• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab IV Pandangan Sutan Sjahrir dan Soekarno Terhadap Pemerintahan dan Negara Indonesia 1945-1966. Diuraikan mengenai hasil temuan penulis

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pada bab V, penulis memaparkan kesimpulan dan rekomendasi dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis. Kesimpulan yang dibuat oleh penulis merupakan penafsiran terhadap analisis hasil penelitian penulis mengenai Pandangan Sutan Sjahrir dan Soekarno terhadap Pemerintahan dan Negara Indonesia tahun 1945-1966. Sedangkan rekomendasi penulis adalah saran yang diajukan penulis kepada pihak-pihak yang berhubungan dengan kajian masalah dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis.

5.1 KESIMPULAN

Pada bagian ini penulis menyajikan kesimpulan berdasakan hasil penelitian yang penulis peroleh, setelah melakukan pengkajian dan analisis terhadap permasalahan yang membahas mengenai “Pandangan Sutan Sjahrir danSoekarno terhadap Pemerintahan dan Negara Indonesia tahun 1945-1966”.

Kesimpulan ini memaparkan beberapa pikiran pokok yang merupakan inti dari jawaban dari permasalahan yang telah dikaji oleh penulis. Adapun kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Pertama, latar belakang kehidupan Sjahrir dan Soekarno. Keduanya

merupakan tokoh yang terlahir dari bangsawan namun dari suku yang berbeda, dimana Soekarno merupakan keturunan priyayi Jawa dan Sjahrir merupakan keturunan bangsawan Minang. Ini menandakan bahwa kedua tokoh tersebut merupakan sosok luar biasa, sebagai keturunan bangsawan, mereka tidak hanya bergaul dengan orang-orang pribumi tapi juga kerap kali berinteraksi dengan pihak kolonial Belanda. Merekapun bersekolah di sekolah Belanda dan mendapatkan pendidikan ala barat, walaupun sebelum bersekolah di sekolah Belanda, Soekarno sempat menempuh pendidikan dasarnya di sekolah rakyat.

Di masa remajanya mereka cukup aktif dalam beberapa kegiatan salah satunya study club yang merupakan jalan mereka aktif dalam perjuangan kemerdekaan. Dalam masa pergerakan nasional, Soekarno mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) sebagai wadah perjuangan kaum pribumi dalam upaya kemerdekaan Indonesia, sedangkan Sjahrir yang melanjutkan pendidikan tingginya di Belanda, aktif dalam Perhimpunan Indonesia (PI) bersama Hatta. PI merupakan perhimpunan mahasiswa Indonesia yang bersekolah di Belanda, sebagai salah satu wadah dalam upaya perjuangan kemerdekaan. Sekembalinya Sjahrir dari Belanda ia aktif dalam Pendidikan Nasional Indonesia. Bagi Belanda, mereka merupakan sosok pemberontak pada kolonial, maka mereka kerap kali di penjarakan atau di asingkan ke suatu tempat.

Pada masa pendudukan Jepang, kedunya memilih jalan yang berbeda. Soekarno bersama Hatta memilih untuk berkolaborasi dengan Jepang sedangkan Sjahrir memilih untuk bergerak dibawah tanah. Dalam masa pendudukan Jepang Soekarno sempat menjadi ketua BPUPKI dan aktif dalam PPKI, sedangkan Sjahrir menghimpun massanya untuk mencari informasi mengenai perang antara Jepang dan Amerika, ia sering kali mendengarkan siaran radio untuk mengetahui jalannya perang antara Jepang dan Amerika. Berkat usaha para pemuda meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah kalah perang, maka Soekarno bersama Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Saat peristiwa proklamasi tersebut, Sjahrir tidak ikut serta, ia melakukan perjalanan mengelilingi Jawa.

Kedua, pandangan Sjahrir dan Soekarno dalam masa Revolusi Indonesia

khususnya dalam perjanjian Linggarjati. Setelah kemerdekaan Indonesia, Soekarno menjadi presiden Indonesia dan Sjahrir menjadi Perdana Menteri, walalupun awalnya ia menolak tawaran tersebut. setelah perjalanan mengelilingi Jawa dan melihat antusias masyarakat terhadap Soekarno, maka ia memutuskan untuk bergabung dalam pemerintahan Indonesia. Sebelum menjadi perdana menteri ia sempat menolak ajakan Tan Malaka untuk bergabung dan menggulingkan pemerintahan Soekarno Hatta.

Awal kemerdekaan Indonesia bukanlah masa yang mudah, Belanda dengan berbagai cara berusaha untuk merebut kemerdekaan Indonesia, maka dilakukan suatu perundingan antara Indonesia dengan Belanda yang dinamakan Perjanjian Linggarjati, dimana Sjahrir tampil sebagai perwakilan Indonesia dalam perjanjian tersebut. Hasil perjanjian tersebut disepakati oleh Indonesia dan Belanda, pada saat itu Soekarnopun menyepakati hasil dari perjanjian tersebut. Melalui perjanjian Linggarjati, Indonesia diakui kedaulatannya secara de facto, namun beberapa kalangan menyatakan bahwa perjanjian tersebut memberikan konsesi yang besar bagi Indonesia. Sjahrir sebagai utusan Indonesia dalam perjanjian tersebut pada akhirnya harus lengser dari jabatannya sebagai perdana menteri.

Ketiga, pandangan Soekarno dan Sjahrir dalam pemilu tahun 1955 dan

peristiwa PRRI PERMESTA. Sebagai negara demokrasi Indonesia melakukan pemilihan umum pertamanya pada tahun 1955. Partai Soekarno dan Sjahrir yaitu PNI dan PSI turut menjadi peserta pemilu. Pemilu dilaksanakan dua kali yaitu pada bulan September 1955 untuk memilih DPR dan pada bulan Desember untuk memilih Konstituante. Kemenangan diperoleh oleh partai Soekarno yaitu PNI dengan perolehan suara sebanyak 8.434.653 suara yang sah untuk anggota DPR dan 9.070.218 suara untuk konstituante. Sementara PSI yang merupakan partai Sjahrir hanya memperoleh 753.191 suara untuk kursi DPR dan 695.932 suara untuk konstituante dan menempati urutan kedelapan dalam partai pemenang pemilu.

PRRI PERMESTA merupakan peristiwa pemberontakan yang cukup mengancam kepada pemerintah Indonesia. Pemberontakan ini terjadi di dia tempat yaitu PRRI terjadi di Sumatra Barat, kota Padang sebagai pusatnya dan peristiwa PERMESTA terjadi di Sulawesi Selatan, Makasar sebagai pusatnya. Beberapa tokoh PSI dan Masjumi adalah tokoh sentral dalam upaya pemberontakan tersebut, salah satunya adalah Soemitro Djojohadikusumo yang merupakan kader PSI, dan Sjafrudin Prawiranegara dari Masjumi, sebagai ketua pemberontakan PRRI. Secara otomatis PSI dan Masjumi dianggap sebagai dalang

dari pemberontakan tersebut, termasuk tokoh-tokohnya dan salah satunya adalah Sjahrir. Hal ini menyebabkan kedua partai oposisi tersebut terancam dibubarkan, dan tokoh-tokohnya terancam diapenjarakan atau diasingkan. Pada akhirnya pemberontakan PRRI ini dapat dihentikan pada Mei 1958, sedangkan pemberontakan PERMESTA menyerah pada Juni 1958. Kemudian para tokoh pemberontakan seperti Sjafrudin ditahan sebagai tahanan rumah, sedangkan Soemitro melarikan diri ke luar negeri. Akibat dari kedua pemberontakan tersebut, PSI dan Masjumi dibuabrkan pada tahun 1960.

Keempat, pandangan Sjahrir dan Soekarno terhadap pemerintahan sistem

demokrasi terpimpin. Setelah Sjahrir mundur dari Perdana Mentri, ia tidak lagi aktif dalam politik Indonesia. Sementara Soekarno semakin menunjukan kuasanya, terutama setelah Hatta mundur dari jabatan wakil presiden. Dalam sistem Demokrasi Terpimpin Soekarno tidak lagi menjadi presiden yang hanya sekedar nama. Ia menunjukan kemampuannya sebagai seorang pemimpin dibawah nama Demokrasi Terpimpin dan menghapuskan sistem demorasi liberal yang selama ini dikecamnya. Demokrasi Terpimpin dikuasai oleh segitiga kekuasaan, dimana kekuasaan tertinggi berada ditangan Soekarno sedangkan dua pemegang kekuasaan lainnya adalah Angkatan Darat dan PKI. Dalam masa Demokrasi Terpimpin, Soekarno menjalin hubungan yang cukup erat dengan Rusia dan China. Dengan kedekatannya dengan China, Presiden Soekarno membuat poros Jakarta Beijing dalam sistem ekonomi.

Sejak tahun 1949, Sjahrir tidak lagi terlibat kedalam kehidupan politik di Indonesia, ia menghabiskan waktu bersama keluarga kecilnya, terutama setelah PSI dibubarkan pada tahun 1960. Tahun 1962, ia ditahan karena dianggap sebagai otak dari rencana pembunuhan Presiden Soekarno di Makasar. Walaupun begitu ia tetap mendukung pemerintahan Presiden Soekarno, dan menyarankan para mantan kadernya untuk membantu Pemerintahan apabila diperlukan. Sayangnya ia menderika tekanan darah tinggi yang cukup parah yang mengakibatkan stroke hingga ia mengalami kelumpuhan tidak dapat berbicara. Sampai akhirnya ia dirawat di Zurich Swiss dan meninggal disana.

5.2 REKOMENDASI

Penelitian ini tidak terfokus pada pemikiran Soekarno maupun Sjahrir yang menjadi ideologi yang mereka pegang. Tetapi lebih mendalami pandangan mereka terhadap masalah-masalah tertentu saja. Sehingga selanjutnya penulis berharap ada pengembangan penelitian yang fokus membahas mengenai ide dan pemikiran dari Soekarno dan Sjahrir secara lebih mendalam, atau membahas mengenai pertentangan anatara pemikiran Sjahrir dengan tokoh lain, dan pertentangan pemikiran Soekarno dengan tokoh lain. berikut ini merupakan beberapa rekomendasi yang diajukan, diantaranya sebagai berikut:

Pertama, rekomendasi untuk Lembaga UPI. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai wahana menambah pengetahuan dan wawasan mengenai pemikiran dan tindakan Soekarno dan Sutan Sjahrir, tidak hanya memandang kedua tokoh tersebut sebagai seorang pemimpin tapi juga memandang kedua tokoh tersebut dari sisi humanis.

Kedua, untuk sekolah sebagai salah satu referensi dalam materi pelajaran sejarah di SMA kelas XI semester II sesuai dengan KD yaitu menganalisis perkembangan revolusi Indonesia dan Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin. Sehingga siswa tidak hanya belajar mengenai sistem politik,ekonomi, militer dan aspek lain. Siswa dapat memahami tokoh nasional secara lebih mendalam, tidak hanya memahami peranannya, namun dapat meneladani nilai-nilai positif dari sosok Soekarno dan Sjahrir.

Ketiga, untuk peneliti selanjutnya sebagai salah satu rujukan apabila ada yang ingin menulis mengenai Soekarno maupun Sjahrir. Peneliti selanjutnya dapat menuliskan secara mendalam mengani pemikiran dan ideologi Soekarno maupun Sjahrir secara mendalam, selain itu peneliti selanjutnya juga dapat menuliskan menganai pertentangan pemikiran kedua tokoh dengan tokoh lain seperti perbandingan pandangan antara Sjahrir dengan Soebandrio atau perbandingan pandangan antara Soekarno dengan Tan Malaka.

Anwar, R. (2011). Sutan Sjahrir : Negarawan Humanis, Demokrat Sejati yang

Mendahului Zamannya. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.

Arif Zulkifli, d. (2010). Sjahrir Peran Besar Bung Kecil. Jakarta: PT Gramedia. Burke, P. (2011). Sejarah dan Teori Sosial. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor

Indonesia.

Dahm, B. (1987). Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan. Jakarta: LP3ES. Dzulkifli, A. (2010). Sjahrir: Peran Besar Bung Kecil. Jakarta: PT Gramedia. Firdaus, H. (2015). Bung Kecil. In K. O. Santosa, Tan Malaka dan Sjahrir dalam

Kemelut Sejarah (p. 207). Bandung : Sega Arsy.

Hoesin, R. (2010). Terobosan Soekarno dalam Perundingan Linggarjati. Jakarta: Kompas.

Indro, P. N. (2009). Pemikiran Politik Soetan Sjahrir dan Partai Sosialis

Indonesia tentang Sosialisme Demokratis. Bandung: Media Parahyangan.

Ismaun. (2005). Pengantar Sejarah Sejarah Sebagai Ilmu dan Wahana

Pendidikan. Bandung: Historia Utama Press.

Kahin, G. (2013). Nasionalisme dan Revolusi Indonesia. Depok: Komunitas Bambu.

Kahin, G. M. (1980). Sutan Sjahrir. In R. Anwar, Mengenang Sjahrir (p. 302). Jakarta: Gramedia.

Kasenda, P. (2014). Bung Karno Panglima Revolusi. Yogyakarta: Galang Pustaka. Kasenda, P. (2014). Sukarno Marxisme dan Leninisme. Depok: Komunitas

Bambu.

Laksmi, B. I. (2014). Sosok yang Tak Tercatat. In Kholid, Tan Malaka dan

Sjahrir dalam Kemelut Sejarah (p. 194). Bandung: Sega Asry.

Legge, J. (1996). Sukarno Sebuah Biografi Politik. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Legge, J. (2003). Kaum Intelektual dan Perjuangan Kemerdekaan: Peranan

Mohamad, G. (2015). Sjahrir di Pantai. In K. O. Santoso, Tan Malaka dan Sjahrir

dalam Kemelut Sejarah (p. 165). Bandung: Sega Asry.

Mrazek, R. (1996). Sjahrir Politik dan Pengasingan di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Nuryanti, R. (2007). Perempuan dalam Hidup Sukarno: Biografi Inggit Garnasih. Yogyakarta: Ombak.

Onghokham. (1988). Sukarno; Mitos dan Realitas. In M. d. Sejarah, Taufik

Abdullah, Aswab Mahasin, Daneil Dhakidae (p. 36). Jakarta: LP3ES.

Pickles, D. (1991). Pengantar Ilmu Politik. Jakarta: Rineka Cipta.

Prihantanti, B. (2010). Peranan Sutan Sjahrir dalam pemerintahan Indonesia (1945-1947). 2.

Ricklefs, M. (2009). Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: Serambi. Rodee, C. C., Christol, C. Q., Anderson, T. J., & Greene, T. H. (2009). Pengantar

Ilmu Politik. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Roem, M. (1980). Bung Kecil yang Berbuat Besar. In R. Anwar, Mengenag

Sjahrir (p. 148). Jakarta: Gramedia.

Roy, S. (1991). Diplomasi. Jakarta: C.V Rajawali.

Sanders, P. (1980). Sjahrir dan Perjanjian Linggarjati. In R. Anwar, Mengenang

Sjahrir (p. 276). Jakarta: Gramedia.

Santoso, L. (2014). Sutan Sjahrir : Pemikiran dan Kiprah Sang Pejuang Bangsa. Jakarta: Palapa.

Sjahrir, S. (1990). Renungan dan Perjuangan. Jakarta: Dian Rakyat. Sjamsudin, H. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Soekarno. (2015). Bolehkah Sarekat Sekerja Berpolitik. In K. O. Santoso,

Nasionalisme Islamisme Marxisme (pp. 113-114). Bandung: Sega Arsy.

Supardan, D. (2009). Pengantar Ilmu Sosial: Sebuah Kajian Pendekatan

Struktural. Jakarta: Bumi Aksara.

di Kabupaten Bandung: Kasus Pemilihan Umum Kepala Daerah di Kabupaten Bandung Tahun 2010 (Disertasi). Bandung: Pasca Sarjana

Universitas Padjajaran . Jurnal:

Fatah, A. (2015). Pengertian Politik Menurut Para Ahli Definisi. academia.edu, 1-2.

Kogoya, D. (2014). Ringkasan dan Catatan tentang Diplomasi- 2014.

academia.edu, 9-10.

Pasaribu, R. (2012). Konsep Konsep Politik. 289.

Sandiah, F. (2014). Sosialisme (Genelogi Konsep Sosialisme dalam Sosiologi).

Academia.edu , 1.

Tawalpi, A. (2014). Negara, Pemerintahan, dan Hubungan antara Masyarakat dan Pemerintahan. acedemia.edu, 2.

Internet:

Adriana. (2015). Pemilihan Umum Legislatif Indonesia 1955. [Online]. Tersedia di:http;//www.wikipedia.org/pemilihan_umum_legialatif_Indonesia_1955[Diakse s 23 Juni 2015]

Agus, S. (2011, Agustus). Biar Sejarah yang Berbicara.[online] Retrieved

November 15, 2014, from Serba Sejarah:

http://serbasejarah.wordpress.com

Wikipedia. (n.d.). Retrieved November 15, 2014, from Wikipedia: http://wikipedia.com

Dokumen terkait