• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini berisi tentang kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan mengenai pengembangan energi arus laut.

4 | E n e r g i A r u s L a u t BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Pengembangan Energi Arus Laut

2.1.1 Konsep Energi Arus Laut

Pemenuhan kebutuhan energi di Indonesia saat ini sebagian besar masih mengandalkan bahan bakar fosil dan sedikit sekali yang menggunakan sumber energi terbarukan. Energi yang digunakan saat ini seperti yang telah diketahui berasal dari pembakaran bahan bakar fosil. Namun, bahan bakar fosil merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui yang artinya apabila persediaan minyak bumi di alam sudah habis, butuh waktu lama untuk mendapatkannya kembali. Banyak permasalahan yang kemudian muncul akibat penggunaan sumber energi tersebut masih dirasakan masyarakat Indonesia. Sebagai contoh, energi listrik yang dihasilkan belum cukup tersedia dan belum merata persebarannya hingga ke pelosok negeri. Dibutuhkan cadangan-cadangan energi yang berasal dari energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan serta lebih ekonomis. Indonesia dengan potensi laut yang sangat besar, yaitu mendekati dua per tiga wilayah, memiliki potensi untuk mengembangkan sumber-sumber energi yang berasal dari arus laut. Mengingat Indonesia adalah negara kepulauan dengan lautan yang sangat luas, perlu adanya penelitian-penelitian baru mengenai potensi dari laut tersebut. Contoh energi alternatif yang sedang dikembangkan saat ini adalah energi dari arus laut.

Pada dasarnya, arus laut merupakan gerakan horizontal massa air laut. Sumber energi yang berasal dari arus laut tidak kalah besar dibanding sumber energi lainnya. Secara singkat, prinsip energi arus laut adalah mengubah energi kinetik dari arus dan gelombang laut untuk menggerakkan turbin, misalnya turbin pembangkit listrik. Secara global, laut dunia mempunyai sumber energi yang sangat besar, yaitu mencapai 2,8 x 1014 (280 Triliun) Watt-jam. Selain itu, arus laut ini juga menarik untuk dikembangkan sebagai pembangkit listrik karena sifatnya yang relatif stabil dan dapat diprediksi karakteristiknya.

Perkembangan teknologi pemanfaatan energi air laut, khususnya arus laut sebagai energi baru terbarukan di dunia saat ini berkembang dengan pesat, seiring dengan meningkatnya tuntutan akan kebutuhan energi listrik masyarakat kawasan pesisir serta semakin maraknya isu pemanasan global yang mendorong untuk

5 | E n e r g i A r u s L a u t

membatasi penggunaan bahan bakar hidrokarbon. Arus laut berupa pasang surut yang diakibatkan oleh interaksi bumi, bulan, matahari, dan arus geostropik karena gaya Coriolis akibat rotasi bumi serta perbedaaan salinitas, temperatur, dan densitas. Prinsip yang dikembangkan pada teknologi ekstraksi energi arus laut ini dilakukan dengan mengadopsi prinsip teknologi energi angin yang telah lebih dulu berkembang, yaitu dengan mengubah energi kinetik arus laut menjadi energi rotasi dan energi listrik. Daya yang dihasilkan oleh turbin arus laut jauh lebih besar daripada daya yang dihasilkan oleh turbin angin, karena rapat massa air laut hampir 800 kali rapat massa udara. Kapasitas daya yang dihasilkan dihitung dengan pendekatan matematis yang memformulasikan daya yang dihasilkan dari suatu aliran fluida yang menembus suatu permukaan A dalam arah yang tegak lurus permukaan. Tercatat beberapa negara telah berhasil melakukan instalasi pembangkit energi listrik dengan memanfaatkan energi arus laut, mulai dari prototype turbin hingga mencapai turbin skala komersial dengan kapasitas 1,2 mW/turbin. Negara-negara tersebut seperti di Skotlandia, Swedia, Perancis, Norwegia, Inggris, Irlandia Utara, Australia, Italia, Korea Selatan, dan Amerika Serikat.

Kiho (1996) meneliti konversi arus laut menjadi energi listrik dengan menggunakan Vertical Axis Darrieus Turbine 3 (tiga) daun. Hasil yang diperoleh adalah bahwa pembangkitan energi dari arus laut sangat dimungkinkan apabila kecepatan arus mencapai 1m/detik atau lebih. Pengembangan lebih jauh ke arah implementasi telah dilakukan oleh KOBOLD-Italia (2003) dan SEAFLOW oleh Marrine Current Turbine, Ltd. – UK (2006). Sedangkan di Indonesia sendiri sudah dilakukan penelitian sampai pada tahap pemetaan sumber-sumber daya arus laut sebagai sumber energi (2006) dan pembuatan prototipe dari Vertical Axis Turbine (Erwandi, 2008).

Sistem yang diyakini secara tepat di dalam memanfaatkan energi arus laut adalah sistem turbin dengan model sumbu vertikal atau biasa disebut Vertical Axis Turbine (VAT). VAT pada awalnya dikenal dan digunakan pada sistem kincir angin. Desain awal turbin ini ditemukan di Persia sekitar tahun 500-900 M, yang pada waktu itu digunakan untuk memompa air dan menggiling gandum. Namun, paten atas konsep

Vertical Axis Turbine dilakukan pertama kali oleh Georges Jean Marie Darrieus pada tahun 1925 di Perancis. Studi tentang pemanfaatan VAT ini sudah banyak dilakukan di luar, namun masih didominasi untuk pemanfaatan sumber energi yang berasal dari

6 | E n e r g i A r u s L a u t

angin (Vertical Axis Wind Turbine). Sedangkan untuk pemanfaatannya pada sumber energi arus laut masih kurang.

2.1.2 Potensi Energi Arus Laut

Peran penting energi sangat dibutuhkan dalam pencapaian tujuan sosial, ekonomi, dan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan di Indonesia serta merupakan pendukung keberhasilan ekonomi nasional. Permintaan energi di Indonesia cenderung meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Ironisnya, sumber energi konvensional berupa energi fosil yang merupakan sumber energi utama di Indonesia semakin terbatas cadangannya.

Di sisi lain, Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada di garis khatulistiwa mempunyai potensi sumber-sumber energi baru dan terbarukan melimpah, sedangkan yang termanfaatkan masih sangat kecil. Seharusnya dengan melimpahnya sumber-sumber energi di Indonesia, dapat memanfaatkan dan meningkatkan energi tersebut dengan harga murah, ramah lingkungan, dan terbarukan. Oleh karena itu dibutuhkan suatu pembangkit yang efisien, mudah mendistribusikan, dan ramah lingkungan di masing-masing daerah di Indonesia serta memanfaatkan sumber energi lain selain bahan bakar minyak untuk proses pembangkitan; seperti air, batubara, maupun arus laut di kepulauan.

Indonesia dilalui salah satu arus laut yang sangat unik yang dikenal dengan ARLINDO (Arus Lintas Indonesia). Arlindo yang mempunyai nilai-nilai kekuatan arus yang di tiap lintasannya berpotensi untuk mencukupi kebutuhan listrik di Indonesia. Arlindo merupakan suatu sistem lintasan arus di perairan Indonesia yang membawa

Gambar 2.1 Ilustrasi Konsep Turbin Arus Laut Sumbu Vertikal

Sumber: http://pltal.wordpress.com/2010/09/15/sumber-energi-arus-laut-dari-selat-larantuka-flores-timur/

7 | E n e r g i A r u s L a u t

massa air dari Samudera Pasifik ke Samudera Indonesia dengan jalur lintasan. Ada beberapa provinsi yang kemudian dibidik dijadikan lokasi pengembangan arus laut yang dilalui oleh Arlindo, di antaranya Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, serta Sulawesi Utara. Kawasan-kawasan tersebut berada di bagian timur Indonesia karena banyak terdapat selat-selat sempit di antara gugusan pulau, serta penduduknya mayoritas hidup dari hasil laut yang memerlukan energi untuk kelangsungan hidup.

Nilai rata-rata arus di Laut Makassar 11,6 Sv, Laut Lombok 2,6 Sv, Laut Halmahera 1,1 Sv, Laut Ombai 4,9 Sv, Laut Timor 7,5 Sv. Nilai-nilai arus tersebut apabila dikonversikan ke dalam satuan watt akan menghasilkan energi yang sangat besar, bahkan mencukupi kebutuhan listrik di dunia.

Dari penelitian PL Fraenkel (J Power and Energy Vol 216 A, 2002) lokasi yang ideal untuk instalasi pembangkit listrik tenaga arus mempunyai kecepatan arus dua arah (bidirectional) minimum 2 meter per detik. Yang ideal adalah 2.5 m/s atau lebih. Kalau satu arah (sungai/arus geostropik) minimum 1.2-1.5 m/s. Kedalaman tidak kurang dari 15 meter dan tidak lebih dari 40 atau 50 meter. Relatif dekat dengan pantai agar energi dapat disalurkan dengan biaya rendah.

Selat-selat di Indonesia juga dapat berpotensi menjadi sumber energi arus laut terutama wilayah timur, di antaranya:

Gambar 2.2 Lintasan ARLINDO (Arus Laut Indonesia)

Sumber: modul mata kuliah oseanografi fisik jurusan ilmu kelautan UNPAD oleh Mayor laut Gentio Harsono S.T, M.Si

8 | E n e r g i A r u s L a u t

1. Selat Toyapakeh, Nusa Penida, Bali

Kecepatan arus laut di daerah Selat Toyapakeh, Nusa Penida umumnya lebih kecil dari 1,5 m/detik. Tetapi pada kondisi tertentu, kecepatannya bisa mencapai 2,5 –

3,0 m/detik bahkan lebih besar dari 3,0 m/detik. Kecepatan arus maksimum umumnya terjadi pada kondisi air pasang purnama dengan arah relatif ke utara, sedangkan kecepatan arus minimum biasanya pada saat surut perbani dengan arah reatif ke selatan (Yuningsih, dkk., 2010). Hal ini menunjukkan bahwa di daerah Selat Toyopakeh memiliki potensi untuk lokasi penempatan turbin pembangkit listrik. Hasil dari perhitungan konversi energi arus laut di perairan ini juga menunjukkan bahwa listrik yang dihasilkan di Selat Toyopakeh sebesar 150 –

350 kW.

2. Selat Alas, Lombok, NTB

Di perairan ini sumber energi arus laut dapat menghasilkan kecepatan arus 1,2 m/detik dan apabila dikonversikan akan diperoleh energi listrik sebesar 17,71 kW. 3. Selat Larantuka, Flores Timur, NTT

Kecepatan arus laut yang keluar masuk Selat Larantuka antara Pulau Flores dan Pulau Adonara, sangat fenomenal. Pada saat bulan baru dan bulan purnama kecepatan arus laut yang keluar dari Selat Larantuka menuju Laut Flores pada beberapa titik dapat mencapai 4.0 meter/detik. Arus laut dengan kecepatan seperti itu sungguh menyimpan energi kinetik yang besar, yang dapat diubah menjadi tenaga listrik. Tim perekayasa Unit Pelaksana Teknis Laboratorium Hidrodinamika Indonesia (UPT LHI) BPPT mulai menguji coba prototipe Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (PLTAL). Turbin PLTAL yang dipasang adalah turbin poros vertikal tipe Darrieus berbilah turbin lurus. turbin dapat menghasilkan listrik 2 kW pada kecepatan arus 1.4 m/detik. Hasil pemetaan tim perekayasa dari UPT LHI BPPT menunjukkan bahwa potensi daya listrik Selat Larantuka lebih dari 6000 MW bergantung pada jumlah turbin yang dipasang. Potensi ini baru pada satu selat, padahal di Propinsi Nusa Tenggara Timur terdapat banyak selat yang potensinya sama atau lebih besar dari Selat Larantuka.

2.1.3 Kebijakan Pengembangan Arus Laut di Indonesia

Langkah yang dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi kelangkaan/krisis energi di Indonesia antara lain melalui beberapa tujuan, sasaran, pengertian dari

9 | E n e r g i A r u s L a u t

energi-energi yang dapat dikembangkan di Indonesia yang terdapat pada undang-undang, peraturan, serta kebijakan, antara lain:

1. UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi dan Peraturan Presiden No.5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional

Energi terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dari sumber daya energi yang secara alamiah tidak akan habis dan dapat berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain: panas bumi, biofuel, aliran air, sungai, panas surya, angin, biomassa, biogas, ombak laut, dan suhu kedalaman laut. Selain itu juga dijelaskan beberapa tujuan dan sasaran dari Kebijakan Energi Nasional. Tujuan dari Kebijakan Energi Nasional adalah untuk mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri. Sasaran Kebijakan Energi Nasional adalah terwujudnya energi (primer) mix yang optimal pada tahun 2025, yaitu peranan masing-masing jenis energi terhadap konsumsi energi nasional.

2. Kebijakan Strategis Nasional Pembangunan Iptek, serta Kebijakan Nasional Eksploitasi Laut

Hukum Laut Internasional telah mengalami perkembangan baru dengan terciptanya Konvensi Hukum Laut PBB 1982 sebagai hasil dari UNCLOS III. Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 dan Konvensi Hukum Laut 1982, selanjutnya disingkat KHL, dan telah berlaku efektif sejak 16 November 1994. Laut bagi Indonesia memiliki nilai yang sangat strategis yang mengandung aspek-aspek ekologi, ekonomi, sosial-budaya, politik, keamanan dan pertahanan yang diperuntukkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan bangsa, negara, dan rakyat Indonesia. Pembangunan di bidang kelautan harus menjadi alternatif pembangunan nasional di bidang kelautan harus berasaskan pembangunan berkelanjutan yang berbasis ekosistem, sehingga hasil-hasil pembangunan yang dicapai dapat bermanfaat bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang. Dalam salah satu azasnya, azas pengelolaan berbasis ekosistem dan ekologis menyatakan bahwa suatu kegiatan oleh satu sektor atau oleh masyarakat akan menimbulkan dampak bagi kegiatan lain. Asas ini tidak beda dengan asas keterpaduan. Demikian juga suatu kegiatan harus memperhatikan pertimbangan ekologis karena satu sama terkait.

10 | E n e r g i A r u s L a u t

3. Arahan Kebijakan Energi Terbarukan PLT Tenaga Laut

a. Meningkatkan ekplorasi sumberdaya energi berbasis arus, gelombang dan perbedaan suhu air laut.

b. Meningkatkan kemampuan nasional untuk peningkatan pemanfaatan energi arus, gelombang dan perbedaan suhu air laut, baik skala industri maupun domestik di seluruh kawasan laut Indonesia yang potensial.

c. Meningkatkan kemampuan penelitaan dan pengembangan di bidang energi laut menuju pemanfaatannya secara ekonomis.

4. Rangkuman Rapat Kerja Asosiasi Energi Laut Indonesia

Beberapa poin penting yang menjadi rangkuman rapat kerja asosiasi energi arus laut Indonesia adalah mendorong pemetaan potensi dan penyusunan blue print energi laut, menentukan kapasitas pilot project energi laut, serta mendorong terkoordinasinya program-program pengembangan dari : Riset Insentif, Riset universitas (Skema Dikti), PLN, Direktorat Wilayah dan Pesisir, Kementerian daerah tertinggal, ESDM, KLH. Target penerapan teknologi arus laut yang digunakan adalah menentukan kapasitas pilot project PLTAL, memberikan dukungan untuk perusahaan yang sudah memiliki teknologi turbin arus laut, dan mendorong agar tahun 2013 arus laut sudah bisa di instalasi.

Beberapa program yang telah direncanakan adalah sebagai berikut:

- Menghimpun seluruh perundang-undangan dan kebijakan di bidang energi baru terbarukan khususnya Energi Laut dan memberikan pemahaman akan arti serta perannya dalam menunjang program nasional KEN.

- Menyusun bahan-bahan regulasi jika peraturan perundang-undangan yang ada belum menampung atau mengatur perkembangan-perkembangan kebijakan baru

- Menyusun langkah-langkah strategis bahan-bahan kebijakan atau paradigm baru bahwa tidak ada alasan menghambat implementasi Energi Laut, berdasarkan potensi yang dimiliki dan karakteristik laut Indonesia

- Mengusulkan kepada Pemerintah untuk mendanai kegiatan awal Pre

11 | E n e r g i A r u s L a u t

prototype pembangkit Energi Laut sebagai acuan dalam pengembangan dan pengusahaan Energi Laut yang cocok untuk wilayah laut Indonesia

- Melaksanakan review berbagai peraturan perundangan dan kebijakan yang dirasakan menghambat dan tidak cocok lagi dengan kondisi yang berkembang secara global terutama issu lingkungan.

- Menggiring berbagai institusi penelitian dan universitas yang terkait

pengembangan Energi Laut menjadi “pusat unggulan” sehingga dapat diacu

sebagai pedoman dalam pengembangan dan pengusahaan khas Indonesia.

- Mengusulkan kepada Pemerintah visi kontribusi proporsi Energi Kelautan dalam Kebijakan Energi Nasional.

2.2 Implementasi Pengembangan Energi Arus Laut di Indonesia (Studi Kasus

Kawasan Pesisir Flores Timur, NTT)

Semakin menipisnya ketersediaan energi yang bersumber dari bahan bakar fosil membuat kita perlu melakukan langkah-langkah pencarian sumber-sumber energi alternatif yang ramah lingkungan serta terbarukan. Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki sumber energi yang berasal dari arus laut yang sangat melimpah. Berawal dari hal tersebut, Unit Pelaksana Teknis Balai Pengkajian dan Penelitian Hidrodinamika (UPT-BPPH) BPPT telah mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (PLTAL). Kebutuhan akan energi di Indonesia semakin meningkat, namun pemenuhan pasokan listrik nasional belum menjangkau seluruh daerah-daerah terpencil, seperti halnya di daerah Selat Flores (Larantuka), Nusa Tenggara Timur. Dengan mempertimbangkan potensi alam daerah yang ada, terutama di daerah-daerah pesisir, maka diupayakan pemanfaatan energi baru terbarukan yang berasal dari energi arus laut untuk memenuhi kebutuhan pasokan listrik setempat. Lokasi terpilih dengan kecepatan arus optimum (untuk alat) merupakan tempat yang tepat pemasangan pembangkit listrik tenaga arus laut untuk memenuhi kebutuhan listrik. Penelitian untuk mengetahui potensi arus tersebut dilakukan dengan pengukuran langsung di lapangan maupun dengan pemodelan perilaku dinamis arus laut.

Kajian melalui pemodelan dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar potensi energi arus yang terdapat di Selat Larantuka. Selanjutnya dengan mempertimbangkan faktor-faktor lainnya maka ditentukan lokasi penempatan pembangkit listrik tenaga arus laut. Lokasi pemodelan yang dipilih merupakan selat di antara dua pulau, yang secara morfologi merupakan alur aliran arus laut dengan

12 | E n e r g i A r u s L a u t

kecepatan yang relatif lebih tinggi. Pemodelan ini hanya memperhitungkan arus yang ditimbulkan akibat perbedaan ketinggian pasang surut.

Lokasi studi terletak di Selat Larantuka yang berada diantara Pulau Flores dan Pulau Adonara. Kawasan timur Indonesia seperti Propinsi Nusa Tenggara Timur umumnya berupa selat-selat sempit diantara dua gugusan pulau, serta penduduknya mayoritas hidup dari hasil laut yang memerlukan energi. Karena berdasarkan data sekunder dari daftar arus pasang surut, hasil analisa perbedaan waktu pasang surut, batimetri regional dan pola arus lintas Indonesia regional (ARLINDO) di daerah ini dilalui arus dengan kecepatan yang memenuhi syarat sebagai pembangkit listrik tenaga arus (Gordon, 2003).

Kajian melalui permodelan dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar potensi energi arus yang terdapat di Selat Larantuka. Selanjutnya dengan mempertimbangkan faktor-faktor lainnya maka ditentukan lokasi penempatan pembangkit listrik tenaga arus laut. Lokasi pemodelan yang dipilih merupakan selat di antara dua pulau, yang secara morfologi merupakan alur aliran arus laut dengan kecepatan yang relatif lebih tinggi. Arus laut yang keluar masuk Selat Larantuka dan selat-selat lain di sepanjang Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur terutama disebabkan oleh gaya tarik menarik antara bumi, bulan, dan matahari. Gaya ini menimbulkan pasang naik dan pasang surut di Laut Sawu, dan Laut Flores. Akibat adanya perbedaan tinggi muka air laut antara kedua laut tersebut, maka air mengalir dan bertambah kecepatannya menjadi arus laut yang deras saat melewati selat-selat sempit.

Gambar 2.3 Selat Larantuka, Lokasi Studi

13 | E n e r g i A r u s L a u t

Berdasarkan tipe pasang surutnya, pola arus pasang surut di perairan Selat Larantuka terjadi dua arah aliran berbeda sebanyak dua kali dalam waktu 24 jam, yaitu pada saat surut pola aliran arus ke arah utara sedangkan pada saat pasang pola aliran ke arah selatan. Berdasarkan lama waktunya posisi air saat akan pasang hingga pasang maksimum berkisar antara 7 – 8 jam, sedangkan lama waktu posisi air saat akan surut hingga surut minimum berkisar antara 5 – 6 jam. Kedudukan air tertinggi pada saat pengamatan pasang surut adalah sebesar 4.02 m pada bacaan rambu dan kedudukan air terendah adalah sebesar 0.62 m pada bacaan rambu. Kedudukan air ini jika direferensikan terhadap kedudukan muka air laut rata-rata (MSL = 2.16) maka kedudukan air tertinggi saat pengamatan adalah sebesar 1.86 m di atas duduk tengah, sedangkan kedudukan air terendah adalah sebesar 1.34 m di bawah duduk tengah. Kedudukan muka air tersebut menunjukkan pergerakkan volume air saat pasang lebih besar daripada pergerakkan volume air saat surut.

Selat Larantuka yang memanjang dari arah timur laut sampai barat daya memisahkan Pulau Flores dan Pulau Adonara. Secara umum morfologi kawasan pesisir timur Pulau Flores dan pesisir barat Pulau Adonara adalah pantai bertebing, karakter pantai ini menempati hampir 50 % wilayah tersebut. Pantai tipe ini banyak tersebar di kawasan pesisir selatan Larantuka yang merupakan lereng gunung api Ile Mandiri hingga lereng gunung api Lewotobi Perempuan. Pantai bertebing berbatu tersebut juga tersebar di pantai barat daya dan pantai timur laut pulau Adonara. Khusus untuk pantai utara pulau Adonara tersingkap batu gamping terumbu yang membentuk bukit diantara pedataran pasir. Bukit gamping terumbu tersebut pada garis pantai membentuk tebing yang curam serta rongga-rongga akibat erosi gelombang.

Pada bagian barat laut pulau Adonara sebuah bukit yang cukup tinggi yang merupakan bagian dari Formasi Kiro juga membentuk tebing yang sangat curam dan pada garis pantainya terdapat boulder-boulder batuan basaltik (Koesoemadinata dan Noya, 1989). Sedangkan kawasan pantai berpasir dengan morfologi landai banyak dijumpai di sekitar Larantuka. Kawasan pesisir utara dan selatan pulau Adonara juga memiliki tipe pantai berpasir yang sangat luas, bahkan hampir 50 % kawasan pesisir di pulau Adonara ini merupakan tipe pantai berpasir. Pantai berpasir memiliki morfologi landai, dengan kemiringan lereng antara 2º hingga 4º dan berasosiasi dengan tumbuhan bakau. Bentuk kawasan pantai dengan morfologi landai

14 | E n e r g i A r u s L a u t

dimanfaatkan masyarakat sebagai kawasan pemukiman dan perkebunan. Sedangkan daerah yang mempunyai kemiringan lereng terjal dengan kemiringan hingga 70⁰

umumnya tidak dijadikan daerah hunian.

Kecepatan arus laut yang keluar masuk Selat Larantuka antara pulau Flores dan Pulau Adonara sangat fenomenal. Pada saat bulan baru dan bulan purnama kecepatan laut yang keluar dari Selat Larantuka menuju Laut Flores pada beberapa titik dapat mencapai 1,5-3,4 meter per detik. Dari hasil pemantauan, sepanjang tahun di Selat Flores bisa didapat kecepatan arus laut minimum 0,6 meter per detik dan maksimum 4,3 meter per detik atau rata-rata 1,8-2 meter per detik. Teknologi pembangkit listrik yang menggunakan energi terbarukan arus laut ini sudah diaudit oleh Pusat Audit Teknologi BPPT. Teknologi itu menempati level 7 menuju level 8. Jika menempati posisi puncak pada level 9, diartikan sudah siap dikomersialkan. Efisiensi putaran turbin sudah cukup tinggi, mencapai 42 persen tanpa generator, dan 32 persen sampai 35 persen setelah dipasang generator. Diperkirakan listrik dari pembangkit listrik tenaga arus laut di perairan selat akan sangat melimpah, mampu membangkitkan listrik 300 megawatt.

Berdasarkan road map penelitian karakteristik arus laut serta estimasi daya listrik yang telah dilaksanakan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL) sampai tahun 2010 di perairan Nusa Tenggara, Tim Perekayasa Unit Pelaksana Teknis Laboratorium Hidrodinamika Indonesia (UPT LHI) BPPT mulai menguji coba prototype pembangkit listrik tenaga air laut (PLTAL). Tim Perekayasa Unit Pelaksana Teknis Laboratorium Hidrodinamika Indonesia (UPT LHI). Sementara

Dalam dokumen Prasarana Wilayah dan Kota II Implement (Halaman 8-38)

Dokumen terkait