PEMERINTAHAN DAN NEGARA INDONESIA 1945-1966
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Departemen Pendidikan Sejarah
disusun oleh:
Rika Kartika
NIM 1100626
DEPARTEMEN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Oleh: RIKA KARTIKA
1100626
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan Departemen Pendidikan Sejarah Fakultas Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial
© Rika Kartika 2015 Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2015
Hak cipta dilindungi undang-undang.
PANDANGAN SUTAN SJAHRIR DAN SOEKARNO TERHADAP PEMERINTAHAN DAN NEGARA INDONESIA 1945-1966
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :
Pembimbing I
Drs. Suwirta. M.Hum NIP. 19621009 199001 1 001
Pembimbing II
Farida Sarimaya, S.Pd.,M.Si NIP. 19710504 200501 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Pendidikan Sejarah
Belanda. Keberanian mereka dalam melawan Belanda, membuat mereka kerap kali dipenjarakan atau diasingkan oleh Belanda. Namun, keduanya memilih jalan yang berbeda ketika masa pendudukan Jepang. Soekarno bersama Hatta memilih untuk bekerjasama dengan Jepang, sedangkan Sjahrir memilih untuk bergerak di bawah tanah dan menolak kerjasama dengan Jepang.Sejak kemerdekaan Indonesia, Soekarno menempati posisi sebagai presiden dan Sjahrir sebagai perdana menteri. Sebagai perdana menteri Sjahrir juga tampil sebagai perwakilan Indonesia dalam perundingan Linggarjati, melalui jalan diplomasi perjuangan, Indonesia memperoleh kedaulatan secara de facto. Setelah pengakuan kedaulatan pada akhir 1949, Sjahrir sebagai warga negara biasa bekerja mengembangkan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Pada pemilu tahun 1955, Sjahrir dan Soekarno bersaing dalam pemilihan umum, PSI yang merupakan kendaraan politik Sjahrir kalah dari PNI yang merupakan partai asuhan Soekarno, ketika itu PNI merupakan partai pemenang pemilu. Ketegangan diantara keduanya semakin meruncing ketika pemberontakan PRRI di Sumatra Barat dan Permesta di Sulawesi Selatan tahun 1958, hal ini disebabkan karena kader PSI menjadi tokoh sentral dalam pemberontakan tersebut. Akibat dari pemberontakan PRRI dan Permesta, akhirnya PSI harus dibubarkan oleh pemerintah pada tahun 1960. Sejak saat itu Sjahrir tidak lagi terjun dalam dunia politik Indonesia. Pada masa Demokrasi Terpimpin, Soekarno menunjukan kuasanya dengan memenjarakan tokoh yang menjadi lawan politiknya, salah satunya Sjahrir. tanggal 16 Januari 1962, pukul empat pagi, Sjahrir ditangkap di rumahnya di Jalan Jawa No. 61 (sekarang, H.O.S Cokroaminoto).
Their bravery against the Dutch led them to imprisonment or exile by the Dutch. Nevertheless, both chose a different path during the Japanese occupation. Soekarno and Hatta chose to work together with Japan, while Sjahrir chose to move under the ground and refuse to cooperate with Japan. Since the independence of Indonesia, Sukarno was assigned to be the president and Sjahrir as the prime minister. As a Prime Minister, Sjahrir appeared as the representative of Indonesia in Linggarjati Agreement. Through the struggle of diplomacy, Indonesia gained de facto sovereignty. After the acknowledgement of Indonesia’s sovereignty by the Dutch at the end 1949, Sjahrir as a common citizen worked to build up the Indonesian Socialist Party (PSI). In the 1955 election, Sjahrir and Sukarno competed. Sjahrir, whose political vehicle was PSI, lost to PNI which was a party led by Soekarno. At the time, PNI was the winning party of the election. The tension between the two grew as the PRRI rebellion in West Sumatra and Permesta rebellion in South Sulawesi arose in 1958. This was due to a cadre of PSI who became the central figure in the rebellion. In the era of Guided Democracy, Sukarno showed his power by imprisoning figures who are his political opponent, in which one of them was Sjahrir. As a result of PRRI and Permesta, eventually PSI to be dissolved by the government in 1960. Since then Sjahrir no longer engage in the Indonesia political. At the time of Guided Democracy, Sukarno showed its power by imprisoning leaders who became his political opponent, one of which Sjahrir. On January 1962, at 4 a.m, he was arrested in his house at jalan H.O.S Cokroaminoto no. 61.
UCAPAN TERIMA KASIH ... ii 2.1Tokoh dalam Sejarah ... 15
2.2Pandangan Tokoh Terhadap Politik ... 16
2.3Konsep Negara ... 18
2.8.1 Temuan Penelitian berupa Skripsi... 26
2.8.2 Temuan Penelitian berupa Buku ... 28
BAB III METODE PENELITIAN ... 3.1Persiapan Penelitian ... 37
3.1.1 Penentuan dan Pengajuan Tema Penelitian ... 38
3.1.2 Penyusunan Rancangan Penelitian ... 38
3.1.3 Mengurus Perizinan ... 40
3.1.4 Menyiapkan Perlengkapan Peneitian ... ... 40
3.1.5 Proses Bimbingan ... 40
3.2Pelaksanaan Penelitian ... 41
3.2.1 Pengumpulan Sumber (Heuristik) ... 42
3.2.2 Kritik Sumber ... 46
3.2.3 Penafsiran Sumber (Interpretasi) ... 49
4.2Pandangan Sjahrir dan Soekarno Pada Masa Revolusi Khususnya dalam Perjanjian Linggarjati ... 66 4.3Pandangan Serta Peranan Sajahrir dan Soekarno dalam Pemilu 1955 dan
Pemberontakan PRRI Permesta 1958 ... 78 4.3.1 Peranan Sjahrir dan Soekarno dalam Pemilu 1955 ... 78 4.3.2 Pandangan Sjahrir dan Soekarno Terhadap Pemberontakan PRRI
Permesta 1958 ... 84 4.4Pandangan Sjahrir dan Soekarno Terhadap Sistem Pemerintahan
Demokrasi Terpimpin ... 89 4.4.1 Pandangan Soekrano Terhadap Sistem Pemerintahan Demokrasi Terpimpin ... 90 4.4.2 Pandangan Sjahrir Terhadap Sistem Pemerintahan Demokrasi
Terpimpin ... 101
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ...
5.1 Kesimpulan ... 115 5.2 Rekomendasi ... 119
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1LATAR BELAKANG
Sjahrir dan Soekarno merupakan pahlawan nasional Indonesia, mereka
adalah pejuang kemerdekaan Indonesia yang sejaman dengan Hatta. Sebagai salah
satu dari tokoh pendiri bangsa, Sjahrir dan Soekarno adalah tokoh yang kerap kali
bertentangan. Banyak sejarawan yang menuliskan tentang perjalanan hidup
Soekarno dan Sjahrir, namun kebanyakan menuliskan menjelaskan baik Soekarno
saja maupun Sjahrir saja. Dalam skripsi ini saya akan membandingkan kedua
tokoh sejarah tersebut, baik melihat dari latar belakang, dan pandangan serta
peranan kedua tokoh tersebut dalam kurun waktu 1945 hingga 1966.
Sebagai seorang tokoh, Sjahrir memang tidak dilahirkan dari keluarga
biasa.Ayah dan ibunya merupakan bangsawan dari tanah Minang, seperti yang
dikutip dari Rosihan Anwar berikut ini:
“Sjahrir lahir di Padang Panjang, Ranah Minangkabau, Sumatera Barat,
5 Maret 1909 dibawah bayangan dua gunung, Merapi dan Singgalang. Ayahnya bernama Mohamad Rasyad gelar Maharadja Soetan, asal dari kota Gadang. Pekerjaannya sebagai Jaksa Kepala Landraad, Pengadilan Negeri. Ibunya Siti Rabiah asal dari Natal, daerah pantai bagian Selatan Tapanuli, dari keluarga raja-raja lokal Swapraja” (Anwar, 2011, hlm: 9).
Keluarga Sjahrir bukanlah keluarga yang kaya raya, namun penghasilan
keluarga ini cukup untuk menyekolahkan anak-anak mereka yang cerdas ke
sekolah terbaik dan modern. Sjahrir merupakan anak yang pandai dan selalu
mendapatkan nilai yang bagus, seperti yang dikutip dari Rudolf Mrazek berikut
ini:
“Pada tahun 1915, di usia enam tahun, Sjahrir masuk ke sekolah terbaik
yang ada di Medan--- Europeesche Lagere School (ELS), sekolah rendah
Eropa. Pada masa itu hanya 4.631 “bumiputera” dibanding 26.817 anak
Eropa, yang masuk sekolah dasar di Hindia Belanda yang berpenduduk
Sjahrir kemudian melanjutkan ke sekolah dasar lanjutan (Meer Uitgebreid
Lager Onderwijs- MULO) dimana ia lulus pada tahun 1923. Ia terbiasa dengan
kehidupan gaya Belanda, dimana Ia disekolahkan di ELS dan MULO terbaik di
Medan, setiap sore ibunya selalu memainkan akordion dan Sjahrir bermain biola,
serta sering dibacakan kisah seribu satu malam. Ia sering berkunjung ke kantor
ayahnya di pengadilan pidana jajahan Belanda.
Bermodalkan ijazah MULO, Sjahrir bisa saja menjadi pegawai rendahan,
namun ia memilih untuk melanjutkan ke pendidikannya ke Algemne Middelbarne
School (AMS) Westers Klassieke Afdeling (jurusan Budaya Barat Klasik atau
jurusan A, Sekolah Menengah Atas berbahasa Belanda) di Bandung. Sebagai
mana ditunjukkan oleh sekolah yang dipilihnya, Sjahrir dikirim ke Bandung
untuk meneruskan karir ayahnya, menjadi jaksa di rantau yang lebih luas pada
tingkat yang lebih tinggi (Mrazek, 1996, hlm: 52).
Dapat dikatakan bahwa Sjahrir adalah seorang berwatak keras serta teguh
terhadap prinsip, jiwa kepemimpinannya telah muncul saat ia masih mengenyam
pendidikan. Pada sebuah kesempatan pertemuan pelajar di Bandung, ia sempat
mengetuk meja atas tindakan Soekarno yang kurang sopan terhadap pelajar putri
yaitu Suwarni, ketika Soekarno berbicara dengan bahasa Belanda dia kembali
menegurnya agar menggunakan bahasa nasional Indonesia (Anwar, 2011, hlm:
12-13), ini menunjukan bahwa Sjahrir adalah seorang yang berani dan berjiwa
nasionalis. Kala itu Soekarno adalah seorang insinyur lulusan Technische Hooge
School (Sekolah Tinggi Tekhnik) yang usianya lebih tua delapan tahun darinya.
Setelah menyelesaikan studinya di Bandung, ia melanjutkan studinya ke
Universitas Amsterdam dan masuk ke Fakultas Hukum.
Hampir sama dengan Sjahrir, latar belakang keluarga Soekarno juga
menarik untuk disimak. Dia adalah keturunan priyayi Jawa kelahiran 6 Juni 1901,
ayahnya seorang bangsawan Jawa dan ibunya berasal dari Bali seperti yang
Soekarno paparkan kepada Cindy Adams:
“Aku adalah anak dari seorang ibu kelahiran Bali dari Kasta Brahmana.
kebangsawanan. Dan bapak berasal dari keturunan Sultan
Kediri”(Adams, 2014, hlm: 24).
Kepada ayahnya Soekarno kerap kali merasa segan sedangkan ibu adalah
tempat baginya untuk berlindung. Sosok lain yang memberikan kasih sayang
kepadanya adalah Sarinah yang merupakan pembantu keluarganya, dimana ia
merupakan salah satu tokoh yang cukup berperan dalam hidup Soekarno. Dari
Sarinah ia banyak memperoleh pelajaran yang berharga tentang kehidupan.
Sebuah ungkapan ekstrem diungkapkan oleh Legge, “sebagai seorang yang
beranjak besar, dia juga menemukan kepastian di ranjang Sarinah” (Nuryanti,
2007, hlm: 15). Dimasa kecilnya ia sering kali tidur bersama Sarinah, yang
kemudian hari dipujanya sebagai lambang wanita Indonesia. Pada zaman
Demokrasi Terpimpin namanya diabadikan dengan monumen “Sarinah”, suatu
toserba bertingkat yang dibangun di jalan Thamrin, Jakarta (Legge, 1996, hlm:
29).
Soekarno sempat menempuh pendidikannya di Inlandsche School hingga
kelas lima, namun ia dipindah ke Europeesche Lagere School (ELS) saat usianya
14 tahun. Hal ini dilakukan karena ayahnya menginginkan kelak ia melanjutkan
pendidikannya hingga perguruan tinggi.
Tahun 1916 saat memasuki sekolah menengah Ayah Soekarno
mengirimnya untuk tinggal bersama H.O.S Cokroaminoto, dan melanjutkan
sekolahnya ke Hogere Burger School di Surabaya. Seperti yang diungkapkannya
kepada Cindy Adams:
“Ketika tiba waktunya sekolah menengah, bapak sudah tahu apa yang
harus dilakukannya. Dia menggunakan pengaruh kawan-kawannya untuk memasukan aku ke sekolah menengah yang menjadi pintu masuk ke
perguruan tinggi, Hogere Burger School di Surabaya”(Adams, 2014, hlm:
36).
Beruntung bagi Soekarno dapat tinggal di lingkungan keluarga
Tjokroaminoto yang merupakan ketua Sarekat Islam, karena dari
Tjokroaminotolah ia banyak belajar tentang nasionalisme. Hubungan Soekarno
dengan Tjokroaminoto memang cukup dekat, bahkan ia dinikahkan dengan putri
Minggu terakhir di bulan Juni 1921 ia meninggalkan Surabaya dan pergi
bersama Oetari ke Bandung untuk melanjutkan pendidikannya di Sekolah Teknik
Tinggi di Bandung, yang saat ini dikenal dengan Istitut Teknologi Bandung (ITB).
Di Bandung ia tinggal bersama keluarga Haji Sanusi yang merupakan rekan dari
Tjokroaminoto, pada akhirnya ia bercerai dengan Oetari dan menikahi Inggit
Garnasih yang dulunya merupakan istri dari Haji Sanusi.
Melihat ideologi dari kedua tokoh baik Sjahrir maupun Soekarno memiliki
pandangan yang berbeda, dimana Sjahrir lebih cenderung pada paham sosialis dan
Soekarno lebih condong pada paham nasionalis.
Sjahrir adalah seorang sosialis yang berpikir bahwa perjuangan
semata-mata demi kemajuan dan kesejahteraan rakyat, pemikiran sosialis ini ia dapatkan
ketika menimba ilmu di Belanda. Sjahrir sangat tertarik terhadap teori-teori
marxisme dan sosialisme, sekitar tahun 1930 Sjahrir akrab dengan Salomon Tas
dan Maria Duchateau. Salomon Tas adalah ketua klub Mahasiswa Sosial
Demokrat (Social Democratische Studenten Club), sebuah perkumpulan
mahasiswa yang berafiliasi dengan Partai Sosialis Belanda (Santoso, 2014, hlm:
27).
Sementara Soekarno adalah seorang nasionalis, walaupun dalam masa
demokrasi terpimpin pandangannya cenderung berpihak pada partai komunis. Ia
adalah sosok yang mampu menghimpun massa dan sangat menggebu-gebu, Cindy
Adams menuliskan “seringkali aku merasakan badanku seperti akan lemas, nafasku akan berhenti, apabila aku tidak keluar dan bersatu dengan rakyat yang melahirkanku” (Adams, 2014, hlm: 6).
Pada masa pendudukan Jepang, Soekarno dibebaskan dari pengasingannya
di Bengkulu oleh pihak Jepang. Akhirnya ia bersama Hatta memilih jalan
kolaborasi dengan Jepang, sebab mereka menganggap kolaborasi adalah
satu-satunya jalan agar Indonesia dapat memperoleh kemerdekaannya.
“Jepang memberikan lebih banyak ruang gerak bagi seorang seperti
Soekarno. Soekarno yakin kemerdekaan Indonesia dapat dicapai dengan satu atau lain lewat pendudukan Jepang, dan ia tetap teguh pada keyakinan ini, meskipun politik pendudukan Jepang semakin keras dan
Berbeda dengan Soekarno dan Hatta, Sjahrir memilih untuk tidak
berkolaborasi dengan Jepang. Hal ini karena ia merupakan sosok yang tumbuh
dengan kebiasaan barat dan sempat mengenyam pendidikan di Belanda, juga
pernah bergabung dengan partai buruh di Belanda. Ia pun tokoh yang tidak pro
terhadap ideologi fasisme. Legge memaparkan pandangan Sjahrir sebagai berikut:
“Sjahrir, dalam oposisinya terhadap Jepang, tidak semata-mata, atau
barangkali bahkan tidak terutama, digerakkan oleh pertimbangan-pertimbangan nasionalis, tapi juga oleh pertimbangan-pertimbangan-pertimbangan-pertimbangan doktrin politik. Ia memandang Jepang sebagai kaum fasis yang
mempunyai ikatan integral dengan fasisme Eropa” (Legge, 2003, hlm: 76).
Selama pendudukan Jepang Sjahrir lebih banyak bergerak di bawah tanah,
sementara Soekarno dan Hatta sibuk berkolaborasi dengan Jepang, dimana
Soekarno bergabung dengan beberapa organisasi Jepang seperti menjadi ketua
Putera (Pusat Tenaga Rakyat) yang diresmikan 9 Maret 1943, ia bergabung
dengan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI),
tanggal 8 Agustus ia juga ikut dalam PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia).
Sementara Sjahrir kerap kali mengikuti siaran radio luar negeri untuk
mengikuti perkembangan perang yang terjadi antara Jepang dengan Amerika
Serikat. Berdasarkan informasi yang didapatkan Sjahrir mengenai Jepang yang
kalah karena kota Hirosima dan Nagasaki dibom atom oleh Amerika tanggal 10
Agustus 1945, dan Kaisar Hirohito menyatakan menyerah kepada sekutu. Atas
kegigihan para pemuda pula, akhirnya Soekarno dan Hatta memproklamirkan
kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Sjahrir tidak terlibat dalam
peristiwa 17 Agustus, namun ia melakukan perjalanan mengelilingi Jawa untuk
melihat situasi sekitar.
Sekembalinya Sjahrir dari perjalanan mengelilingi Jawa, ia akhirnya
memilih membantu pemerintahan Soekarno dan Hatta, karena dari perjalanan
tersebut Sjahrir melihat bahwa masyarakat Indonesia begitu antusias mendukung
Soekarno dan Hatta, sehingga tanggal 17 Oktober 1945, Sjahrir pun setuju untuk
menjadi ketua Badan Pekerja KNIP ( Komite Nasional Indonesia Poesat). Ia juga
Soekarno, Tan Malaka menawari Sjahrir menduduki posisi memegang
Kementrian Pertahanan, Kementrian Kemakmuran, Kementrian Dalam Negeri
dan Kementrian Luar Negeri, dan Tan Malaka sendiri menjabat sebagai seorang
presiden.
Tanggal 14 November 1945 Sjahrir terpilih menjadi Perdana Menteri
suatu kabinet parlementer. Soekarno hadir dan memimpin acara serah terima dari
kabinet RI pertama ke kabinet Sjahrir pertama (Anwar, 2011, hlm: 54).
Ketika Soekarno dan Hatta dengan terpaksa meninggalkan Ibukota Jakarta,
untuk pindah ke Yogyakarta yang lebih aman, Sjahrir sebagai Perdana Menteri
tetap berada di Jakarta untuk melanjutkan kontak-kontak dengan pihak Inggris
dan Belanda (Legge, 2003, hlm: 199).
Soekarno dalam persembunyiannya di Yogyakarta, mengalami kesulitan
dalam banyak hal bahkan untuk mendanai kebutuhan, pemerintah terpaksa
melakukan tindakan ilegal seperti yang dikutip dari Cindy Adams berikut ini:
“Satu-satunya cara untuk memperoleh sesuatu yang sangat diperlukan adalah lewat penyelundupan, dan setiap orang melakukan penyelundupan demi kepentingan Republik. Duta besar kami yang sekarang untuk Jepang menyelundupkan gula. Mantan duta besar kami di Amerika menyelundupkan candu. Singapura, Bangkok, Hongkong dan Manila merupakan empat kota penyelundupan yang sangat bagus
(Adams, 2014, hlm: 285).
Peranan Sjahrir sebagai perdana menteri pertama Indonesia menjadikan
Sjahrir mewakili Indonesia dalam perjanjian Linggarjati. Draf Perjanjian
Linggarjati antara Pemerintah RI dan Belanda yang ditandatangani pada 15
November 1946 (Laksmi, 2014, hlm: 194).
Kerap kali Sjahrir disalahkan karena perundingan ini dianggap merugikan
pihak republik, namun sebenarnya melalui perjanjian tersebut kedaulatan
Indonesia diakui secara de facto untuk pertama kalinya (Prihantanti, 2010).
Kekuasaan RI diakui di Jawa dan Sumatra, Kedaulatan RI diakui oleh AS, Inggris,
dan negara-negara Arab di Timur Tengah. Dalam penuturan Mrazek berikut ini:
“Soekarnolah bagaikan gambar istrinya mengawasi suasana yang tampil sebagai kekuasaan sebenarnya yang memungkinkan persetujuan. Namun, Sjahrirlah yang diidentifikasikan dengan rancangan, dan yang
Sjahrir adalah tokoh yang membenci Jepang namun bersikap lunak kepada
Belanda, karena Sjahrir sekolah di Belanda dan sempat bergabung dengan
organisasi buruh di Belanda. Soekarno yang biasanya tidak senang terhadap
Belanda akhirnya menerima hasil perjanjian tersebut. Seperti yang diungkapkan
Legge berikut ini:
“Soekarno menyerahkan perincian perundingan ini (Linggarjati) kepada
menteri-menterinya. Ia menganggap rumusan usul dan kontra-usul adalah hal sepele dibandingkan dengan inti persoalan kemerdekaan. Dan ia nampaknya tidak melihat bahwa inti persoalan sangat tergantung pada ketepatan sifat masing-masing usul di meja perundingan. Sungguh mengherankan, bagi seorang yang selalu menyatakan bahwa Belanda tidak bisa dipercaya, sekarang mempunyai optimisme besar bahwa janji kemerdekaan “Linggarjati” itu akan dipatuhi sebagaimana yang
dimaksudkan isinya” (Legge, 1996, hlm: 258).
Sebagai tokoh pejuang bangsa Sjahrir memang lebih mengedepankan
politik diplomasi dibandingkan dengan adu fisik. Sjahrir menulis buklet berjudul
Perjuangan Kita untuk menyulut semangat perjuangan pemuda Indonesia. Namun
hasil dari perjanjian Linggarjati tidak mampu membuat Sjahrir bertahan lama
sebagai Perdana Menteri oposisi dari sayap kiri. Bagi pihak lain Sjahrir memberi
konsesi yang besar bagi Perjanjian Linggarjati. Akhirnya, ia memutuskan untuk
mundur, walaupun Soekarno masih tetap menginginkan Sjahrir tetap memegang
jabatan yang keempat kali, tetapi tanpa hasil (Kasenda, 2014, hlm: 173).
Agresi Militer oleh Belanda terjadi tanggal 19 Desember 1948 di
Yogyakarta, saat itu Yogyakarta merupakan ibukota sementara RI. Serangan
Belanda ini dilakukan karena ketidak puasan Belanda terhadap perjanjian Renville,
kemudian serangan ini dinamakan Agresi Militer Belanda II. Akibat dari agresi ini,
akhirnya Soekarno, Hatta dan Sjahrir harus diasingkan, kemudian atas perintah
dari PBB akhirnya Belanda menghentikan campur tangannya dan untuk
membebaskan pemimpin-pemimpin Indonesia pada akhir tahun 1948 (Dahm,
1987, hlm: 402).
Pasca lengser dari jabatannya sebagai Perdana Menteri, Sjahrir lebih fokus
membesarkan Partai Sosialis Indonesia (PSI), partai ini banyak mendapat
luar Jakarta. PSI berpengaruh di kalangan pejabat tinggi pemerintahan dan
mempunyai pendukung dikalangan tentara pusat (Ricklefs, 2009, hlm: 499). Partai
ini mendapatkan dukungan dari hampir semua kelompok kecil peranakan China
yang secara aktif memperlihatkan sikap pro Republik Indonesia (Kahin, 2013,
hlm: 228).
Awal tahun 1950-an muncul isu bahwa Sjahrir mulai anti dengan
pemerintahan, terutama para kadernya dikalangan korps perwira militer Republik.
Usaha pertama kup militer di Indonesia, yang disebut “Peristiwa 17 Oktober 1952”
dan ketika usaha tersebut gagal dengan cepat Sjahrir dan PSI didesas-desuskan
sebagai kekuatan utama dibalik peristiwa tersebut (Mrazek, 1996, hlm: 719).
Para perwira Angkatan Darat yang terlibat dalam peristiwa 17 Oktober
1952, mengajukan beberapa tuntutan. Dalam peristiwa tersebut Soekarno menolak
sebuah usul dari perwira-perwira Angkatan Darat yang tidak puas, agar ia
memegang kekuasaan diktator , atau membentuk triumvirat yang terdiri atas Hatta,
Sultan Hamengkubuwono IX, dan Soekarno sendiri membubarkan parlemen
(Dahm, 1987, hlm: 404).
Pada pemilu pertama tahun 1955 Partai Sosialis Indonesia memperoleh
suara sebanyak 753.191 dengan persentase 1,99 % dan jatah kursi DPR sebanyak
lima yang menempati partai urutan ke delapan, sedangkan untuk jatah
konstituante PSI memperoleh suara sebanyak 695.932 suara dengan presentase
1,84 dan jatah kursi sebanyak 10 kursi, sementara PNI memperoleh 8.434.653
suara dengan presentase 22,3 % jatah kursi parlemen 57 yang mana PNI
merupakan pemenang dari pemilu. Dilihat dari hasil pemilu tersebut menunjukan
bahwa basis massa dalam pemerintahan dari PSI tidak banyak namun peranannya
penting bagi pemerintahan karena diisi oleh kalangan intelektual yang kerap kali
mengadopsi pemikiran-pemikiran Sjahrir dalam menentukan kebijakan
pemerintah.
Pada tahun 1956 Soekarno menyatakan keinginannya untuk “mengubur
partai-partai” yang jumlahnya sudah melebihi empat puluh, semenjak Sjahrir
mengeluarkan seruannya dalam bulan November 1945 untuk menumbuhkan multi
Tanggal 15 Februari di umumkanlah suatu pemerintahan pemberontak di
Sumatera, dengan markas besarnya di Bukittinggi. Pemerintahan ini dinamakan
PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) (Ricklefs, 2009, hlm: 544).
Dalam peristiwa ini Sjahrir dianggap sebagai otak dari pemeberontakan tersebut
karena salah satu kader PSI, yaitu Soemitro turut bergabung dalam PRRI. Namun
keterlibatan Sjahrir dalam pemberontakan tersebut tidak dapat dibuktikan.
Soekarno mengambil tindakan keras terhadap pemberontakan PRRI, seperti
halnya Djuanda, Nasution dan kebanyakan pemimpin PNI dan PKI juga
menghendaki pemberontakan tersebut ditumpas.
Pada 7 Januari 1962, Presiden Soekarno berkunjung ke Makassar. Sebuah
granat dilemparkan ke arah iring-iringan mobilnya (Anwar, 2011, hlm. 134).
Hingga tanggal 15 Januari dua orang Belanda ditangkap. Sebelum peristiwa
tersebut terjadi, beredar isu adanya konspirasi di Bali, agen militer membongkar
organisasi gelap bernama Nederlandsch-Indische Guerilla Organisatie
(Organisasi Gerilya Hindia Belanda). Peristiwa-peristiwa tersebut merujuk bahwa
Sjahrir dan beberapa pengikutnya adalah dalang dari konspirasi tersebut.
Pada tanggal 16 Januari 1962 pukul empat pagi Sjahrir ditangkap
dikediamannya yang bertempat di Jl. Cokroaminoto no. 61. Sjahrir dianggap
bersalah dalam peristiwa PRRI tahun 1958, dan konspirasi terhadap upaya
pembunuhan Presiden Soekarno. Dalam kasus ini ia dan beberapa bekas PSI tidak
dapat dbuktikan keterlibatannya, namun penahanannya tetap dilanjutkan.
Desas-desus di Jakarta menyatakan bahwa Sjahrir tidak ditahan melainkan diasingkan.
Presiden Soekarno dianggap cuci tangan terhadap penangkapan Sjahrir, sehingga
dalam pembebasan Sjahrir seakan ditunda-tunda. Tiga bulan setelah penangkapan,
Sjahrir beserta rekannya dipindahkan ke Madiun dan ditempatkan disebuah rumah
tahanan militer dijalan Willis, selama dua tahun ia ditahan di Madiun, kemudia ia
di pindahkan ke Jakarta untuk mendapatkan perawatan medis.
Soekarno melakukan perjalanan ke beberapa negara sosialis salah satunya
Sovyet. Dalam perjalanannya mengunjungi negara-negara sosialis tahun 1956
telah memperkuat keyakinan Soekarno bahwa hanya melalui demokrasi terpimpin
akan tercapai (Dahm, 1987, hlm: 404). Didepan Persatuan Guru Republik
Indonesia Soekarno menyatakan:
“Saya bukan Presiden Direktur dari Republik Indonesia dan saya tidak
ingin menjadi diktator karena ini berlawanan dengan kesadaranku. Saya adalah seorang demokrat, tapi tidak ingin demokrasi liberal. Sebaliknya,
yang saya inginkan ialah demokrasi terpimpin” (Legge, 1996, hlm: 322).
Awal tahun 1960-an merupakan masa dimana Indonesia dikuasai oleh
kaum Komunis. Politik di Indonesia dipandang sebagai segitiga kekuasaan yang
terdiri atas Soekarno, Angkatan Darat dan PKI, kelompok PSI seakan tidak
memiliki ruang untuk bergerak. Penuturan Sjahrir dalam tulisan Rudolf Mrazek
menyatakan bahwa Komunis Indonesia bukan Komunis sesungguhnya, Sjahrir
mengatakan bahwa pimpinan Komunis tidak memiliki hal berikut:
“Tidak memegang teguh asas Marxisme-Leninisme, mereka menerima itu dalam rangka “Demokrasi Terpimpin”, tidak ada ruang bagi Partai Komunis Indonesia untuk bergerak sebagai Partai Komunis asli, sebagai Partai Komunis yang revolusioner mereka dilumpuhkan dan
impoten”(Mrazek, 1996, hlm: 857).
Sjahrir memandang bahwa Indonesia harus memiliki kerendahan hati hal
ini merujuk pada konfrontasi lisan yang diungkapkan Soekarno untuk
mengganyang Malaysia, Sjahrir mengingatkan bahwa kebijakan yang terlalu
agresif akan membuat Indonesia kehilangan muka. Sjahrir beberapa kali
menyelundupkan surat kepada pengikutnya untuk tetap berjuang dan dalam salah
satu suratnya, ia kerap kali mengomentari mengenai Deklarasi Ekonomi yang
dicanangkan pemerintah, dan Ia juga sempat mengusulkan pemilihan umum
kepada pengikutnya saat pemerintahan Soekarno tengah kacau balau.
Pada tanggal 13 Februari 1963 di Senayan, Presiden Soekarno menyatakan
bahwa harus dilaksanakannya Front Nasional. Dalam pidatonya tersebut,
Preseiden Soekarno menyatakan untuk “ mengganyang mereka yang anti nasakom”
dan hal tersebut didukung oleh PKI. Selanjutnya Presiden menyatakan, Indonesia
tanpa tendeng aling-aling menentang gagasan Malaysia karena merupakan
“suatu cita-cita dan ikhtiar imperialisme dan neo-kolonialisme untuk
menyelamatkan timah, karet dan minyaknya.” (Anwar: 2007, hlm: 221). Era
bukan masa yang baik untuk Sjahrir karena diakhir hidupnya, ia wafat sebagai
seorang tahanan, ia meninggal di Zurich Swiss tahun 1966. Setelah kepergian
Sjahrir, maka iapun mendapat gelar pahlawan.
Penelitian skripsi ini difokuskan dalam meneliti pandangan dan peranan
Sjahrir dan Soekarno dalam kurun waktu 1945 hingga 1966. Keduanya kerap kali
memiliki pandangan yang berbeda, namun dalam masa revolusi Indonesia
keduanya berjalan beriringan dalam menentukan arah pemerintahan Indonesia.
Pertentangan mereka mulai terlihat kembali saat Sjahrir lengser dari jabatan
Perdana Menteri dan Soekarno melanjutkan pemerintahan dengan konsep
Demokrasi Terpimpin.
1.2RUMUSAN MASALAH PENELITIAN
Adapun latar belakang yang telah diuraikan diatas maka saya menentukan
rumusan masalah yaitu “ Bagaimana pandangan Sutan Sjahrir dan Soekarno terhadap pemerintahan dan negara Indonesia 1945-1966”. Adapun pertanyaan
penelitian yang penulis kaji yaitu:
1. Bagaimana latar belakang kehidupan Sjahrir dan Soekarno?
2. Bagaimana pandangan Sjahrir dan Soekarno dalam masa Revolusi
Indonesia khususnya dalam perundingan Linggarjati?
3. Bagaimana peranan serta pandangan Sjahrir dan Soekarno ketika
menghadapi pemilihan umum 1955 hingga meletusnya pemberontakan
PRRI 1958?
4. Bagaimana pandangan Sjahrir dan Soekarno terhadap sistem
Demokrasi Terpimpin?
1.3TUJUAN PENELITIAN
Dari rumusan masalah yang penulis ajukan diatas, adapun tujuan
penelitiannya yaitu sebagai berikut:
1. Menganalisis latar belakang Sjahrir dan Soekarno.
2. Mengidentifikasi peran dan kebijakan Sjahrir dan Soekarno selama
3. Mengidentifikasi peran dan langkah-langkah serta pandangan Sjahrir
dan Soekarno selama berlangsungnya pemilihan umum 1955 hingga
pemberontakan PRRI 1958.
4. Menganalisis pandangan Sjahrir dan Soekarno terhadap sistem
Demokrasi terpimpin.
1.4MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis
maupun secara praktis. Secara teoritis dengan adanya penelitian ini diharapkan
dapat menambah pengetahuan mengenai pandangan Sutan Sjahrir dan Soekarno
terhadap pemerintahan dan negara Indonesia selama tahun 1945-1966. Secara
praktis penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:
1. Wahana menambah pengetahuan mengenai sosok pahlawan nasional yang
kontribusinya begitu besar bagi Indonesia.
2. Menambah khasanah ilmu melalui pemikiran seorang tokoh.
3. Memberikan kontribusi dalam memahami pemerintahan Indonesia selama
masa Revolusi dan masa Demokrasi Liberal dan Terpimpin dari sudut
pandang seorang tokoh.
4. Salah satu referensi dalam materi pelajaran Sejarah di SMA kelas XI yang
sesuai dengan KD yaitu menganalisis perkembangan masa Revolusi
Indonesia dan masa Demokrasi Liberal dan Terpimpin.
1.5STRUKTUR ORGANISASI SKRIPSI
Adapun sistematika dari penulisan skripsi ini diantaranya yaitu sebagai
berikut :
Bab I Pendahuluan, bab ini secara rinci berisi latar belakang penelitian
yang menjadi alasan penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai
penelitian yang direalisasi, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat
penelitian.
Bab II Kajian Pustaka mempunyai peran yang sangat penting dan
Soekarno terhadap pemerintahan Indonesia 1945-1966, dalam menyusun
pertanyaan penelitian dan tujuan. Penelitian terdahulu yang diulas dijadikan
sebagai referensi dalam memperkaya skripsi ini dan sebagai pembanding antara
penelitian-penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dibahas oleh penulis.
Bab III Metode Penelitian berisi mengenai penjabaran yang rinci
mengenai metode penelitian yang dipakai dalam melakukan penelitian yaitu
Heuristik, Kritik, Interpretasi, dan Historiografi. Dalam penelitian skripsi ini
penulis akan memfokuskan pada studi literatur. Menjelaskan pula proses penulis
dalam menyusun skripsi ini dari mulai pencarian sumber hingga penulisan hasil
penelitian.
Bab IV merupakan pembahasan atau bab isi yang akan membahas
mengenai “Pandangan Sutan Sjahrir dan Soekarno terhadap Pemerintahan dan
Negara Indonesia 1945-1966”. Pada bab ini berisi pembahasan yang terdiri dari
dua hal utama yaitu pengolahan atau analisis data untuk menghasilkan temuan
berkaitan dengan masalah penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, dan
pembahasan atau hasil temuan. Pada bab ini akan menjawab hal yang
dipertanyakan yang menjadi alasan penulis mengambil judul tersebut.
Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi menyajikan penafsiran dan
pemaknaan penulis terhadap hasil analisis temuan penelitian. Ada dua alternatif
cara penulisan kesimpulan, yakni dengan cara butir demi butir, atau dengan cara
uraian padat. Penulis akan memfokuskan untuk menguraikan kesimpulan dan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini penulis akan memaparkan mengenai metodologi yang
digunakan dalam mengkaji permasalahan yang berkaitan dengan tema skripsi
yang dibahas yakni “Pandangan Sutan Sjahrir dan Soekarno terhadap Pemerintahan dan Negara Indonesia 1945-1966”. Penulis akan memaparkan
langkah-langkah yang digunakan oleh penulis dalam proses penelitian.
Menurut Ismaun (Ismaun, 2005, hlm. 34), prosedur sejarawan dalam
melakukan penelitian sejarah terdiri atas empat tahap, yaitu:
1. Heuristik, yaitu sebuah kegiatan mencari sumber-sumber untuk mendapatkan
data-data atau mencari sumber sejarah atau evidensi sejarah (Sjamsuddin, 2007,
hlm: 88). Pada tahap pertama penulis memulai dengan mengumpulkan
sumber-sumber dan data yang relevan dengan pembahasan Pandangan Sjahrir dan
Soekarno Terhadap Pemerintahan dan Negara Indonesia 1945-1966. Sumber dan
data yang dicari berupa sumber buku, internet, jurnal maupun artikel yang
berhubungan dengan materi yang ditulis. Penulis menggunakan metode studi
literatur dikarenakan keterbatasan waktu dan biaya dalam penelitian.
2. Kritik, yaitu kegiatan-kegiatan analitis yang harus ditampilkan oleh para
sejarawan terhadap dokumen-dokumen setelah mengumpulkan mereka dari
arisp-arsip sejarah (Sjamsuddin, 2007, hlm: 130). Pada tahap kedua ini penulis
melakukan kritik terhadap validitas dan keotentikan sumber-sumber yang
dikumpulkan. Pada tahap ini penulis memilah dan memilih sumber yang
didapatkan pada tahap heuristik. Tujuan dari tahap kritik ini adalah untuk
mendapatkan sumber yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan berkaitan
dengan tema skripsi mengenai Pandangan Sjahrir dan Soekarno Terhadap
Pemerintahan dan Negara Indonesia 1945-1966. Tahap kritik ini terbagi kedalam
a. Kritik ekstern atau kritik luar, yaitu kritik terhadap aspek-aspek diluar dari
sumber sejarah. Tahap ini berkaitan dengan sumber, apakah sumber
tersebut merupakan sumber yang otentik atau sumber turunan. Dalam
kritik ekstern dipersoalkan bahan dan bentuk sumber, umur, dan asal
dokumen, kapan dibuat, dibuat oleh siapa, instansi apa, atau atas nama
siapa. Sumber itu asli atau salinan, dan masih utuh seluruhnya atau sudah
berubah (Ismaun, 2005, hlm: 50).
b. Kritik intern atau kritik dalam, yaitu kritik terhadap internal yaitu
berkaitan dengan isi dari sumber sejarah yang didapatkan. Kritik intern
dilakukan untuk mengetahui apakah isi dari sumber yang didapatkan dapat
dipertanggungjawabkan kredibilatasnya atau tidak. Maka dari itu penulis
memilah sumber-sumber yang didapatkan penulis untuk menunjang
penulisan skripsi.
3. Interpretasi, pada tahap ini sumber-sumber yang telah melewati tahap kritik baik
itu kritik intern maupun ekstern kemudian dapat dijadikan sebagai sumber sejarah.
Interpretasi yang dimaksud adalah pandangan dari penulis terhadap
sumber-sumber sejarah yang ditemukan selama melakukan penelitian. Penulis membuat
deskripsi, analisis kritis dan pemilihan fakta-fakta. Penafsiran dilakukan untuk
menghubungkan konsep dan teori yang telah ditentukan, dengan fakta dan data
yang ditemukan dari sumber penelitian. Pada tahap interpretasi kemudian penulis
menuliskan pembahasan yang sesuai dengan masalah yang dikaji mengenai
Pandangan Sutan Sjahrir dan Soekarno Terhadap Pemerintahan dan Negara
Indonesia 1945-1966
4. Historiografi merupakan tahap terakhir dalam metode penelitian sejarah, setelah
sebelumnya penulis melakukan tiga tahap sebelumnya yaitu heuristik, kritik, dan
interpretasi. Pada tahap ini penulis menuliskan isi atau pembahasan yang berupa
penjelasan, penafsiran dan penyajian yang menjadi fokus masalah penulis melalui
kajian yang diteliti yaitu berkaitan dengan Pandangan Sutan Sjahrir dan Soekarno
terhadap Pemerintahan dan Negara Indonesia 1945-1966. Menuliskan secara
eksplanasi sejarah ada dua dorongan utama yang menggerakannya yakni mencipta
Penggunaan metode historis dalam penelitian didukung juga dengan
penggunaan pendekatan interdisipliner. Pendekatan interdisipliner merupakan
pendekatan yang menggunakan disiplin ilmu sosial secara berimbang, tanpa ada
yang dominan. Oleh karena itu, penelitian ini memerlukan ilmu bantu atau
auxilliary sciences atau sister disciplines (Ismaun, 2005, hlm: 62). Ilmu bantu
yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu ilmu politik dan negara, dimana
peranan dari ilmu bantu tersebut yaitu :
a. Politik, bahasan utama dalam skripsi ini adalah bagaimana pandangan
politik dua tokoh yaitu Sutan Sjahrir dan Soekarno dalam kurun waktu
1945 hingga 1966. Pandangan poltik keduan tokoh tersebut berkaitan
dengan kebijakan yang diambil oleh kedua tokoh dalam perjuangan
mempertahankan negara Indonesia.
b. Negara, berkaitan dengan bagaimana Sjahrir maupun Soekarno
memandang negara Indonesia. Bagaimana kedua tokoh ini
mempertahankan negara Indonesia pada kurun waktu 1945 hingga 1966.
Teknik penelitian yang digunakan oleh penulis dalam skripsi ini adalah
studi literatur. Teknik tersebut digunakan untuk mencari sumber-sumber yang
relevan dan berkaitan dengan skripsi yang tengah dibahas. Studi literatur ini
dilakukan dengan mengumpulkan sumber berupa buku-buku yang berkaitan dan
relevan dengan bahasan yang tengah diteliti yaitu mengenai Pandangan Sutan
Sjahrir dan Soekarno terhadap Pemerintahan dan Negara Indonesia 1945-1966.
Berkaitan dengan penulisan skripsi ini, penulis melakukan kunjungan ke berbagai
perpustakaan untuk mencari sumber buku, jurnal, dan artikel baik cetak maupun
online yang berkaitan dengan Sutan Sjahrir maupun Soekarno.
Pada awalnya penulis hendak melakukan wawancara terhadap beberapa
toko yang mengenal Sutan Sjahrir maupun Soekarno, namun dikarenakan
keterbatasan waktu dan kesulitan penulis dalam mencari sumber lisan maka
Dalam melakukan sebuah penelitian, penulis menggunakan beberapa
langkah penting yang harus ditempuh dalam penelitian sejarah sesuai dengan
pernyataan Sjamsuddin (Sjamsuddin, 2007, hlm: 89), yaitu:
a. Memilih sebuah topik yang sesuai;
b. Mengusut semua evidensi yang relevan dengan topik penelitian yang diangkat;
c. Membuat catatan tentang apa saja yang dianggap penting dan relevan dengan topik yang ditemukan ketika proses penelitian berlangsung; d. Mengevaluasi secara kritis semua evidensi yang telah dikumpulkan
dalam hal ini dilakukan sebuah kritik terhadap sumber;
e. Menyusun hasil-hasil penelitian menjadi sebuah pola yang benar sejalan dengan sistematika yang berlaku dan telah dipersiapkan sebelumnya; f. Menyajikan hasil penelitian menjadi sebuah gambaran yang dapat
menarik dan mengkomunikasikannya kepada para pembaca sehingga dapat dimengerti sejelas mungkin.
Dalam penelitian skripsi ini, penulis berusaha menjabarkan
langkah-langkah penelitian dengan menggunakan metode historis tersebut menjadi tiga
bagian, yaitu persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian, dan penulisan laporan
penelitian.
3.1 Persiapan Penelitian
Pada tahap ini, ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh penulis.
Penulis harus memilih dan menentukan topik dari penelitian yang akan dikaji
berdasarkan literatur yang telah dibaca sebelumnya. Adapun ketertarikan penulis
terhadap tema skripsi ini ketika penulis mengontrak mata kuliah “Sejarah Revolusi Indonesia”. Pada awalnya penulis tertarik dan mengagumi sosok Sutan
Sjahrir namun, setelah mendapatkan saran dari dosen pembimbing maka penulis
menambahkan tokoh Soekarno dalam penulisan skripsi ini. Penulispun berfikir
bahwa pandangan Sjahrir dan Soekarno memang menarik untuk dibandingkan,
dikarenakan kedua tokoh tersebut memang bukan sosok yang biasa.
Setelah melakukan seminar proposal, kemudian penulis mencari
sumber-sumber yang berkaitan dengan Sjahrir dan Soekarno. Penulis mencari buku-buku,
jurnal maupun artikel yang berkaitan dengan skripsi penulis. Proses pencarian ini
yang langka, bahkan beberapa buku sudah tidak diterbitkan oleh penerbitnya.
Adapun beberapa tahap yang dilakukan penulis adalah sebagai berikut:
3.1.1 Penentuan dan Pengajuan Tema Penelitian
Pada awalnya penulis tertarik untuk menulis peranan kaum Gentry era
dinasti Han, namun setelah penulis berdiskusi dengan dosen Sejarah Peradaban
Timur, beliau menyarankan untuk tidak mengambil tema tersebut dikarenakan
sumber yang berkaitan tema akan sulit ditemukan. Kemudian penulis
terinspirasi untuk menuliskan peranan Sutan Sjahrir dalam pemerintahan
Indonesia, setelah penulis membaca buku yang berjudul Sutan Sjahrir yang
ditulis oleh Lukman Santoso. Didalamnya menjelaskan mengenai sekilas
mengenai latar belakang hingga kiprah Sutan Sjahrir, juga sebelumnya penulis
memang mengagumi sosok Sutan Sjahrir sejak penulis mengontrak mata kuliah
“Sejarah Revolusi Indonesia”.
Adapun setelah penulis berfikir dan berdiskusi dengan teman-teman,
kemudian penulis mengajukan judul Peranan Sutan Sjahrir dalam
Pemerintahan Indonesia 1945-1966. Kemudian penulis mengajukan judul
tersebut kepada Ketua Tim Pengembangan Penulisan Skripsi (TPPS). Jurusan
Pendidikan Sejarah FPIPS UPI Bandung sekitar bulan Januari 2015. Langkah
selanjutnya ialah menyusun suatu rancangan penelitian berupa proposal skripsi
untuk selanjutnya di seminarkan.
3.1.2 Penyusunan Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian merupakan kerangka dasar yang dijadikan acuan
dalam penyusunan laporan penelitian. Rancangan penelitian tersebut kemudian
harus dibuat oleh penulis sebelum akhirnya diselenggarakannya seminar
proposal skripsi. Proposal skripsi ini berupa rancangan penelitian yang dibuat
berdasarkan beberapa sumber yang diperoleh dalam pra penelitian. Adapun
dalam penyusunan proposal skripsi harus mengikuti kaidah-kaidah yang telah
ditetapkan oleh bagian akademik Jurusan Pendidikan Sejarah maupun
a. Judul penelitian;
b. Latar belakang masalah penelitian (kesenjangan antara idealita dan realita,
dalam bentuk deskriptif);
c. Rumusan masalah penelitian;
d. Tujuan penelitian;
e. Manfaat penelitian;
f. Kajian Pustaka, merupakan penggunaan konsep, teori dan kajian terhadap
buku yang digunakan dalam penelitian;
g. Metode dan teknik penelitian;
h. Struktur Organisasi Skripsi; dan
i. Daftar pustaka.
Proposal penelitian yang telah disusun kemudian diajukan kepada Tim
Pertimbangan Penulisan Skripsi Jurusan Pendidikan Sejarah. Setelah disetujui,
selanjutnya judul tersebut diseminarkan pada tanggal 22 Januari 2015 di
Laboratorium Jurusan Pendidikan Sejarah, lantai 4 Gedung FPIPS, Universitas
Pendidikan Indonesia. Seminar dilaksanakan dihadapan TPPS dan calon
pembimbing skripsi untuk didiskusikan apakah rancangan tersebut dapat
dilanjutkan atau tidak dan apakah calon pembimbing yang diajukan bersedia
atau tidak untuk menjadi pembimbing.
Adapun terdapat perubahan judul yang dilakukan peneliti setelah
dilakukannya seminar proposal berdasarkan saran dari para dosen yang datang
pada saat seminar, pergantian judul tersebut yaitu dari Pemikiran dan Peranan
Sutan Sjahrir dalam Pemerintahan Indonesia 1945-1966 menjadi Pandangan Sutan Sjahrir dan Soekrano Terhadap Pemerintahan dan Negara Indonesia tahun 1945-1966. Setelah adanya kesepakatan mengenai judul penelitian,
peneliti kemudian diberikan surat penunjukkan dosen pembimbing skripsi no
02/TPPS/JPS/PEM/2015 pada 21 April 2015 atas persetujuan Ketua
Departemen Pendidikan Sejara FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia,
3.1.3 Mengurus Perizinan
Dalam menyusun skripsi dengan masalah yang akan dikaji oleh penulis,
tentunya membutuhkan berbagai sumber dalam proses penelitian. Akan tetapi
karena metode yang digunakan adalah metode historis dengan teknik studi
literatur, maka langkah peneliti yaitu harus mencari sumber-sumber sejarah
yang relevan. Untuk kelancaran suatu penelitian tersebut, penulis
membutuhkan kelengkapan admistrasi berupa surat pengantar keterangan
penelitian. Surat tersebut ditujukan kepada pihak-pihak yang bersangkutan
dengan penelitian, surat keterangan tersebut di tanda tangani oleh Pembantu
Dekan I FPIPS UPI. Dalam rencana perizinan, penulis akan menyusun
perizinan kepada pihak Fakultas sekitar akhir bulan Mei 2015.
3.1.4 Menyiapkan Perlengkapan Penelitian
Perlengakapan penelitian merupakan salah satu unsur yang penting untuk
kelancaran proses penelitian. Agar mendapatkan hasil penelitian yang
diharapkan penulis, perlengkapan penelitian ini harus dipersipkan dengan baik.
Adapun perlengkapan yang dibutuhkan selama penelitian diantaranya :
a. Surat perijinan;
b. Kamera foto; dan
c. Buku catatan.
3.1.5 Proses Bimbingan
Proses bimbingan merupakan hal yang penting dalam proses penelitian
skripsi. Bimbingan skripsi merupakan kegiatan konsultasi kepada dosen
pembimbing guna perbaikan dan kelancaran dalam proses penelitian dan
penyusunan skripsi. Berdasarkan surat keputusan yang dikeluarkan oleh Tim
Pengembangan Penulisan Skripsi (TPPS) no 02/TPPS/JPS/PEM/2015, maka
dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis akan dibimbing oleh
dua orang dosen pembimbing. Pembimbing pertama adalah Drs. Suwirta,
M.Hum dan Farida Ismaya, S. Pd, M.Si sebagai Dosen Pembimbing II.
Pada proses bimbingan pertama, bimbingan dimulai ketika pertengahan
penulis melakukan perbaikan pada Bab I, baik pada judul, rumusan masalah,
tujuan penulisan dan lainnya. Selain itu Dosen Pembimbing I memberikan saran
beberapa buku yang relevan dengan penelitian skripsi. Sedangkan Dosen
Pembimbing II menyarankan untuk melakukan revisi proposal yang telah
diseminarkan. Setiap hasil penelitian dan penulisan ditunjukan kepada dosen
pembimbing untuk mendapatkan saran dan revisi guna perbaikan dalam
penyusunan skripsi. Fungsi lain dari bimbingan adalah untuk diberikannya saran
dan kritik kepada penulis agar penyusunan skripsi menjadi lebih baik lagi.
Proses bimbingan dilakukan secara bertahap, berkelanjutan serta sesuai
dengan aturan yang telah ditetapkan, pada setiap pertemuan bimbingan
biasanya membahas satu bab yang diajukan. Bimbingan dilakukan secara
berkelanjutan mulai dari BAB I, BAB II, BAB, III, BAB IV dan BAB V,
dengan demikian akan terlihat kesinambungan dalam penulisan skripsi yang
baik berdasarkan komunikasi dan diskusi antara penulis dengan dosen
pembimbing berkaitan dengan penelitian serta penulisan skripsi, tentunya
setelah dilakukan berbagai perbaikan setelah diadakannya bimbingan. Setiap
proses bimbingan dengan Dosen Pembimbing akan dicatat dalam buku
bimbingan skripsi.
Proses bimbingan berakhir pada pertengahan bulan Agustus 2015, setelah
penulis menyelesaikan serangkaian penulisan dari mulai proposal, BAB I,
BAB II, BAB III, BAB IV, BAB V, dan abstrak baik dalam bahasa Indonesia
maupun dalam bahasa Inggris. Pada proses bimbingan terakhir ini, baik Dosen
Pembimbing I maupun Dosen Pembimbing II memeriksa Skripsi penulis secara
keseluruhan.
3.2 Pelaksanaan Penelitian
Tahapan penting dalam penyusunan skripsi adalah langkah penelitian,
langkah penelitian ini merupakan proses yang dilakukan secara bertahap. Tahapan
ini dilakukan sesuai metode historis, dimulai dari tahap heuristik, kritik (eksternal
dan internal), interpretasi dan historiografi. Adapun uraian dari tahap-tahap yang
3.2.1 Pengumpulan Sumber (Heuristik)
Heuristik merupakan langkah awal penulis dalam penyusunan skripsi,
pada tahap ini penulis mengumpulkan berbagai sumber, baik berupa buku,
artikel, jurnal, skripsi, disertasi serta artikel yang dimuat secara online di
internet. Semua sumber yang penulis cari berkaitan dengan judul skripsi
Pandangan Sutan Sjahrir dan Soekarno Terhadap Pemerintahan dan Negara Indonesia 1945-1966. Dikarenakan keterbatasan waktu dan banyaknya kendala,
maka penulis memilih untuk melakukan studi literatur.
Adapun beberapa tempat yang penulis kunjungi guna menunjang sumber
yang relevan dalam proses penelitian skripsi, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)
Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia adalah tempat pertama
yang penulis kunjungi untuk mencari sumber yang relevan dengan skripsi yang
sedang penulis teliti. Kunjungan ke perpustakaan UPI dilakukan secara rutin,
dimulai dari bulan Januari 2015 hingga sekarang. Adapun buku yang penulis
temukan di perpustakaan UPI yang menjadi sumber penelitian skripsi adalah
buku yang berjudul Sutan Sjahrir dan Pengasingan di Indonesia karya Mrazek
Rudolf.
2. Perpustakaan Universitas Padjajaran
Selain mencari sumber di Perpustakaan UPI, penulis juga melakukan
kunjungan ke Perpustakaan Universitas Padjajaran. Kunjungan pertama
dilakukan sekitar bulan Januari 2015, penulis mengunjungi perpustakaan
Fakultas bahasa dan Sastra Universitas Padjajaran di Jatinangor, disana penulis
menemukan buku yang berjudul Sejarah Tokoh Bangsa yang editornya adalah
Yanto Basri dan Retno Suffatni. Kunjungan kedua dilakukan pada awal bulan
April 2015, penulis mengunjungi perpustakaan Universitas Padjajaran yang
berlokasi di jalan Dipati Ukur, di perpustakaan tersebut penulis tidak
3. Perpustakaan Batu Api
Pencarian sumber penulis berikutnya adalah Perpustakaan Batu Api yang
berlokasi di Jatinangor, lokasi Perpustakaan Batu Api tidak jauh dari
Universitas Padjajaran, kunjungan ke perpustaan ini dilakukan pada akhir
bulan Februari 2015. Di perpustakaan tersebut penulis menemukan beberapa
buku ynag berkaitan dengan tema skripsi yang tengah diteliti diantaranya
adalah:
a. Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat karya Cindy Adams cetakan tahun
1996.
b. Sutan Sjahrir dan pengasingan di Indonesia karya Mrazek Rudolf terbitan
tahun 1990.
c. Soekarno a Political Biografy karya John D. Legge dalam versi bahasa
Inggris terbitan Singapura terbitan tahun 1996.
d. Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan, ditulis oleh Bernard Dahm
terbitan tahun 1987.
e. Mengenang Sjahrir, karya Rosihan Anwar terbitan tahun 1987.
f. Renungan dan Perjuangan, karya Sutan Sjahrir yang diterbitkan kembali
tahun 1990.
g. Manusia dalam Kemelut Sejarah, terbitan tahun 1988.
h. Pemikiran Sitan Sjahrir dan Partai Sosialis Indonesia tentang Sosialisme dan Demokrasi, karya PY. Nur Indro terbitan tahun 2009.
i. PRRI PERMESTA Strategi Membangun Indonesia tanpa Komunis, karya
RZ. Leirisa terbitan tahun 1991.
4. Perpustakaan Angkatan Darat Kota Bandung
Kunjungan berikutnya adalah mencari sumber ke perpustakaan Angkatan
darat yang terletak di jalan kalimantan, berdekatan dengan SMA Negeri 3 Kota
kunjungan ini penulis menemukan beberapa buku yang sesuai dan relevan
dengan penelitian yang tengah penulis lakukan, diantaranya adalah:
a. Sukarno, Paradoks Revolusi Indonesia, yang disunting oleh Arif Zulkifli
dan lain-lain, diterbitkan tahun 2010.
b. Sukarno, Tentara, PKI. Buku ini ditulis oleh Rosihan Anwar.
c. Sjahrir, Peran Besar Bung Kecil, disunting oleg Arif Zulkifli, diterbitkan
tahun 2010.
d. Terobosan Soekarno dalam Perundingan Linggarjati, karya Rushdy
Hoesin diterbitkan tahun 2010.
5. Perpustakaan Bapusipda Kota Bandung
Pada pertengahan bulan Februari 2015, penulis mengunjungi perpustakaan
Bapusipda Kota Bandung. Sayangnya di perpustakaan tersebut penulis tidak
menemukan buku ataupun tulisan lain yang terkait dengan penelitian yang
dilakukan oleh penulis.
6. Perpustakaan Museum Konperensi Asia-Afrika
Terkait dengan tema yang dibahas oleh penulis yaitu mengenai pandangan
Sutan Sjahrir dan Soekarno Terhadap Pemerintahan dan Negara Indonesia
1945-1966, penulis mengunjungi Perpustakaan Museum Konperensi
Asia-Afrika pada pertengahan bulan Maret 2015. Kunjungan ke perpustakaan
tersebut masih berlanjut hingga sekarang. Adapun buku yang berkaitan dengan
tema skripsi yang tengah penulis teliti adalah:
a. Menelusuri Jalur Linggarjati, dengan penyuntingnya A.B Lapia dan P.J.
Drouglever, terbitan tahun 1990.
b. Visualisasi Diplomasi Indonesia 1945-1995, diterbitkan tahun 1998.
7. Toko Buku Lawang Buku
Selain mencari sumber tertulis ke beberapa perpustakaan yang telah
dengan Pandangan Sutan Sjahrir dan Soekarno Terhadap Pemerintahan dan
Negara Indonesia 1945-1966. Pada awal bulan desember 2014 penulis
mengunjungi toko buku Lawang Bukua, ada tiga buku yang penulis dapatkan
dari Lawang Buku diantaranya adalah:
a. Sutan Sjahrir, Negarawan Humanis Demokrat Sejati yang Mendahului Zamannya, ditulis oleh Rosihan Anwar. Diterbitkan tahun 2011.
b. Sutan Sjahrir, Demokrat Sejati Pejuang Kemerdekaan, buku ini juga
merupakan tulisan dari Rosihan Anwar. Diterbitkan tahun 2011.
c. Tan Malaka dan Sutan Sjahrir, buku ini disunting oleh Kholid O. Santoso.
Diterbitkan tahun 2014.
8. Toko Buku Gramedia
Pada bulan Februari 2015 penulis membeli buku dari toko buku Gramedia,
diantaranya adalah:
a. Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat, buku ini ditulis oleh Cindy
Adams yang diterbitkan tahun 2014 oleh Yayasan Bung Karno.
b. Sutan Sjahrir Pemikiran dan Kiprah Sang Pejuang Bangsa, buku ini
ditulis oleh Lukman Santoso, diterbitkan tahun 2014.
9. Pasar Buku Palasari
Penulis juga mengunjungi Pasar Buku Palasari guna mencari sumber buku
yang relevan dengan penelitian skripsi Pandangan Sutan Sjahrir dan Soekarno
Terhadap Pemerintahan dan Negara Indonesia 1945-1966. Pertama penulis
mencari buku ke Palasari pada pertengahan Januari 2015 kemudian pada awal
Mei 2015. Dari pencarian tersebut, penulis membeli beberapa buku diantaranya
adalah:
a. Soekarno Sebuah Biografi Politik, ditulis oleh John D. Legge dalam versi
bahasa Indonesia, diterbitkan tahun 1996.
b. Bung Karno Panglima Revolusi karya Peter Kasenda, diterbitkan tahun
c. Sukarno Marxisme dan Leninisme, buku ini juga merupakan tulisan dari
Peter Kasenda, diterbitkan tahun 2014.
Selain membeli buku secara langsung ke toko buku, penulis juga memesan
buku secara online salah satunya adalah buku yang berjudul Kaum Intelektual
dan Perjuangan Kemerdekaan: Peranan Kelompok Sjahrir buku ini dipesan
pada pertengahan bulan Desember 2014, buku ini ditulis oleh John D. Legge dan
dipesan secara online dari Yogyakarta. Buku lain yang dipesan secara online
adalah Nasionalisme dan Revolusi Indonesia yang ditulis oleh George
McTurnan Kahin, buku ini dipesan langsung dari Komunitas Bambu di Depok
pada awal bulan Februari 2015.
3.2.2 Kritik Sumber
Tahap kedua dalam penelitian sejarah adalah kritik sumber, kritik
merupakan langkah yang penting dalam penelitian sejarah. Dalam hal ini penulis
tidak begitu saja menerima yang tercantum dalam sumber-sumber yang penulis
dapatkan. Penulis melakukan kritisi dan verivikasi terhadap sumber-sumber yang
penulis dapatkan pada tahap heuristik. Penulis memilah fakta secara kritis,
langkah inilah yang disebut kritik sumber, kritik sumber dilakukan baik terhadap
bahan materi (ekternal) sumber maupun terhadap substansi (isi) sumber
(Sjamsuddin, 2007, hlm: 131). Dalam metode penelitian sejarah kritik dibagi dua
yaitu kritik eksternal dan kritik internal, dimana kritik eksternal menekankan pada
aspek-aspek diluar sumber sejarah misalnya penulis sumber, sedangkan kritik
internal menekankan pada isi (substansi) pada sumber tersebut. Adapun kritik
eksternal dan kritik internal yang dilakukan oleh penulis akan dipaparkan sebagai
berikut:
a. Kritik Eksternal
Pada tahap kritik eksternal ini penulis menguji aspek-aspek diluar sumber
sejarah. Kritik eksternal ini bertujuan untuk memilih dan memilah beberapa
sumber yang penulis dapatkan, apakah sumber tersebut layak atau tidak untuk
eksternal adalah untuk meminimalisir unsur subjektifitas dari beberapa penulis
sumber yang penulis dapatkan pada tahap heuristik.
Sumber-sumber sejarah yang peneliti dapatkan pada tahap heuristik yaitu
berupa buku-buku , jurnal-jurnal, dan artikel-artikel yang berhubungan dengan
skripsi penulis. Adapun penulis buku-buku yang peneliti jadikan referensi dalam
penulisan skripsi merupakan orang-orang yang berkompeten dan menuliskan
sosok Sjahrir dan Soekarno dengan baik. Beberapa tokoh sejarah yang menulis
sumber sejarah diantaranya yaitu; Cindy Adams dan Peter Kasenda dalam
penulisannya cenderung subjektif, John D. Legge, Mrazek Rudolf, Rosihan
Anwar.
b. Kritik Internal
Berbeda halnya dengan kritik eksternal, kritik internal ini menekankan pada
kredibilitas dan reabilitas isi sumber. Telah disinggung sebelumnya bahwa kritik
internal ini menekankan pada aspek dalam yang berkaitan dengan isi dari sumber
yang didapatkan. Tahap ini dilakukan setelah kritik eksternal. Adapun beberapa
buku yang dikritik secara internal adalah:
1. Sutan Sjahrir dan pengasingan di Indonesia, buku ini ditulis oleh Mrazek
Rudolf. Buku ini merupakan buku biografi Sutan Sjahrir yang menjelaskan
latar belakang keluarganya hingga ia meninggal. Buku ini juga
menjelaskan mengenai pendidikan yang mempengaruhi terhadap
pemikirannya, serta bagaimana perjuangannya dalam mempertahankan
Negara Indonesia.
2. Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat, buku ini ditulis oleh Cindy
Adams. Buku ini merupakan biografi Soekarno yang menjelaskan latar
belakang keluarga Soekarno dan memaparkan sepak terjangnya dalam
mempertahankan Indonesia, dan penjelaskan Soekarno terhadap beberapa
peristiwa penting.
3. Kaum Intelektual dan Perjuangan Kemerdekaan, buku ini ditulis oleh
masa perjuangan kemerdekaan Indonesia bersama para pengikutnya. Buku
ini menjelaskan bahwa Sjahrir merekrut para pemuda untuk berjuang
bersamanya, perjuangannya berbeda dengan tokoh lain dimana ia bergerak
secara diam-diam dibawah tanah.
4. Soekarno Sebuah Biografi Politik, buku ini ditulis oleh John D. Legge.
Buku ini juga merupakan biografi Soekarno, berbeda dengan tulisan Cindy
Adams sebelumnya, buku ini lebih berani dalam memngkritisi setiap
tindakan atau kebijakan yang diambil oleh Soekarno. Dalam buku ini
dijelaskan bahwa Soekarno menyetujui hasil Perundingan Linggarjati,
dalam otobiografinya yg ditulis Cindy Adams, Soekarno mengungkapkan
bahwa ia tidak menyetujui hasil Perundingan Linggrajati tersebut.
5. Sutan Sjahrir Negarawan Humanis Demokrat Sejati yang Mendahului Zamannya, buku ini ditulis oleh Rosihan Anwar. Menceritakan perjalanan
Sjahrir, mulai dari latar belakang hingga ia wafat. Buku ini memang tidak
serinci tulisan Mrazek Rudolf sebelumnya, namun yang menarik dari buku
ini adalah penulisnya sering berinteraksi langsung dengan Sjahrir.
6. Bung Karno Panglima Revolusi, ditulis oleh Peter Kasenda. Buku ini
berisi tentang perjuangan Soekrano dalam masa revolusi Indonesia dan
peranannya dalam beberapa peristiwa penting di Indonesia. Buku ini juga
memaparkan beberapa pertentanganya dengan beberapa tokoh lain, dan
bagaimana beberapa tokoh memandangnya. Beberapa kalangan
memandang Soekarno sebagai lawan politik, dan sebagian lagi sebagai
partner politik seperti beberapa tokoh PKI seperti Aidit.
7. Sutan Sjahrir Pemikiran dan Kiprah sang Pejuang Bangsa, ditulis oleh
Lukman Santoso. Buku ini membahas secara singkat latar belakang
keluarga Sjahrir dan perjuangan Sjahrir dalam mempertahankan
kemerdekaan Indonesia, dan juga menjelaskan pertentangan Sjahrir
dengan beberapa tokoh seperti Tan Malaka, Soekarno, Muhammad Yamin
8. Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan, ditulis oleh Bernard Dahm.
Buku ini mejelaskan perjuangan Soekarno ketika masa pergerakan
nasional dan perjuangannya ketika masa pendudukan Jepang di Indonesia.
Buku ini juga menyinggung sedikit ketika Soekarno menjabat sebagai
presiden.
3.2.3 Penafsiran Sumber (Interpretasi)
Tahap selanjutnya setelah penulis melakukan kritik eksternal dan kritik
internal terhadap sumber yang telah dikumpulkan, penulis melakukan tahap
interpretasi atau penafsiran terhadap sumber. Tahap penafsiran dari data-data yang
telah melalui tahap kritik menjadi fakta-fakta yang diperoleh dalam penelitian.
Setelah data-data tersebut dirumuskan dan disimpulkan kemudian ditafsirkan.
Setiap fakta yang ditemukan dihubungkan dengan fakta lain, sehingga menjadi
sebuah rekonstruksi yang memuat sebuah penjelasan berdasarkan pokok-pokok
permasalahan yang didapatkan.
Dalam mengkaji dan memahami suatu permasalahan yang terjadi di masa
lampau, maka sangat penting menggunakan ilmu bantu dalam melakukan
penelitian. Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa ilmu bantu sosial,
seperti ilmu politik untuk mempermudah memahami dan menganalisis
permasalahan yang tengah dikaji. Sehingga dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan interdisipliner.
3.2.4 Historiografi
Tahap terakhir atau tahap keempat dalam penelitian sejarah adalah
historiografi. Hitoriografi merupakan kegiatan yang tidak bisa dipisahkan dengan
tahap interpretasi, keduanya dilakukan secara bersamaan. Pada bagian ini penulis
akan menyajikan hasil temuan-temuan dari berbagai sumber yang penulis
dapatkan ketika proses penelitian, hasil temuan tersebut kemudian dianalisis dan
diseleksi kemudian direkonstruksi menjadi sebuah penulisan sejarah. Tahap
analisis-kritis, namun juga harus memperhatikan penulisan yang benar sehingga
dapat menjadi tulisan yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Namun dalam
kebebasannya peneliti harus memperhatikan ketentuan-ketentuan umum baik
dalam penulisannya maupun dalam penafsirannya. Ketentuan-ketentuan tersebut
adalah penafsiran (Interpretasi), penjelasan (Eksplanasi) dan penyajian (Ekspose,
Darstellung) (Ismaun, 2005, hlm: 157).
Sistematika dalam penulisan skripsi ini terbagi dalam lima tahap, yang
memuat pendahuluan, kajian teori, tahapan penelitian, pembahasan dan terkahir
adalah kesimpulan. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan. Bagian awal pandangan Sjahrir dan Soekarno, diawali mengenai latar belakang masalah yang mengangkat suatu kesenjangan antara
harapan dengan realita. Harapan untuk adanya kondisi ideal inilah yang
menjadikan bahwa permasalahan tersebut layak untuk diangkat menjadi sebuah
tulisan. Selain latar belakang penulisan, penting pula hal yang mendukung lainnya
seperti rumusan masalah, tujuan penulisan yang hendak dicapai oleh penulis,
manfaat penulisan yang diharapkan oleh penulis dari penulisan skripsi ini dan
stuktur organisasi skripsi.
Bab II Kajian Pustaka. Bagian kedua ini berisi mengenai konsep-konsep, teori-teori, dan beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan masalah penulisan
skripsi penulis. Adapun teori yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah,
tokoh dalam sejarah dan pandangan tokoh terhadap politik. Sedangkan konsep
yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah konsep negara, konsep
diplomasi, konsep marxisme, konsep marhaenisme, dan konsep sosialisme.
Bagian terakhir dari bab kajian pustaka ini adalah penelitian terdahulu berupa
skripsi dan buku-buku yang berkaitan. Penulis juga melakukan kritik terhadap
teori, konsep dan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.
Bab III Metodologi Penelitian. Pada bab ini dijelaskan langkah-langkah penelitian yang digunakan penulis dalam menelusuri setiap data dan informasi
yang berkaitan dengan Pandangan Sutan Sjahrir dan Soekarno, pengumpulan data