• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian assertive training dalam menangani korban cyberbullying pada siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandung Tahun Pelajaran 2013/2014 diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

1. Secara umum gambaran korban cyberbullying dan karakteristik korban cyberbullying pada siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandung Tahun Pelajaran 2013/2014 berada pada kategori rendah. Artinya, ciri-ciri perilaku cyberbullying yang dialami korban mencakup flaming, harassment, cyberstalking, denigration, impersonation, outing &trickery, dan exclusion serta dampak yang dialami korban baik pada fisik, psikologis, sosial, dan akademik berada pada intensitas yang rendah. Kendatipun demikian, korban memerlukan keterampilan untuk menangani dan mereduksi dampak negatif cyberbullying. Oleh karena itu, perlu ada upaya secara responsif untuk mereduksi dampak negatif cyberbullying.

2. Hasil validasi oleh pakar bimbingan dan konseling terhadap rumusan program intervensi melalui teknik assertive training dinilai cukup memadai sebagai layanan intervensi dalam menangani korban cyberbullying. Program intervensi melalui assertive training dalam menangani korban cyberbullying memuat dasar pemikiran, deskripsi kebutuhan, tujuan, prosedur assertive training, asumsi intervensi, sasaran intervensi, sesi intervensi, indikator keberhasilan, pengembangan tema, langkah-langkah implementasi pelaksanaan assertive training dalam menangani korban cyberbullying, evaluasi program, rencana operasional, dan satuan kegiatan layanan bimbingan dan konseling.

3. Assertive training efektif dalam menangani korban cyberbullying. Artinya, melalui teknik assertive training terjadi perubahan ke arah yang positif pada korban. Hal ini ditunjukkan dengan menurunnya dampak cyberbullying pada seluruh aspek, baik aspek fisik, psikologis, sosial, dan akademik.

110

B. Rekomendasi

Rekomendasi hasil penelitian ditujukan kepada sekolah, konselor, orang tua dan peneliti selanjutnya.

1. Sekolah

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan adanya korban cyberbullying dengan intensitas yang relatif rendah. Kendati pun demikian, cyberbullying perlu segera diatasi. Adapun rekomendasi bagi pihak sekolah untuk melakukan pemantauan terhadap penggunaan gadget dan internet pada siswa agar dapat mengetahui aktivitas siswa di dunia maya. Pihak sekolah dapat bekerja sama dengan orang tua untuk melakukan pemantauan penggunaan gadget dan internet tersebut. Hal ini dapat mengurangi tingkat dan risiko dari perilaku cyberbullying. Pihak sekolah perlu mengeluarkan kebijakan anti-bullying agar sekolah bebas dari berbagai bentuk bullying. Ini dapat dimulai dengan mengadakan seminar bahaya cyberbullying untuk guru, siswa, orang tua, dan seluruh anggota sekolah.

2. Konselor

Penelitian yang telah dilakukan terbukti efektif dalam menangani korban cyberbullying. Layanan intervensi yang telah dilakukan diharapkan dapat menjadi referensi bagi konselor dalam menangani korban cyberbullying melalui assertive training. Selain penggunaan layanan sebagai upaya intervensi terhadap konseli yang menjadi korban, konselor perlu melakukan upaya preventif atau pencegahan terhadap siswa yang menjadi korban cyberbullying pada kategori rendah.

Hasil penelitian menunjukkan adanya korban cyberbullying yang rendah. Ini dapat dipengaruhi oleh korban yang malu untuk mengungkapkan masalahnya. Kecenderungan konseli yang malu untuk mengungkapkan permasalahan cyberbullying dapat diatasi dengan penggunaan konselor teman sebaya. Konseli merasa malu ketika mengungkapkan masalahnya kepada orang yang lebih dewasa karena akan dianggap sebagai pengadu. Konselor teman sebaya

111

diperlukan agar dapat menjadi sarana untuk berbagi masalah konseli dan dapat membimbing konseli untuk menggunakan media online secara bijak.

Adapun langkah – langkah yang dapat dilakukan oleh konselor di sekolah untuk menangani korban cyberbullying melalui teknik assertive training sebagai berikut.

a. Mengidentifikasi adanya korban cyberbullying melalui instrumen pengungkap korban cyberbullying dan instrumen pengungkap karakteristik korban cyberbullying.

b. Mengumpulkan korban cyberbullying untuk membuat kontrak melaksanakan assertive training.

c. Mengidentifikasi situasi, perilaku, dan perasaan yang dialami korban cyberbullying.

d. Menetapkan situasi, perilaku, dan perasaan yang bermasalah untuk diubah. e. Memberikan latihan cara berperilaku asertif.

f. Melakukan bermain peran untuk mengaplikasikan latihan asertif.

g. Memberikan homework untuk latihan berperilaku asertif pada kehidupan sehari-hari.

h. Mengidentifikasi perubahan perilaku yang dialami korban cyberbullying. i. Korban cyberbullying mampu mengaplikasikan perilaku asertif pada

kehidupan sehari-hari.

3. Orang Tua

Hasil penelitian menunjukkan adanya korban cyberbullying di sekolah. Walaupun korban cyberbullying berada pada kategori rendah, perlu adanya upaya pencegahan oleh berbagai pihak termasuk orang tua. Orang tua memiliki peran penting dalam menangani keterlibatan siswa yang menjadi korban cyberbullying. Siswa beraktivitas lebih lama di rumah dibandingkan dengan di sekolah. Orang tua diharapkan dapat melakukan pemantauan gadget dan internet siswa. Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua dengan melakukan pendekatan terhadap korban. Orang tua perlu lebih banyak meluangkan waktu untuk berbicara dengan korban

112

terutama mengenai cara berinteraksi secara online dan penggunaan gadget yang tepat.

4. Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini terbatas pada pengkajian tentang assertive training dalam menangani korban cyberbullying. Oleh sebab itu, peneliti selanjutnya diharapkan mengkaji tema-tema berikut.

a. Mengembangkan keterampilan sosial korban cyberbullying agar korban mampu bersosialisasi dengan baik.

b. Mengembangkan intervensi berdasarkan konsep anger management. c. Meningkatkan konsep diri korban cyberbullying.

DAFTAR PUSTAKA

Aoyama, I.et al. Cyberbullying among high school students: Cluster analysis of sex and age differences and the level of parental monitoring. Makalah untuk publikasi dalam the International Journal of Cyber Behavior, Psychology

and Learning (IJCBPL). [Online] Dirujuk dari

http://icbtt.arizona.edu/sites/default/files/Cyberbullying%20among%20hig h%20school%20students.pdf. Pada 20 Oktober 2012.

Astuti, P.R. (2008). Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Menanggulangi Kekerasan Pada Anak. Jakarta: Grasindo.

Azwar, S. (2012). Penyusunan Skala Psikologi (Edisi 2). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bauman, S. (2010). “Cyberbullying in a Rural Intermediate School: An Exploratory Study”. Journal of Early Adolescence. 30, (6), 803-833. Cassidy, W., Jackson, M., dan Brown K. (2009). “Sticks and Stones Can Break

My Bones, But How Can Pixels Hurt Me?: Students Experiences with Cyberbullying”. School Psychology International. 30, (4), 383-402. ________________________________. (2012). “Under the Radar: Educators and

Cyberbullying in Schools”. School Psychology International. 33, (5), 520-532.

Coloroso, B. (2007). Stop Bullying (Alih Bahasa Santi Indra Astuti). Jakarta: Serambi.

Corey, G. (2009). Terapi dan Praktek Konseling & Psikoterapi (Alih bahasa E. Koswara). Bandung: Refika Aditama.

Cowie, H & Colliet, P. Tackling Cyberbullying. [Online] Dirujuk dari www.ynternet.org/forumouvert/8-9-10-docu-hc.pdf. Pada 21 Oktober 2012.

Cowie, H & Collety, P. (2008). Cyber Training. United Kingdom.

Cowie, H & Jennifer, D. (2009). Penanganan Kekerasan Di Sekolah (Alih bahasa Ursula Gyani). Indeks.

Fahanshah, D. (2012). Profil Bullying Remaja Putri Dan Implikasinya Bagi Program Bimbingan Pribadi Sosial Di Sekolah: Studi Deskriptif terhadap Siswi Kelas IX Sekolah Menengah Pertama Negeri I

Dokumen terkait