• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini akan memberikan kesimpulan atas analisa terhadap hasil

pengolahan data. Kesimpulan tersebut harus dapat menjawab tujuan

penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya. Selain itu juga berisi

tentang saran penelitian. Penelitian yang masih belum sempurna atau

diperlukan penelitian yang lebih lanjut adalah beberapa saran yang

mungkin disertakan dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemborosan

Pemborosan adalah segala aktivitas tidak bernilai tambah dalam proses dimana aktivitas-aktivitas itu hanya menggunakan sumber daya namun tidak memberikan nilai tambah kepada pelanggan. Pada saat melakukan eliminasi terhadap waste, sangatlah penting untuk mengetahui apakah waste itu dan dimana

waste berada, apakah di pabrik atau di gudang. Umumnya produk yang dihasilkan

berbeda pada masing-masing pabrik, tetapi jenis waste yang ditemukan di

lingkungan manufaktur hampir sama misalnya : defect, overproduction, waiting.

Pada saat berpikir tentang pemborosan (waste), akan lebih mudah bila

mendefinisikannya kedalam tiga jenis aktivitas yang berbeda yaitu : 1. Aktivitas Yang Bernilai Tambah (Value Adding Activity)

Segala aktivitas yang dalam menghasilkan produk atau jasa yang memberikan nilai tambah di mata konsumen. Contoh dari aktivitas tipe ini adalah mengubah plat baja menjadi tangki baja, dan lain sebagainya.

2. Aktivitas Yang Tidak Bernilai Tambah (Non Value Adding Activity)

Merupakan segala aktivitas yang dalam menghasilkan produk atau jasa yang tidak memberikan nilai tambah di mata konsumen. Aktivitas inilah yang disebut waste yang harus dijadikan target untuk segera dihilangkan. Contoh dari aktivitas ini adalah waktu menunggu, penumpukan bahan atau material, dan lain-lain.

3. Aktivitas Yang Tidak Bernilai Tambah Tetapi Dibutuhkan (Necessary Non Value Adding Activity)

Merupakan segala aktivitas yang dalam menghasilkan produk atau jasa yang tidak memberikan nilai tambah di mata konsumen tetapi diperlukan kecuali apabila sudah ada perubahan pada proses yang ada. Aktivitas ini biasanya sulit untuk dihilangkan dalam waktu singkat. Contoh dari aktivitas ini adalah inspeksi setiap produk pada akhir proses karena menggunakan mesin lama yang tidak reliable. (Hines & Taylor, 2000).

Selain itu, pemborosan (waste) juga dibagi menjadi beberapa macam tipe, yaitu:

1. Tipe Tujuh Pemborosan (seven waste)

Berikut ini adalah penjelasan dari seven waste yang

diidentifikasikan oleh Dr. Shiego Singo, yaitu: (Kilpatrick dalam Shiego Singo,2003)

a. Produksi berlebihan (overproduction) adalah kegiatan menghasilkan barang melebihi permintaan/keinginan sehingga menambah alokasi sumber daya terhadap produk.

b. Menunggu (waiting) adalah proses menunggu kedatangan material,

informasi, peralatan dan perlengkapan.

c. Transportasi (transportation) adalah memindahkan material atau orang dalam jarak yang sangat jauh dari satu proses ke proses berikut yang dapat mengakibatkan waktu penaganan material bertambah..

d. Proses yang tidak tepat (inappropriate processing) adalah proses kerja dimana terdapat ketidaksempurnaan proses atau metode operasi

produksi yang diakibatkan oleh penggunaan tool yang tidak sesuai dengan fungsinya ataupun kesalahan prosedur atau sistem operasi. Secara umum faktor penyebabnya adalah peralatan atau tool yang tidak sesuai, maintenance peralatan yang jelek dan lain-lain.

e. Persediaan yang tidak perlu (unnecessary inventory) adalah

penyimpanan (inventory) melebihi volume gudang yang ditentukan,

material yang rusak karena terlalu lama disimpan atau terlalu cepat dikeluarkan dari tempat penyimpanan, material yang sudah kadaluarsa.

Secara umum faktor penyebabnya adalah waktu change over yang

lama, ketidakseimbangan lintasan, peramalan yang kurang akurat, atau ukuran batch yang besar.

f. Gerakan yang tidak perlu (unnecessary motion) adalah gerakan yang melibatkan konsep ergonomis pada tempat kerja, dimana operator melakukan gerakan-gerakan yang seharusnya bisa dihindari, misalnya

komponen dan kontrol yang terlalu jauh dari jangkauan double

handling, layout yang tidak standar, operator membungkuk. Secara umum faktor penyebabnya adalah pengelolaan tempat kerja yang jelek,

layout yang jelek, metode kerja yang tidak konsisten, desain mesin yang tidak ergonomis.

g. Kecacatan (defect) merupakan kesalahan yang terlalu sering dalam kertas kerja, kualitas produk yang buruk, atau performansi pengiriman yang buruk, ketidaksempurnaan produk, kurangnya tenaga kerja pada saat proses berjalan, adanya alokasi tenaga kerja untuk proses

pengerjaan ulang (rework) dan tenaga kerja menangani pekerjaan

claim dari pelanggan.

2. Tipe Delapan Pemborosan

Dalam kalangan praktisi, Lean Manufacturing dikenal sebagai delapan pemborosan. Delapan pemborosan tersebut adalah : (Taiichi Ohno,2006) a. Produksi Berlebih

Produksi berlebih adalah memproduksi produk jauh lebih banyak dari permintaan konsumen atau melebihi jumlah yang dibutuhkan. Sedangkan

dalam Lean Manufacturing semua produk yang diproduksi diluar hal

tersebut (Work in Progress, buffer, safety stock) merupakan pemborosan karena hal tersebut membuat organisasi menjadi tidak dapat melakukan hal lain yang dapat memenuhi keinginan konsumen. Menurut Drs. Zulian Yamit (1999), yang mengatakan bahwa untuk mengantisipasi unsure ketidakpastian penggunaan bahan yang berasal dari dalam perusahaan,

dapat dilakukan dengan membuat safety stock (persediaan pengaman).

Safety stock perlu ditentukan secara tepat agar tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil. Namun demikian yang paling ideal adalah apabila perusahaan dapat meniadakan persediaan (zero inventories), sebab dengan adanya investasi gudang, biaya modal yang tertanam dalam persediaan, biaya kemungkinan kerusakan bahan dan lain sebagainya. Produksi berlebih adalah pemborosan yang paling parah diantara jenis pemborosan lainnya. Kalau permintaan pasar sedang tinggi, pemborosan jenis ini mungkin terlalu penting, namun dikala permintaan pasar sedang menyusut, dampak dari produksi berlebih akan berlipat ganda. Bahkan seringkali

perusahaan mendapatkan kesulitan karena menyimpan barang yang tidak terjual itu sebagai persediaan extra.

b. Menunggu

Yang dimaksud dengan menuggu ialah menunggu kedatangan material, menunggu informasi, peralatan, perlengkapan dan semua hal yang membuat organisasi berhenti beraktivitas sehingga menimbulkan pemborosan. Pemborosan karena menunggu harus ini harus terungkap kebenaran situasinya terlebih dahulu sebelum tindakan perbaikan dilaksanakan. Suatu contoh yang salah menafsirkan situasi pemborosan karena karena waktu menunggu adalah membiarkan mesin dan operatornya menunggu pada saat pekerjaan yang diperlukan sudah selesai. Bila hal ini dianggap sebagai pemborosan dan kemudian diatasi maka dampaknya justru akan menimbulkan pemborosan karena produksi berlebih yang lebih gawat. Dalam hal ini kita harus lebih cermat dalam menilai situasi.

c. Transportasi

Yang di maksud transportasi dalam Lean Manufacturing adalah bahwa

transportasi suatu barang seharusnya dilaksanakan atau didatangkan langsung menuju tempat dimana barang tersebut dapat langsung digunakan sehingga tidak menimbulkan pemborosan lainnya yaitu transportasi yang tidak perlu. Menurut Drs. H. A. Abbas Salim, SE., M. A. (1993), hasil barang – barang jadi yang diproduksi oleh industri, dipasarkan untuk dijual kepada perusahaan niaga dan konsumen akhir. Untuk mengangkut diperlukan moda transportasi oleh pembeli dan

seterusnya. Pemborosan karena transportasi dan penanganan barang adalah pemborosan yang sering kita jumpai di dalam pabrik. Barang yang sama dapat saja ditangani berulang-ulang tanpa memberi nilai tambah. Perencanaan yang buruk akan menyebabkan kegiatan transportasi membengkak dan penanganan barang dilakukan berulang-ulang.

d. Aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah

Metode dalam pengolahan produksi dapat menjadi sumber dari pemborosan yang seharusnya tidak perlu ada. Misalnya pengerjaan ulang (reworking) karena seharusnya proses tidak perlu diulang apabila

dilakukan proses yang benar. Deburing (sisa produksi) karena produk

seharusnya dapat diproduksi tanpa sisa produksi apabila dilakukan dengan desain yang tepat dan alat yang lengkap untuk pekerjaan tersebut dan

inspecting (pemeriksaan) karena produk seharusnya dapat diproduksi

dengan menggunakan Statistical Process Control (SPC) untuk

menghilangkan atau meminimalkan jumlas inspeksi yang diperlukan dalam menjaga kualitas produk tersebut.

e. Persediaan Berlebih

Persediaan berlebih juga akan meningkatkan biaya produksi. Kelebihan persediaan memerlukan penanganan extra, tempat extra, extra bunga yang harus dibayar, extra karyawan, extra dokumen, dan lain-lain.

Berikut adalah beberapa prinsip untuk mengurangi persediaan berlebih : - Singkirkan barang-barang yang tidak diperlukan lagi

- Jangan memproduksi barang yang tidak diperlukan untuk proses

- Jangan membeli atau membawa barang dalam ukuran lot besar (meskipun penghematan dari diskon pembelian dalam jumlah besar, mungkin lebih besar dari biaya pemborosan karena persediaan)

- Usahakan untuk memproduksi dalam lot kecil (mengurangi waktu

set-up atau tingkatkan frekuensi peralihan jenis produksi) f. Gerakan yang berlebih/tidak diperlukan

Seorang pekerja dapat kelihatan sibuk selama tiga jam untuk mondar-mandir mencari alat kerja ke semua sudut pabrik. Jelas ini merupakan kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah sama sekali, hal ini justru akan membebani biaya produksi dengan upahnya selama tiga jam yang sia-sia. Di samping itu, hasil produksi menjadi tertunda dikirim kepada

pelanggan klarena lead time produksi bertambah. Contoh gerakan

mengambil dan mengembalikan benda dapat dihilangkan bila kita meletakkan alat kerja berdekatan dengan penggunaannya. Berjalan mondar-mandir dengan jarak yang cukup jauh adalah gerakan yang sia-sia, khususnya bila operator diberi tanggung jawab untuk mengoperasikan mesin. Mesin harus diletakkan dengan benar, saling berdekatan dengan operator sehingga perjalanan kaki operator dapat dikurangi.

g. Pemborosan Karena Cacat Produksi

Bila cacat produksi terjadi pada satu pos produksi kerja, maka pada umumnya operator pada pos kerja berikutnya akan menunggu. Waktu terbuang percuma dan menambah biaya produksi. Lebih parah lagi apabila

barang-barang tersebut dikerjakan ulang (rework) atau bahkan produk

akan diperlukan untuk membongkar dan mereparasi produk itu, lagipula tambahan komponen juga akan diperlukan dalam penaganan komponen yang rusak. Otomatis jadwal produksi akan terganggu karena menunggu proses penyelesaian tersebut. Memilah-milah komponen yang jelek juga menyerap tambahan tenaga kerja sehingga meningkatkan jumlah biaya, yang berarti pemborosan. Kasus yang lebih buruk lagi apabila pelanggan menemukan cacat produksi setelah produk berada ditangannya. Tidak hanya ongkos garansi dan ongkos kirim saja yang harus ditanggung, tetapi juga pengorbanan citra perusahaan, peluang bisnis pendatang baru dan pangsa pasar yang menyusut. Untuk menghindari masalah itu sebuah sistem harus dikembangkan untuk menemukan dan mengenali cacat produksi serta berbagai kondisi penyebab timbuknya cacat tersebut. Dengan demikian, operator bisa melakukan tindakan perbaikan langsung. h. Pekerja Yang Kurang Profesioanl

Yang dimaksud underutilzed people adalah pekerja yang tidak

mengeluarkan seluruh kemampuan yang dimilikinya baik dari segi mental, kreativitas, serta skill dan kemampuan fisik dimana biasanya seorang pekerja harus dapat mengoptimalkan seluruh kemampuan yang dimiliknya demi kepentingan bersama. Beberapa penyebab pemborosan type ini adalah : proses kerja yang jelek dan kurang teratur, budaya kerja yang kurang positif atau tidak mendorong pekerjanya untuk berkembang, praktek perekrutan para pekerja yang kurang selektif, training pegawai yang kurang memadai atau bahkan tidak ada sama sekali training pegawai, dan turnover pekerja yang terlalu tinggi sehingga tidak ada pekerja yang

benar-benar mengerti pekerjaan serta segala detail dari perusahaan untuk berkembang.

3. Tipe Sembilan Pemborosan

Tipe sembilan pemborosan yang ada dalam bidang industri dikenal dengan istilah E-DOWNTIME, yaitu : (Vincent Gaspersz,2007)

a. E = Environmental, Health and Safety (EHS) adalah jenis pemborosan yang tejadi karena kelalaian dalam memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan prinsip-prinsip EHS.

b. D = Defects adalah jenis pemborosan yang terjadi karena kecacatan atau kegagalan produk (barang/jasa).

c. O = Overproduction adalah jenis pemborosan yang terjadi karena produksi berlebih dari kuantitas yang dipesan oleh pelanggan.

d. W = Waiting adalah jenis pemborosan yang terjadi karena menunggu. e. N = Not utilizing employees knowladge skills and abilities adalah jenis

pemborosan sumber daya manusia (SDM) yang terjadi karena tidak menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan karyawan secara optimal.

f. T = Transportation adalah jenis pemborosan yang terjadi karena transportasi yang berlebihan sepanjang proses value stream.

g. I = Inventories adalah jenis pemborosan yang terjadi karena inventories

yang berlebihan.

h. M = Motion adalah jenis pemborosan yang terjadi karena banyaknya pergerakan dari yang seharusnya sepanjang proses value stream.

i. E = Excess processing adalah jenis pemborosan yang terjadi karena langkah-langkah proses yang panjang dari yang seharusnya sepanjang proses value stream.

4. Tipe Sepuluh Pemborosan

Dalam perspektif lain, kaufman consulting group (1999) telah merumuskan 10 jenis pemborosan dalam industri manufaktur, dimana ke-10 jenis pemborosan itu dikelompokkan kedalam empat kategori utama yaitu orang, kuantitas, kualitas dan informasi seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.1 dan pendekatan untuk mereduksi pemborosan tersebut ditunjukkan dalam tabel 2.1

(Sumber : Kaufman consulting group, 1999)

Tabel 2.1 Pendekatan untuk mereduksi pemborosan dalam industri manufaktur Kategori pemborosan Jenis pemborosan Pendekatan reduksi pemborosan Contoh metode peningkatan kinerja Fokus peningkatan Orang (people) Processing, motion, waiting Manajemen tempat kerja (workplace manajement) Penetapan standar kerja, pengorgaisasian tempat kerja, kaizen, 5S

Tata letak (layout), pemasangan label (labeling), tools/part arrangement, work instruction, efisiensi, takt time, skills

(kemampuan), training, shift meeting, cell/areas team, visual displays Kuantitas (quantity) Inventory, moving things, making too much JIT (Just In Time) Leveling, kanban, quick setup, preventive maintenance

Work balance, WIP (work in process), location/amount, kanban location, kanban types, lot sizes, changeover analyze, preventive maintenance analyze

Kualitas (quality)

Fixing defects Error (mistake), proofing, autonomation Detection, warning, prediction, prevention, jidoka Fixture modifications succesive checks, limit switches, check sheets, appropriated automated assistance, template Informasi (information) Planning, scheduling, execution Teknologi informasi berfokus proses (process focused information technology) Plan, schedule, track, anticipate, optimize Queue analyze, dynamic scheduling of order/job status by process element, timing/completion

( Sumber : Kaufman consulting group, 1999 )

2.2 Lean Manufacturing

2.2.1 Definisi Lean Manufacturing

Pengertian Lean manufacturing adalah suatu pendekatan sistemik untuk

mengidentifikasi dan mengeliminasi pemborosan melalui improvement atau

perbaikan dan pengembangan yang terus-menerus dan berkelanjutan, berusaha membuat aliran industri dalam perusahaan menjadi lancar untuk berusaha menarik

sebuah filosofi, didasarkan pada TPS (Toyota Production System) yang bertujuan untuk mengurangi waste melalui continuous improvement.

James womack dan daniel jones (1996) mendefiniskan Lean

Manufacturing sebagai suatu proses yang terdiri dari lima langkah diantaranya

adalah : mendefinisikan nilai bagi pelanggan, menetapkan value stream,

membuatnya ”mengalir”, ”ditarik” oleh pelanggan, dan berusaha keras untuk

mencapai yang terbaik. Untuk menjadi sebuah proses manufaktur yang Lean

diperlukan suatu pola pikir yang terfokus pada membuat produk mengalir melalui proses penambahan nilai tanpa interupsi (one piece flow), suatu sistem ”tarik” yang berawal dari permintaan pelanggan, dengan hanya menggantikan apa yang diambil oleh proses berikutnya dalam interval yang singkat dan suatu budaya dimana semua orang berusaha keras melakukan peningkatan secara terus-menerus. ( Jeffery K. Liker, 2006).

Istilah ”Lean” yang dikenal luas dalam dalam dunia manufacturing

dewasa ini dikenal dalam berbagai istilah yang berbeda, seperti : Lean Production, Lean Manufacturing, Toyota Production System, dan lain-lain. Namun Lean

dipercaya oleh sebagaian orang dikembangkan di Negara Jepang, khususnya Toyota sebagai pelopor system Lean Manufacturing. Perusahaan dikatakan Lean

jika perusahaan tersebut telah menerapkan TPS (Toyota Production System) ke dalam semua bagian proses produksinya karena yang pertama menerapkan sistem

Lean ini adalah perusahaan Toyota Motor Company. Ketika suatu perusahaan sudah menerapkan sistem TPS (Toyota Production System) ini, langkah awal yang bisa dilakukan oleh perusahaan adalah memeriksa proses manufaktur dari sudut pelanggan. Dari sini dapat diamati suatu proses dan memisahkan langkah-langkah

yang menambah nilai dan yang tidak menambah nilai. Dari waste yang berhasil diminimalisasi ini diharapkan kepada pihak perusahaan untuk dapat menjadikannya sebagai suatu standararisasi kerja. (Jeffery K. Liker, 2006).

Apabila hal diatas disederhanakan, maka dapat dikatakan suatu aktifitas tergolong pemborosan secara umum apabila : (Jeffery K. Liker, 2006).

1. Melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat (tidak bernilai tambah) 2. Melebihi dari apa yang dibutuhkan

3. Tidak tepat guna/sasaran

Dalam istilah Toyota Production System (TPS) juga dikenal dengan Muda,

Mura, dan Muri, yang berarti :

1. Muda (waste) : tidak menambah nilai. Ini adalah aktifitas yang tidak berguna

yang memperpanjang lead time, menimbulkan gerakan tambahan untuk

memperoleh komponen atau peralatan, menciptakan kelebihan persediaan, atau berakibat pada penambahan jenis waktu tunggu.

2. Mura (inconsistency) : adanya variasi dalam pembebanan kerja atau ketidakseimbangan. Di sistem produksi yang normal, kadang-kadang terdapat lebih banyak terdapat pekerjaan dibanding dengan yang dapat ditangani oleh orang atau mesin yang ada, dan pada saat lain hanya ada sedikit pekerjaan. Ketidakseimbangan diakibatkan oleh jadwal produksi yang tidak teratur atau volume produksi yang berfluktuasi karena masalah internal, seperti kerusakan

mesin, kekurangan komponen, dan produk cacat. Muda berarti akibat dari

Mura. Ketidakseimbangan tingkat produksi berarti perlu memiliki peralatan, material, dan orang-orang yang melakukan tingkat produksi yang tertinggi, bahkan bila permintaan rata-ratanya jauh lebih rendah dari itu.

3. Muri (irrationality) : pembebanan yang melebihi kapasitas atau memberi beban berlebih kepada orang atau peralatan. Dari sudut pandang tertentu, hal ini merupakan ujung yang berseberangan dari spectrum Muda . Muri adalah memanfaatkan mesin atau orang dibatas kemampuannya, membebani orang secara berlebih akan menimbulkan masalah dalam keselamatan kerja dan kualitas. Membebani peralatan secara berlebih menyebabkan kerusakan dan produk cacat.

Implementasi Lean Manufacturing adalah menfokuskan diri mendapatkan

hal yang tepat pada tempat yang tepat, pada waktu yang tepat dalam jumlah yang tepat untuk mencapai aliran kerja yang sempurna di saat yang sama meminimasi

pemborosan dan menjadi fleksible (mudah berubah). Implementasi Lean

Manufacturing pertama kali diperkenalkan oleh Taiichi Ohno dari Toyota Motor Company, sebuah perusahaan raksasa dunia yang sangat agresif dalam

improvement. Lean Manufacturing diharapkan produk atau komponen tersedia tepat pada waktunya, dalam jumlah yang tepat dan pada tempat yang tepat pula. Dengan demikian persediaan dapat ditekan seminim mungkin dan proses produksi akan menjadi mengalir, tidak tersendat-sendat. (Jeffery K. Liker, 2006).

Lean Manufacturing menyaring intisari dari pendekatan Lean ke dalam lima langkah utama (Hines & Taylor, 2000) yaitu :

1. Specify value (mendefinisikan nilai bagi pelanggan), yaitu mengidentifikasi

nilai (value) produk berdasarkan perspektif pelanggan, dimana pelanggan

menginginkan produk berkualitas tinggi dengan harga yang kompetitif dan penyerahan tepat waktu.

2. Identify whole value stream (menetapkan value stream), yaitu mengidentifikasi semua langkah – langkah yang diperlukan untuk mendesain,

memesan dan memproduksi barang atau produk ke dalam whole value stream

untuk mencari non value added activity (aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah).

3. Flow (mengalir), yaitu membuat value flow untuk semua aktifitas yang

memberikan nilai tambah disusun dalam suatu aliran yang tidak terputus (continuous).

4. Pulled (ditarik oleh pelanggan), yaitu mengorganisasikan agar material, informasi dan produk mengalir lancar dan tepat sepanjang proses value stream

dengan pull system.

5. Perfection (pencapaian yang terbaik), yaitu mengejar keunggulan untuk

mencapai kesempurnaan (zero waste) melalui perbaikan yang dilakukan

secara terus – menerus sehingga waste yang terjadi dapat dihilangkan secara total dari proses yang ada.

2.2.2 Prinsip-Prinsip Lean Manufacturing

Prinsip Lean Manufacturing sejatinya telah digunakan oleh Henry Ford sejak awal tahun 1920, dan terbukti telah membuat Ford Motor Company menjadi perusahaan otomotif terbesar kedua di dunia. Henry Ford berkata “ salah satu

pencapaian kami (Ford Group) mampu menjaga produk Ford menjadi tetap

rendah, yaitu semakin lama sebuah produk dalam proses manufaktur , maka total biaya produksi juga akan semakin besar”. (Jeffery K. Liker, 2006).

Dalam penerapan metode Lean Manufacturing terdapat prinsip – prinsip yang perlu diperhatikan antara lain :

1. Menyempurnakan mutu pertama kali, mencari nol cacat, pernyataan dan

pemecahan permasalahan pada sumbernya.

2. Meminimalkan barang sisa, penghapusan semua aktivitas yang tidak

menambahkan nilai dan memaksimalkan penggunaan sumber daya (modal, orang – orang dan area).

3. Peningkatan yang berkelanjutan, mengurangi biaya – biaya, meningkatkan

mutu, dan berbagi informasi.

4. Proses penarikan yaitu produk ditarik dari pelanggan terakhir, yang tidak

mendorong dari akhir produksi.

5. Fleksibilitas, produksi produk yang berbeda (mixed production) atau

keanekaragaman produk yang lebih besar dengan cepat, tanpa mengorbankan efisiensi pada volume produksi lebih rendah.

6. Bangunan dan pemeliharaan adalah suatu hubungan jangka panjang dengan

para penyalur melalui berbagai resiko kolaboratif, biaya dan pengaturan informasi..

7. Autonomation, leveling and production flow and visual control.

2.2.3 Pengembangan Lean Manufacturing

Dalam usaha untuk meminimalisasi atau menghilangkan pemborosan, para

pemakai Lean Manufacturing System memakai berbagai macam alat yang disebut

juga Lean Building. Yang patut dicatat adalah telah terbukti bahwa para pemakai

menyadari bahwa meskipun program ini hanya dapat dijalankan sebagai program yang berdiri sendiri, hanya sedikit sekali yang yang mempunyai dampak positif yang signifikan bagi perusahaan ketika ia dijalankan sendiri. Sedangkan cara yang

benar adalah implementasi Lean Manufacturing System harus mempunyai dampak

ke seluruh aspek (overall) dan bahwa mengimplementasikan program ini tidak

sesuai dengan aturan yang berlaku, mungkin bisa menimbulkan efek yang negatif bagi perusahaan. (Suzaki, 1997).

Berikut ini merupakan daftar alat/tools yang telah bisa digunakan dalam program Lean Manufacturing System : (Jeffery K. Liker, 2006).

1. 5S atau WorkPlace Organizations (pengaturan tempat kerja). Tabel 2.6 Tabel 5S dalam 2 bahasa

Japanese ”S” American ”S”

Seiri (Organizations) Sort

Seiton (Tidiness) Set in Order

Seiso (Purity) Shine

Seiketso (CleanLiness) Standardize Shitsuke (Discipline) Sustain

Metode 5S atau WorkPlace Organizations (pengaturan tempat kerja) yaitu

metode untuk mengorganisasi dan menstandarkan tempat kerja. Hal tersebut digunakan karena metode 5S merupakan salah satu metode yang paling

mudah dan paling cepat dapat dioperasikan dalam mengimplementasikan Lean

Manufacturing dan yang paling penting adalah metode ini dapat diimplementasikan kedalam ke senmua bagian dalam perusahaan. Karena yang dilakukan 5S adalah mengatur tempat kerja agar lebih teratur sehingga proses kerja dapat berjalan dengan lebih mudah. Metode ini dapat dilakukan

Dokumen terkait