BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.3. Pondasi
2.3.2. Penggolongan Pondasi Tiang
Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih jenis pondasi tiang pancang yang akan digunakan, yaitu jenis tanah dasar, alasan teknis pada waku pemancangan, dan jenis bangunan yang akan dibangun. Pondasi tiang dapat digolongkan berdasarkan material pembuat nya dan teknik pemasangannya.
A. Pondasi Tiang Tekan Hidrolis Menurut Bahan Pemakaian dan Karakteristik Bahan Penyusunnya (Bowles, 1991)
1. Pondasi Tiang Tekan Hidrolis Kayu
Tiang kayu dibuat dari batang pohon yang cabang-cabangnya telah dipotong dan biasanya diberi bahan pengawet, dan didorong dengan ujungnya yang kecil sebagai bagian yang runcing. Namun terkadang ada juga pondasi tiang kayu yang didesain dengan ujung yang besar. Biasanya pondasi tiang kayu berujung besar digunakan untuk kasus tanah yang sangat lembek, dimana tanah tersebut akan bergerak kembali melawan poros dan dengan ujung tebal terletak pada lapisan yang keras untuk dukungan yang diperbesar.
Buku pedoman ASCE (1959), mengkategorikan tiang pancang sebagai berikut : Kelas A : Digunakan untuk beban-beban berat dan/atau panjang tak bertopang yang
besar. Diameter minimum dari ujungnya adalah 360 mm.
Kelas B : Untuk beban-beban sedang. Diameter ujung tebal minimum 300 mm.
Kelas C : Digunakan di bawah bidang batas air jenuh atau untuk pekerjaan yang bersifat sementara. Diameter ujung nya minimum 300 mm.
Pemakaian tiang kayu merupakan metode tertua dalam penggunaan tiang sebagai pondasi. Tiang kayu lebih murah dan mudah dalam penanganannya. Permukaan tiang dapat dilindungi ataupun tidak dilindungi tergantung dari kondisi
tanah. Tiang kayu dapat mengalami pembusukan atau rusak akibat dimakan serangga. Tiang kayu yang selalu terendam air biasanya lebih awet. Untuk menghindari kerusakan pada saat pemancangan, ujung tiang dilindungi dengan sepatu dari besi. Beban maksimum yang dapat dipikul oleh tiang kayu tunggal dapat mencapai 270 – 300 kN.
Gambar 2.5 Pondasi Tiang Kayu
2. Tiang Tekan Hidrolis Beton Pracetak (Precast Concrete Pile)
Tiang beton pracetak yaitu tiang dari beton yang dicetak di suatu tempat dan kemudian diangkut ke lokasi rencana bangunan. Tiang pancang (precast pile) dapat dibuat dengan menggunakan penguatan biasa ataupun dengan menggunakan tiang pancang prategang (prestressed).
Beton prategang yang digunakan dalam konstruksi-konstruksi kuatan harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Bowles, 1991) :
1. Gunakan agregat yang tak bereaksi (tak reaktif); 2. Gunakan 81
2 sampai 10 karung semen per meter kubik dari beton;
3. Gunakan semen jenis V (mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap sulfat); 4. Gunakan perbandingan �
� ≤ 0,53 (perbandingan berat);
5. Gunakan beton –udara (air – entrained concrete) dalam daerah sedang dan dalam daerah dingin;
Tiang beton umumnya berbentuk prisma atau bulat. Ukuran diameter yang biasanya dipakai untuk tiang beton yang tidak berlubang diantara 20 sampai 60 cm. Untuk tiang yang berlubang, diameternya dapat mencapai 100 cm. Panjang tiang beton pracetak biasanya berkisar diantara 20 sampai 40 m. Untuk tiang beton berlubang bias mencapai 60 m. Beban maksimum untuk tiang ukuran kecil berkisar diantara 300 sampai 600 kN.
Keuntungan pemakaian pondasi tiang pracetak, antara lain : 1. Bahan tiang dapat diperiksa sebelum pemancangan;
2. Prosedur pelaksanaan tidak dipengaruhi air tanah; 3. Tiang dapat dipancang sampai kedalaman yang dalam;
4. Pemancangan tiang dapat menambah kepadatan tanah granuler. Kerugian pemakaian tiang pancang pracetak, antara lain :
1. Penggembungan permukaan tanah dan gangguan tanah akibat pemancangan dapat menimbulkan masalah;
2. Kepala tiang kadang-kadang pecah akibat pemancangan; 3. Pemancangan sulit bila diameter tiang terlalu besar;
4. Pemancangan menimbulkan gangguan suara, getaran dan deformasi tanah yang dapat menimbulkan kerusakan bangunan di sekitarnya;
5. Banyaknya tulangan dipengaruhi oleh tegangan yang terjadi pada waktu pengangkutan dan pemancangan tiang.
Gambar 2.6 Pondasi Tiang Precast Reinforced Concrete Pile (Bowles, 1991)
Nilai – nilai beban maksimum tiang beton pracetak pada umurnya, yang ditinjau dari segi kekuatan bahan tiangnya dapat dilihat dalam tabel 2.2
Tabel 2.2 Nilai – nilai tipikal beban ijin tiang beton pracetak Diameter Tiang (cm) Beban tiang maksimum (kN)
30 300– 700 35 350 – 850 40 450 – 1200 45 500 – 1400 50 700 – 1750 60 800- 2500
3. Tiang Beton Cetak di Tempat ( Cast In Place Pile )
Pondasi tiang dicetak di tempat, dibentuk dengan cara menggali lubang dalam tanah dan mengisinya dengan beton. Lubang tersebut dapat dibor, tapi lebih sering dengan memancangkan sebuah sel atau corong (casing) ke dalam tanah.
Tiang beton cetak di tempat terdiri dari dua tipe, yaitu : 1. Tiang yang berselubung pipa;
2. Tiang yang tidak berselubung pipa.
Pada tiang yang berselubung pipa, pipa baja dipancang lebih dulu ke dalam tanah. Kemudian adukan beton dimasukkan ke dalam lubang. Pada akhirnya nanti, pipa besi tetap tinggal di dalam tanah. Tiang jenis ini termasuk tiang Standard Raimond.
Pada tiang yang tidak terselubung pipa, pipa baja yang berlubang dipancang lebih dulu ke dalam tanah. Kemudian adukan beton dimasukkan ke dalam lubang, dan pipa ditarik keluar ketika atau sudah pengecoran. Jenis tiang ini termasuk tiang Franki.
Keuntungan pemakaian tiang yang dicor di tempat (Sosrodarsono, 1980) : 1. Cocok digunakan pada daerah yang padat penduduknya, karena getaran dan
keruntuhan pada saat melaksanakan pekerjaan sangat kecil.
2. Karena tanpa sambungan, dapat dibuat tiang yang lurus dengn diameter besar, juga untuk tiang yang lebih panjang.
3. Diameter biasanya lebih besar daripada tiang pracetak, dan daya dukung setiap tiang juga lebih besar, sehingga tumpuan dapat dibuat lebih kecil.
4. Selain cara pemboran dalam arah berlawanan dengan arah putaran jarum jam, tanah galian dapat diamati secara langsung dan sifat-sifat tanah pada lapisan antara atau pada tanah pendukung pondasi dapat langsung diketahui.
5. Pengaruh jelek terhadap bangunan didekatnya cukup kecil.
Kerugian pemakaian tiang yang dicor di tempat (Sosrodarsono, 1980) :
1. Kualitasnya lebih rendah daripada tiang pracetak. Di samping itu, pemeriksaan kualitas hanya dapat dilakukan secara tidak langsung.
2. Ketika beton dituangkan, dikhawatirkan adukan beton akan bercampur dengan runtuhan tanah. Oleh karena itu, beton harus segera dituang dengan seksama setelah penggalian dilakukan.
3. Walaupun penetrasi sampai ke tanah pendukung pondasi dianggap telah terpenuhi, kadang-kadang terjadi bahwa tiang pendukung kurang sempurna karena adanya lumpur yang tertimbun di dasar.
4. Karena diameter tiang cukup besar dan memerlukan banyak beton, untuk pekerjaan yang kecil mengkibatkan banyaknya biaya yang harus dikeluarkan (tidak ekonomis).
5. Karena pada pemacangan tiang yang berlawanan arah putaran jarum jam memerlukan air, maka lapangan akan menjadi kotor.
Gambar 2.7 Jenis-jenis tiang pancang cast in place (Bowles, 1991)
4. Tiang Tekan Hidrolis Baja
Jenis-jenis tiang baja ini biasanya berbentuk H yang digiling atau merupakan tiang pipa. Tiang H adalah tiang pancang yang memiliki perpindahan volume yang kecil karena daerah penampangnya tidak terlalu besar. Pondasi tiang H mempunyai suatu keuntungan kekakuan yang memadai yang mana tiang H ini akan memecah bongkah-bongkah batu kecil atau memindahkannya ke satu sisi.
Sambungan-sambungan dalam tiang baja dibuat dengan cara yang sama seperti dalam kolom-kolom baja, yaitu dengan mengelas atau dengan pemakaian baut. Kecuali untuk proyek-proyek kecil yang hanya membutuhkan sedikit pondasi tiang, saat ini kebanyakan sambungan (splices) dibuat dengan penyambung-penyambung sambungan yang telah dibuat terlebih dahulu.
Tingkat karat pada tiang baja berbeda-beda terhadap tekstur tanah, panjang tiang yang berada dalam tanah dan kelembababn tanah. Pada umumnya tiang baja akan berkarat di bagian atas yang dekat dengan permukaan tanah. Hal ini akan disebabkan Aerated Condition (keadaan udara pada pori-pori tanah) pada lapisan tanah tersebut dan adanya bahan-bahan organik dari air tanah. Hal ini dapat ditanggulangi dengan memoles tiang baja dengan ter (coaltar) atau dengan sarung beton sekurang-kurangnya 20” ( ± 60 cm ) dari muka air terendah. Selain itu, karat pada bagian tiang yang terletak
di atas tanah akibat udara (atmosphere corrosion) dapat dicegah dengan pengecatan seperti pada konstruksi baja biasa.
Gambar 2.8 Pondasi Tiang Baja (Sumber : Bowles, 1991)
5. Tiang Tekan Hidrolis Komposit
Tiang komposit adalah pondasi tiang yang terdiri dari dua bahan yang berbeda yang bekerja bersama-sama sehingga menjadi satu kesatuan. Terkadang pondasi tiang terbentuk dengan menghubungkan bagian atas dan bagian bawah tiang dengan bahan yang berbeda, misalnya bahan beton di atas muka air tanah dan bahan kayu tanpa perlakuan apapun di sebelah bawahnya. Biaya dan kesuliatan yang timbul dalam pembuatan sambungan menyebabkan caraa ini diabaikan.
B. Pondasi Tiang Tekan Hidrolis Menurut Teknik Pemasangannya (Nakazawa,
1980)
Pondasi tiang menurut teknik pemasangannya dibagi menjadi dua jenis : tiang pancang pracetak dan tiang pancang yang dicor di tempat.
Gambar 2.9 Pondasi Tiang Menurut Pemasangannya (Nakazawa, 2005)
2.3.3. Penyaluran Beban yang Diterima Tiang ke Dalam Tanah
Berikut ini akan dipelajari distribusi tekanan di sekitar fondasi untuk ke dua tipe tiang, tiang dukung ujung dan tiang gesek, seperti yang disampaikan Chellis (1961).
(a) Tiang Dukung Ujung ( End Bearing Pile )
Pada tiang dukung ujung (end bearing pile), beban struktur didukung sepenuhnya oleh lapisan tanah keras yang terletak pada dasar atau ujung bawah tiang.
(b)Tiang Gesek ( Friction Pile )
Pada tiang gesek (friction pile), beban akan diteruskan ke tanah melalui gesekan antara tiang dengan tanah di sekelilingnya. Bila butiran tanah sangat halus, tidak akan menyebabkan tanah di antara tiang-tiang menjadi padat. Sebaliknya, bila butiran tanah kasar maka tanah diantara tiang-tiang akan semakin padat.
Gambar 2.11 Pondasi Tiang dengan Tahanan Gesek (Sardjono, 1998)
(c) Tiang Tahanan Lekatan (Adhesive Pile)
Bila tiang dipancangkan di dasar tanah pondasi yang memiliki nilai kohesi yang tinggi, maka beban yang diterima oleh tiang akan ditahan oleh lekatan antara tanah di sekitar dan permukaan tiang
Gambar 2.12 Pondasi Tiang dengan Tahanan Lekatan (Sardjono, 1988)
2.4. Sistem Hidrolis (Hydraulic System)
Sistem hidrolis adalah sistem pemancangan pondasi dengan menggunakan mekanisme hydraulic jacking foundation system, dimana sistem ini telah mendapat hak
paten dari United States, United Kingdom, China, dan New Zealand. Nama alat yang digunakan pada sistem ini Jack In Pile.
Sistem ini terdiri dari suatu hydraulic ram yang ditempatkan paralel dengan tiang yang akan dipancang, dimana untuk menekan tiang tersebut ditempatkan sebuah mekanisme berupa plat penekan yang berada pada puncak tiang dan juga ditempatkan sebuah mekanisme pemegang (grip) tiang, kemudian ditekan di dalam tanah. Dengan sistem ini tiang akan tertekan secara kontinu ke dalam tanah, tanpa suara, tanpa pukulan dan tanpa getaran.
Penempatan sistem penekan hydraulic yang senyawa dan menjepit dua sisi tiang menyebabkan didapatnya posisi titik pancang yang cukup presisi dan akurat. Ukuran diameter piston tergantung dengan besar kapasitas daya dukung mesin tersebut. Sebagai pembebanan, ditempatkan balok-balok beton pada dua sisi bantalan alat yang pembebanannya disesuaikan dengan muatan yang dibutuhkan tiang.
Alat lain yang digunakan untuk mendukung kinerja alat ini adalah mobile crane yang berfungsi untuk mengangkat pondasi tiang dekat ke alat pancang. Mobile crane sering digunakan dalam proyek berskala menengah,namun proyek tersebut membutuhkan alat untuk mengangkut bahan-bahan konstruksi yang cukup berat, termasuk pondasi tiang. Mobile crane digunakan dalam proyek konstruksi yang memilik area yang cukup luas karena mobile crane mampu bergerak bebas mengelilingi area proyek [Nunnally, 2000].
Cara kerja alat ini secara garis besar adalah sebagai berikut : Langkah 1
Tiang pancang diangkat dan dimasukkan perlahan ke dalam lubang pengikat tiang yang disebut grip, kemudian sistem jack in akan naik dan memegangi tiang tersebut. Ketika tiang sudah dipegang erat oleh grip, maka tiang mulai ditekan.
Langkah 2
Alat ini memiliki kabin / ruang kontrol yang dilengkapi dengan oil pressure atau hydraulic yang menunjukkan pile pressure yang kemudian
akan dikonversikan ke pressure force dengan menggunakan table yang sudah ada.
Langkah 3
Jika grip hanya mampu menekan tiang pancang sampai bagian pangkal lubang mesin saja, maka penekanan dihentikan dan grip bergerak naik ke atas untuk mengambil tiang sambungan yang telah disiapkan. Tiang sambungan (upper) kemudian diangkat dan dimasukkan ke dalam grip. Setelah itu sistem jack in akan naik dan memegangi tiang tersebut. Ketika tiang sudah dipegang erat oleh grip, maka tiang mulai ditekan mendekati pondasi tiang pertama (lower). Penekanan dihentikan sejenak saat kedua tiang sudah bersentuhan. Hal ini dilakukan guna mempersiapkan penyambungan ke dua tiang dengan cara pengelasan.
Langkah 4
Untuk menyambung tiang pertama dan tiang kedua digunakan sistem pengelasan. Agar proses pengelasan berlangsung dengan baik, maka kedua ujung pondasi tiang yang diberi plat harus benar-benar tanpa rongga. Pengelasan harus dilakukan dengan ketelitian karena kecerobohan dapat mengakibatkan kesalahan fatal, yaitu beban tidak tersalur sempurna.
Keunggulan teknik hidrolik sistem ini yang ditinjau dari beberapa segi antara lain : 1. Bebas getaran
Bila suatu proyek dikerjakan berdampingan dengan bangunan ataupun instasi yang sarat akan instrumentasi yang sedang bekerja, maka teknologi hydraulic jacking sytem ini akan menyelesaikan masalah wajib bebas getaran terhadap instalasi yang ada tersebut.
2. Bebas pengotoran lokasi kerja dan udara serta bebas dari kebisingan
Teknologi pemancangannya bersih dari asap dan partikel debu (jika dibandingkan dengan sistem drop hammer) serta bebas dari unsur berlumpur (jika dibandingkan dengan sistem bore piles). Karena sistem ini juga tidak bising akibat pukulan pancang seperti sistem drop hammer, maka untuk lokasi yang membutuhkan ketenangan seperti rumah sakit, ataupun bangunan di tengah kota, sistem ini tidak akan mengganggu aktivitas lingkungan sekitar.
Hydraulic jacking system ini disebut juga dengan teknologi ramah lingkungan (environment friendly).
3. Daya dukung aktual per tiang dapat diketahui
Dengan hydraulic jacking system, daya dukung setiap tiang dapat diketahui dan dimonitor langsung dari manometer yang dipasang pada peralatan hydraulic jacking system selama proses pemancangan berlangsung.
4. Harga yang ekonomis
Teknologi hydraulic jacking ini tidak memerlukan pemasangan tulangan ekstra penahan impact pada kepala tiang pancang seperti pada tiang pancang umumnya. Di samping itu, dengan sistem pemancangan yang simpel dan cepat menyebabkan biaya operasional yang lebih hemat.
5. Dapat digunakan pada lokasi kerja yang terbatas
Karena tinggi alat yang relatif rendah, hydraulic jacking system dapat digunakan untuk pembangunan basement, ground floor,tau lokasi kerja yang terbatas. Alat hydraulic jacking system ini dapat dipisahkan menjadi beberapa komponen sehingga memudahkan untuk dibawa masuk atau keluar lokasi kerja.
Kekurangan dari hydraulic jacking system ini antara lain :
1. Apabila terdapat batu atau lapisan tanah keras yang tipis pada ujung tiang yang ditekan, maka hal tersebut akan mengakibatkan kesalahan pada saat pemancangan.
2. Sulitnya mobilisasi alat pada daerah lunak atau daerah berlumpur (biasanya pada areal timbunan).
3. Karena hydraulic jacking ini mempunyai berat sekitar 320 ton dan digunakan pada permukaan tanah yang tidak sama daya dukungnya, maka hal tersebut akan mengakibatkan posisi alat pancang menjadi menjadi miring bahkan tumbang. Kondisi seperti ini membahayakan keselamatan pekerja.
4. Pergerakan alat hydraulic jacking ini sedikit lambat, proses pemindahannya relatif lama untuk pemancangan titik yang berjauhan.
2.5. Kapasitas Daya Dukung Axial Tiang Tekan Hidrolis
Yang dimaksud dengan kapasitas dukung tiang adalah kemampuan atau kapasitas tiang dalam mendukung beban. Jika satuan yang digunakan dalam kapasitas dukung pondasi dangkal adalah satuan tekanan (kPa), maka dalam kapasitas dukung tiang satuannya adalah satuan gaya (kN). Dalam beberapa literatur digunakan istilah pile capacity atau pile carrying capacity.
Hitungan kapasitas dukung tiang dapat dilakukan dengan cara pendekatan statis dan dinamis. Hitungan kapasitas dukung tiang secara statis dilakukan menurut teori mekanika tanah, yaitu dengan cara mempelajari sifat-sifat teknis tanah, sedangkan hitungan dengan cara dinamis dilakukan dengan menganalisis kapasitas ultimit dengan data yang diperoleh dari data pemancangan tiang.
2.5.1. Kapasitas Daya Dukung Tiang Tekan Hidrolis dari Hasil Sondir
Kapasitas dukung tiang dapat diperleh dari data uji kerucut statis (CPT) atau sondir. Tahanan ujung yang termobilisasi pada tiang pancang harus setara dengan tahanan ujung saat uji penetrasi. Fleming et al. (2009) menyarankan untuk tiang pancang yang ujungnya tertutup maka tahanan ujung satuan tiang sama dengan tahanan konus (qc), namun untuk tiang pancang yang ujungnya terbuka atau tiang bor, tahanan ujung satuan tiang diambil 70% nya.
Kapasitas dukung ultimit netto (Qu), dihitung dengan persamaan umum :
�� = ��+ �� = ����+���� (2.7)
dimana :
��= kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang pancang (kN) �� = tahanan ujung tiang (kN)
��= tahanan selimut (kN)
�� = luas ujung bawah tiang (cm2 )
�� = luas selimut tiang (cm2)
�� = kapasitas daya dukung di ujung tiang per satuan luas (kg/cm2) �� = satuan tahanan kulit per satuan luas (kg/cm2)
Dalam menghitung kapsitas daya dukung aksial ultimit (Qu), ada beberapa metode yang dapat dipakai sebagai acuan. Salah satunya adalah metode Meyerhof.
Daya dukung ultimit pondasi tiang pancang dinyatakan sebagai berikut :
���� = ��� × ��� + (��� ×�) (2.8)
Kapasitas daya dukung pondasi yang diijinkan (����) dapat dihitung dengan rumus : ���� = �� �� 3 + ��� � 5 (2.9) dimana :
���� = kapasitas daya dukung ultimit pada tiang pancang tunggal (kN) �� = tahanan ujung sondir (kg/cm2)
�� = luas penampang tiang (cm2)
��� = Jumlah Hambatan Lekat (kg/cm)
� = keliling tiang (cm)
Daya dukung terhadap kekuatan tanah untuk tiang tarik :
���� =��� �
Daya dukung ijin tarik :
����� = ����
3 (2.10)
Daya dukung terhadap kekuatan bahan :
������= ������ × �� (2.11)
dimana :
���� = daya dukung terhadap kekuatan tanah untuk tiang tarik (kg) ������ = kekuatan yang diijinkan pada tiang (kg)
������ = tegangan tekan ijin bahan tiang (kg/cm2), untuk beton = 500 kg/cm2 �� = luas penampang tiang (cm2)
2.6. Kapasitas Daya Dukung Lateral Tiang Tekan Hidrolis
Gaya tahanan maksimum dari beban lateral yang bekerja pada tiang tunggal adalah merupakan permasalahan interaksi antara elemen bangunan agak kaku dengan tanah, yang mana dapat diperlakukan berdeformasi sebagai elastis ataupun plastis.
Tiang vertikal yang menanggung beban lateral akan menahan beban ini dengan memobilisasi tahanan tanah pasif yang mengelilinginya. Pendistribusian tegangan tanah pasif akibat beban lateral akan mempengaruhi kekakuan tiang, kekakuan tanah dan kondisi ujung tiang. Secara umum tiang yang menerima beban lateral dapat dibagi dalam dua bagian besar, yaitu tiang pendek (rigid pile) dan tiang panjang (elastic pile). Jika kepala tiang dapat berinteraksi dan berotasi akibat beban geser dan/atau momen maka tiang tersebut dapat dikatakan berkepala bebas (free head). Sedangkan jika kepala tiang hanya bertranslasi maka disebut dengan kepala jepit (fixed head). Menurut McNulty (1956), tiang yang disebut berkepala jepit (fixed head) adalah tiang yang ujung atasnya terjepit dalam pile cap paling sedikit sedalam 60 cm, sedangkan tiang berkepala bebas (free head) adalah tiang yang ujung atasnya tidak terjepit ke dalam pile cap atau setidaknya terjepit kurang dari 60 cm.
Beban lateral yang diijinkan pada pondasi tiang diperoleh berdasarkan salah satu dari dua kriteria berikut :
• Beban lateral ijin ditentukan dengan membagi beban ultimit dengan suatu faktr keamanan.
• Beban lateral ditentukan berdasarkan defleksi maksimum yang diijinkan. Metode analisis yang dapat digunakan adalah :
• Metode Broms (1964)
• Metode Brinch Hansen (1961) • Metode Reese-Matlock (1956)
Gambar 2.13 Tiang Panjang Dikenai Beban Lateral (Broms, 1964) Tabel 2.3 Nilai-nilai nh untuk Tanah Granuler (c = 0)
Kerapatan relatif (Dr) Tak padat Sedang Padat
Interval nilai A 100-300 300 - 1000 1000 - 2000
Nilai A dipakai 200 600 1500
nh pasir terendam air (kN/m3)
Terzaghi Reese dkk
1s386 4850 11779
Tabel 2.4 Nilai – nilai nh untuk Tanah Kohesif Tanah nh (kN/m3) Referensi Lempung terkonsolidasi normal lunak 166 – 3518 277 - 554
Reese dan Matlock (1956) Davisson – Prakash (1963) Lempung terkonsolidasi normal organik 111 - 277 111 - 831
Peck dan Davidsson (1962) Davidsson (1970)
Gambut 55
27,7 - 111
Davidsson (1970) Wilson dan Hilts (1967)
Loess 8033 - 11080 Bowles (1968)
Dari nilai-nilai faktor kekakuan R dan T yang telah dihitung, Tomlinson (1977) mengusulkan criteria tiang kaku (tiang pendek) dan tiang elastis (tiang panjang) yang dikaitkan dengan panjang tiang yang tertanam dalam tanah (L). Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.8. Batasan ini terutamandigunakan untuk menghitung defleksi tiang oleh akibat gaya horizontal.
Tabel 2.5 Kriteria Tiang Kaku dan Tiang Tidak Kaku (Porous, 1964)
Tipe Tiang Modulus tanah (K) bertambah dengan kedalaman Modulus tanah (K) konstan Kaku L ≤ 2T L ≤ 2R Tidak Kaku L≤ 4T L≤ 3,5R
2.6.1. Hitungan Tahanan Beban Lateral Ultimit
Pondasi tiang sering dirancang dengan memperhitungkan beban lateral atau horizontal, seperti beban angin. Gaya lateral yang harus didukung pondasi tiang tergantung pada rangka bangunan yang mengirim gaya lateral tersebut ke kolom bagian bawah. Apabila tiang dipasang secara vertikal dan dirancang untuk mendukung gaya horizontal yang cukup besar, maka bagian atas dari tanah pendukung harus mampu menahan gaya tersebut sehingga tiang-tiang tidak mengalami gerakan lateral yang berlebihan.
Derajat reaksi tanah tergantung pada : a. Kekuatan tiang
b. Kekakuan tanah c. Kekakuan ujung tiang
Hal pertama yang harus kita lakukan dalam menghitung kapasitas lateral tiang adalah menentukan apakah tiang tersebut berperilaku sebagai tiang panjang atau tiang pendek. Hal tersebut dilakukan dengan menentukan faktor kekakuan tiang R dan T.
Untuk tanah berupa lempung kaku terkonsolidasi berlebihan (stiff over consolidated clay), modulus tanah umumnya dianggap konstan di seluruh kedalamannya. Faktor kekakuan R dinyatakan dengan persamaan :
� = ��� � 4 (2.16) (sumber : Broms, 1964) dimana : K = khd = �1 1,5 = modulus tanah
E = modulus elastik tiang I = momen inersia tiang d = diameter tiang
2.6.2. Kapasitas Ultimit Tiang Tekan Hidrolis dengan Metode Brooms
a. Tiang Dalam Tanah Kohesif
Broms mengusulkan cara pendekatan sederhana untuk mengestimasi distribusi tekanan tanah yang menahan tiang dalam lempung, yaitu tahanan tanah dianggap sama dengan nol di permukaan tanah sampai kedalaman 1,5d dan konstan sebesar 9cu untuk kedalaman yang lebih besar dari 1,5d tersebut.
- Tiang Ujung Bebas
Untuk tiang panjang, tahanan tiang terhadap gaya lateral akan ditentukan oleh momen maksimum yang dapat ditahan tiang itu sendiri (My). Untuk tiang pendek, tahanan tiang terhadap gaya lateral lebih ditentukan oleh tahanan tanah di sekitar tiang. Pada gamabar dapat dijelaskan bahwa f mendefinisikan letak momen maksimum, dimana pada titik ini gaya lintang pada tiang sama dengan nol.
�= ��
9��� (2.17)
dan