• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIMPULAN DAN SARAN

e.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Untuk pemberian dosis terapy sebesar 5000 cGy (5 x 103 cGy = 50 Gy = 50 J/Kg) mata masih aman untuk penyinaran Karsinoma Nasofaring.

2. Lensa mata adalah organ kristis yang harus dilindungi selama penyinaran karsinoma nasofaring, karena termasuk dalam lapangan penyinaran, untuk itu pada saat penyinaran harus diberi perisai radiasi (blok Pb).

e.2 Saran

Dari hasil akhir penelitian yang didapatkan, maka disarankan sebaiknya pada saat penyinaran karsinoma nasofaring, daerah mata yang didalamnya terdapat lensa mata, perlu diberi perisai radiasi tambahan selain blok Pb yang hanya dapat terpasang di aplicator pesawat LINAC. Bentuk dari perisai radiasi ini dapat berupa lempengan Pb dilapisi dengan busa halus / empuk yang ditempelkan pada daerah mata yang tidak termasuk lokasi penyinaran.

Tambahan perisai radiasi ini diperlukan meskipun dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis serap pada lensa mata kanan dan kiri masih dibawah dosis toleransi, akan tetapi dosis serap tersebut kemungkinan akan dapat menimbulkan efek di kemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA

Akhadi, M. 1997. Dasar-Dasar Proteksi Radiasi. Rineka Cipta.

Argadikoesoema, S.1998. Faktor Prediksi Respons Radiasi Pada Karsinoma

Nasofaring. Jakarta : Universitas Indonesia.

Cember, H. 1983. Introduction to Health Physics. New York : Pergamon Press Inc. Dobbs, J, Barrett, A, Ash, D. 1992. Practical Radiotherapy Planning. 2 nd Edition.

Oxford University Press Inc.

Ervin B. Podgorsak. Review of Radiation Oncology Physic. A Handbook for Teachers and Students, IAEA

Ilyas, S. 2009. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

International Commision On Radiological Units and Measurements (ICRU) Report 50. 1993. Prescribing, Recording and Reporting Photon Beam Theraphy,

International Commision On Radiation Units and Measurements 7910.

Maryland : Woodmont Avenue Bethesda.

Khan, FM. 1994. The Physics of Radiation Theraphy. 3 nd Edition. Baltimore : University Hospitals.

Meredith, W,J, Massey, J, B, 1977. Fundamental Physics Of Radiology. 3 nd Edition. Bristol : John Wright & Sons Ltd.

Mould, RF. 1981. Radiotheraphy Treatment Planning. Bristol : Adam Hilger Ltd. Munir, D. 2009. Karsinoma Nasofaring. Medan : Universitas Sumatera Utara Press. Prawirohartono, S dan Sutarmi, S. 1990. Anatomi dan Faal Tubuh. Edisi ke tiga.

Jakarta : Erlangga.

Raven, P, Chr. 2009. Atlas Anatomi. Jakarta : Djambatan.

Rumah Sakit Umum Pusat Negeri Dr. Ciptomangunkusumo. 2001. Jakarta : Standar

Prosedur Penanganan Karsinoma Nasofaring.

Rubin dan Casarett. 1973. Alternatif Pengobatan Karsinoma Nasofaring yang

Responsive terhadap Radiasi. Jakarta : Universitas Indonesia.

Satalof et al, Susworo.1990. Kombinasi radiasi eksterna dan intrakaviter. Jakarta : Universitas Indonesia.

Walter, J, Miller, H, Bomford, CK. 1979. A Short Texbook of Radiotheraphy. Edinburg London and New York : Curchill Livingstone.

Widjaja, E. 1988. Radioterapi. Jakarta : PT. Dian Rakyat.

Wijayanti, E. 2002. Radiobiologi. Yogyakarta : Diklat PPR, Teknik Nuklir Universitas Gajah Mada.

Wiryosimin, S. 1995. Mengenal Asas Proteksi Radiasi. Bandung : Institut Teknologi Bandung.

LAMPIRAN

Pembuatan Lapangan Penyinaran

Pembuatan lapangan penyinaran adalah langkah awal dari segala bentuk penyinaran / radioterapi terhadap kanker. Pembuatan lapangan penyinaran dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pesawat GE dengan tahap-tahap sebagai berikut :

a. Dilakukan pemanasan pesawat GE selama 15 menit.

b. Fantom kepala diletakkan pada bantal khusus yaitu bantal A dengan dasar bantal lembaran busa sehingga pada posisi true lateral.

c. Gantry tube diputar pada sudut 90 0.

d. Dilakukan fluoroskopi kepala untuk melihat batas-batas mana yang akan disinar.

e. Pada fantom digambar luas lapangan dan blok daerah / organ sehat yang disetujui oleh Dokter Spesialis Onkologi.

f. Gantry di putar pada posisi 0 0. g. Langkah d dan e dilakukan kembali. h. Untuk daerah mata juga digambar bloknya. i. Gantry di putar lagi pada posisi 270 0. j. Lakukan langkah d,e dan f

k. Print gambar yang tampil di monitor

Pembuatan Kurva Isodose / Treatment Planning System

Pembuatan kurva isodose masih termasuk langkah simulasi sebelum penyinaran. Kurva isodose berfungsi untuk melihat seberapa besar dosis radiasi yang akan diterima pada daerah target volume maupun organ kritis yang berada di sekelilingnya ( Khan, 1984). Pembuatan kurva isodose dilakukan pada treatment planning system dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Data-data obyek dimasukkan ke komputer. b. Plot daerah contour kepala diatas meja plotter.

c. Pointer diletakkan pada centrasi obyek / target volume sehingga membentuk

kurva isodose.

d. Tampilan kurva isodose dicetak dengan printer.

Kalibrasi TLD

Sebelum TLD digunakan, maka TLD tersebut harus dikalibrasi dengan sumber radiasi yang sama energinya, sehingga validitas data akan terjamin. TLD yang digunakan dalam penelitian ini adalah khusus untuk radioterapi. Adapun langkah-langkah kalibrasi TLD adalah sebagai berikut :

a. Dilakukan annealing selama 1 jam pada suhu 400 0 C, kemudian dilanjutkan selama 2 jam pada suhu 100 0 C untuk membersihkan sisa-sisa energi yang tersimpan.

b. Masing-masing TLD dimasukkan pada kertas yang telah disiapkan.

c. Kertas dengan butir TLD tersebut di isolatip sehingga hampa udara. Dan isolatip pula dengan lempengan acrylic untuk meletakkan pada posisi kalibrasi di dalam water fantom.

d. Pesawat LINAC disiapkan dan disiapkan pula water fantom.

e. Lempengan acrylic dimasukkan pada tempat kalibrasi dengan kedalaman 5 cm dari permukaan air.

f. Kalibrasi TLD dilakukan dengan menyinar butiran-butiran TLD tersebut masing-masing 200 cGy seperti fraksinasi penyinaran.

g. Setelah selesai, keluarkan lempengan acrylic dari water fantom dan masing-masing TLD dipanaskan selama 10 menit pada suhu 100 0 C.

h. Setelah selesai TLD didinginkan selama 15 menit.

i. Masing-masing TLD dibaca dan catat nilai dengan reader. j. Lakukan langkah a – i sebanyak 2 kali lagi.

k. Cari dan catat rata-rata nilai bacaan kalibrasi TLD

l. Rata-rata nilai bacaan tersebut digunakan sebagai nilai bacaan kalibrasi TLD (Manual operation TLD Harshaw).

Adapun klasifikasi stadium Karsinoma Nasofaring, berdasarkan UICC ( 1997 ) dirinci pada tabel lampiran1.

Tabel lampiran 1 : Klasifikasi stadium Karsinoma Nasofaring, UICC (1997 )

Tumor Primer (T)

Kelenjar Getah Bening Regional (N) Metastasis Jauh ( M) Tingkatan Penyakit VS TNM T0 : tidak tampak tumor Nx : keterlibatan kelenjar tidak dapat ditentukan M : metastasis jauh T1 : tumor terbatas pada 1 lokasi saja N0 : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening M0 : tidak ditemukan metastasis jauh I : T1, N0, M0 T2 : tumor meluas pada jaringan atau oropharing dan

atau fosa nasa

N1 : terdapat pembesaran kelenjar leher

hemolateral yang

besarnya sama atau lebih kecil dari 3 cm. Dapat digerakkan dari jaringan sekitarnya M1 : terdapat metastasis jauh II : T2, N0, M0

T2a.: tanpa ekstensi

parapharingeal

N2

a. terdapat pembesaran kelenjar ipsilateral tunggal lebih besar dari 3 cm akan tetapi lebih kecil dari 6 cm.

Mx : Adanya metastasis tidak dapat ditentukan

T2b : dengan ekstensi

parapharingeal

b. terlibat multi pleipsi

lateral akan tetapi

tidak ada yang melebihi 6 cm.

c. terlibat kelenjar

bilateral atau kontralateral, tidak

ada yang melebihi 6 cm. T3 : tumor telah keluar dari rongga nasofaring kedalam rongga hidung dan atau orofaring N3 : metastase pada kelenjar getah bening lebih dari 6 cm. III : T3, N0, M0 T1 – 3, N1 M0 T4 : tumor telah mengakibatkan destruksi tulang dasar tengkorak dan atau telah mengenai saraf-saraf otak. IV : T4, N0, 1, M0 T1 – 4, N2-3 M0 T1-4, N0 – 3 M1

Bahan perisai radiasi yang digunakan untuk melindungi mata terhadap radiasi penyinaran karsinoma nasofaring adalah Pb dan mempunyai koefisien atenuasi linier Pb. yang dapat dilihat dari tabel lampiran 2.

Dokumen terkait