• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. KESIMPULAN

Berdasarkan telaah atas teori-teori sebelumnya mengenai estetika di dalam Islam, dijelaskan bahwa estetika Islam selalu bersifat teosentris dan dibatasi oleh ajaran-ajaran di dalam Islam sebagai kekhasannya. Penekanan Tauhid sebagai syarat utama pada setiap implementasi estetis seni di dalam Islam terbukti membatasi peran manusia sebagai hamba Tuhan dan Tuhan sebagai satu-satunya yang transenden (berbeda dengan seluruh ciptaan-Nya). Realitas tersebut terbukti juga berlaku di dalam Sema Naqsybandi Haqqani Jakarta.

Sema dalam tarekat Naqsybandi Haqqani Jakarta diketahui digunakan sebagai ajaran tambahan atau ritual tambahan yang diadopsi dari tarekat Maulawiyah asal Turki. Sebagai sebuah ajaran yang kini diterapkan di tarekat Naqsybandi Haqqani Jakarta, ia memiliki kekhasan tersendiri karena menampilkan sisi estetis yang tidak dapat dinilai dari ukuran lahiriah semata (eksoteris). Ia juga memiliki keindahan yang terpancar dari dalam (esoteris) sebagai salah satu faktor pembentuk utama unsur estetis-nya. Teori simbol dan estetika Langer diterapkan terhadap temuan-temuan dalam penelitian ini untuk mengungkap konsep estetika Sema tarekat Naqsybandi Haqqani Jakarta agar tidak menggeneralisasinya sebagai sebuah kesenian, karena menurut Langer perlu ada suatu pendekatan dengan cara masing-masing sembari melacak prinsip-prinsip kreasi seni, konsepsi seni (living form), dan ekspresi (lihat Ali, 2011: 206-208).

Keseluruhan temuan yang muncul dalam kategorisasinya menunjukkan bahwa konsep estetika Sema dalam tarekat Naqsybandi Haqqani Jakarta terbangun berdasarkan ajaran-ajaran di dalam tarekat Naqsybandi Haqqani yang mempengaruhi kesadaran para jemaatnya. Ajaran-ajaran tersebut tidak hanya mempengaruhi perilaku atau sikap, tetapi termanifestasi juga di dalam Sema yang diadopsi oleh mereka. Sebagai ajaran yang diadopsi, ia mengambil inti sari Sema asal tarekat Maulawiyah sehingga memiliki ciri tersendiri, hal ini dipercaya sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran Naqsybandi Haqqani karena silsilah keturunan dan keilmuan yang dimiliki pemimpin Naqsybandi Haqqani ihwal ajaran tarekat Maulawiyah.

Pada kasus Sema dalam tarekat Naqsybandi Haqani Jakarta, konsep estetika di dalamnya tidak berawal dari imajinasi para pelaku Sema sebagai unsur penciptaannya. Paradoks dengan hal tersebut, ia justru terlahir dari kesadaran manusia (konsepsi) atas kodratnya terhadap Tuhan, yakni menggapai cinta-Nya. Karena bentuk kesadaran tersebut sulit didefinisikan (hanya bisa dirasakan bagi mereka yang mengalaminya) maka implementasinya berwujud perbuatan mengabstraksikan melalui simbol-simbol tertentu seperti tarian dan kostum, serta melibatkan unsur-unsur yang menjaga agar kondisi kesadaran tersebut tetap terjaga, seperti melalui musik dan hadirnya Syekh yang bertanggung jawab, atau mengingat wajah sang Syekh sebagai penyambung maksud kepada Tuhan sebagai stimulan. Bentuk kesadaran tersebut (cinta keilahian) dapat dilihat sebagai bentuk keindahan tersendiri (esoteris), ekuivalen dengan memandang bahwa segala sesuatu yang berada di kosmos ini pada hakikatnya fana dan memiliki

keterhubungan dengan Tuhan. Bentuk kesadaran tersebut juga membuat mereka tidak terlalu menghiraukan keindahan bentuk (eksoteris), walaupun pada akhirnya keindahan bentuk yang dapat tercerap menjadi indah dengan sendirinya karena merupakan simbol-simbol dari cinta keilahian yang mereka sadari dan rasakan. Maka secara definitif konsep estetika Sema dalam tarekat Naqsybandi Haqqani Jakarta dapat disebut sebagai estetika platonik berbasis Tauhid.

Ajaran-ajaran tarekat Naqsybandi Haqqani pada hakikatnya menggiring manusia menuju cinta Ilahi dengan mematri Tuhan di dalam hatinya. Dengan demikian, maka sangat mudah sekali bagi Sema untuk berperan sebagai media pendidikan dalam menanamkan nilai-nilai Tauhid kepada para jemaatnya, karena ajaran-ajaran dalam tarekat Naqsybandi Haqqani sendiri sudah merupakan suatu bentuk dari media pendidikan Tauhid.

Sebagai salah satu aktivitas manusia dalam mengagungkan cinta terhadap Tuhan-Nya, Sema dalam tarekat Naqsybandi Haqqani Jakarta dengan sendirinya berperan sebagai media pendidikan guna menanamkan nilai-nilai Tauhid yang ditujukan khusus bagi para jemaatnya, dan secara umum bagi siapa pun sebagai penanggapnya. Sema dalam tarekat Naqsybandi Haqqani Jakarta memiliki makna Ketauhidan yang terkandung di balik perwujudannya sebagai simbol-simbol seni dalam ekspresi ritual yang indah. Sadar atau tidak sadar, Sema dalam tarekat Naqsybandi Haqqani Jakarta secara definitif dapat berperan sebagai media pendidikan dalam menanamkan nilai-nilai Tauhid karena sesuai dengan ciri-ciri atau kriteria dari sesuatu yang disebut sebagai media pendidikan.

B. REKOMENDASI

Rekomendasi dalam penelitian ini ditujukan kepada beberapa pihak, di antaranya adalah:

1. Seniman dan Akademisi Seni

Bagaimanapun juga, baik seni yang bersumber dari domain religiositas maupun seni yang berasal dari domain lainnya, memiliki misi untuk memuliakan manusia dengan caranya tersendiri, seperti halnya pendidikan bertujuan untuk memberdayakan manusia dan memuliakannya.

Maka, ada baiknya apabila dapat memandang dan mengimplementasikan seni sebagai alat atau media yang mendukung tercapainya tujuan tersebut, bukan sebaliknya. Melalui hasil penelitian ini juga kiranya dapat menjadi salah satu bukti kecil terhadap kedudukan seni sebagai alat untuk memuliakan manusia.

2. Para Pelaku Sema dalam Tarekat Naqsybandi Haqqani Jakarta

Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui bahwa formulasi konsep estetika Sema dalam tarekat Naqsybandi Haqqani Jakarta adalah cinta keilahian atau cinta platonik berbasis Tauhid, sebagai hal langka terutama terhadap kondisi zaman yang semakin sekuler seperti saat ini. Hendaknya hal tersebut dipahami, dijaga dan ditularkan kepada generasi-generasi selanjutnya dalam tarekat Naqsybandi Haqqani Jakarta.

Menjaganya berarti membiarkannya tetap mekar dan menjaga segala sesuatunya berada dalam koridor Ketuhanan melalui berbagai macam pelatihan spiritual, di antara hiruk-pikuknya dorongan duniawi yang semakin kuat menerpa, tanpa menafikan dunia itu sendiri.

3. Bagi Peneliti Lainnya

Penelitian yang dilakukan tentu memiliki keterbatasan dan kekurangan di sana-sini, maka diharapkan bagi peneliti lainnya yang ingin meneliti ihwal Sema dalam tarekat Naqsybandi Haqqani Jakarta, atau pun kesenian dalam domain Sufi lainnya, diharapkan dapat melengkapi analisis atau pendekatan penelitiannya dengan menggunakan pendekatan agama dan psikologi. Sehingga hasil penelitian kedepannya dapat saling melengkapi satu sama lain.

Dokumen terkait