• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMODITI UBI KAYU (UBI RACUN)

5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1. Kesimpulan

Dari hasil kajian yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :

1. Unit bisnis masyarakat dengan pemanfaatan komoditi HHBK dan lokasi desa adalah sebagai berikut:

Jenis Usaha Perkembangan Usaha dan Produk Pioritas

Produksi Minyak Nilam, Desa Napalicin

Usaha telah mengalami perkembangan dengan adanya produksi yang kontinu. Pasar sudah mulai terbuka.

Produksi Kopi Bubuk Selangit, Desa Karang Panggung

Usaha telah mengalami perkembangan, dan pada saat ini varian produk telah berkembang menjadi 3 varian dengan pembeda pada warna kemasan. Varian ini masih berbasis berat produk.

Industri Mebel Rotan, Desa Pangkalan Bulian

Kelompok Tani Hutan (KTH) telah dibantu GIZ-Bioclime berupa miniworkshop tempat pengolahan rotan. Saat ini mini workshop tersebut dalam proses penyelesaian yang terhambat karena bahan sulit masuk akibat akses jalan yang kurang baik (adanya musim hujan). Usaha pengolahan rotan belum dilakukan.

Usaha Pengolahan Produk Makanan, Nata De Coco

Pengolahan air kelapa menjadi Nata de coco terus dilakukan pada skala pemasaran local. Teknologi dan kondisi ruang produksi yang belum sesuai standar menyebabkan seringnya terjadi kegagalan produksi sehingga bakteri yang diekmbangkan mati.

Usaha Ubi Kayu (Ubi Racun), Ikan Asin, dan

Pembibitan, Desa Kepayang

Pemilihan produk utama mengalami beberapa kali pergantian, hal ini disebabkan karena kondisi alam dan sosial masyarakat. Pada 2015, kemenyan merupakan salah satu produk pilihan, namun kondisi kebakran hutan membuat kemenyan dan bibitnya habis terbakar sehingga produk diganti menjadi ubi kayu (tepung). Kondisi lahan yang mengalami kebajiran, membuat tanaman ubi kayu tidak tumbuh sehingga saat ini alternative produk yang dikembangkan adalah ikan asin. Saat ini produk telah dikemas dan dipasarkan pada pasar local (kalangan).

2. Hasil perhitungan kelayakan finansial usahatani untuk masing-masing komoditi HHBK adalah sebagai berikut:

Untuk komoditi Ubi Kayu (Ubi Racun) di Desa Kepayang tidak dapat dianalisis, dikarenakan faktor kegagalan usaha akibat sebagian besar tanaman terendam air pasang dari kanal gambut.

3. Dari 5 bidang usaha oleh Kelompok Masyarakat teridentifikasi sebagai berikut:  2 bidang usaha pada saat ini berjalan sesuai dengan harapan meskipun belum

industri Kopi Bubuk Selangit yang berada di Desa Karang Agung Kabupaten Musi Rawas;

 Usaha industri kecil mebel berbahan baku rotan di Desa Pangkalan Bulian, baru mulai dirintis dan belum beroperasi sesuai jadwal dikarenakan keterlambatan penyelesaian outline industri yang diakibatkan oleh buruknya akses sarana transportasi yang menyulitkan pasokan bahan material ke desa. Meskipun industri mebel tersebut belum beroperasi normal sehingga belum bisa berproduksi seperti yang diharapkan, namun masih memiliki potensi untuk dikembangkan melalui fasilitasi kerjasama bahan baku dengan wilayah lain dan perbaikan sarana transportasi.

 Dalam pelaksanaannya, usaha nata de coco di Desa Muara Sugihan tidak berjalan sebagaimana harapan dikarenakan kurang cocoknya sumberdaya air yang tersedia untuk digunakan sebagai bahan penujang pembuatan nata de coco disamping sulitnya menembus pasar lokal maupun regional karena produk belum ada izin resmi sebagai badan usaha maupun sebagai produk konsumsi..  Usaha tani Ubi Kayu (Ubi Racun) di Desa Kepayang yang diharapkan dapat

berkembang menjadi pemasok bahan baku industri tapioka di tingkat kecamatan Bayung Lencir menghadapi tantangan serius dikarenakan lahan penanaman mengalami kebanjiran, air yang menggenangi lahan menyebabkan semua tanaman ubi racun mati dan tidak ada keberlanjutan karena tidak ada modal dan terbatasnya lahan pengembangan yang lain.

4. Hasil analisa kelayakan ekonomi menunjukkan bahwa dari lima komoditi yang dikembangkan menjadi produk industri tersebut, dua diantaranya (nata de coco di Desa Muara Sugihan dan ubi racun di Desa Kepayang) berada pada ketegori tidak layak untuk dilanjutkan pengembangannya, karena tidak didukung dari ketersediaan bahan baku, persyaratan tumbuh dan pengembangan, pasar konsumen dan dukungan infrastruktur. Alternatif usaha sebagai pengganti usaha tersebut yang lebih memiliki potensi untuk dikembangkan adalah usaha perikanan tangkap dan industri hilir karet di Desa Kepayang, dan usaha arang dan asap cair berbahan baku tempurung kelapa di Desa Muara Sungsang.

5. Pengembangan tiga usaha lain yang masih tergolong layak untuk dikembangkan yaitu kopi di Desa Karang Panggung, minyak nilan di Desa Napal Licin, dan industri mebel rotan di Pangkalan Bulian, masih diperlukan bantuan pengembangan peralatan, input produksi, pembinaan pasca panen serta falisitasi kerjasama bahan

baku dan pemasaran dari wilayah lain serta realisasi perizinan yang diperlukan sebagai produk konsumsi.

6. Kondisi eksisting pembiayaan dan permodalan usaha didominasi dari modal sendiri dan sebagian dari pinjaman dari lembaga non formal (keluarga, teman dan rentenir), dan untuk pengembangan ke depan, bantuan permodalan dari pemerintah maupun lembaga non pemerintah masih diharapkan masyarakat, mengingat rerata masyarakat belum memiliki akses ke lembaga permodalan formal dan kemampuan memenuhi persyaratan bank masih rendah.

5.2. Rekomendasi untuk Pengembangan Usaha (Business Plan)

Berdasarkan temuan-temuan di lapangan, secara umum dapat dirumuskan empat aspek yang terkait dengan upaya pengembangan usaha ke depan agar dapat menjadi usaha penggerak ekonomi masyarakat yang berkelanjutan, sebagai berikut:

Aspek Individu (SDM Kelompok Tani)

• Penguatan kapasitas SDM (kemauan dan kemampuan) dengan pelatihan dan pembinaan teknis dan teknologi (produksi), pasar dan pemasaran, keuangan, permodalan dan perubahan pola pikir

• Pembentukan kelompok usaha bersama (KUBE) sebagai sarana diskusi, sharing informasi, kerjasama usaha, peningkatan jejaring,

• Adanya pendamping yang kompeten dan pendampingan yang intensif dari para mitra (NGO/KPH/Perguruan Tinggi)

• Peningkatan bantuan permodalan dengan sistem kredit lunak (bukan hibah) • Peningkatan sarana-prasarana dan teknologi (produksi, pengemasan,

transportasi

Aspek Kelompok/Organisasi Bisnis

• Peningkatan kapasitas pengurus dan penguatan kelembagaan (sistem manajemen, kepemimpinan, teknis dan teknologi)

• Adanya komunikasi intensif antar KTH, penyuluh dan instansi/mitra terkait. • Adanya kepastian hukum sistem keorganisisan dan tata kerja serta tata

laksana organisasi dan usaha (AD ART) • Tertibnya administrasi dalam kelompok

• Inovasi tanpa henti (peningkatan kapasitas produksi produk utama, efisiensi dan pengolahan lanjutan pada produk samping)

Aspek Sistem Kerjasama

• Adanya kesepakatan dan kesepemahaman bersama antar para pihak (KTH, perbankan, BUMD, swasta) sehingga bisa sinergi.

• Adanya sistem kerjasama yang saling menguntungkan dan tidak terlalu rumit. Aspek Kebijakan

• Adanya dasar/payung hukum dan sosialisasi terkait kemitraan masyarakat dengan KPH yang bermuara pada adanya MoU.

serta permodalan

• Sinkronisasi antara program kerja pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten dan dimasukkan ke dalam RPJP, RPJMD, RKP, RKPD, Renstra dan Renja.

• Orientasi kebijakan diarahkan kepada pemanfaatan lahan, pengolahan HHBK, peningkatan penghasilan masyarakat.

• Adanya kebijakan yang menyesuaikan dengan lokasi masing-masing.

Rekomendasi:

1. Pada usaha-usaha yang sudah berjalan (kopi dan minyak nilam) dan yang belum beroperasi namun masih ada potensi untuk dikembangkan (industri rotan) direkomendasikan untuk melanjutkan pembinaan melalui keberadaan tenaga pendamping yang kompeten dari aspek pengetahuan dan keterampilan teknis serta aspek manajemen usaha dan pemasaran.

2. Pada usaha-usaha yang menghadapi tantangan terlalu besar sehingga menjadi tidak layak untuk dikembangkan sebaiknya jangan dilanjutkan meskipun ada investasi yang sudah dikeluarkan mengingat kedua usaha tersebut (nata de coco dan ubi racun) tidak didukung dengan ketersediaan bahan baku, bahan penunjang, kondisi iklim dan topografi wilayah serta kemampuan akses pasar yang rendah. Direkomendasikan untuk tetap melanjutkan pembinaan namun pada alternatif pilihan komoditi dan bidang usaha yang lebih berpotensi yaitu usaha perikanan di Desa Kepayang dan asap cair di Desa Muara Sungsang.

3. Kerjasama dengan pihak organisasi pemerintahan daerah (OPD) terkait antara lain Dinas Pertanian TPH, Dinas Perkebunan, Dinas Prindustrian dan Dinas Perdagangan, perlu dilakukan lebih intensif lagi agar pengembangan komoditi tersebut menjadi bagian program kerja dari OPD tersebut secara terpadu dalam membantu pengembangan teknis budidaya, pengolahan dan pemasaran.

4. Untuk pengembangan permodalan direkomendasikan agar kelompok-kelompok binaan yang sudah berhasil dan yang menujukan kemajuan, mendapat bantuan fasilitasi akses permodalan ke perbankan serta mengikutsertakan kelompok-kelompok binaan ini pada program-program bantuan modal seperti kredit ketahanan pangan dan energi, KUR, Kredit Pengembangan Energi Nabati atau format bantuan/pinjaman modal lainnya dengan pola tingkat ketergantungan yang rendah.

Dokumen terkait