga ?

a. Bubur/nasi, ikan/daging, sayur-mayur, buah-buahan dan susu. b. Mie dan es krim

c. Keripik

6. Sayuran hijau apa yang sering ibu masak untuk keluarga? a. Kangkung

b. Sawi hijau c. Bayam

7. Makanan pokok apa yang sering dikonsumsi keluarga? a. Singkong

9. Bagaimana cara ibu agar makanan yang diberikan kepada keluarga tetap terjaga asupan gizinya ?

a. Menggunakan bahan yang segar, menghindari makanan yang terlalu berminyak, makanan siap saji dan berpengawet

b. Menggunakan bahan makanan yang dihasilkan dari kebun sendiri dan dari pasar

(7)

10. Ibu menghidangkan sayur dan buah untuk keluarga diwaktu makan apa? a. Makan pagi, makan siang dan makan malam

b. Makan siang dan makan malam c. Tidak pernah sama sekali

V. Formulir Metode Inventaris

a. Ketersediaan Bahan Makanan dalam Rumah Tangga

Hari/Tanggal Nama Bahan Makanan

Banyaknya Nilai Uang

Asal *)

Keterangan

(8)

b. Makanan yang Dihidangkan

Hari/Tanggal

Makanan Pagi/Siang/

Malam *)

Nama-nama Hidangan Keluarga

yang Makan

Jumlah Anggota

yang Makan

Jumlah

Tamu Keterangan

(9)

c. Makanan di Luar

Hari/Tanggal

Anggota yang Makan di Luar

Jenis Umur

Jenis Bahan Makanan

Tempat

Makan *) Keterangan

(10)

d. Stok Bahan Makanan

Jenis Bahan Makanan

Stok Bahan Makanan pada : Hari –

1

Hari – 2

Hari – 3

Hari – 4

Hari - 5

Hari – 6

Hari – 7 (akhir)

(11)

Lampiran 2 Hasil Deskriptif Frequency Table

Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ya 5 7.9 7.9 7.9

Tidak 58 92.1 92.1 100.0

Total 63 100.0 100.0

Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid SD 16 25.4 25.4 25.4

SMP 30 47.6 47.6 73.0

SMA 17 27.0 27.0 100.0

Total 63 100.0 100.0

Pendapatan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid <Rp.2.037.000 33 52.4 52.4 52.4

≥Rp.2.037.000 30 47.6 47.6 100.0

(12)

Jumlahanggotakeluarga

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Jawa 57 90.5 90.5 90.5

Batak 5 7.9 7.9 98.4

Melayu 1 1.6 1.6 100.0

Total 63 100.0 100.0

Pengetahuan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Sedang 1 1.6 1.6 1.6

Baik 62 98.4 98.4 100.0

(13)

Tindakankeragamankonsumsipangan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

% within Kepemilikanlahan 60.0% 40.0% 100.0%

% within

% within Kepemilikanlahan 84.5% 15.5% 100.0%

% within

% within Kepemilikanlahan 82.5% 17.5% 100.0%

% within

Tindakankeragamankonsu

msipangan

100.0% 100.0% 100.0%

(14)
(15)
(16)
(17)
(18)

Sikap * Tindakankeragamankonsumsipangan Crosstabulation

Tindakankeragamankonsumsip

angan

Total

Tinggi sedang

Sikap Sedang Count 1 0 1

% within Sikap 100.0% .0% 100.0%

% within

Tindakankeragamankonsu

msipangan

1.9% .0% 1.6%

% of Total 1.6% .0% 1.6%

Baik Count 51 11 62

% within Sikap 82.3% 17.7% 100.0%

% within

Tindakankeragamankonsu

msipangan

98.1% 100.0% 98.4%

% of Total 81.0% 17.5% 98.4%

Total Count 52 11 63

% within Sikap 82.5% 17.5% 100.0%

% within

Tindakankeragamankonsu

msipangan

100.0% 100.0% 100.0%

(19)

Lam

mur

39 38 40 42 30 40 27 40 38 35 35 30 37 40 40 38 27 27 30 20 21

(20)
(21)

49 28 2 2 3 1 1 1 3 3 3

50 35 2 2 1 2 1 1 3 3 2

51 38 3 2 2 2 2 1 3 3 2

52 38 3 1 2 2 1 1 3 3 2

53 38 3 2 1 1 2 1 3 3 3

54 40 3 2 3 1 2 1 3 3 3

55 30 2 2 2 1 2 1 3 3 3

56 29 2 2 1 1 1 1 3 3 3

57 36 3 2 2 1 2 1 3 2 3

58 32 2 2 2 1 2 1 3 3 3

59 32 2 2 2 1 1 1 3 3 3

60 30 2 2 2 1 2 1 3 3 3

61 29 2 2 2 1 1 2 2 3 3

62 25 2 2 3 2 1 1 2 3 3

63 30 2 2 3 1 2 2 2 3 3

Keterangan :

Umur ibu Kepemilikan Lahan Pendidikan ibu Pendapatan Jumlah anggota keluarga 1 = 15-24 tahun 1 = ya 1 = SD 1 = < 2.034.000 1 = < 4 orang

2 = 25-35 tahun 2 = tidak 2 = SMP 2 = > 2.034.000 2 = 5-6 orang 3 = 36-46 tahun 3 = SMA 3 = > 7 orang

Suku ibu Pengetahuan Sikap Tindakan keragaman konsumsi pangan 1 = jawa 1 = kurang 1 = kurang 1 = rendah

(22)

Foto Penelitian

Wawancara / pengisian kuisioner

(23)

Penanaman ubi

(24)

DAFTAR PUSTAKA

Ampera, D. Ingtyas, FT & Wahidah, S., 2005. Hubungan Pendapatan Keluarga, Pendidikan dan Pengetahuan Gizi Ibu Terhadap Pola Konsumsi dalam Menanggulangi Gizi Buruk (Marasmus Kwasiorkhor) pada Anak Balita di Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Fakultas teknik, Universitas Medan, Medan.

Ariani, Mewa., 2005. Diversifikasi Pangan Di Indonesia : Antara Harapan Dan Kenyataan. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor.

Arnawa, G. Suharman & Faisal., 2013. Gizi Rumah Tangga dan Pengolahan Makanan (Seri Buku Panduan). SSCP, Jakarta.

Badan Ketahanan Pangan., 2012. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun 2012. Badan Ketahanan Pangan, Jakarta. Badan Ketahanan Pangan., 2012. Standar Pelayanan Minimal bidang

Ketahanan Pangan. Badan Ketahanan Pangan, Medan.

Badan Ketahanan Pangan., 2014. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor : 09/Permentan/Ot.140/1/2014 Tanggal : 27 Januari 2014 Pedoman Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) Tahun 2014. Badan Ketahanan Pangan, Jakarta.

Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara., 2011. Executive Summery Evaluasi Program Pangan Lokal Non Beras Untuk Ketahanan Pangan Di Sumatera Utara. Medan.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional., 2011. Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015.(Available. http://www.bappenas.go.id/berita-

dan-siaran-pers/kegiatan-utama/rencana-aksi-nasional-pangan-dan-gizi-2011-2015/) (Verified : 2014)

Badan Pusat Statistika. 2015. Data dan Informasi Pendapatan 2014-2015 Buku 2 . Sumatera Utara: BPS.

Baliwati,YF. Khomsan, A & Dwiriani, CM., 2010. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya, Jakarta.

(25)

Berg A., 1986. Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: Rajawali.

Cahyani, Gayatri Indah., 2008. Analisis Faktor Sosial Ekonomi Keluarga terhadap Keanekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Agribisnis di Kabupaten Banyumas. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang.

Departemen Kesehatan., 2014. Pedoman Gizi Seimbang. (Available.http://gizi.depkes.go.id/pgs-2014-2)(verified : 2014)

FAO., 2007. Guidelines for Measuring Household and Individual Dietary Diversity. www.fao.org[13 November 2007].

Fransiska, E.D., 2013. Analisis Diversifikasi Konsumsi Pangan Beras dan

Pangan Non Beras (Studi Kasus : Desa Bagan Serdang, Kecamatan

Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang), Medan : Fakultas Pertanian

Universitas SumateraUtara.

Handayani, Irma., 2012. Gambaran Pola Makan Suku Melayu dan Suku Jawa di Desa Selemak Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan.

Hardinsyah dan Riyadi H. 1988. Survei Konsumsi Pangan. Bogor: IPB Press.

Herlina, Titin., 2014. Gambaran Pola Konsumsi Pangan Keluarga Peserta Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan.

Kaleka, Norbertus., 2013. Sayuran Hijau Apotik dalam Hidup. Arcita, Surakarta.

Khaeron, Herman., 2012. Politik Ekonomi Pangan Menggapai Kemandirian Mewujudkan Kesejahteraan. Pustaka Cidesindo, Jakarta

Khomsan, A., 2012. Ekologi Masalah Gizi, Pangan dan Kemiskinan. Alfabeta, Bandung.

Kusharto CM., 1992. Prinsip-prinsip Ilmu Gizi. Yogjakarta: Kanisius.

(26)

Meitasari, D., 2008. Analisis Determinan Keragaman Konsumsi Pangan Pada Keluarga Nelayan, Bogor : Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Murti, B., 2006. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan

Kualitatif di Bidang Kesehatan. Penerbit Gajah Mada University Press. Yogyakarta

Notoatmodjo, S., 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta.

Notoatmodjo, S., 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. PT Rineka Cipta, Jakarta.

Nugrayasa, Oktavio., 2013. Pola Pangan Harapan Sebagai Pengganti Ketergantungan Pada Beras. (available. http://www.setkab.go.id/artikel-

7199-pola-pangan-harapan-sebagai-pengganti-ketergantungan-pada-beras.html) (Verified : 2014)

Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi IPB-Pusat Pengembangan Konsumsi Pangan Badan Bimas Ketahanan pangan., 2002. Analisis Kebutuhan Pangan. Jakarta: Deptan.

Republik Indonesia., 2012. Undang-Undang RI No 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. (Available. http://www.hukumonline.com) (Verified : 2014)

Rosliana., 1999. Gambaran Pengetahuan Keluarga Terhadap Gizi Balita Di Kelurahan Baru Ladang Bambu. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.

Sembiring, E.T., 2002. Pengembangan Pola Konsumsi Pangan Penduduk Dengan Pendekatan Pola Pangan Harapan (PPH) Di Kabupaten Karo Sumatera Utara, Bogor : Fakultas Kesehatan Masyarakat Institut Pertanian Bogor.

Siregar, ER., 2009. Gambaran Pengetahuan Gizi, Pola Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Supir Angkot Rahayu Medan Ceria Trayek 104 Di Kota Medan Tahun 2008. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.

Sihotang, R., 2008. Gambaran Keluarga Sadar Gizi Dan Status Gizi Balita Di Desa Sitinjo Induk Kecamatan Sitinjo Kabupaten Dairi Tahun 2008, Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Suhardjo. Harper, Laura Jane. Deaton, BJ & Driskel, JA., 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. UI-Press. Jakarta

(27)

Swindale, Bilinsky., 2006. Household Dietary Diversity Score (HDDS) for Measurement of Household Food Access: Indicator Guide . www.fantaproject.org[12 November 2007].

(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif dengan desain

penelitian cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui perilaku keluarga

petani dalam penganekaragaman konsumsi pangan berdasarkan karakteristik

keluarga di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun

2015.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan

Medan Tuntungan, karena di kelurahan tersebut skor PPH nya masih rendah

(dibawah skor ideal).

3.2.2 Waktu

Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2015 s/d Januari 2016.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga petani yang berada

di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan yang berjumlah

(29)

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi, yang dihitung

dengan rumus penentuan besar sampel menurut Murti, B. 2006 :

= .

α

.

( ) α .

= , , ,

, , , ,

= , ,

= 62,9 petani digenapkan menjadi 63 petani

Keterangan :

N = Besar populasi

n = Besar sampel yang diteliti

p = Proporsi keluarga petani yang tidak beranekaragam (0,5)

Z 1 - α = Tingkat kemaknaan (Z = 1,96 α = 0,05)

q = 1- p (1-0,5 = 0,5)

d = Presisi absolute = 0,1

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara proportional random sampling, yang

diutamakan keluarga yang memiliki anggota keluarga yang lengkap

(sekurang-kurangnya terdiri dari ayah dan ibu).

Dari 5 lingkungan diambil masing-masing dengan menggunakan rumus:

= xJumlahSampel

(30)

Lingkungan I , x63 = 16petani

Lingkungan II, x63 = 12petani

Lingkungan III, x63 = 6petani

Lingkungan IV, x63 = 7petani

Lingkungan V, x63 = 22petani

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung oleh peneliti untuk

mengetahui perilaku keluarga petani dalam penganekaragaman konsumsi pangan

yang terdiri dari karakteristik keluarga petani yaitu kepemilikan lahan, pendidikan

ibu, pendapatan dan jumlah anggota keluarga tentang penganekaragaman

konsumsi pangan dengan menggunakan formulir metode inventaris (Inventory

Method).

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah data gambaran umum wilayah

dan masyarakat Kelurahan Baru Ladang Bambu yang diperoleh dari kantor

Kelurahan Baru Ladang Bambu.

3.5 Definisi Operasional

1. Keluarga petani adalah suami, istri, anak maupun yang tinggal satu rumah

dengan petani di Kelurahan Baru Ladang Bambu.

2. Kepemilikan lahan adalah areal/tempat digunakan untuk pertanian yang

(31)

3. Pendidikan ibu adalah jenjang pendidikan yang dimiliki ibu rumah tangga

petani pada pendidikan formal.

4. Pendapatan adalah penghasilan perbulan kepala keluarga ditambah

penghasilan ibu bila ibu bekerja.

5. Jumlah anggota keluarga adalah total dari anggota yang terdiri dari suami,

istri, anak, orangtua, mertua dan lainnya yang tinggal dalam satu rumah

keluarga petani.

6. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui keluarga petani dalam

penganekaragaman konsumsi pangan.

7. Sikap keluarga petani adalah respons keluarga petani dalam

penganekaragaman konsumsi pangan.

8. Tindakan penganekaragaman konsumsi pangan adalah upaya keluarga

petani untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan yang beragam, yang

dilihat dari tingkat keragaman konsumsi pangan.

3.6 Metode Pengukuran

Menurut Arikunto (2006), aspek pengukuran dengan kategori (baik,

sedang, kurang) terlebih dahulu menentukan kriteria (tolak ukur) yang akan

dijadikan penentuan. Pada penelitian ini, kuesioner terdiri dari 20 pertanyaan yang

terdiri dari 10 pertanyaan pengetahuan dan 10 pertanyaan sikap.

1. Pengukuran Pengetahuan

Data tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan keluarga yang bekerja

sebagai petani di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan

(32)

yang telah disesuaikan dengan nilai yang ada. Penilaian dalam penelitian ini

dibagi dalam tiga kategori (baik, sedang, kurang) yang berdasarkan jawaban yang

diperoleh dari responden (Arikunto, 2006).

Adapun kategori penilaian dalam penelitian ini antara lain :

- Kurang, apabila nilai yang diperoleh < 33% dari nilai tertinggi.

- Sedang, apabila nilai yang diperoleh 33-66% dari nilai tertinggi.

- Baik, apabila nilai yang diperoleh > 66% dari nilai tertinggi.

Pengetahuan diukur dengan memberikan pertanyaan sebanyak 10

(sepuluh) pertanyaan menggunakan kuesioner, dengan ketentuan :

- Jawaban benar diberi nilai 2

- Jawaban salah diberi nilai 0

Dimana nilai tertinggi adalah 20. Berdasarkan jumlah nilai yang telah

diperoleh responden maka ukuran tingkat pengetahuan keluarga petani terbagi

dalam 3 bagian :

- Tingkat pengetahuan kurang, apabila nilai yang diperoleh < 6

- Tingkat pengetahuan sedang, apabila nilai yang diperoleh 8-12

- Tingkat pengetahuan baik, apabila nilai yang diperoleh > 12

2. Pengukuran Sikap

Aspek pengukuran sikap dilakukan dengan menggunakan skala likert yang

terdiri dari 3 kategori yaitu sangat setuju, setuju dan tidak setuju (Arikunto, 2006)

Sikap keluarga petani diukur dengan memberikan 10 (sepuluh) buah pertanyaan

(33)

- Jawaban sangat setuju diberi nilai 3

- Jawaban setuju diberi nilai 2

- Jawaban tidak setuju diberi nilai 1

Dimana nilai tertinggi adalah 30 berdasarkan jumlah nilai yang telah

diperoleh responden maka ukuran tingkat sikap keluarga petani terbagi dalam 3

bagian :

- Sikap kurang, apabila nilai yang diperoleh < 17

- Sikap sedang, apabila nilai yang diperoleh antara 17-23

- Sikap baik, apabila nilai yang diperoleh > 23

3. Pengukuran Tindakan Konsumsi Pangan Beragam

Tindakan konsumsi pangan diukur dengan metode inventaris dengan

indikator sebagai berikut :

- Keragaman konsumsi pangan rendah : ≤ 3 Kelompok pangan

- Keragaman konsumsi pangan sedang : 4 – 5 kelompok pangan

- Keragaman konsumsi pangan tinggi : ≥ 6 kelompok pangan

Rata-rata skor keragaman konsumsi pangan dihitung dengan rumus sebagai

berikut :

Total NSKBM dalam rumah tangga Total jumlah anggota dalam rumah tangga

Keragaman konsumsi pangan rumah tangga dihitung berdasarkan catatan

kelompok makanan yang dikonsumsi selama jangka waktu tertentu, dengan 12

kelompok makanan sebagai berikut :

1. Sereal

(34)

3. Sayur-sayuran

4. Buah-buahan

5. Daging, unggas, jeroan

6. Telur

7. Ikan dan hasil (makanan) laut

8. Kacang-kacangan dan biji-bijian

9. Susu dan produk yang terbuat dari susu

10. Minyak dan lemak

11. Gula dan madu

12. dan lain-lain

Dari 12 kelompok makanan untuk rumah tangga diberi skor antara 0 – 12

(Arnawa, dkk, 2013).

3.7 Tehnik Pengolahan Data

Proses pengolahan data dilakukan melalui tahap sebagai berikut :

1. Pengeditan Data (editing)

Kegiatan ini dilakukan untuk meneliti setiap daftar pertanyaan yang telah

diisi, berkaitan dengan kelengkapan pengisian, kejelasan, relevansi, dan

konsistensi jawaban dan koreksi terhadap kesalahan pengisian.

2. Pengodean Data (Coding)

Pemberian kode yang dimaksudkan untuk mempermudah pada saat

analisis data dan juga mempercepat pada saat entry data, yaitu dengan

(35)

3. Pemasukan Data (Entry)

Tahap ini dilakukan dengan cara memasukan data kedalam komputer

untuk diolah dan dianalisis.

3.8 Tehnik Analisis Data

Data yang dikumpulkan, kemudian dianalisis untuk menggambarkan

(mendiskripsikan) masing-masing variabel independen dan variabel dependen

dengan menggunakan SPSS, hasil data yang telah diolah disajikan dalam bentuk

(36)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan

Kelurahan Baru Ladang Bambu merupakan salah satu dari 9 Kelurahan

yang ada di Kecamatan Medan Tuntungan, dengan luas wilayah ± 135 Ha.

Kelurahan Baru Ladang Bambu memiliki batas wilayah sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Namo Gajah

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Baru Pancur Batu

- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Baru Pancur Batu

- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Durin Jangak Kec. Pancur Batu

Kelurahan Baru Ladang Bambu terdiri dari 1107 KK, dengan jumlah

penduduk sebanyak 4167 jiwa yang terdiri dari 2065 jiwa penduduk laki-laki dan

2102 jiwa penduduk perempuan.

Sumber : Profil Kelurahan Baru Ladang Bambu Tahun 2015

4.2 Karakteristik Keluarga Petani

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada keluarga yang berjumlah 63

(37)

kepemilikan lahan, pendidikan ibu, pendapatan petani, jumlah anggota keluarga

dan suku ibu.

Tabel 4.2 Distribusi Keluarga Petani menurut Karakteristik umur, kepemilikan lahan, pendidikan, pendapatan, jumlah anggota keluarga dan suku di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2015

No. Karakteristik Keluarga Petani n %

3. Pendidikan ibu rumah tangga

SD 16 25,4

5 Jumlah anggota keluarga

≤4 orang 32 50,8

Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa menurut umur ibu rumah

tangga keluarga petani lebih banyak ada pada kategori 36-46 tahun yaitu sebanyak

(38)

yaitu sebanyak 92,1%, pendidikan lebih banyak ada pada kategori SMP yaitu

sebanyak 47,6%, pendapatan lebih banyak ada pada kategori < Rp 2.037.000 yaitu

sebanyak 52,4%, jumlah anggota keluarga lebih banyak ada pada kategori ≤4

keluarga yaitu sebanyak 50,8%, dan suku lebih banyak ada pada kelompok suku

Jawa yaitu sebanyak 90,5%.

Tabel 4.3 Distribusi karakteristik keluarga petani menurut pengetahuan dan sikap di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan

pada kelompok baik sebanyak 95,2% dan sikap ibu mayoritas ada pada kelompok

baik sebanyak 98,4%.

4.3 Penganekaragaman Konsumsi Pangan

Dari hasil penelitian dapat dilihat penganekaragaman konsumsi pangan di

Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan.

(39)

Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa keragaman konsumsi

pangan keluarga dimana kelompok keragaman konsumsi pangan tinggi (≥6

kelompok pangan) sebanyak 82,5% (nasi, sayur-sayuran, ikan, telur, daging,

kerupuk, buah-buahan dan susu). Sedangkan kelompok keragaman konsumsi

pangan sedang (4-5 kelompok pangan) yaitu sebanyak 17,5% (rata-rata yang

dikonsumsi nasi, sayur-sayuran (bayam), telur, kerupuk dan ikan).

Tabel 4.5 Distribusi Keragaman Konsumsi Pangan Keluarga Petani Berdasarkan Kepemilikan lahan di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2015

No. Kepemilikan lahan

Keragaman Konsumsi Pangan Jumlah Rendah Sedang Tinggi

n % n % n % n %

1 Ya 0 0,0 2 40,0 3 60,0 5 100,0

2 Tidak 0 0,0 9 15,5 49 84,5 58 100,0

Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat dilihat bahwa keluarga petani dengan

tidak memiliki lahan, keragaman konsumsi pangan tinggi sebanyak 84,5%. Serta

keluarga petani dengan memiliki lahan, keragaman konsumsi pangan tinggi

sebanyak 60,0%.

Tabel 4.6 Distribusi Keragaman Konsumsi Pangan Keluarga Petani Berdasarkan Pendidikan di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2015

No. Pendidikan Keragaman Konsumsi Pangan Jumlah Rendah Sedang Tinggi

n % n % n % n %

1 SD 0 0,0 1 6,2 15 93,8 16 100,0

2 SMP 0 0,0 2 6,7 28 93,3 30 100,0

3 SMA 0 0,0 8 48,1 9 52,9 17 100,0

Berdasarkan tabel 4.6 diatas dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan SD,

(40)

SMP, keragaman konsumsi pangan tinggi sebanyak 93,3%. Sedangkan tingkat

pendidikan SMA, keragaman konsumsi pangan tinggi sebanyak 52,9%.

Tabel 4.7 Distribusi Keragaman Konsumsi Pangan Keluarga Petani Berdasarkan Pendapatan di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2015

No. Pendapatan Keragaman Konsumsi Pangan Jumlah Rendah Sedang Tinggi

n % n % n % n %

1 <Rp.2.037.000 0 0,0 4 12,1 29 87,9 33 100,0 2 Rp.2.037.000 0 0,0 7 23,3 23 76,7 30 100,0 Berdasarkan tabel 4.7 diatas dapat dilihat bahwa pendapatan

<Rp.2.037.000, keragaman konsumsi pangan tinggi sebesar 87,9%. Sedangkan

pendapatan ≥Rp.2.037.000, keragaman konsumsi pangan tinggi sebesar 76,7%.

Tabel 4.8 Distribusi Keragaman Konsumsi Pangan Keluarga Petani Berdasarkan Jumlah anggota keluarga di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2015 No. Jumlah

anggota keluarga

Keragaman Konsumsi Pangan Jumlah Rendah Sedang Tinggi

n % n % n % n %

Berdasarkan tabel 4.8 diatas dapat dilihat bahwa jumlah anggota keluarga

5-6 orang, keragaman konsumsi pangan tinggi sebesar 92,6%. Serta jumlah

anggota keluarga ≥7 orang, keragaman konsumsi pangan tinggi sebesar 75,0%.

Sedangkan jumlah anggota keluarga ≤4 orang, keragaman konsumsi pangan

(41)

Tabel 4.9 Distribusi Keragaman Konsumsi Pangan Keluarga Petani Berdasarkan Pengetahuan di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2015

No. Pengetahuan Keragaman Konsumsi Pangan Jumlah Rendah Sedang Tinggi

n % n % n % n %

1 Kurang 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0

2 Sedang 0 0,0 0 0,0 3 100,0 3 100,0

3 Baik 0 0,0 11 18,3 49 81,7 60 100,0

Berdasarkan tabel 4.9 diatas dapat dilihat bahwa pengetahuan sedang,

keragaman konsumsi pangan tinggi sebesar 100%. Sedangkan pengetahuan baik,

keragaman konsumsi pangan tinggi sebesar 81,7%.

Tabel 4.10 Distribusi Keragaman Konsumsi Pangan Keluarga Petani Berdasarkan Sikap di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2015

No. Sikap Keragaman Konsumsi Pangan Jumlah

Rendah Sedang Tinggi

n % n % n % n %

1 Kurang 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0

2 Sedang 0 0,0 0 0,0 1 100,0 1 100,0

3 Baik 0 0,0 11 17,5 51 82,5 62 100,0

Berdasarkan tabel 4.10 diatas dapat dilihat bahwa sikap sedang,

keragaman konsumsi pangan tinggi sebesar 100%. Sedangkan sikap baik,

(42)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Tingkat Keragaman Konsumsi Pangan Keluarga Petani

Dari hasil penelitian yang disajikan dalam tabel 4.4 diketahui bahwa

Keluarga Petani di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan

Tahun 2015 memiliki tingkat keragaman konsumsi pangan tinggi (≥ 6 kelompok

pangan) yaitu sebesar 82,5%, walaupun ada sebagian keluarga keragaman

konsumsi pangan sedang (4-5 kelompok pangan) yaitu sebesar 17,5%. Selama

penelitian berlangsung keluarga petani di Kelurahan Baru Ladang Bambu

Kecamatan Medan Tuntungan untuk keragaman tinggi (≥ 6 kelompok pangan)

rata-rata mengkonsumsi nasi, sayur-sayuran, ikan, telur, daging, kerupuk,

buah-buahan dan susu.

Menurut Arnawa dkk (2013), makan makanan yang beranekaragam sangat

bermanfaat bagi kesehatan. Makanan yang beranekaragam yaitu makanan yang

mengandung uunsur-unsur zat gizi yang diperlukan tubuh baik kualitas maupun

kuantitasnya. Hal ini dikenal dengan tri guna makanan yakni makanan yang

mengandung sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur. Tidak ada

satupun jenis makanan yang mengandung semua zat gizi yang mampu membuat

seseorang untuk hidup sehat, tumbuh kembang dan produktif. Oleh karena itu

setiap orang diharapkan agar mengkonsumsi makanan yang beranekaragam.

Dengan mengkonsumsi makanan sehari-hari yang beranekaragam, kekurangan zat

gizi pada jenis makanan yang satu akan dilengkapi oleh keunggulan susunan zat

(43)

Menurut Siregar (2009), pada hakekatnya memerlukan makanan yang

seimbang sepanjang hidupnya untuk kelangsungan serta pemeliharaan

kesehatannya. Keluarga mendapatkan zat-zat gizi dalam bentuk bahan makanan

berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan. Satu macam bahan makanan saja tidak

dapat memenuhi semua kebutuhan tubuh akan berbagai macam zat gizi yang

berlainan jenis dan jumlahnya. Untuk mencapai gizi yang prima perlu dipenuhi

dua hal yaitu pertama memakan makanan yang beraneka ragam menggunakan

semua macam bahan makanan dari semua golongan, kedua bahan makanan dalam

jumlah dan kualitas yang benar dan tepat.

5.2 Tingkat Keragaman Konsumsi Pangan Keluarga Petani Berdasarkan Kepemilikan Lahan

Dari hasil penelitian yang disajikan dalam tabel 4.5 diketahui bahwa

Keluarga Petani di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan

Tahun 2015 tidak memiliki lahan, keragaman konsumsi pangan tinggi sebanyak

84,5%. Serta keluarga petani dengan memiliki lahan, keragaman konsumsi pangan

tinggi sebanyak 60,0%. Sistem lahan pertanian di Kelurahan Baru Ladang Bambu

Kecamatan Medan Tuntungan lahan yang digunakan yang bukan milik sendiri

menggunakan sistem bagi hasil yaitu 50:50 ketika panen. Semua biaya modal

pertanian saat penanaman/ pembibitan ditanggung oleh pengguna/ pemakai.

Ketidak merataan lahan pertanian juga merupakan hambatan yang harus

diperhitungkan dalam upaya perbaikan gizi penduduk. Tingginya sewa lahan tidak

seimbangnya sistem bagi hasil antara penggarap dan pemilik akan mempertajam

kesenjangan pendapatan yang berdampak meningkatkan besar dan sifat masalah

(44)

masyarakat merupakan penentu penting dalam pola pertanaman dan kemampuan

untuk mengusahakan tanaman yang dapat memberikan keuntungan besar pada

tingkat setempat. Petani yang memiliki lahan sendiri dapat lebih leluasa dalam

menentukan apa yang mereka tanam dan kapan serta bagaimana menjual hasilnya.

Penyewa atau buruh tani haknya terbatas untuk menentukan apa yang ditanam dan

bagaimana sebaiknya melakukan penjualan.

Berdasarkan hasil penelitian Nugrayasa (2013) menunjukkan tidak ada

hubungan antara kepemilikan lahan dengan skor PPH pada keluarga petani sawah

tadah hujan di desa Jatihadi, Sumber, Kabupaten Rembang. Dari hasil penelitian

67 keluarga memiliki lahan pertanian sendiri. Petani dengan lahan sendiri

memiliki skor PPH ideal dan tinggi lebih besar 45 keluarga dari petani penggarap

yang hanya 14 keluarga. Petani penggarap menggunakan sistem bagi hasil dengan

pemilik yaitu setengah setengah. Hal ini tidak sesuai dengan sistem bagi hasil

menurut Suhardjo dkk (1986:20-21) yaitu petani penyewa dan buruh tani tanpa

lahan menempati lahan-lahan kecil tanpa biaya dimana mereka boleh

menanaminya dengan tanaman pangan untuk konsumsi rumah tangganya.

5.3 Tingkat Keragaman Konsumsi Pangan Keluarga Petani Berdasarkan Pendidikan Ibu Rumah Tangga

Dari hasil penelitian yang disajikan dalam tabel 4.6 diketahui bahwa

tingkat pendidikan SD, keragaman konsumsi pangan tinggi sebanyak 93,8%.

Meskipun pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana

diharapkan seseorang berpendidikan tinggi maka orang tersebut semakin luas

pengetahuannya, namun perlu diketahui bahwa seseorang yang berpendidikan

(45)

Peningkatan pengetahuan tidak harus diperoleh dari pendidikan formal

akan tetapi juga diperoleh dari pendidikan non formal seperti penyuluhan tentang

gizi yang dilakukan oleh kader. Berdasarkan penjelasan dari penyuluh pertanian

Kelurahan Baru Ladang Bambu, ibu-ibu di Kelurahan ini aktif dalam mengikuti

kegiatan penyuluhan yang diadakan oleh tenaga pertanian. Dengan kegiatan

tersebut mereka dapat memberikan makanan yang beranekaragam kepada

keluarganya.

Menurut Ampera dkk (2005) perilaku penganeakaragaman konsumsi

pangan seseorang atau keluarga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan atau

pengetahuan tentang pangan itu sendiri, dalam satu keluarga biasanya ibu yang

bertanggung jawab terhadap makanan keluarga. Karena pengetahuan gizi

bertujuan untuk mengubah perilaku konsumsi masyarakat kearah

penganeakaragaman konsumsi pangan yang sehat dan bergizi.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Mapandin (2005) dalam tesisnya

yang berjudul hubungan faktor-faktor sosial budaya dengan konsumsi makanan

pokok rumah tangga pada masyarakat di Kecamatan Wamena, Kabupaten

Jayawijaya didapatkan bahwa kontribusi energi makanan pokok dengan kategori

pada rumah tangga dengan ibu rumah tangga berpendidikan dasar jauh lebih besar

dibandingkan pada rumah tangga dengan ibu rumah tangga berpendidikan lanjut.

5.4 Tingkat Keragaman Konsumsi Pangan Keluarga Petani Berdasarkan Pendapatan

Dari hasil penelitian yang disajikan dalam tabel 4.7 diketahui bahwa

pendapatan ≥Rp.2.037.000, keragaman konsumsi pangan tinggi sebesar 76,7%.

(46)

berpengaruh besar pada penganeakaragaman konsumsi pangan, terutama pada

golongan rumah tangga petani. Meningkatnya pendapatan berarti memperbesar

peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas lebih baik.

Sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan penurunan dalam hal

kualitas dan kuantitas yang dibeli.

Penelitian Widadie (2008), bahwa besar kecilnya pendapatan keluarga

berpengaruh terhadap pola konsumsi dan status gizi individu, maka apabila suatu

keluarga berpenghasilan tinggi maka mereka mampu membeli pangan bergizi.

Berdasarkan hasil penelitian Herlina (2014), konsumsi jenis pangan

hewani menunjukkan bahwa banyak keluarga yang mengkonsumsi telur dengan

frekuensi 6-10x/5 hari sebanyak 70%, sedangkan daging tidak pernah dikonsumsi

sama sekali sebesar 93,33%, karena berkemungkinan harga telur yang lebih

terjangkau dibandingkan dengan harga daging yang relatif mahal. Namun,

sebaiknya keluarga diberikan makanan yang beranekaragam begitu juga dengan

sumber protein karena protein sangat dibutuhkan dalam pembentukan sel-sel

tubuh manusia, bahkan antibodi tubuh untuk melawan semua penyakit juga

berasal dari protein. Begitu juga dengan semua enzim pencernaan dan berbagai

hormon juga berasal dari protein (Mapandin, 2005).

Dari hasil pengamatan peneliti ditemukan sawah untuk bertanam padi

tetapi sawah digunakan hanya pada waktu musim bertanam padi saja yaitu sekali

dalam setahun dan apabila musim bertanam telah selesai lahan dibiarkan kosong

sampai musim bertanam selanjutnya. Warga setempat tidak memanfaatkan lahan

(47)

dapat untuk meningkatkan pendapatan ketahanan pangan keluarganya. Hal ini

sejalan dengan pendapat Suhardjo dkk (1986) yang menyatakan bahwa

kemiskinan merupakan salah satu penyebab terjadinya kurang gizi yang berkaitan

erat dengan pendapatan keluarga karena pendapatan keluarga akan menentukan

daya beli terhadap pangan dan fasilitas lainnya yang dapat mempengaruhi status

gizi.

5.5 Tingkat Keragaman Konsumsi Pangan Keluarga Petani Berdasarkan Jumlah anggota keluarga

Dari hasil penelitian yang disajikan dalam tabel 4.8 diketahui bahwa

jumlah anggota keluarga ≤4 orang, keragaman konsumsi pangan tinggi sebesar

75,0%. Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi sangat nyata

pada masing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga terutama mereka yang

sangat miskin akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makanannya jika yang

harus diberi makan jumlahnya sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga

yang besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga

tersebut, tetapi tidak cukup mencegah gangguan gizi pada keluarga besar tersebut

(Suhardjo, 1986 : 28 ).

Dalam penelitian Cahyani (2008), tingkat kecukupan protein berdasarkan

karakteristik keluarga didapatkan bahwa umumnya keluarga dengan tingkat

kecukupan protein baik adalah keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga

kategori kecil dan sedang yaitu masing-masing sebesar 50%.

Dalam penelitian Widadie (2008), menunjukkan bahwa faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap diversifikasi konsumsi pangan adalah jumlah anggota

(48)

tangga dan pendapatan perkapita, akan semakin tinggi diversifikasi konsumsi

pangannya.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bangun (2013)

tentang analisis pola konsumsi pangan dan tingkat konsumsi beras, yang

menjumpai bahwa jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap konsumsi

pangan rumah tangga.

5.6 Tingkat Keragaman Konsumsi Pangan Keluarga Petani Berdasarkan Pengetahuan

Dari hasil penelitian yang disajikan dalam tabel 4.9 diketahui bahwa

pengetahuan baik, keragaman konsumsi pangan tinggi sebesar 81,7%. Dapat

dikatakan bahwa pengetahuan ibu dapat mempengaruhi terbentuknya suatu

tindakan ibu, apabila pengetahuan berada pada kategori baik maka tindakan juga

dalam kategori baik.

Hal ini juga sejalan dengan pendapat Walker dan Hill dalam Barokah

(1993) yang menyatakan peningktan pengetahuan ibu dalam memilih makanan

akan meningkatkan kemampuan ibu dalam merencanakan dan mengolah

makanan dengan ragam dan kombinasi yang tepat sesuai dengan syarat-syarat

gizi.

5.7 Tingkat Keragaman Konsumsi Pangan Keluarga Petani Berdasarkan Sikap

Dari hasil penelitian yang disajikan dalam tabel 4.10 diketahui bahwa

sikap baik, keragaman konsumsi pangan tinggi sebesar 82,5%. sebagian besar ibu

yang memiliki sikap kurang baik pada umumnya juga memiliki tindakan yang

(49)

terbentuknya suatu tindakan dalam hal ini mengenai penganekaragaman konsumsi

pangan keluarga. Hal ini sejalan dengan pendapat Notoatmodjo (2003) yang

menyatakan walau sikap seseorang belum terwujud dalam tindakan tetapi suatu

tindakan dibentuk oleh pengalaman interaksi individu dan lingkungan khususnya

yang menyangkut pengetahuan dan sikapnya terhadap suatu objek. Hal ini juga

sejalan dengan pendapat Sumarwan (2003) yang Menyatakan bahwa komponen

(50)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Keragaman konsumsi pangan sebagian besar berada pada kategori tinggi

(≥6 kelompok pangan).

2. Keragaman konsumsi pangan berdasarkan karakteristik keluarga sebagian

besar pada kategori tidak memiliki lahan, pendidikan SD, pendapatan

<Rp.2.037.000, jumlah anggota keluarga 5-6 orang, pengetahuan baik dan

sikap baik, keragaman konsumsi pangan tinggi

6.2 Saran

Diharapkan kepada pihak Kelurahan agar bekerjasama dengan Dinas

Pertanian maupun Ketahanan Pangan untuk lebih meningkatkan pembinaan

terhadap keluarga petani dengan memfokuskan upaya penyuluhan

(51)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penganekaragaman Konsumsi Pangan

Household Dietary Diversity (keragaman konsumsi pangan rumah tangga)

merupakan jumlah jenis makanan yang berbeda yang dikonsumsi selama periode

tertentu yang ditetapkan. Keragaman konsumsi pangan adalah indikator yang baik

untuk alasan sebagai berikut (Swindale & Bilinsky 2006):

- Konsumsi pangan yang lebih beragam berhubungan dengan peningkatan

hasil pada berat kelahiran, status anthropometrik anak, dan peningkatan

konsentrasi hemoglobin.

- Konsumsi pangan yang lebih beragam berkaitan erat dengan faktor seperti:

kecukupan energi dan protein, persentase protein hewani (protein kualitas

tinggi), dan pendapatan rumah tangga. Bahkan pada rumah tangga yang

sangat miskin, peningkatan pengeluaran untuk makanan yang dihasilkan

dari penghasilan tambahan berhubungan dengan peningkatan kualitas dan

kuantitas konsumsi pangan.

Menurut FAO (2007) keragaman konsumsi pangan adalah jumlah pangan

atau kelompok pangan yang berbeda yang dikonsumsi selama periode tertentu

yang ditetapkan yaitu dapat bertindak sebagai indikator alternatif dari keamanan

makanan pada berbagai keadaan, termasuk negara dengan pendapatan sedang atau

menengah, daerah pedesaan dan urban, serta untuk berbagai musim.

Penganekaragaman konsumsi pangan adalah proses pemilihan pangan

(52)

terhadap bermacam-macam bahan pangan. Penganekaragaman konsumsi pangan

merupakan upaya untuk memantapkan atau membudayakan pola konsumsi

pangan yang beragam dalam jumlah dan komposisi yang cukup guna memenuhi

kebutuhan gizi untuk mendukung hidup sehat, aktif dan produktif (Baliwati, dkk,

2010).

Penganekaragaman pangan adalah upaya peningkatan ketersediaan dan

konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan berbasis pada potensi

sumber daya lokal (UU RI No 18 Tahun 2012 Tentang Pangan).

Sedangkan pada sisi lain, kesadaran akan pentingnya konsumsi pangan

beranekaragam menyebabkan ketergantungan terhadap satu jenis pangan dapat

dicegah sehingga akan memantapkan ketahanan pangan rumah tangga (Khomsan,

2012). Semakin banyak jenis pangan yang dikonsumsi, semakin kuat ketahanan

pangan (Khaeron, 2012).

Penganekaragaman pangan atau diversifikasi pangan terbagi menjadi 3

(tiga) golongan yaitu (Cahyani, 2008) :

1. Diversifikasi horizontal merupakan upaya penganekaragaman produk yang

dihasilkan (dari sisi penawaran) dan produk yang dikonsumsi (dari sisi

permintaan) pada tingkat individu, rumah tangga maupun perusahaan.

Secara prinsip diversifikasi horizontal adalah pengekaragaman antar

komoditas.

2. Diversifikasi vertikal merupakan upaya pengembangan produk pangan

pokok menjadi produk baru untuk keverluan pada tingkat konsumsi.

(53)

produk setelah panen didalamnya termasuk kegiatan pengolahan hasil dan

limbah pertanian. Diversifikasi vertikal ini dimaksudkan untuk

meningkatkan nilai tambah dari komoditas pangan agar lebih berdaya guna

bagi kebutuhan manusia.

3. Diversifikasi regional merupakan diversifikasi antara wilayah dan sosial

budaya. Yaitu upaya penganekaragaman pangan yang dikonsumsi

berdasarkan potensi pangan lokal.

2.2 Upaya Pencapaian Percepatan Penganekaragaman Konsumsi

Pangan

Upaya pencapaian percepatan penganekaragaman konsumsi pangan

diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Tahap I (2008-2011)

a. Kampanye, sosialisasi, advokasi dan promosi percepatan

penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal baik

untuk aparat pemerintah dan pemerintah daerah, individu, kelompok

masyarakat maupun industri.

b. Pendidikan penganekaragaman konsumsi pangan secara sistematis melalui

pendidikan formal dan non formal kepada anak usia dini.

c. Penyuluhan kepada ibu rumah tangga dan remaja, terutama ibu hamil, ibu

menyusui, dan wanita usia subur tentang manfaat mengkonsumsi pangan

(54)

d. Pembinaan kepada pengusaha kecil bidang pangan guna meningkatkan

kesadaran untuk memproduksi, menyediakan dan memperdagangkan

keanekaragam pangan yang aman.

e. Fasilitasi pengembangan bisnis pangan baik segar, olahan maupun siap

saji yang berbasis sumberdaya lokal, fasilitasi akses permodalan serta

fasilitasi produksi dan pemasaran.

f. Pengembangan dan diseminasi serta aplikasi paket teknologi terapan

terhadap aneka pengolahan pangan.

g. Pemanfaatan pekarangan dan potensi pangan di sekitar rumah

tangga/tempat tinggal.

h. Pemberian penghargaan kepada kelompok masyarakat yang dinilai telah

berperan sebagai pelopor dalam menjalankan dan memajukan upaya

percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbahan baku lokal.

i. Evaluasi pencapaian penganekaragaman konsumsi pangan Tahap I.

2. Tahap II (2012 – 2015)

Untuk kurun waktu tahun 2012 – 2015, upaya-upaya percepatan

penganekaragaman konsumsi pangan adalah melanjutkan kegiatan Tahap I

dengan penambahan kegiatan dan penekanan pada pembinaan pengembangan

bisnis dan industri pangan, sebagai berikut :

a. Fasilitasi pengembangan bisnis pangan baik segar, olahan maupun siap

saji berbasis sumberdaya lokal dalam hal dukungan infrastruktur

(55)

b. Penerapan standar mutu dan keamanan pangan pada Usaha Mikro Kecil

dan Menengah (UMKM) pangan berbasis sumberdaya lokal.

c. Pemberian penghargaan kepada UMKM pangan lokal.

d. Evaluasi pencapaian penganekaragaman konsumsi pangan Tahap II.

2.3 Faktor–faktor yang Mempengaruhi Penganekaragaman Konsumsi Pangan

Faktor-faktor yang mempengaruhi penganekaragaman konsumsi pangan diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Kepemilikan lahan

Kepemilikan lahan sangat berpengaruh terhadap penghasilan petani karena

umumnya petani dengan lahan milik sendiri mempunyai pendapatan yang

lebih baik daripada petani dengan lahan sewa/ milik orang lain. Pengaruh

ini secara langsung/ tidak langsung akan berdampak terhadap pola

pemenuhan gizi keluarga. Pola penguasaan lahan dalam suatu masyarakat

merupakan penentu penting dalam pola pertanaman dan kemampuan untuk

mengusahakan tanaman yang dapat memberikan keuntungan besar pda

tingkat setempat. Petani yang memiliki lahan sendiri dapat lebih leluasa

dalam menentukan apa yang mereka tanam dan kapan serta bagaimana

menjual hasilnya. Penyewa atau buruh tani haknya terbatas untuk

menentukan apa yang ditanam dan bagaimana sebaiknya melakukan

(56)

2. Pendidikan

Perilaku penganeakaragaman konsumsi pangan seseorang atau keluarga

dipengaruhi oleh tingkat pendidikan atau pengetahuan tentang pangan itu

sendiri, dalam satu keluarga biasanya ibu yang bertanggung jawab

terhadap makanan keluarga. Karena pengetahuan gizi bertujuan untuk

mengubah perilaku konsumsi masyarakat kearah penganeakaragaman

konsumsi pangan yang sehat dan bergizi (Ampera, dkk, 2005).

Tingkat pendidikan seseorang dapat dilihat berdasarkan lamanya atau jenis

pendidikan yang dialami baik formal maupun informal. Menurut Suhardjo

(1986), tingkat pendidikan seseorang umumnya dapat mempengaruhi sikap

dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan menurut Syarief

(1988) diacu dalam Hardinsyah (2007) menyatakan bahwa tingkat

pendidikan formal umumnya mencerminkan kemampuan seseorang untuk

memahami berbagai aspek pengetahuan, termasuk pengetahuan gizi.

3. Pendapatan

Kenaikan tingkat pendapatan perorang, akan menyebabkan perubahan

dalam susunan pangan yang dikonsumsi. Akan tetapi, pengeluaran untuk

pangan yang lebih banyak tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi

pangan. Kadang-kadang, perubahan utama yang terjadi dalam kebiasaan

makanan adalah pangan yang dimakan itu lebih mahal (Suhardjo,dkk,

(57)

Terdapat kecenderungan dengan semakin tingginya pendapatan terjadi

perubahan dalam pola konsumsi pangan, yaitu pangan yang dikonsumsi

akan lebih beragam. Namun kadang-kadang peningkatan pendapatan tidak

menyebabkan jenis pangan yang dikonsumsi menjadi beragam, tetapi

justru yang sering terjadi adalah pangan yang dibeli harganya lebih mahal

(PSKPG, 2002).

Tingkat pendapatan juga menentukan pola konsumsi pangan atau jenis

pangan yang akan dibeli. Orang miskin biasanya akan membelanjakan

sebagian pendapatan tambahannya untuk pangan, sedangkan pada orang

kaya porsi pendapatan untuk pembelian pangan lebih rendah. Porsi

pendapatan yang dibeli untuk jenis pangan padi-padian akan menurun

tetapi untuk pangan yang berasal dari susu akan bertambah jika

pendapatan keluarga meningkat. Semakin tinggi pendapatan, semakin

besar pula persentase pertambahan pembelanjaannya termasuk untuk

buah-buahan, sayur, dan jenis pangan lainnya (Berg, 1986).

4. Jumlah anggota keluarga

Jumlah anggota keluarga dapat mempengaruhi jumlah dan pembagian

ragam pangan yang dikonsumsi dalam keluarga. Semakin banyak anggota

keluarga,maka makanan untuk setiap orang akan berkurang terutama pada

keluarga dengan ekonomi lemah (Suhardjo, dkk,1986).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fransiska (2013) tentang analisis

(58)

bahwa jumlah anggota rumah tangga berpengaruh nyata dan positif

terhadap konsumsi pangan rumah tangga.

Hal ini juga didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bangun

(2013) menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga berpengaruh nyata

dengan tingkat konsumsi beras dimana semakin banyak anggota keluarga

semakin banyak beras yang dikonsumsi.

2.4 Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan

Pelaksanaan kegiatan P2KP merupakan implementasi dari Rencana

Strategis Kementerian Pertanian yaitu Empat Sukses Pertanian. Salah satu dari

Empat Sukses tersebut adalah Peningkatan Diversifikasi Pangan, yang merupakan

salah satu kontrak kerja antara Menteri Pertanian dengan Presiden Republik

Indonesia pada tahun 2009- 2014. Tujuannya adalah untuk meningkatkan

keanekaragaman pangan sesuai dengan karakteristik wilayah. Kontrak kerja ini

merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang

Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber

Daya Lokal, yang ditindaklanjuti oleh Peraturan Menteri Pertanian Nomor

43/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman

Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Peraturan tersebut kini menjadi

acuan untuk mendorong upaya penganekaragaman konsumsi pangan dengan cepat

melalui basis kearifan lokal serta kerja sama terintegerasi antara pemerintah,

pemerintah daerah, dan masyarakat. Di tingkat provinsi, kebijakan tersebut telah

(59)

tingkat kabupaten/kota ditindaklanjuti dengan surat edaran atau Peraturan

Bupati/Walikota (Perbup/Perwalikota) (Badan Ketahanan Pangan, 2014).

2.5 Tujuan Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Secara umum tujuan program P2KP adalah untuk memfasilitasi dan

mendorong terwujudnya pola konsumsi pangan masyarakat yang B2SA yang

diindikasikan dengan meningkatnya skor PPH (Badan Ketahanan Pangan, 2014).

Adapun tujuan khusus program P2KP adalah untuk (Badan Ketahanan Pangan,

2014):

a. Meningkatkan kesadaran, peran, dan partisipasi masyarakat dalam

mewujudkan pola konsumsi pangan yang Beragam, Bergizi Seimbang dan

Aman (B2SA) serta mengurangi ketergantungan terhadap bahan pangan

pokok beras;

b. Meningkatkan partisipasi kelompok wanita dalam penyediaan sumber

pangan dan gizi keluarga melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan

sebagai penghasil sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral untuk

konsumsi keluarga; dan

c. Mendorong pengembangan usaha pengolahan pangan skala Usaha Mikro

Kecil dan Menengah (UMKM) sumber karbohidrat selain beras dan terigu

yang berbasis sumber daya dan kearifan lokal.

2.6 Pedoman Umum Gizi Seimbang

Menurut Arnawa, dkk, (2013), negara kita yang telah memasuki era

globalisasi, ternyata masih menghadapi masalah gizi ganda yaitu masalah gizi

(60)

itu diperlukan suatu acuan edukasi atau pendidikan tentang perilaku gizi yang baik

dan benar, yakni Pedoman Umum Gizi Seimbang.

Pedoman Umum Gizi Seimbang terdiri dari 13 pesan dasar gizi seimbang yaitu :

1. Makanlah aneka ragam makanan

Makan makanan yang beraneka ragam sangat bermanfaat bagi kesehatan.

Makanan yang beraneka ragam yaitu makanan yang mengandung

unsur-unsur zat gizi yang diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantitasnya.

2. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi

Setiap orang dianjurkan makan makanan yang cukup mengandung energi,

agar dapat hidup dan melaksanakan kegiatan sehari-hari. Kebutuhan energi

dipenuhi dengan mengkonsumsi makana sumber karbohidrat, protein dan

lemak.

3. Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi

Makanan sumber karbohidrat terdiri dari 2 yakni karbohidrat kompleks

dan karbohidrat sederhana. Untuk sumber karbohidrat jumlah yang

diperlukan untuk tubuh kita adalah 50-60% dari kebutuhan energi kita.

4. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan

energi

Bagi kebanyakan penduduk pedesaan konsumsi lemak atau minyak sangat

rendah sehingga masih perlu ditingkatkan, sedangkan konsumsi lemak

pada penduduk perkotaan sudah harus diwaspadai karena cenderung

(61)

yang mengadung sumber lemak nabati dan 1 bagian lagi sumber lemak

hewani.

5. Gunakan garam beryodium

Garam beryodium adalah garam yang telah diperkaya dengan kalium lodat

sebanyak 30-80 ppm. Gangguan kekurangan yodium dapat menyebabkan

penyakit gondok dan juga kerdil.

6. Makanlah makanan sumber zat besi

Zat besi adalah salah satu unsur penting dalam proses pembentukan sel

darah merah. Zat besi secara alamiah diperoleh dari makanan. Kekurangan

zat besi dalam makanan sehari-hari secara berkelanjutan dapat

menimbulkan penyakit anemia yang dikenal kurang darah. Kesulitan

utama untuk memenuhi kebutuhan Fe adalah rendahnya tingkat

penyerapan zat besi didalam tubuh, terutama zat besi nabati hanya diserap

1-2%. Sedangkan tingkat penyerapan zat besi makanan hewani dapat

mencapai 10-20%.

7. Pemberian ASI eksklusif 0-6 bulan dan tambahkan MP-ASI sesudahnya

Manfaat ASI begitu besar baik itu manfaat pemberian ASI bagi ibu

maupun pemberian ASI bagi bayi itu sendiri. Pada umur 6-12 bulan, ASI

masih merupakan makanan utama bayi, karena mengandung lebih dari

60% kebutuhan bayi. Guna memenuhi semua kebutuhan bayi, perlu

ditambah dengan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI).

(62)

Makan pagi atau sarapan sangat bermanfaat bagi kesehatan setiap orang.

Adanya citra makan pagi sebagai suatu kegiatan yang dirasakan

menjengkelkan perlu diubah menjadi salah satu kebiasaan yang disukai.

Kebiasaan makan pagi dapat membantu seseorang memenuhi kebutuhan

gizinya sehari-hari. Jenis hidangan untuk makanan pagi dapat dipilih dan

disusun sesuai dengan keadaan, lebih baik lagi jika terdiri dari makanan

sumber zat tenaga, sumber zat pembangun dan sumber zat pengatur.

9. Minumlah air yang bersih, aman dan cukup jumlahnya

Air minum harus bersih dan aman, aman berarti bersih dan bebas kuman.

Untuk mendapatkannya, air minum harus didihkan terlebih dahulu. Air

berfungsi untuk melancarkan transportasi zat gizi dalam tubuh, mengatur

suhu tubuh dan melancarkan dalam proses buang air besar dan kecil.

Untuk memenuhi fungsi tersebut cairan yang dikonsumsi

sekurang-kurangnya 2 liter atau setara 8 gelas perhari.

10. Lakukan kegiatan fisik dan olah raga secara teratur

Aktivitas fisik dan olah raga sangat bermanfaat bagi kesehatan karena

dapat mengendalikan berat badan, mengurangi kolesterol dan lain

sebagainya.

11. Hindari minuman beralkohol

Minuman beralkohol meningkatkan resiko penyakit yang dapat merusak

(63)

12. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan

Makanan yang dikonsumsi harus cukup gizi dan aman bagi kesehatan atau

terbebas dari pengawet, penyedap rasa dan lain sebagainya.

13. Bacalah label pada makanan yang dikemas

Makanan kemasan yang baik mencantumkan label nutrisi yang berisi

bahan-bahan dan kandungan nutrisi. Makanan yang baik juga menetapkan

batas kadaluarsa pada kemasan. Memperhatikan label nutrisi pada

kemasan membantu konsumen secara seksama memilih makanan yang

sehat dan aman.

2.7 Piramida Makanan

1. Pada baris pertama terdiri dari air putih dimana kita mengetahui tentang

kebutuhan air minum kita sehari, yakni +8 gelas.

2. Pada baris kedua, itu merupakan 'Sumber Karbohidrat' yang biasanya juga

disebut sebagai makanan pokok. Dari gambar piramida diatas itu, selain

kita bisa mengetahui kalau kebutuhannya paling besar diantara makanan

yang lain, kita juga bisa melihat makanan pokok itu tidak selalu nasi. Bisa

diganti dengan roti, sereal, biskuit, bahkan pasta.

3. Pada tingkat ketiga, kebutuhan terbesar kedua adalah sayuran dan

buah-buahan. Kedua bahan makanan ini sangat penting sebagai sumber vitamin

dan mineral, juga serat. Karena keduanya berada dalam satu baris,

memang lebih baik keduanya memiliki porsi yang lebih besar. Lebih baik

mengkonsumsi keduanya secara bersamaan, karena semakin

(64)

dapatkan. Karena pada kenyataannya, tidak ada satu jenis makanan yang

mengandung semua zat gizi secara sempurna kecuali ASI.

4. Tingkat keempat terdiri dari makanan yang mengandung protein, yakni

protein hewani seperti daging, ayam dan telur. Protein nabati seperti

kacang kedelai, kacang hijau, dan olahannya dan dairy product seperti

susu, keju dan yoghurt.

5. Tingkat kelima, posisi puncak yang menandakan kebutuhan yang sangat

sedikit atau bahkan lebih baik dihindari, yang dihuni oleh minyak, garam,

gula , suplemen dan vitamin tambahan. Beberapa jenis makanan disini,

biasanya memang tidak berdiri sendiri, melainkan bercampur dengan

bahan makanan lainnya (Arnawa, dkk, 2013).

2.8 Pola Pangan Harapan (PPH)

Untuk menilai keberhasilan upaya percepatan penganekaragaman pola

konsumsi pangan diperlukan suatu parameter. Parameter yang digunakan adalah

Pola Pangan Harapan. Pola Pangan Harapan adalah susunan beragam pangan atau

kelompok pangan yang didasarkan atas sumbangan energinya, baik secara absolut

maupun relatif terhadap total energi baik dalam hal ketersediaan maupun

konsumsi pangan. Sehingga mampu mencukupi kebutuhan konsumsi pangan

penduduk sekaligus mempertimbangkan keseimbangan gizi yang didukung

dengan citarasa, daya cerna, daya terima masyarakat, kuantitas dan kemampuan

daya beli masyarakat (Baliwati, dkk, 2010).

PPH mencerminkan susunan konsumsi pangan anjuran untuk hidup sehat,

(65)

berdasarkan skor pangan dari 9 bahan pangan. Ketersediaan pangan sepanjang

waktu, dalam jumlah yang cukup dan hanya terjangkau sangat menentukan tingkat

konsumsi pangan di tingkat rumah tangga (Depkes RI, 2014).

Tiap Negara mempunyai potensi dan sosial budaya yang berbeda-beda.

Bagi Indonesia menurut hasil Workshop on Food and Agriculture Planning for

Nutritional Adequacy di Jakarta tanggal 11-13 Oktober 1989 direkomendasikan

sebagai berikut: Kelompok padi-padian sekitar 50%, makanan berpati sekitar 5%,

pangan hewani sekitar 15-20%, minyak dan lemak lebih dari 10%,

kacang-kacangan sekitar 5% , gula 6-7%, buah dan sayur 5% (FAO-MOA, 1989).

Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) VII tahun 2004,

susunan PPH Nasional yang telah disepakati terdapat pada table 2.1 dengan target

pencapaian energi sebesar 2000 Kkal/kapita/hari.

Tabel 2.1. Pola Konsumsi Pangan Beragam, Bergizi dan Berimbang Nasional

No Kelompok

Sumber: Pusat Penganekaragaman Konsumsi Dan Keamanan Pangan, 2013

Dalam konsep PPH, setiap kelompok pangan dalam bentuk energi

(66)

masing-masing kelompok terhadap pertumbuhan dan perkembangan manusia. Sebagai

contoh, pembobot pada kelompok padi-padian, umbi-umbian dan gula hanya 0,5

karena pangan tersebut hanya sebagai sumber energi untuk pertumbuhan manusia.

Sebaliknya pangan hewani dan kacang-kacangan sebagai sumber protein yang

berfungsi sebagai pertumbuhan dan perkembangan manusia mempunyai

pembobot 2 dan sayur/buah sebagai sumber vitamin dan mineral, serat, dan

lain-lain mempunyai pembobot 5. Dengan mengkalikan proporsi energi dengan

masing-masing pembobotnya, maka dalam konsep PPH akan diperoleh skor

sebesar 100. Dalam arti penganekaragaman konsumsi pangan sesuai konsep PPH

harus mempunyai skor 100 (Ariani, 2005).

Penilaian untuk keberhasilan penganekaragaman konsumsi pangan

berdasarkan skor mutu PPH yang dicapai dibagi dalam 3 (tiga) kategori sebagai

berikut (Suhardjo dalam Sembiring (2002)) :

a. Segitiga perunggu

Skor mutu pangan kurang dari 78, dengan ciri-ciri antara lain :

- Energi dari padi-padian dan umbi-umbian masih tinggi diatas norma PPH

- Energi dari pangan hewani, sayur dan buah serta kacang-kacangan masih

rendah dibawah norma PPH

- Energi dari minyak dan gula relatif sudah memenuhi norma PPH

b. Segitiga Perak

Skor mutu pangan 78-87, dengan ciri-ciri antara lain :

- Energi dari padi-padian dan umbi-umbian makin menurun, namun masih

Gambar

Tabel 4.1 Data Penduduk di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan   Medan Tuntungan No Lingkungan Jenis Kelamin n %
Tabel  4.2  Distribusi Keluarga Petani menurut Karakteristik umur, kepemilikan lahan, pendidikan, pendapatan, jumlah anggota
Tabel  4.3  Distribusi karakteristik keluarga petani menurut  pengetahuan dan sikap di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan
Tabel 4.5
+5

Referensi

Dokumen terkait

(5) Biaya penginapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dibayarkan sesuai dengan biaya riil, dan dalam hal pelaksanaan perjalanan dinas tidak menggunakan fasilitas hotel

Dari analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk lebih likuid sedangkan PT Semen Gresik Tbk lebih solvabel, lebih efesien dalam penggunaan

Pola Pengelolaan Keuangan BLUD, yang selanjutnya disebut PPK-BLUD, adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui sistem transaksi deposito yang diterapkan di PT Bank Lippo, Tbk dan untuk mengevaluasi penerapan sistem yang sedang berjalan selama

Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik

Dari data-data yang diperoleh oleh penulis berdasarkan analisis Balanced Scorecard dapat diketahui bahwa kinerja perusahaan berada dalam kondisi yang cukup baik. Hal ini dapat

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui metode konstruksi dinding mana yang lebih efisien dari segi biaya dan waktu, antara menggunakan dinding bata merah atau dinding

Pada data primer yang saya dapat dan saya teliti dengan mengambil sampel pada kuku pada anak usia 1-5 tahun telah di temukan telur cacing Ascaris lumbricoides