• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berisi kesimpulan dari hasil analisa dan saran berdasarkan kajian yang telah dikumpulkan pada Tugas Akhir ini.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Umum

Setiap bangunan sipil memiliki 2 bagian, yaitu struktur atas (supper structure) dan struktur bawah (substructure). Struktur bagian bawah itu lebih sering disebut dengan pondasi. Fungsi pondasi ini adalah meneruskan beban konstruksi ke lapisan tanah yang berada di bawah pondasi. Suatu perencanaan pondasi dikatakan benar apabila beban yang diteruskan oleh pondasi ke tanah tidak melampaui kekuatan tanah yang bersangkutan (Braja M. Das).

Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan pembangunan pondasi, yaitu :

a. Daya dukung tanah harus lebih kecil dari daya dukung yang diijinkan b. Besarnya penurunan pondasi

Pondasi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pondasi dangkal (shallow foundation), dan pondasi dalam (deep foundation). Pondasi dangkal digunakan apabila lapisan tanah keras terletak tidak jauh dari permukaan tanahnya. Pondasi dangkal didesain dengan kedalaman lebih kecil atau sama dengan lebar dari pondasi tersebut

≤1�. Sedangkan pondasi dalam digunakan apabila lapisan tanah kerasnya terletak jauh lebih dalam dari permukaan tanahnya.

2.2. Penyelidikan Tanah (Soil Investigation)

Penyelidikan tanah (soil investigation) adalah proses pengambilan contoh (sample) tanah yang bertujuan untuk menyelidiki karakteristik tanah tersebut. Dalam mendesain pondasi, penting bagi para engineer untuk mengetahui sifat setiap lapisan tanah, (seperti berat isi tanah, daya dukung, ataupun daya rembes), dan juga ketinggian muka air tanah. Oleh sebab itu, soil investigation adalah pekerjaan awal yang harus

dilakukan sebelum memutuskan akan menggunakan jenis pondasi dangkal atau pondasi dalam.

Ada dua jenis penyelidikan tanah yang biasa dilakukan, yaitu penyelidikan di lapangan (in situ) dan penyelidikan di laboratorium (laboratory test). Adapun jenis penyelidikan di lapangan, seperti pengeboran (hand boring ataupun machine boring), Standard Penetration Test (SPT), Cone Penetrometer Test (sondir), Dynamic Cone Penetrometer, dan Sand Cone Test. Sedangkan jenis penyelidikan di laboratorium terdiri dari uji index properties tanah (Atterberg Limit, Water Content, Spesific Gravity, Sieve Analysis) dan engineering properties tanah (direct shear test, triaxial test, consolidation test, permeability test, compaction test, CBR test, dan lain-lain ).

Contoh tanah ( soil sampling ) yang didapatkan sebagai hasil penyelidikan tanah ini, dpat dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. Contoh tanah tidak terganggu (Undisturbed Soil)

Suatu contoh tanah dikatakan tidak terganggu apabila contoh tanah itu dianggap masih menunjukkan sifat-sifat asli tanah tersebut. Sifat asli yang dimaksud adalah contoh tanah tersebut tidak mengalami perubahan pada strukturnya, kadar air, atau susunan kimianya. Contoh tanah seperti ini tidaklah mungkin bisa didapatkan, akan tetapi dengan menggunakan teknik – teknik pelaksanaan yang baik, maka kerusakan – kerusakan pada contoh tanah tersebut dapat diminimalisir. Undisturbed soil digunakan untuk percobaan engineering properties.

b. Contoh tanah terganggu ( Disturbed Soil )

Contoh tanah terganggu adalah contoh tanah yang diambil tanpa adanya usaha – usaha tertentu untuk melindungi struktur asli tanah tersebut. Disturbed soil digunakan untuk percobaan uji index properties tanah.

2.2.1 Cone Penetrometer Test ( Sondering Test )

Pengujian CPT atau sering disebut dengan sondir adalah proses memasukkan suatu batang tusuk dengan ujung berbentuk kerucut bersudut 60° dan luasan ujung 1,54 inch2 ke dalam tanah dengan kecepatan tetap 2 cm/detik. Dengan pembacaan

manometer yang terdapat pada alat sondir tersebut, kita dapat mengukur besarnya kekuatan tanah pada kedalaman tertentu.

Berdasarkan kapasitasnya, alat sondir dibagi menjadi dua jenis :

a. Sondir ringan, dengan kapasitas dua ton. Sondir ringan digunakan untuk mengukur tekanan konus sampai 150 kg/cm2 atau penetrasi konus telah mencapi kedalaman 30 cm.

b. Sondir berat, dengan kapsitas sepuluh ton. Sondir berat digunakan untuk mengukur tekanan konus sampai 500 kg/cm2 atau penetrasi konus telah mencapai kedalaman 50 m.

Ada dua tipe ujung konus pada sondir mekanis :

a. Konus biasa, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir kasar dimana besar perlawanan lekatnya kecil ;

b. Bikonus, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan hambatan lekatnya dan biasanya digunakan untuk tanah berbutir halus.

Tahanan ujung konus dan hambatan lekat dibaca setiap kedalaman 20 cm.

Gambar 2.1 Konus Sondir dalam Keadaan Tertekan dan Terbentang (Sosrodarsono & Nakazawa, 2005)

Cara pembacaan sondir dilakukan secara manual dan bertahap, yaitu dengan mengurangi hasil pengukuran (pembacaan manometer) kedua terhadap pengukuran (pembacaan manometer) pertama. Pembacaan sondir akan dihentikan apabila pembacaan manometer mencapai > 150 kg/cm2 (untuk sondir ringan) sebanyak tiga kali berturut-turut.

Dari hasil test sondir ini didapatkan nilai jumlah perlawanan ( JP ) dan nilai perlawanan konus ( PK ), sehingga hambatan lekat (HL) didapatkan dengan menggunakan rumus :

1. Hambatan Lekat ( HL )

��= (�� − ��) ×

(2.1)

2. Jumlah Hambatan Lekat ( JHL )

��� = ∑0�� (2.2)

Dimana :

PK = Perlawanan penetrasi konus ( qc )

JP = Jumlah perlawanan ( perlawanan ujung konus + selimut ) A = Interval pembacaan ( setiap pembacaan 20 cm )

B = Faktor alat = luas konus / luas torak = 10 cm i = kedalaman lapisan tanah yang ditinjau ( m ) JHL = Jumlah Hambatan Lekat

Hasil penyelidikan dengan sondir ini digambarkan dalam bentuk gafik yang menyatakan hubungan antara kedalaman setiap lapisan tanah dengan perlawanan penetrasi konus atau perlawanan tanah terhadap konus yang dinyatakan dalam gaya per satuan luas. Hambatan lekat adalah perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus yang dinyatakan dalam gaya per satuan panjang.

.

Gambar 2.2 Cara Pelaporan Hasil Uji Sondir (Sardjono, 1988)

Adapun prosedur penyelidikan tanah menggunakan alat uji sondir dapat dijelaskan dengan skema berikut :

Tidak

Ya

Gambar 2.3 Prosedur Penyelidikan Tanah dengan Alat Uji Sondir (Sosrodarsono & Nakazawa, 2005)

MULAI UJI SONDIR

1. Persiapan sebelum pengujian

a.) Siapkan lubang sedalam 65 cm untuk pemasukan pertama

b.) Masukkan 4 buah angker ke dalam tanah sesuai letak rangka pembeban.

c.) Setel rangka pembeban, sehingga pembeban berdiri vertikal

d.) Pasang manometer untuk tanah lunak 0 s.d 2 MPa dan 0 s.d 5 MPa atau untuk tanah keras 0 s.d 5 MPa dan 0 s.d 20 MPa

e.) Periksa sistem hidraulik dengan menekan piston hidraulik menggunakan kunci piston, dan bila kurang tambahkan oli serta cegah terjadinya gelembung udara dalam sistem f.) Tempatkan rangka pembeban, sehingga

penekan hidraulik berada tepat di atasnya. g.) Pasang balok-balok penjepit pada jangkar

dan kencangkan dengan memutar baut pengencang

h.) Sambungkan konus ganda dengan batang dalam dan batang dorong serta kepal pipa dorong.

2. Prosedur pengujian (penekanan pipa dorong)

a.Dirikan batang dalam dan pipa dorong di bawah penekan hidraulik pada kedudukan yang tepat.

b.Dorong/tarik kunci pengatur pada kedudukan siap tekan, sehingga penekan hidraulik hanya akan menekan pipa dorong.

c.Putar engkol searah jarum jam (kecepatan 10 s.d 20 mm/s), sehingga gigi penekan dan penekan hidraulik bergerak turun dan menekan pipa luar sampai mencapai kedalaman 20 cm sesuai interval pengujian

d.Pada tiap interval 20 cm lakukan penekanan batang dalam dengan menarik kunci pengatur, sehingga penekan hidraulik menekan batang dalam saja

3. Prosedur pengujian (penekan batang dalam)

a.Baca perlawanan konus pada penekan batang dalam sedalam kira-kira 4 cm pertama, dan catat pada formulir

b.Baca jumlah perlawanan geser dan perlawanan konus pada penekan batang sedalam 4 cm yang kedua dan catat pada formulir pada kolom Tw

4. Lanjutkan pengujian pada kedalaman 20 cm berikutnya

Apakah qc < kapasitas alat ?

SELESAI

5. Perhitungan dan pembuatan grafik a.) Perhitungan formulir 1

Tabel 2.1 Harga – harga Empiris ϕ dan Dr Pasir dan Lumpur Kasar Berdasarkan Sondir ( Djatmiko & Edy, 1997)

Penetrasi konus PK = qc (kg/cm2)

Densitas relatif Dr (%)

Sudut geser dalam (°) 20 - 25 – 30 20 – 40 20 – 40 30 – 35 40 – 120 40 – 60 35 – 40 120 – 200 60 – 80 40 – 45 >200 >80 >45 2.3. Pondasi

Berdasarkan kedalamannya, pondasi dibagi menjadi dua jenis yaitu : a. Pondasi Dangkal ( Shallow Foundation )

Apabila terdapat lapisan tanah yang cukup tebal dengan kualitas yang baik yang mampu mendukung bangunan itu pada permukaan tanah atau sedikit di bawah permukaan tanah.

b. Pondasi Dalam ( Deep Foundation )

Apabila lapisan tanah kerasnya berada di kedalaman yang letaknya sangat dalam. Digunakan juga untuk mendukung bangunan yang menahan gaya angkat ke atas, terutama pada bangunan-bangunan tingkat tinggi yang dipengaruhi oleh gaya-gaya penggulingan akibat beban angin.

Menurut Nakazawa (1980), untuk memilih pondasi yang memadai, perlu diperhatikan apakah pondasi itu cocok untuk berbagai keadaan di lapangan dan apakah pondasi itu memungkinkan untuk diselesaikan secara ekonomis sesuai dengan jadwal kerjanya. Bila keadaan tersebut ikut dipertimbangkan dalam menentukan macam pondasi, hal- hal berikut ini perlu dipertimbangkan :

1) Keadaan tanah pondasi

2) Batasan-batasan akibat konstruksi di atasnya (superstructure) 3) Batasan-batasan dari sekelilingnya

Berikut ini diuraikan jenis-jenis pondasi yang sesuai dengan keadaan tanah pondasi yang bersangkutan (Nakazawa, 1980) :

(a) Bila tanah pendukung pondasi terletak pada permukaan tanah atau 2-3 meter di bawah permukaan tanah ; Dalam hal ini pondasinya adalah pondasi telapak (spread foundation)

(b) Bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman sekitar 10 meter di bawah permukaan tanah ; Dalam hal ini dipakai pondasi tiang atau pondasi tiang apung ( floating pile foundation ) untuk memperbaiki tanah pondasi. (c) Bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman sekitar 20 meter di

bawah permukaan tanah ; Dalam hal ini, tergantung dari penurunan (settlement) yang diizinkan. Apabila tidak boleh terjadi penurunan, biasanya digunakan pondasi tiang pancang (pile driven foundation). Tetapi apabila ditemukan batu besar (cobble stones) pada lapisan antara, pemakaian kaison lebih menguntungkan.

(d) Bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman sekitar 30 meter di bawah permukaan tanah ; Biasanya dipakai kaison terbuka, tiang baja atau tiang yang dicor di tempat.

(e) Bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman lebih dari 40 meter di bawah permukaan tanah ; Dalam hal ini yang paling baik adalah tiang baja dan tiang beton yang dicor di tempat.

Pondasi tiang dapat dibagi menjadi tiga kategori sebagai berikut :

a.) Tiang perpindahan besar (large displacement pile), yaitu tiang pejal atau berlubang dengan ujung tertutup yang dipancang ke dalam tanah sehingga terjadi perpindahan volume tanah yang relatif besar. Termasuk dalam tiang perpindahan besar antara lain, tiang pancang kayu, tiang beton pejal, tiang beton prategang (pejal atau berlubang), tiang baja bulat (tertutup pada ujungnya).

b.) Tiang perpindahan kecil (small displacement pile), adalah sama seperti kategori tiang pertama, hanya volume tanah yang dipindahakan saat pemancangan relatif kecil.

c.) Tiang tanpa perpindahan (non displacement pile), terdiri dari tiang yang dipasang di dalam tanah dengan cara menggali atau mengebor tanah. Termasuk dalam tiang tanpa perpindahan adalah tiang bor, yaitu tiang beton yang pengecorannya langsung di dalam lubang hasil pengeboran tanah.

2.3.1 Pondasi Tiang

Pondasi tiang adalah bagian-bagian konstruksi yang dibuat dari kayu, beton, dan/atau baja, yang digunakan untuk mentransmisikan beban-beban permukaan ke tingkat-tingkat yang lebih rendah dalam massa tanah. Hal ini merupakan distribusi vertikal dari beban sepanjang poros tiang atau pemakaian beban secara langsung terhadap lapisan yang lebih rendah melalui ujung tiang pancang (Bowles, 1988).

Gambar 2.4 Panjang dan beban maksimum untuk berbagai macam tipe tiang yang umum dipakai dalam praktek menurut Carson

Tiang tekan hidrolis umumnya digunakan untuk beberapa maksud, antara lain: 1. Untuk meneruskan beban bangunan yang terletak di atas air atau tanah lunak,

ke tanah pendukung yang kuat.

2. Untuk meneruskan beban ke tanah yang relatif lunak sampai kedalaman tertentu sehingga fondasi bangunan mampu memberikan dukungan yang cukup untuk mendukung beban tersebut oleh gesekan sisi tiang dengan tanah di sekitarnya.

3. Untuk mengangker bangunan yang dipengaruhi oleh gaya angkat ke atas akibat tekanan hidrostatis atau momen penggulingan.

4. Untuk menahan gaya-gaya horizontal dan gaya yang arahnya miring.

5. Untuk memadatkan tanah pasir, sehingga kapasitas dukung tanah tersebut bertambah.

6. Untuk mendukung fondasi bangunan yang permukaan tanahnya mudah tergerus air.

2.3.2 Penggolongan Pondasi Tiang

Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih jenis pondasi tiang pancang yang akan digunakan, yaitu jenis tanah dasar, alasan teknis pada waku pemancangan, dan jenis bangunan yang akan dibangun. Pondasi tiang dapat digolongkan berdasarkan material pembuat nya dan teknik pemasangannya.

A. Pondasi Tiang Tekan Hidrolis Menurut Bahan Pemakaian dan Karakteristik Bahan Penyusunnya (Bowles, 1991)

1. Pondasi Tiang Tekan Hidrolis Kayu

Tiang kayu dibuat dari batang pohon yang cabang-cabangnya telah dipotong dan biasanya diberi bahan pengawet, dan didorong dengan ujungnya yang kecil sebagai bagian yang runcing. Namun terkadang ada juga pondasi tiang kayu yang didesain dengan ujung yang besar. Biasanya pondasi tiang kayu berujung besar digunakan untuk kasus tanah yang sangat lembek, dimana tanah tersebut akan bergerak kembali melawan poros dan dengan ujung tebal terletak pada lapisan yang keras untuk dukungan yang diperbesar.

Buku pedoman ASCE (1959), mengkategorikan tiang pancang sebagai berikut : Kelas A : Digunakan untuk beban-beban berat dan/atau panjang tak bertopang yang

besar. Diameter minimum dari ujungnya adalah 360 mm.

Kelas B : Untuk beban-beban sedang. Diameter ujung tebal minimum 300 mm.

Kelas C : Digunakan di bawah bidang batas air jenuh atau untuk pekerjaan yang bersifat sementara. Diameter ujung nya minimum 300 mm.

Pemakaian tiang kayu merupakan metode tertua dalam penggunaan tiang sebagai pondasi. Tiang kayu lebih murah dan mudah dalam penanganannya. Permukaan tiang dapat dilindungi ataupun tidak dilindungi tergantung dari kondisi

tanah. Tiang kayu dapat mengalami pembusukan atau rusak akibat dimakan serangga. Tiang kayu yang selalu terendam air biasanya lebih awet. Untuk menghindari kerusakan pada saat pemancangan, ujung tiang dilindungi dengan sepatu dari besi. Beban maksimum yang dapat dipikul oleh tiang kayu tunggal dapat mencapai 270 – 300 kN.

Gambar 2.5 Pondasi Tiang Kayu

2. Tiang Tekan Hidrolis Beton Pracetak (Precast Concrete Pile)

Tiang beton pracetak yaitu tiang dari beton yang dicetak di suatu tempat dan kemudian diangkut ke lokasi rencana bangunan. Tiang pancang (precast pile) dapat dibuat dengan menggunakan penguatan biasa ataupun dengan menggunakan tiang pancang prategang (prestressed).

Beton prategang yang digunakan dalam konstruksi-konstruksi kuatan harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Bowles, 1991) :

1. Gunakan agregat yang tak bereaksi (tak reaktif); 2. Gunakan 81

2 sampai 10 karung semen per meter kubik dari beton;

3. Gunakan semen jenis V (mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap sulfat); 4. Gunakan perbandingan

≤ 0,53 (perbandingan berat);

5. Gunakan beton –udara (air – entrained concrete) dalam daerah sedang dan dalam daerah dingin;

Tiang beton umumnya berbentuk prisma atau bulat. Ukuran diameter yang biasanya dipakai untuk tiang beton yang tidak berlubang diantara 20 sampai 60 cm. Untuk tiang yang berlubang, diameternya dapat mencapai 100 cm. Panjang tiang beton pracetak biasanya berkisar diantara 20 sampai 40 m. Untuk tiang beton berlubang bias mencapai 60 m. Beban maksimum untuk tiang ukuran kecil berkisar diantara 300 sampai 600 kN.

Keuntungan pemakaian pondasi tiang pracetak, antara lain : 1. Bahan tiang dapat diperiksa sebelum pemancangan;

2. Prosedur pelaksanaan tidak dipengaruhi air tanah; 3. Tiang dapat dipancang sampai kedalaman yang dalam;

4. Pemancangan tiang dapat menambah kepadatan tanah granuler. Kerugian pemakaian tiang pancang pracetak, antara lain :

1. Penggembungan permukaan tanah dan gangguan tanah akibat pemancangan dapat menimbulkan masalah;

2. Kepala tiang kadang-kadang pecah akibat pemancangan; 3. Pemancangan sulit bila diameter tiang terlalu besar;

4. Pemancangan menimbulkan gangguan suara, getaran dan deformasi tanah yang dapat menimbulkan kerusakan bangunan di sekitarnya;

5. Banyaknya tulangan dipengaruhi oleh tegangan yang terjadi pada waktu pengangkutan dan pemancangan tiang.

Gambar 2.6 Pondasi Tiang Precast Reinforced Concrete Pile (Bowles, 1991)

Nilai – nilai beban maksimum tiang beton pracetak pada umurnya, yang ditinjau dari segi kekuatan bahan tiangnya dapat dilihat dalam tabel 2.2

Tabel 2.2 Nilai – nilai tipikal beban ijin tiang beton pracetak Diameter Tiang (cm) Beban tiang maksimum (kN)

30 300– 700 35 350 – 850 40 450 – 1200 45 500 – 1400 50 700 – 1750 60 800- 2500

3. Tiang Beton Cetak di Tempat ( Cast In Place Pile )

Pondasi tiang dicetak di tempat, dibentuk dengan cara menggali lubang dalam tanah dan mengisinya dengan beton. Lubang tersebut dapat dibor, tapi lebih sering dengan memancangkan sebuah sel atau corong (casing) ke dalam tanah.

Tiang beton cetak di tempat terdiri dari dua tipe, yaitu : 1. Tiang yang berselubung pipa;

2. Tiang yang tidak berselubung pipa.

Pada tiang yang berselubung pipa, pipa baja dipancang lebih dulu ke dalam tanah. Kemudian adukan beton dimasukkan ke dalam lubang. Pada akhirnya nanti, pipa besi tetap tinggal di dalam tanah. Tiang jenis ini termasuk tiang Standard Raimond.

Pada tiang yang tidak terselubung pipa, pipa baja yang berlubang dipancang lebih dulu ke dalam tanah. Kemudian adukan beton dimasukkan ke dalam lubang, dan pipa ditarik keluar ketika atau sudah pengecoran. Jenis tiang ini termasuk tiang Franki.

Keuntungan pemakaian tiang yang dicor di tempat (Sosrodarsono, 1980) : 1. Cocok digunakan pada daerah yang padat penduduknya, karena getaran dan

keruntuhan pada saat melaksanakan pekerjaan sangat kecil.

2. Karena tanpa sambungan, dapat dibuat tiang yang lurus dengn diameter besar, juga untuk tiang yang lebih panjang.

3. Diameter biasanya lebih besar daripada tiang pracetak, dan daya dukung setiap tiang juga lebih besar, sehingga tumpuan dapat dibuat lebih kecil.

4. Selain cara pemboran dalam arah berlawanan dengan arah putaran jarum jam, tanah galian dapat diamati secara langsung dan sifat-sifat tanah pada lapisan antara atau pada tanah pendukung pondasi dapat langsung diketahui.

5. Pengaruh jelek terhadap bangunan didekatnya cukup kecil.

Kerugian pemakaian tiang yang dicor di tempat (Sosrodarsono, 1980) :

1. Kualitasnya lebih rendah daripada tiang pracetak. Di samping itu, pemeriksaan kualitas hanya dapat dilakukan secara tidak langsung.

2. Ketika beton dituangkan, dikhawatirkan adukan beton akan bercampur dengan runtuhan tanah. Oleh karena itu, beton harus segera dituang dengan seksama setelah penggalian dilakukan.

3. Walaupun penetrasi sampai ke tanah pendukung pondasi dianggap telah terpenuhi, kadang-kadang terjadi bahwa tiang pendukung kurang sempurna karena adanya lumpur yang tertimbun di dasar.

4. Karena diameter tiang cukup besar dan memerlukan banyak beton, untuk pekerjaan yang kecil mengkibatkan banyaknya biaya yang harus dikeluarkan (tidak ekonomis).

5. Karena pada pemacangan tiang yang berlawanan arah putaran jarum jam memerlukan air, maka lapangan akan menjadi kotor.

Gambar 2.7 Jenis-jenis tiang pancang cast in place (Bowles, 1991)

4. Tiang Tekan Hidrolis Baja

Jenis-jenis tiang baja ini biasanya berbentuk H yang digiling atau merupakan tiang pipa. Tiang H adalah tiang pancang yang memiliki perpindahan volume yang kecil karena daerah penampangnya tidak terlalu besar. Pondasi tiang H mempunyai suatu keuntungan kekakuan yang memadai yang mana tiang H ini akan memecah bongkah-bongkah batu kecil atau memindahkannya ke satu sisi.

Sambungan-sambungan dalam tiang baja dibuat dengan cara yang sama seperti dalam kolom-kolom baja, yaitu dengan mengelas atau dengan pemakaian baut. Kecuali untuk proyek-proyek kecil yang hanya membutuhkan sedikit pondasi tiang, saat ini kebanyakan sambungan (splices) dibuat dengan penyambung-penyambung sambungan yang telah dibuat terlebih dahulu.

Tingkat karat pada tiang baja berbeda-beda terhadap tekstur tanah, panjang tiang yang berada dalam tanah dan kelembababn tanah. Pada umumnya tiang baja akan berkarat di bagian atas yang dekat dengan permukaan tanah. Hal ini akan disebabkan Aerated Condition (keadaan udara pada pori-pori tanah) pada lapisan tanah tersebut dan adanya bahan-bahan organik dari air tanah. Hal ini dapat ditanggulangi dengan memoles tiang baja dengan ter (coaltar) atau dengan sarung beton sekurang-kurangnya 20” ( ± 60 cm ) dari muka air terendah. Selain itu, karat pada bagian tiang yang terletak

di atas tanah akibat udara (atmosphere corrosion) dapat dicegah dengan pengecatan seperti pada konstruksi baja biasa.

Gambar 2.8 Pondasi Tiang Baja (Sumber : Bowles, 1991)

5. Tiang Tekan Hidrolis Komposit

Tiang komposit adalah pondasi tiang yang terdiri dari dua bahan yang berbeda yang bekerja bersama-sama sehingga menjadi satu kesatuan. Terkadang pondasi tiang terbentuk dengan menghubungkan bagian atas dan bagian bawah tiang dengan bahan yang berbeda, misalnya bahan beton di atas muka air tanah dan bahan kayu tanpa perlakuan apapun di sebelah bawahnya. Biaya dan kesuliatan yang timbul dalam pembuatan sambungan menyebabkan caraa ini diabaikan.

B. Pondasi Tiang Tekan Hidrolis Menurut Teknik Pemasangannya (Nakazawa,

1980)

Pondasi tiang menurut teknik pemasangannya dibagi menjadi dua jenis : tiang pancang pracetak dan tiang pancang yang dicor di tempat.

Gambar 2.9 Pondasi Tiang Menurut Pemasangannya (Nakazawa, 2005)

2.3.3. Penyaluran Beban yang Diterima Tiang ke Dalam Tanah

Berikut ini akan dipelajari distribusi tekanan di sekitar fondasi untuk ke dua tipe tiang, tiang dukung ujung dan tiang gesek, seperti yang disampaikan Chellis (1961).

(a) Tiang Dukung Ujung ( End Bearing Pile )

Pada tiang dukung ujung (end bearing pile), beban struktur didukung sepenuhnya oleh lapisan tanah keras yang terletak pada dasar atau ujung bawah tiang.

(b)Tiang Gesek ( Friction Pile )

Pada tiang gesek (friction pile), beban akan diteruskan ke tanah melalui gesekan antara tiang dengan tanah di sekelilingnya. Bila butiran tanah sangat halus, tidak akan menyebabkan tanah di antara tiang-tiang menjadi padat. Sebaliknya, bila butiran tanah kasar maka tanah diantara tiang-tiang akan semakin padat.

Gambar 2.11 Pondasi Tiang dengan Tahanan Gesek (Sardjono, 1998)

(c) Tiang Tahanan Lekatan (Adhesive Pile)

Bila tiang dipancangkan di dasar tanah pondasi yang memiliki nilai kohesi yang tinggi, maka beban yang diterima oleh tiang akan ditahan oleh lekatan antara tanah di sekitar dan permukaan tiang

Gambar 2.12 Pondasi Tiang dengan Tahanan Lekatan (Sardjono, 1988)

2.4. Sistem Hidrolis (Hydraulic System)

Sistem hidrolis adalah sistem pemancangan pondasi dengan menggunakan mekanisme hydraulic jacking foundation system, dimana sistem ini telah mendapat hak

paten dari United States, United Kingdom, China, dan New Zealand. Nama alat yang digunakan pada sistem ini Jack In Pile.

Sistem ini terdiri dari suatu hydraulic ram yang ditempatkan paralel dengan tiang yang akan dipancang, dimana untuk menekan tiang tersebut ditempatkan sebuah mekanisme berupa plat penekan yang berada pada puncak tiang dan juga ditempatkan sebuah mekanisme pemegang (grip) tiang, kemudian ditekan di dalam tanah. Dengan sistem ini tiang akan tertekan secara kontinu ke dalam tanah, tanpa suara, tanpa

Dokumen terkait