• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PEMBOROSAN DI AREA PRODUKSI DENGAN PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DI PT. REXPLAST SIDOARJO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PEMBOROSAN DI AREA PRODUKSI DENGAN PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DI PT. REXPLAST SIDOARJO."

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PEMBOROSAN DI AREA PRODUKSI

DENGAN PENERAPAN

LEAN MANUFACTURING

DI PT. REXPLAST SIDOARJO

SKRIPSI

Oleh :

RIZKY ADITYA

0732010097

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR

(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah berkat rahmat Tuhan YME yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga Laporan Penelitian Tugas Akhir (Skripsi) dengan judul “Analisis Waste Di Area Produksi Dengan Penerapan Lean Manufacturing Di PT. Rexplast Sidoarjo” dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Penulisan skripsi ini dilaksanakan untuk memenuhi persyaratan kelulusan Program Sarjana Strata - 1 (S-1) di Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Terselesaikannya Laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini tentunya tak lepas dari bantuan banyak pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Allah SWT karena atas ijin-NYA lah Laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini bisa terselesaikan tepat pada waktunya.

2. Kedua orang tua penulis tercinta, Ayahanda Moh. Mahmud, SE dan Ibunda Aniek Nurhanifah serta kakak penulis yang tersayang Mirza Adriansyah, SH yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada saya. Dan juga seluruh keluarga besar Moh. Mahmud, SE dan Aniek Nurhanifah.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto,MP. Selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Bapak Ir. Sutiyono, MT. Selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

5. Bapak Ir. MT. Safirin, MT. Selaku ketua jurusan Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

6. Ibu Ir. Endang Pudji W, MMT. Selaku Dosen Pembimbing I 7. Ibu Ir. Nisa Masruroh, MT Selaku Dosen Pembimbing II 8. Dosen penguji Seminar 1 dan Seminar 2 saya.

9. Bapak Henry Soerya selaku Kabag Logistic PT. Rexplast Sidoarjo. 10. Bapak Djoko Kiswantoro selaku pembimbing lapangan di PT. Rexplast

(3)

11. Arief Iswahyudi, ST yang selalu membantu penulis dalam penyelsaian skripsi saya. Saya do’akan kamu berjodoh dengan Ayu Renia Putri, amien! 12. Semua kawan – kawan penulis angkatan 2007 Paralel A-D yang selalu

memberi aku motivasi dan Canda Tawa Waktu Dikampus. Terutama pararel C yang selalu bekerja sama saling mendukung demi kesuksesan bersama. Homo, Ambon, Streez, gocir, Cong, Kiwil, Cuplis, Bean, Agus, Arip, Alm. Ijal.

13. Yang terakhir penulis mengucapkan terima kasih buat Silvi TeKim’08 yang telah membuat penulis semakin rajin dan semangat ke kampus dan juga telah menginspirasi penulis dalam membuat karya dalam bentuk sebuah lagu.

Penulis mohon maaf jika penulisan Laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini terdapat kesalahan. Akhirnya semoga Laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak,amien!

Surabaya, 9 Juli 2011 Hormat kami

(4)

DAFTAR ISI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemborosan (waste) ………... 6

2.2 Lean Manufakturing ……… 16

2.2.1 Definisi Lean Manufacturing ……… 16

2.2.2 Prinsip – prinsip Lean Manufacturing ………. 20

2.2.3 Pengembangan Lean Manufacturing ………… 21

2.3 Pemborosan (Waste) ……… 25

2.4 Type-Type Pemborosan ……….. 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 47 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ………. 47

3.2 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel ……... 47

3.2.1 Variabel Bebas ……….... 47

3.2.2 Variabel Terikat ………..…. 49

3.3 Metode Pengumpulan Data ……….. 50

3.4 Metode Pengolahan Data ………. 51

3.5 Langkah-Langkah Pemecahan Masalah ……….. 54

3.6 Penjelasan Flowchart Pemecahan Masalah …………. 55

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengumpulan Data……….……….. 4.1.1 Data Pengamatan Tentang Waste

59

(5)
(6)

ABSTRAK

Ketatnya persaingan dalam dunia industri semakin memacu perusahaan

manufacturing untuk meningkatkan terus menerus hasil produksinya dalam bentuk kualitas, harga, jumlah produksi, pengiriman tepat waktu, dengan tujuan yang lebih nyata adalah memberikan kepuasan kepada pelanggan. Usaha yang nyata dalam suatu produksi barang adalah mengurangi pemborosan yang tidak mempunyai nilai tambah dalam berbagai hal termasuk penyediaan bahan baku, lalu lintas bahan, pergerakan operator, pergerakan alat dan mesin, menunggu proses, kerja ulang dan perbaikan. Ide utamanya adalah pencapaian secara menyeluruh efisiensi produksi dengan mengurangi pemborosan yang pada akhirnya adalah meningkatkan daya saingperusahaan itu sendiri.

PT. Rexplast Sidoarjo adalah perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang industri botol plastik. Peluang pasar yang masih besar membuat perusahaan ini selalu meningkatkan jumlah produksinya dari waktu kewaktu, akan tetapi banyaknya faktor kendala yang dihadapi oleh perusahaan tersebut membuat jalannya produksi kurang begitu maksimal. Sebagai misal pemborosan yang terdapat pada area produksi sehingga mengakibatkan kerugian pada perusahaan.

Tujuan dilakukan penelitian di PT. Rexplast Sidoarjo adalah untuk mengidentifikasi aktivitas secara keseluruhan menggunakan Big Picture Mapping, Value Stream Analysis Tools (VALSAT) dan menganalisa penyebab pemborosan yang ada selama proses produksi denan Fish Bone Chart dan memberikan usulan perbaikan dengan menggunakan FMEA (Failure Mode Effect and Analysis) untuk mengurangi waste yang ada pada lantai produksi.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa jenis pemborosan yang berhasil teridentifikasi adalah Defet, Waiting, dan Overproduction,Excess Process, Not Utilizing Emloyee KSA, Transprortation, Enviromental safety and Health, Inventories, Motions.

Selain itu meminimasi pemborosan yang telah teridentifikasi tersebut diberikan beberapa usulan perbaikan, diantaranya adalah merubah kebijakan perusahaan dalam proses

mixing, sehingga dapat mengurangi waiting di area persiapan mesin Blow Moulding dari 1860 detik menjadi 1580 detik, merubah kebijakan perusahaan dalam proses

Blow,sehingga dapat mengurangi waiting di area persiapan mesin Printing dari 3300 detik menjadi 2850 detik

(7)

ABSTRACT

Its tight emulation in the world of industry progressively race the company manufacturing to increase continuously its yield up the ghost in the form of quality, price, sum up the production, timely delivery, with an eye to more real give the satisfaction to real effort in a[n goods production lessen the extravagance which don't have the added value in so many matter of inclusive of ready raw material, substance traffic, operator movement, movement of appliance and machine, awaiting process, work to repeat and repair. Idea the core important attainment by totally efficiency produce by lessening extravagance which in the end is improve the competitiveness company itself

PT. Rexplast Sidoarjo is manufacturing business which is active in industry of plastic bottle. Market opportunity which still be big make this company always improve the its production amount from time kewaktu, however to the number of constraint factor faced by the company make the way production less be maximal so. Suppose the extravagance of found on area produce so that result the loss of company.

Target done by research in PT. Rexplast Sidoarjo is to identify the activity as a whole use the Big Picture Mapping, Value Stream Analysis Tools ( VALSAT) and analyse the existing extravagance cause during production process of denan Fish Bone Chart and give the repair proposal by using FMEA ( Failure of Mode of Effect and Analysis) to lessen the waste of exist in floor produce.

Pursuant to research result known that by the identified a success extravagance type is Defet, Waiting, and Overproduction,Excess Process, Note of Utilizing Emloyee KSA, Transprortation, Enviromental Safety and Health, Inventories, Motions. Others meminimasi extravagance which have been identified the given by some repair proposal, among other things is fox of company policy in course of mixing, so that can lessen waiting in area of preparation of machine of Blow Moulding from 1860 second become 1580 second, policy fox of company policy in course of Blow, so that can lessen waiting in area of preparation of machine Printing from 3300 second become 2850 second

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Ketatnya persaingan dalam dunia industri semakin memacu perusahaan

manufacturing untuk meningkatkan terus menerus hasil produksinya dalam

bentuk kualitas, harga, jumlah produksi, pengiriman tepat waktu, dengan tujuan

yang lebih nyata adalah memberikan kepuasan kepada pelanggan. Usaha yang

nyata dalam suatu produksi barang adalah mengurangi pemborosan yang tidak

mempunyai nilai tambah dalam berbagai hal termasuk penyediaan bahan baku,

lalu lintas bahan, pergerakan operator, pergerakan alat dan mesin, menunggu

proses, kerja ulang dan perbaikan. Ide utamanya adalah pencapaian secara

menyeluruh efisiensi produksi dengan mengurangi pemborosan (waste) yang pada

akhirnya adalah meningkatkan daya saingperusahaan itu sendiri.

PT. Rexplast adalah perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang

industri botol plastik. Perusahaan yang terletak di Sidoarjo Jawa Timur ini dalam

pembuatan produk tersebut masih terdapat pemborosan di area produksi seperti

defective product atau yang lebih dikenal dengan istilah defect. Defect tersebut

seperti botol yang berbintik, deform dan garis botol yang patah. Selain itu juga

terjadi pemborosan (waste) jenis waiting dari mesin blow molding menuju mesin

printing, sehingga operator pada mesin printing harus menunggu hingga produk

dari mesin blow molding selesai sesuai kapasitas produk pada mesin printing.

Berdasarkan permasalahan yang ada, maka perusahaan membutuhkan

(9)

dengan melihat sembilan pemborosan (waste) yaitu K3, kecacatan, produksi

berlebihan, menunggu, kesalahan dalam penempatan operator, transportasi,

persediaan yang tidak perlu, gerakan yang tidak perlu, dan proses yang tidak

sesuai. Dalam hal ini Metode Lean Manufacturing diharapkan dapat membantu

perusahaan mengatasi permasalahan yang ada.

1.2.Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan suatu permasalahan yang

harus dipecahkan yaitu :

Bagaimana menganalisis pemborosan dengan cara mengidentifikasi

dan mengurangi pemborosan di area produksi botol plastik Johnson &

Johnson Sifterless 50 gram LV ?”

1.3.Batasan Masalah

Batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Waste yang diteliti adalah nine waste yaitu K3, kecacatan, produksi

berlebihan, menunggu, kesalahan dalam penempatan operator, transportasi,

persediaan yang tidak perlu, gerakan yang tidak perlu, dan proses yang tidak

sesuai.

2. Penelitian hanya dilakukan untuk produk Johnson & Johnson Sifterless 50

gram LV.

1.4.Asumsi

(10)

1. Kondisi perusahaan berjalan normal dan stabil

2. Kebijakan perusahaan tidak mengalami perubahan secara signifikan selama

dilakukannya peneltian.

3. Tidak ada penambahan atau pengurangan karyawan pada lantai produksi

selama dilakukan penelitian.

1.5.Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian tugas akhir ini adalah sebagai

berikut :

1. Mengidentifikasi memberi bobot pemborosan yang bepengaruh di area

produksi.

2. Memberikan usulan perbaikan pada semua pemborosan

1.6.Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian tugas akhir ini

baik bagi peneliti, perguruan tinggi maupun bagi perusahaan antara lain meliputi :

1. Bagi Peneliti:

- Peneliti mampu menerapkan penerapan Lean Manufacturing yang telah

diperoleh selama proses perkuliahan dengan kondisi real di lapangan.

- Menambah wawasan dan pengalaman di dalam dunia industri, serta cara

mengatasi masalah yang terjadi di perusahaan.

2. Bagi Perguruan Tinggi:

- Dapat berfungsi sebagai literatur acuan yang berguna bagi pendidikan dan

(11)

di PT. Rexplast dan hasil analisa ini dapat digunakan sebagai

pembedaharaan perpustakaan, agar dapat berguna bagi mahasiswa dan

menambah ilmu pengetahuan.

3. Bagi Perusahaan:

- Mengetahui penyebab terjadinya waste di area produksi dan jenis

pemborosan sehingga perusahaan mendapatkan perbaikan.

1.7.Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pemahaman atas materi – materi yang dibahas dalam

skripsi ini maka berikut ini akan diuraikan secara garis besar isi dari masing–

masing bab sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang serta permasalahan

yang akan diteliti dan dibahas. Juga diuraikan tentang tujuan, manfaat

penelitian, serta batasan dan asumsi yang digunakan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi teori – teori dasar yang berkaitan Lean Manufacturing

yang dijadikan acuan atau pedoman dalam melakukan langkah –

langkah penelitian sehingga permasalahan yang ada dapat terpecahkan.

Landasan teori yang digunakan untuk menunjang penelitian ini yaitu

konsep lean , Failure Mode And Effect Analysis ( FMEA) dan peneliti

(12)

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisi urutan langkah – langkah pemecahan masalah secara

sistematis mulai dari perumusan masalah dan tujuan yang ingin

dicapai, studi pustaka, pengumpulan data dan metode analisis data.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang beberapa hal yang berkaitan dengan tahapan

identifikasi permasalahan yang ada di perusahaan dengan diawali

penjelasan tentang proses produksi di PT. Rexplast secara umum,

pembuatan current state value stream mapping, identifikasi waste

dengan VALSAT, identifikasi penyebab permasalahan, dan

perancangan solusi perbaikan. Selain itu, juga akan dilakukan

identifikasi hasil perbaikan dengan pembuatan rekomendasi perbaikan

dalam bentuk Failure Mode And Effect Analysis ( FMEA).

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan memberikan kesimpulan atas analisa terhadap hasil

pengolahan data. Kesimpulan tersebut harus dapat menjawab tujuan

penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya. Selain itu juga berisi

tentang saran penelitian. Penelitian yang masih belum sempurna atau

diperlukan penelitian yang lebih lanjut adalah beberapa saran yang

mungkin disertakan dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemborosan

Pemborosan adalah segala aktivitas tidak bernilai tambah dalam proses

dimana aktivitas-aktivitas itu hanya menggunakan sumber daya namun tidak

memberikan nilai tambah kepada pelanggan. Pada saat melakukan eliminasi

terhadap waste, sangatlah penting untuk mengetahui apakah waste itu dan dimana

waste berada, apakah di pabrik atau di gudang. Umumnya produk yang dihasilkan

berbeda pada masing-masing pabrik, tetapi jenis waste yang ditemukan di

lingkungan manufaktur hampir sama misalnya : defect, overproduction, waiting.

Pada saat berpikir tentang pemborosan (waste), akan lebih mudah bila

mendefinisikannya kedalam tiga jenis aktivitas yang berbeda yaitu :

1. Aktivitas Yang Bernilai Tambah (Value Adding Activity)

Segala aktivitas yang dalam menghasilkan produk atau jasa yang memberikan

nilai tambah di mata konsumen. Contoh dari aktivitas tipe ini adalah

mengubah plat baja menjadi tangki baja, dan lain sebagainya.

2. Aktivitas Yang Tidak Bernilai Tambah (Non Value Adding Activity)

Merupakan segala aktivitas yang dalam menghasilkan produk atau jasa yang

tidak memberikan nilai tambah di mata konsumen. Aktivitas inilah yang

disebut waste yang harus dijadikan target untuk segera dihilangkan. Contoh

dari aktivitas ini adalah waktu menunggu, penumpukan bahan atau material,

(14)

3. Aktivitas Yang Tidak Bernilai Tambah Tetapi Dibutuhkan (Necessary Non

Value Adding Activity)

Merupakan segala aktivitas yang dalam menghasilkan produk atau jasa yang

tidak memberikan nilai tambah di mata konsumen tetapi diperlukan kecuali

apabila sudah ada perubahan pada proses yang ada. Aktivitas ini biasanya sulit

untuk dihilangkan dalam waktu singkat. Contoh dari aktivitas ini adalah

inspeksi setiap produk pada akhir proses karena menggunakan mesin lama

yang tidak reliable. (Hines & Taylor, 2000).

Selain itu, pemborosan (waste) juga dibagi menjadi beberapa macam

tipe, yaitu:

1. Tipe Tujuh Pemborosan (seven waste)

Berikut ini adalah penjelasan dari seven waste yang

diidentifikasikan oleh Dr. Shiego Singo, yaitu: (Kilpatrick dalam Shiego

Singo,2003)

a. Produksi berlebihan (overproduction) adalah kegiatan menghasilkan

barang melebihi permintaan/keinginan sehingga menambah alokasi

sumber daya terhadap produk.

b. Menunggu (waiting) adalah proses menunggu kedatangan material,

informasi, peralatan dan perlengkapan.

c. Transportasi (transportation) adalah memindahkan material atau orang

dalam jarak yang sangat jauh dari satu proses ke proses berikut yang

dapat mengakibatkan waktu penaganan material bertambah..

d. Proses yang tidak tepat (inappropriate processing) adalah proses kerja

(15)

produksi yang diakibatkan oleh penggunaan tool yang tidak sesuai

dengan fungsinya ataupun kesalahan prosedur atau sistem operasi.

Secara umum faktor penyebabnya adalah peralatan atau tool yang tidak

sesuai, maintenance peralatan yang jelek dan lain-lain.

e. Persediaan yang tidak perlu (unnecessary inventory) adalah

penyimpanan (inventory) melebihi volume gudang yang ditentukan,

material yang rusak karena terlalu lama disimpan atau terlalu cepat

dikeluarkan dari tempat penyimpanan, material yang sudah kadaluarsa.

Secara umum faktor penyebabnya adalah waktu change over yang

lama, ketidakseimbangan lintasan, peramalan yang kurang akurat, atau

ukuran batch yang besar.

f. Gerakan yang tidak perlu (unnecessary motion) adalah gerakan yang

melibatkan konsep ergonomis pada tempat kerja, dimana operator

melakukan gerakan-gerakan yang seharusnya bisa dihindari, misalnya

komponen dan kontrol yang terlalu jauh dari jangkauan double

handling, layout yang tidak standar, operator membungkuk. Secara

umum faktor penyebabnya adalah pengelolaan tempat kerja yang jelek,

layout yang jelek, metode kerja yang tidak konsisten, desain mesin

yang tidak ergonomis.

g. Kecacatan (defect) merupakan kesalahan yang terlalu sering dalam

kertas kerja, kualitas produk yang buruk, atau performansi pengiriman

yang buruk, ketidaksempurnaan produk, kurangnya tenaga kerja pada

(16)

pengerjaan ulang (rework) dan tenaga kerja menangani pekerjaan

claim dari pelanggan.

2. Tipe Delapan Pemborosan

Dalam kalangan praktisi, Lean Manufacturing dikenal sebagai delapan

pemborosan. Delapan pemborosan tersebut adalah : (Taiichi Ohno,2006)

a. Produksi Berlebih

Produksi berlebih adalah memproduksi produk jauh lebih banyak dari

permintaan konsumen atau melebihi jumlah yang dibutuhkan. Sedangkan

dalam Lean Manufacturing semua produk yang diproduksi diluar hal

tersebut (Work in Progress, buffer, safety stock) merupakan pemborosan

karena hal tersebut membuat organisasi menjadi tidak dapat melakukan hal

lain yang dapat memenuhi keinginan konsumen. Menurut Drs. Zulian

Yamit (1999), yang mengatakan bahwa untuk mengantisipasi unsure

ketidakpastian penggunaan bahan yang berasal dari dalam perusahaan,

dapat dilakukan dengan membuat safety stock (persediaan pengaman).

Safety stock perlu ditentukan secara tepat agar tidak terlalu besar dan juga

tidak terlalu kecil. Namun demikian yang paling ideal adalah apabila

perusahaan dapat meniadakan persediaan (zero inventories), sebab dengan

adanya investasi gudang, biaya modal yang tertanam dalam persediaan,

biaya kemungkinan kerusakan bahan dan lain sebagainya. Produksi

berlebih adalah pemborosan yang paling parah diantara jenis pemborosan

lainnya. Kalau permintaan pasar sedang tinggi, pemborosan jenis ini

mungkin terlalu penting, namun dikala permintaan pasar sedang menyusut,

(17)

perusahaan mendapatkan kesulitan karena menyimpan barang yang tidak

terjual itu sebagai persediaan extra.

b. Menunggu

Yang dimaksud dengan menuggu ialah menunggu kedatangan material,

menunggu informasi, peralatan, perlengkapan dan semua hal yang

membuat organisasi berhenti beraktivitas sehingga menimbulkan

pemborosan. Pemborosan karena menunggu harus ini harus terungkap

kebenaran situasinya terlebih dahulu sebelum tindakan perbaikan

dilaksanakan. Suatu contoh yang salah menafsirkan situasi pemborosan

karena karena waktu menunggu adalah membiarkan mesin dan

operatornya menunggu pada saat pekerjaan yang diperlukan sudah selesai.

Bila hal ini dianggap sebagai pemborosan dan kemudian diatasi maka

dampaknya justru akan menimbulkan pemborosan karena produksi

berlebih yang lebih gawat. Dalam hal ini kita harus lebih cermat dalam

menilai situasi.

c. Transportasi

Yang di maksud transportasi dalam Lean Manufacturing adalah bahwa

transportasi suatu barang seharusnya dilaksanakan atau didatangkan

langsung menuju tempat dimana barang tersebut dapat langsung

digunakan sehingga tidak menimbulkan pemborosan lainnya yaitu

transportasi yang tidak perlu. Menurut Drs. H. A. Abbas Salim, SE., M. A.

(1993), hasil barang – barang jadi yang diproduksi oleh industri,

dipasarkan untuk dijual kepada perusahaan niaga dan konsumen akhir.

(18)

seterusnya. Pemborosan karena transportasi dan penanganan barang adalah

pemborosan yang sering kita jumpai di dalam pabrik. Barang yang sama

dapat saja ditangani berulang-ulang tanpa memberi nilai tambah.

Perencanaan yang buruk akan menyebabkan kegiatan transportasi

membengkak dan penanganan barang dilakukan berulang-ulang.

d. Aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah

Metode dalam pengolahan produksi dapat menjadi sumber dari

pemborosan yang seharusnya tidak perlu ada. Misalnya pengerjaan ulang

(reworking) karena seharusnya proses tidak perlu diulang apabila

dilakukan proses yang benar. Deburing (sisa produksi) karena produk

seharusnya dapat diproduksi tanpa sisa produksi apabila dilakukan dengan

desain yang tepat dan alat yang lengkap untuk pekerjaan tersebut dan

inspecting (pemeriksaan) karena produk seharusnya dapat diproduksi

dengan menggunakan Statistical Process Control (SPC) untuk

menghilangkan atau meminimalkan jumlas inspeksi yang diperlukan

dalam menjaga kualitas produk tersebut.

e. Persediaan Berlebih

Persediaan berlebih juga akan meningkatkan biaya produksi. Kelebihan

persediaan memerlukan penanganan extra, tempat extra, extra bunga yang

harus dibayar, extra karyawan, extra dokumen, dan lain-lain.

Berikut adalah beberapa prinsip untuk mengurangi persediaan berlebih :

- Singkirkan barang-barang yang tidak diperlukan lagi

- Jangan memproduksi barang yang tidak diperlukan untuk proses

(19)

- Jangan membeli atau membawa barang dalam ukuran lot besar

(meskipun penghematan dari diskon pembelian dalam jumlah besar,

mungkin lebih besar dari biaya pemborosan karena persediaan)

- Usahakan untuk memproduksi dalam lot kecil (mengurangi waktu

set-up atau tingkatkan frekuensi peralihan jenis produksi)

f. Gerakan yang berlebih/tidak diperlukan

Seorang pekerja dapat kelihatan sibuk selama tiga jam untuk

mondar-mandir mencari alat kerja ke semua sudut pabrik. Jelas ini merupakan

kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah sama sekali, hal ini justru

akan membebani biaya produksi dengan upahnya selama tiga jam yang

sia-sia. Di samping itu, hasil produksi menjadi tertunda dikirim kepada

pelanggan klarena lead time produksi bertambah. Contoh gerakan

mengambil dan mengembalikan benda dapat dihilangkan bila kita

meletakkan alat kerja berdekatan dengan penggunaannya. Berjalan

mondar-mandir dengan jarak yang cukup jauh adalah gerakan yang sia-sia,

khususnya bila operator diberi tanggung jawab untuk mengoperasikan

mesin. Mesin harus diletakkan dengan benar, saling berdekatan dengan

operator sehingga perjalanan kaki operator dapat dikurangi.

g. Pemborosan Karena Cacat Produksi

Bila cacat produksi terjadi pada satu pos produksi kerja, maka pada

umumnya operator pada pos kerja berikutnya akan menunggu. Waktu

terbuang percuma dan menambah biaya produksi. Lebih parah lagi apabila

barang-barang tersebut dikerjakan ulang (rework) atau bahkan produk

(20)

akan diperlukan untuk membongkar dan mereparasi produk itu, lagipula

tambahan komponen juga akan diperlukan dalam penaganan komponen

yang rusak. Otomatis jadwal produksi akan terganggu karena menunggu

proses penyelesaian tersebut. Memilah-milah komponen yang jelek juga

menyerap tambahan tenaga kerja sehingga meningkatkan jumlah biaya,

yang berarti pemborosan. Kasus yang lebih buruk lagi apabila pelanggan

menemukan cacat produksi setelah produk berada ditangannya. Tidak

hanya ongkos garansi dan ongkos kirim saja yang harus ditanggung, tetapi

juga pengorbanan citra perusahaan, peluang bisnis pendatang baru dan

pangsa pasar yang menyusut. Untuk menghindari masalah itu sebuah

sistem harus dikembangkan untuk menemukan dan mengenali cacat

produksi serta berbagai kondisi penyebab timbuknya cacat tersebut.

Dengan demikian, operator bisa melakukan tindakan perbaikan langsung.

h. Pekerja Yang Kurang Profesioanl

Yang dimaksud underutilzed people adalah pekerja yang tidak

mengeluarkan seluruh kemampuan yang dimilikinya baik dari segi mental,

kreativitas, serta skill dan kemampuan fisik dimana biasanya seorang

pekerja harus dapat mengoptimalkan seluruh kemampuan yang dimiliknya

demi kepentingan bersama. Beberapa penyebab pemborosan type ini

adalah : proses kerja yang jelek dan kurang teratur, budaya kerja yang

kurang positif atau tidak mendorong pekerjanya untuk berkembang,

praktek perekrutan para pekerja yang kurang selektif, training pegawai

yang kurang memadai atau bahkan tidak ada sama sekali training pegawai,

(21)

benar-benar mengerti pekerjaan serta segala detail dari perusahaan untuk

berkembang.

3. Tipe Sembilan Pemborosan

Tipe sembilan pemborosan yang ada dalam bidang industri dikenal

dengan istilah E-DOWNTIME, yaitu : (Vincent Gaspersz,2007)

a. E = Environmental, Health and Safety (EHS) adalah jenis pemborosan

yang tejadi karena kelalaian dalam memperhatikan hal-hal yang berkaitan

dengan prinsip-prinsip EHS.

b. D = Defects adalah jenis pemborosan yang terjadi karena kecacatan atau

kegagalan produk (barang/jasa).

c. O = Overproduction adalah jenis pemborosan yang terjadi karena

produksi berlebih dari kuantitas yang dipesan oleh pelanggan.

d. W = Waiting adalah jenis pemborosan yang terjadi karena menunggu.

e. N = Not utilizing employees knowladge skills and abilities adalah jenis

pemborosan sumber daya manusia (SDM) yang terjadi karena tidak

menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan karyawan

secara optimal.

f. T = Transportation adalah jenis pemborosan yang terjadi karena

transportasi yang berlebihan sepanjang proses value stream.

g. I = Inventories adalah jenis pemborosan yang terjadi karena inventories

yang berlebihan.

h. M = Motion adalah jenis pemborosan yang terjadi karena banyaknya

(22)

i. E = Excess processing adalah jenis pemborosan yang terjadi karena

langkah-langkah proses yang panjang dari yang seharusnya sepanjang

proses value stream.

4. Tipe Sepuluh Pemborosan

Dalam perspektif lain, kaufman consulting group (1999) telah

merumuskan 10 jenis pemborosan dalam industri manufaktur, dimana ke-10

jenis pemborosan itu dikelompokkan kedalam empat kategori utama yaitu

orang, kuantitas, kualitas dan informasi seperti yang ditunjukkan dalam

gambar 2.1 dan pendekatan untuk mereduksi pemborosan tersebut

ditunjukkan dalam tabel 2.1

(Sumber : Kaufman consulting group, 1999)

(23)

Tabel 2.1 Pendekatan untuk mereduksi pemborosan dalam industri manufaktur

Fixing defects Error (mistake), proofing, of order/job status by process element, timing/completion

( Sumber : Kaufman consulting group, 1999 )

2.2 Lean Manufacturing

2.2.1 Definisi Lean Manufacturing

Pengertian Lean manufacturing adalah suatu pendekatan sistemik untuk

mengidentifikasi dan mengeliminasi pemborosan melalui improvement atau

perbaikan dan pengembangan yang terus-menerus dan berkelanjutan, berusaha

membuat aliran industri dalam perusahaan menjadi lancar untuk berusaha menarik

(24)

sebuah filosofi, didasarkan pada TPS (Toyota Production System) yang bertujuan

untuk mengurangi waste melalui continuous improvement.

James womack dan daniel jones (1996) mendefiniskan Lean

Manufacturing sebagai suatu proses yang terdiri dari lima langkah diantaranya

adalah : mendefinisikan nilai bagi pelanggan, menetapkan value stream,

membuatnya ”mengalir”, ”ditarik” oleh pelanggan, dan berusaha keras untuk

mencapai yang terbaik. Untuk menjadi sebuah proses manufaktur yang Lean

diperlukan suatu pola pikir yang terfokus pada membuat produk mengalir melalui

proses penambahan nilai tanpa interupsi (one piece flow), suatu sistem ”tarik”

yang berawal dari permintaan pelanggan, dengan hanya menggantikan apa yang

diambil oleh proses berikutnya dalam interval yang singkat dan suatu budaya

dimana semua orang berusaha keras melakukan peningkatan secara

terus-menerus. ( Jeffery K. Liker, 2006).

Istilah ”Lean” yang dikenal luas dalam dalam dunia manufacturing

dewasa ini dikenal dalam berbagai istilah yang berbeda, seperti : Lean Production,

Lean Manufacturing, Toyota Production System, dan lain-lain. Namun Lean

dipercaya oleh sebagaian orang dikembangkan di Negara Jepang, khususnya

Toyota sebagai pelopor system Lean Manufacturing. Perusahaan dikatakan Lean

jika perusahaan tersebut telah menerapkan TPS (Toyota Production System) ke

dalam semua bagian proses produksinya karena yang pertama menerapkan sistem

Lean ini adalah perusahaan Toyota Motor Company. Ketika suatu perusahaan

sudah menerapkan sistem TPS (Toyota Production System) ini, langkah awal yang

bisa dilakukan oleh perusahaan adalah memeriksa proses manufaktur dari sudut

(25)

yang menambah nilai dan yang tidak menambah nilai. Dari waste yang berhasil

diminimalisasi ini diharapkan kepada pihak perusahaan untuk dapat

menjadikannya sebagai suatu standararisasi kerja. (Jeffery K. Liker, 2006).

Apabila hal diatas disederhanakan, maka dapat dikatakan suatu aktifitas

tergolong pemborosan secara umum apabila : (Jeffery K. Liker, 2006).

1. Melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat (tidak bernilai tambah)

2. Melebihi dari apa yang dibutuhkan

3. Tidak tepat guna/sasaran

Dalam istilah Toyota Production System (TPS) juga dikenal dengan Muda,

Mura, dan Muri, yang berarti :

1. Muda (waste) : tidak menambah nilai. Ini adalah aktifitas yang tidak berguna

yang memperpanjang lead time, menimbulkan gerakan tambahan untuk

memperoleh komponen atau peralatan, menciptakan kelebihan persediaan,

atau berakibat pada penambahan jenis waktu tunggu.

2. Mura (inconsistency) : adanya variasi dalam pembebanan kerja atau

ketidakseimbangan. Di sistem produksi yang normal, kadang-kadang terdapat

lebih banyak terdapat pekerjaan dibanding dengan yang dapat ditangani oleh

orang atau mesin yang ada, dan pada saat lain hanya ada sedikit pekerjaan.

Ketidakseimbangan diakibatkan oleh jadwal produksi yang tidak teratur atau

volume produksi yang berfluktuasi karena masalah internal, seperti kerusakan

mesin, kekurangan komponen, dan produk cacat. Muda berarti akibat dari

Mura. Ketidakseimbangan tingkat produksi berarti perlu memiliki peralatan,

material, dan orang-orang yang melakukan tingkat produksi yang tertinggi,

(26)

3. Muri (irrationality) : pembebanan yang melebihi kapasitas atau memberi

beban berlebih kepada orang atau peralatan. Dari sudut pandang tertentu, hal

ini merupakan ujung yang berseberangan dari spectrum Muda . Muri adalah

memanfaatkan mesin atau orang dibatas kemampuannya, membebani orang

secara berlebih akan menimbulkan masalah dalam keselamatan kerja dan

kualitas. Membebani peralatan secara berlebih menyebabkan kerusakan dan

produk cacat.

Implementasi Lean Manufacturing adalah menfokuskan diri mendapatkan

hal yang tepat pada tempat yang tepat, pada waktu yang tepat dalam jumlah yang

tepat untuk mencapai aliran kerja yang sempurna di saat yang sama meminimasi

pemborosan dan menjadi fleksible (mudah berubah). Implementasi Lean

Manufacturing pertama kali diperkenalkan oleh Taiichi Ohno dari Toyota Motor

Company, sebuah perusahaan raksasa dunia yang sangat agresif dalam

improvement. Lean Manufacturing diharapkan produk atau komponen tersedia

tepat pada waktunya, dalam jumlah yang tepat dan pada tempat yang tepat pula.

Dengan demikian persediaan dapat ditekan seminim mungkin dan proses produksi

akan menjadi mengalir, tidak tersendat-sendat. (Jeffery K. Liker, 2006).

Lean Manufacturing menyaring intisari dari pendekatan Lean ke dalam

lima langkah utama (Hines & Taylor, 2000) yaitu :

1. Specify value (mendefinisikan nilai bagi pelanggan), yaitu mengidentifikasi

nilai (value) produk berdasarkan perspektif pelanggan, dimana pelanggan

menginginkan produk berkualitas tinggi dengan harga yang kompetitif dan

(27)

2. Identify whole value stream (menetapkan value stream), yaitu

mengidentifikasi semua langkah – langkah yang diperlukan untuk mendesain,

memesan dan memproduksi barang atau produk ke dalam whole value stream

untuk mencari non value added activity (aktivitas yang tidak memberikan nilai

tambah).

3. Flow (mengalir), yaitu membuat value flow untuk semua aktifitas yang

memberikan nilai tambah disusun dalam suatu aliran yang tidak terputus

(continuous).

4. Pulled (ditarik oleh pelanggan), yaitu mengorganisasikan agar material,

informasi dan produk mengalir lancar dan tepat sepanjang proses value stream

dengan pull system.

5. Perfection (pencapaian yang terbaik), yaitu mengejar keunggulan untuk

mencapai kesempurnaan (zero waste) melalui perbaikan yang dilakukan

secara terus – menerus sehingga waste yang terjadi dapat dihilangkan secara

total dari proses yang ada.

2.2.2 Prinsip-Prinsip Lean Manufacturing

Prinsip Lean Manufacturing sejatinya telah digunakan oleh Henry Ford

sejak awal tahun 1920, dan terbukti telah membuat Ford Motor Company menjadi

perusahaan otomotif terbesar kedua di dunia. Henry Ford berkata “ salah satu

pencapaian kami (Ford Group) mampu menjaga produk Ford menjadi tetap

rendah, yaitu semakin lama sebuah produk dalam proses manufaktur , maka total

(28)

Dalam penerapan metode Lean Manufacturing terdapat prinsip – prinsip

yang perlu diperhatikan antara lain :

1. Menyempurnakan mutu pertama kali, mencari nol cacat, pernyataan dan

pemecahan permasalahan pada sumbernya.

2. Meminimalkan barang sisa, penghapusan semua aktivitas yang tidak

menambahkan nilai dan memaksimalkan penggunaan sumber daya (modal,

orang – orang dan area).

3. Peningkatan yang berkelanjutan, mengurangi biaya – biaya, meningkatkan

mutu, dan berbagi informasi.

4. Proses penarikan yaitu produk ditarik dari pelanggan terakhir, yang tidak

mendorong dari akhir produksi.

5. Fleksibilitas, produksi produk yang berbeda (mixed production) atau

keanekaragaman produk yang lebih besar dengan cepat, tanpa mengorbankan

efisiensi pada volume produksi lebih rendah.

6. Bangunan dan pemeliharaan adalah suatu hubungan jangka panjang dengan

para penyalur melalui berbagai resiko kolaboratif, biaya dan pengaturan

informasi..

7. Autonomation, leveling and production flow and visual control.

2.2.3 Pengembangan Lean Manufacturing

Dalam usaha untuk meminimalisasi atau menghilangkan pemborosan, para

pemakai Lean Manufacturing System memakai berbagai macam alat yang disebut

juga Lean Building. Yang patut dicatat adalah telah terbukti bahwa para pemakai

(29)

menyadari bahwa meskipun program ini hanya dapat dijalankan sebagai program

yang berdiri sendiri, hanya sedikit sekali yang yang mempunyai dampak positif

yang signifikan bagi perusahaan ketika ia dijalankan sendiri. Sedangkan cara yang

benar adalah implementasi Lean Manufacturing System harus mempunyai dampak

ke seluruh aspek (overall) dan bahwa mengimplementasikan program ini tidak

sesuai dengan aturan yang berlaku, mungkin bisa menimbulkan efek yang negatif

bagi perusahaan. (Suzaki, 1997).

Berikut ini merupakan daftar alat/tools yang telah bisa digunakan dalam

program Lean Manufacturing System : (Jeffery K. Liker, 2006).

1. 5S atau WorkPlace Organizations (pengaturan tempat kerja).

Tabel 2.6 Tabel 5S dalam 2 bahasa

Japanese ”S” American ”S”

Seiri (Organizations) Sort

Seiton (Tidiness) Set in Order

Seiso (Purity) Shine

Seiketso (CleanLiness) Standardize Shitsuke (Discipline) Sustain

Metode 5S atau WorkPlace Organizations (pengaturan tempat kerja) yaitu

metode untuk mengorganisasi dan menstandarkan tempat kerja. Hal tersebut

digunakan karena metode 5S merupakan salah satu metode yang paling

mudah dan paling cepat dapat dioperasikan dalam mengimplementasikan Lean

Manufacturing dan yang paling penting adalah metode ini dapat

diimplementasikan kedalam ke senmua bagian dalam perusahaan. Karena

yang dilakukan 5S adalah mengatur tempat kerja agar lebih teratur sehingga

proses kerja dapat berjalan dengan lebih mudah. Metode ini dapat dilakukan

sesuai dengan kondisi yang terjadi di lapangan seperti perlengkapan alat/tools

(30)

mengurangi pemborosan (waste) yang terjadi pada tempat kerja, posisi barang

atau mesin lebih teratur, dan semua hal yang berhubungan dengan perbaikan

lingkungan kerja secara menyeluruh. Berikut adalah kelima S tersebut (Seiri,

Seiton, Seiso, Seiketsu, dan Shitsuke) yang diterjemahkan dalam bahasa

indonesia menjadi 5 R :

a. Ringkas (memilah) : pilahlah barang-barang dan simpan hanya yang

diperlukan dan singkirkan yang tidak diperlukan.

b. Rapi (menata) : Setiap barang memiliki tempat dan setiap barang ada di

tempatnya.

c. Resik (membersihkan) : proses pembersihan seringkali berbentuk

pemeriksaan yang mengungkapkan abnormalitas dan kondisi sebelum

terjadinya kesalahan yang dapat berdampak buruk terdapat kualitas atau

menyebabkan kerusakan pada mesin.

d. Rawat (menciptakan aturan) : kembangkan sistem dan prosedur untuk

mempertahankan dan memonitor ketiga R yang pertama.

e. Rajin (mendisiplinkan diri) : menjaga tempat kerja agar tetap stabil

merupakan proses yang terus-menerus dari peningkatan

berkesinambungan.

Pengendalian visual dari sistem Lean Manufacturing yang

direncanakan dengan baik berbeda dai membuat operasi produksi massal

menjadi rapi dan bersih. Sistem Lean Manufacturing menggunakan 5R untuk

mendukung tercapainya sebuah proses yang mengalir lancar tepat waktu. 5R

juga merupakan sebuah alat untuk membantu mengungkapkan masalah dan

(31)

visual dari sebuah sistem Lean Manufacturing yang direncanakan dengan

baik. (Osada, 2002).

2. Visual Control

Metode visual control adalah sebuah alat komunikasi yang digunakan dalam

proses produksi untuk memberitahukan kepada para karyawan bagaimana cara

bekerja yang baik dan hal-hal apa saja yang menyimpang dari standar. Visual

control ini dapat membantu karyawan yang ingin melakukan pekerjaannya

dengan baik agar dengan segera dapat melihat bagaimana mereka melakukan

pekerjaanya. Dalam arti yang lebih luas, pengendalian visual berkaitan dengan

perancangan informasi just In time dari semua jenis pengendalian untuk

memastikan pelaksanaan operasi dan proses yang tepat dan cepat. Contoh

visual control adalah working instruction, label merah atau kuning, garis

pembatas lantai, lampu andon, kartu kanban, visual control board, gambar

standar operasi, display cacat, dan lain-lain.

3. Pull System (sistem tarik) secara sederhana dapat di gambarkan sebagai

sebuah situasi yang berdasarkan sistem made to order, yaitu suatu sistem

dimana perusahaan melakukan proses produksi berdasarkan jumlah

permintaan konsumen. Aliran bahan baku merupakan kebalikan dengan arah

aliran dokumen. Kontrol aliran kerja berdasarkan permintaan konsumen dan

peramalan. Dengan permintaan konsumen, bahan baku dan kapasitas produksi

telah direncanakan sebaik mungkin. Aliran bahan baku dan aliran informasi

berjalan searah dan sistem ini pada umumnya sesuai untuk situasi make to

stock. Push system ini juga meliputi sistem perencanaan menggunakan MRP

(32)

4. Kanban adalah salah satu bentuk sinyal yang sederhana. Jika ada kanban yang

dikirimkan, itu berarti bahwa kanban dan part yang tercatat dalam kanban

tersebut harus dikirimkan kelokasi berikutnya.

2.3 Langkah – Langkah Lean Manufacturing

Dalam lean manufacturing terdapat langkah – langkah pengerjaan guna

mendapatkan hasil penelitian yang optimal, yaitu dengan membuat : (Hines, P. &

D. Taylor, 2000)

1. Big Picture Mapping

Big picture mapping adalah pemetaan proses pada level tinggi yang melingkupi

proses secara luas namun dengan tingkat kedetailan yang masih rendah. Peta

gambar besar atau Big Picture Mapping merupakan sebuah alat yang diadopsi

dari sistem produksi Toyota. Alat ini sangat membantu dalam mengidentifikasi

terjadinya pemborosan (waste). Pemborosan dapat diketahui dengan

mengetahui aliran fisik dan aliran informasi dari perusahaan dan

menggambarkannya dalam satu kesatuan. Selain itu peta gambar besar atau Big

Picture Mapping sangat berguna untuk dilakukan sebelum membuat detailed

mapping dari proses manapun. Dengan membuat Big Picture Mapping maka

dapat membantu untuk menggambarkan aliran yang ada, membantu

menemukan lokasi waste, menyatukan penerapan dari kelima prinsip Lean,

membantu untuk memutuskan siapa yang menjadi anggota tim untuk

implementasi, memperlihatkan hubungan antara sistem informasi dengan aliran

(33)

Ada lima langkah yang perlu dilakuakan untuk membentuk Big Picture

Mapping yaitu :

a. Fase pertama, mengidentifikasikan kebutuhan pelanggan.

Beberapa perlu dijawab pada fase ini. Misalnya, seberapa banyak pelanggan

membutuhkan barang tertentu tiap tahun, bagaimana pola pemesanannya,

berapa ukuran pesanan biasanya, berapa banyak pelanggan biasanya

menyimpan persediaan, berapa sering pengiriman dilakukan, serta hal-hal lain

yang relevan.

b. Fase kedua, Information flows

Pada fase ini, ditambahkan aliran informasi yang melintasi proses yang

ditinjau. Untuk melengkapi fase ini perlu dicari tahu apakah informasi yang

diberikan pelanggan ke perusahaan (ramalan, call-off, dan sebagainya),

kebagian mana informasi-informasi tersebut disampaikan, berapa lama

menunggu sebelum informasi tersebut diproses, pihak mana saja atau siapa

saja yang dilewati sampai informasi tersebut mengalir ke bagian hulu

perusahaan (supplier), serta informasi-informasi apa yang perusahaan berikan

ke supplier.

c. Fase ketiga adalah menambahkan aliran fisik pada peta tersebut.

Aliran fisik yang berasal dari luar dan ke luar perusahaan maupun yang ada di

dalam perusahaan harus sama-sama ditambahkan. Informasi seperti pola

pengiriman dari supplier, ukuran pengiriman, rata-rata waktu tunggu sebelum

pesanan dikirim,. Selanjutnya, untuk aliran internal perlu diidentifikasikan

langkah-langkah kunci yang terlibat, di mana saja persediaan biasanya

(34)

masing-masing kegiatan tersebut dilakukan, titik mana merupakan bottleneck, dan

sebagainya.

d. Fase keempat adalah hubungkan aliran fisik dan aliran informasi.

Di sini diperlukan informasi di mana informasi seperti rencana material atau

rencana produksi turun menjadi pemicu adanya aliran fisik dan sebaliknya.

Sebagai contoh, rencana produksi diuraikan menjadi jadwal produksi harian

sehingga dapat menjadi pedoman untuk memindahkan material dari gudang

ke lantai produksi dan menjadi instruksi kerja operator di lantai produksi

untuk mengerjakan suatu produk. Sebaliknya, ada aliran dari bagian bawah ke

bagia atas dari peta yang dibuat. Misalnya, hasil kegiatan inspeksi material

akan memberikan informasi tentang reject rate. Informasi ini akan masuk ke

bagian perencanaan material sehingga bisa digunakan sebagai dasar untuk

memperbaiki atau membuat rencana baru.

e. Fase kelima adalah melengkapi peta di atas dengan informasi lead time dan

value adding time dari keseluruhan proses. Informasi ini ditempatkan di

bagian bawah dari peta.

Berikut ini adalah simbol-simbol yang digunakan dalam Big Picture

Mapping (BPM) :

Sumber : Hines, P. & D. Taylor, 2000. ”Going Lean”.

(35)

Untuk menggambarkan Peta gambar besar atau Big Picture Mapping

terlebih dahulu tentukan lambang dari tiap komponen yang ada antara lain :

pemasok/konsumen (supplier/customer), kotak informasi (information box), kotak

waktu (timing box), kotak pengerjaan ulang (rework box), titik persediaan

(inventory point), titik inspeksi (quality check point), stasiun kerja dengan waktu

(work station with timing), aliran informasi (information flow), aliran fisik

(physical flow), kotak proses stasiun kerja (work station process box), aliran fisik

antar perusahaan (inter company physical flow).

2. Kuisioner atau Formulir

Kuisioner atau formulir digunakan untuk mendapatkan ranking dan rata – rata

pemborosan (waste) yang paling berurutan.

a. Kuisioner

Tabel 2.2 Kuisioner

(Sumber : Budi Utomo Rachman, 2010)

Keterangan : Tipe pemborosan (waste) yang digunakan telah menjadi

ketetapan, sedangkan skor 0 – 5, kemudian dirangking

(36)

b. Formulir

Tabel 2.3 Formulir

(Sumber : Danang Prasetyo,2010 dalam Vincent Gasperz, 2007)

Keterangan: - Skor yang digunakan 0 – 4.

-Untuk kolom tipe waste (#1 - #9) ditulis berdasarkan tipe

pemborosan 9 waste dan skor ditulis berdasarkan pengamatan di

perusahaan yang diteliti.

-Untuk kolom rangking ditulis bobot rangking, stasiun kerja yang

memiliki waste terbesar diberi rangking 1, kemudian stasiun kerja

yang memiliki waste terbesar kedua diberi rangking 2, begitu

(37)

3. Value Stream Analysis Tools (VALSAT)

Value Stream Mapping Tools (VALSAT) adalah alat yamg berfungsi untuk

memilih alat dari pemetaan aliran proses yang nantinya akan digunakan

sebagai pedoman dalam mengidentifikasi pemborosan (waste). Value stream

analysis tools merupakan tools yang tepat untuk memetakan secara detail

waste pada aliran nilai yang fokus pada value adding process dan non-value

adding process. VALSAT merupakan tool yang dikembangkan oleh Hines

dan Rich (1997) untuk mempermudah pemahaman terhadap value stream yang

ada dan mempermudah untuk membuat perbaikan berkenaan dengan waste

yang terdapat dalam value stream. VALSAT merupakan pembobotan

waste-waste, kemudian dari pembobotan tersebut dilakukan pemilihan terhadap tool

dengan menggunakan matrik. Pada proses ini dilakukan proses pemetaan dari

future state yang diusulkan. Alasan yang mendasari pengumpulan dan

penggunaan serangkaian tool ini adalah untuk membantu para peneliti atau

para praktisi dalam mengidentifikasikan pemborosan pada individual value

stream dan mendapatkan jalan yang tepat untuk menghilangkannya. Berikut

ini adalah tools yang digunakan pada value stream mapping yang akan

ditunjukkan pada tabel 2.4 . (Moses L. Singgih dan Ucok James MP

(38)

Tabel 2.4 Value Stream Analysis Tools

(Moses L. Singgih dan Ucok James MP Marpaung, 2008)

Notes : H : high correlation and usefulness

M : medium correlation and usefulness

L : low correlation and usefulness

Keterangan : H (high correlation) : faktor pengali = 9

M (medium correlation) : faktor pengali = 3

L (low correlation) : faktor pengali = 1

Selanjutnya akan dilakukan pemilihan pemetaan yang tepat dalam value

stream dengan menggunakan VALSAT (Value Stream Analysis Tools). Cara

perhitungannya adalah hasil dari rata-rata waste dikalikan dengan besar

pembobotan yang terdapat pada tabel VALSAT . Dari ketujuh tool tersebut akan

digunakan untuk memahami kondisi yang terjadi di lantai produksi, penggunaan

tool tersebut dilakukan dengan melakukan pemilihan dengan menggunakan

matrik. Untuk langkah penting dalam pemilihan tool yang sesuai dengan kondisi

(39)

ini merupakan hal yang sangat penting sekali karena dengan pembobotan waste

yang sempurna maka tool yang akan datang juga tepat sehingga mudah dalam

melakukan usulan perbaikan.

Untuk lebih jelasnya berikut detail dari ketujuh tools yang dikemukakan

oleh Hines dan Rich (1997) dalam VALSAT :

a. Process Activity Mapping (PAM)

Tool ini digunakan untuk membuat detailed mapping dalam order fulfillment

process. Secara lebih luas kita menggunakannya untuk mengidentifikasi lead

time baik dari aliran fisik produk maupun aliran informasi, tidak hanya di area

pabrik tetapi juga pada area lainnya dalam supply chain, mengeliminasi

pemborosan pada tempat kerja dan menyediakan goods dengan kualitas tinggi

serta pelayanan yang mudah, cepat dan tidak mahal. Dasar pendekatan ini

adalah mencoba untuk mengeliminasi aktivitas yang tidak perlu,

menyederhanakan, mengkombinasi serta mencari perubahan rangkaian yang

akan mengurangi pemborosan.

Empat tahap pendekatan Process Activity Mapping secara umum adalah :

v Memahami aliran proses kemudian mengidentifikasi pemborosan

v Mempertimbangkan apakah proses dapat di arrange ulang pada rangkaian

yang lebih efisien.

v Mempertimbangkan aliran yang lebih baik, melibatkan aliran layout dan

rute transportasi yang berbeda.

v Mempertimbangkan apakah segala sesuatu yang telah dilakukan pada

tiap-tiap stage benar-benar perlu dan apa yang akan terjadi jika hal-hal yang

(40)

Dalam tool ini aktivitas dikategorikan dalam beberapa kategori, seperti :

operation (operasi), transport (transportasi), inspection (pemeriksaan),

storage (penyimpanan) dan delay (menunggu). Untuk membuat Process

Activity Mapping, dilakukan dengan cara membuat analisa persiapan

proses kemudian dilakukan pencatatan secara detail dari permintaan

barang pada tiap proses. Hasilnya adalah peta proses, dimana tiap-tiap

langkah telah dikategorikan dalam berbagai macam tipe aktivitas.

b. Supply Chain Response Matrix

Tool ini merupakan sebuah diagram sederhana yang berusaha

menggambarkan the critical lead time constraint untuk setiap bagian

proses dalam supply chain, yaitu cumulative lead time di dalam distribusi

sebuah perusahaan baik suppliernya dan downstream retailernya. Diagram

ini terdapat 2 axis dimana untuk vertical axis menggambarkan rata-rata

jumlah inventory (hari) dalam setiap bagian supply chain. Sedangkan

untuk horizontal axis menunjukan comulative lead timenya.

c. Production Variety Funnel

Pendekatan ini sama dengan metode analisa IVAT yang melihat operasi

internal perusahaan sebagai aktivitas yang disesuaikan ke I, V, A, atau T

merupakan pemetaan visual yang mencoba memetakan jumlah variasi

produk tiap tahapan proses manufaktur. Tools ini dapat digunakan untuk

mengidentifikasi titik dimana sebuah produk generic diproses menjadi

beberapa produk yang spesifik. Tool ini dapat digunakan untuk membantu

menentukan target perbaikan, pengurangan inventory dan membuat

(41)

d. Quality Filter Mapping

Pendekatan Quality Filter Mapping merupakan tool baru yang digunakan

untuk mengidentifikasi dimana keberadaan masalah kualitas pada rantai

persediaan. Peta ini memperlihatkan tiga tipe cacat kualitas yang berbeda

yang terdapat pada value stream yaitu :

v Product defect : cacat pada fisik produk yang lolos dari proses inspeksi dan sampai ke tangan konsumen.

v Scrap defect : cacat yang ditemukan pada proses inspeksi

v Service defect : permasalahan dari konsumen yang tidak secara langsung berhubungan dengan produk, tetapi dengan tingkat pelayanan

dari perusahaan.

Ketiga tipe defect tersebut digambarkan secara letitudinal sepanjang

supply chain. Pendekatan ini dirancang untuk membangun tingkat kualitas

baik internal maupun eksternal semaksimal mungkin seperti yang di

inginkan oleh konsumen (customer needs).

e. Demand Amplification Mapping

Merupakan diagram yang menggambarkan bagaimana demand

berubah-ubah sepanjang jalur supply chain dalam interval waktu tertentu. Informasi

yang dihasilakn dari diagram ini merupakan dasar untuk mengatur

fluktuasi dan menguranginya, membuat keputusan berkaitan dengan value

stream configuration. Dalam diagram ini vertical axis menggambarkan

interval waktu, grafik di dapatkan untuk setiap chain dari supply chain

(42)

f. Decision Point Analysis

Merupakan tool yang digunakan untuk menentukan titik dimana aktual

demand dilakukan dengan sistem pull sebagai dasar untuk membuat

forecast pada sistem push pada supply chain atau dengan kata lain titik

batas dimana produk dibuat berdasarkan demand aktual selanjutnya

produk harus dibuat dengan melakukan forecast. Dengan tool ini dapat

diukur kemampuan dari proses upstream dan downstream berdasarkan

titik tersebut, sehingga dapat ditentukan filosofi pull (tarik) atau push

(tekan)yang sesuai.

g. Phisical Structure

Tool ini digunakan untuk memahami kondisi dan fungsi bagian-bagian

dari supply chain untuk berbagai level industri. Dengan pemahaman

tersebut dapat dimengerti kondisi industri tersebut, bagaimana beroperasi

dan dapat memberikan perhatian pada level area yang kurang diperhatikan.

Untuk level yang lebih kecil tool ini dapat menggambarkan inbound

supply chain di lantai produksi.

4. Fish Bone Chart (Diagram Tulang Ikan)

Fish Bone Chart adalah sebuah diagram yang menunjukkan hubungan antara

karakteristik mutu dan faktor penyebab kecacatan/pemborosan. Diagram ini

berbentuk tulang ikan karena itu disebut juga diagram tulang ikan. Fish Bone

Chart merupakan alat formal yang digunakan untuk menunjukkan penyebab

potensial dari kecacatan/pemborosan. Ruas utama sebelah kanan menunjukkan

masalah yang terjadi. Cabang utama dikaitkan pada penyebab utama dan

(43)

masalah utama yang potensial harus segera dicari tahu dan dianalisa saat

masalah diidentifikasi. Metode tukar pikiran digunakan untuk menentukan

penyebab dari akibat yang dihasilkan dalam mendesain sebuah diagram sebab

akibat. (Sutalaksana. 1979).

Gambar 2.3 Fish Bone Chart

Di dalam Fish Bone Chart terdapat beberapa faktor yang menjadi

penyebab pemborosan (waste),yaitu : (Sutalaksana. 1979)

a. Machines (mesin)

Pada faktor machines (mesin) yang menjadi akar penyebab pemborosan

(waste) adalah operation machines (operasi mesin) dan setting mesin dan

kondisi komponen pada mesin.

b.Man (manusia)

Pada faktor man (manusia) yang menjadi akar penyebab pemborosan (waste)

adalah health (kesehatan), food (makanan yang dikonsumsi), networking

(jaringan kerja), rest (waktu istirahat).

c. Environment (lingkungan kerja)

Pada faktor environment (lingkungan kerja) yang menjadi akar penyebab

(44)

d. Methods (metode kerja)

Pada faktor methods (metode kerja) yang menjadi akar penyebab pemborosan

(waste) adalah work (pengimplementasian metode kerja) dan setting

(ketepatan susunan metode kerja).

e. Materials (bahan baku)

Pada faktor Materials (bahan baku) yang menjadi akar penyebab pemborosan

(waste) adalah Hardness (tingkat kekerasan material) dan colours (warna

material).

Dari faktor – faktor tersebut dapat dilihat akibatnya, seperti : defect /

waste. Sehingga akan diketahui secara rinci akar penyebab dari waste pada suatu

perusahaan yang diteliti.

5. Failure Mode Effect and Analysis (FMEA)

FMEA digunakan sebagai teknik evaluasi tingkat kehandalan untuk

menentukan efek dari kegagalan sistem. Kegagalan digolongkan berdasarkan

dampaknya pada kesuksesan suatu misi dan keselamatan anggota atau

peralatan. Konsep FMEA ini berubah ketika diterapkan pada kondisi

manufaktur modern yang memproduksi produk-produk konsumsi. Pada

produsen dari produk-produk konsumsi tersebut kemudian menetapkan

beberapa prioritas baru, termasuk kepuasan dan keselamatan konsumen.

(Haviland, 1998).

Secara umum Failure Mode Effect and Analysis didefinisikan sebagai sebuah

teknik yang mengidentifikasi tiga hal, yaitu (1) Penyebab kegagalan yang

(45)

kegagalan tersebut. (3) Tingkat kekritisan efek kegagalan terhadap fungsi

produk atau proses. (Haviland, 1998).

FMEA merupakan tool dalam menganalisis kehandalan (reliability) dan

penyebab kegagalan untuk mencapai persyaratan kehandalan dan keamanan

produk dengan memberikan informasi dasar mengenahi prediksi kehandalan,

desain produk, dan desain proses. Dalam FMEA terdapat beberapa hal yang

berpengaruh, antara lain :

a. Rating keparahan (severity) adalah rating yang berhubungan dengan

tingkat keparahan efek yang ditimbulkan oleh mode kegagalan. Efek

dirating pada skala satu sampai sepuluh, dengan sepuluh sebagai tingkat

yang paling parah. Sumber fundamental dari kegagalan menyangkut

berbagai aspek dari desain, pemilihan material, kekurangan atau

kelemahan material, fabrikasi dan pemrosesan, pengerjaan ulang,

perakitan, inspeksi, uji coba atau testing, pengendalian kualitas (quality

control), penyimpanan, pengiriman, kondisi kerja, pemeliharaan, dan

penyimpanan yang tidak terduga akibat kelebihan beban atau kerusakan

mekanis atau kimia dalam kerja. Terkadang pula, lebih dari satu sumber

tersebut memberikan kontribusi kegagalan. (Ford Motor Company, 1992).

b. Rating kejadian (occurrence) adalah rating yang berhubungan dengan

estimasi jumlah kegagalan kumulatif yang muncul akibat suatu penyebab

tertentu pada elemen dengan jumlah yang ditentukan yang diproduksi

dengan metode pengendalian yang digunakan pada saat ini. Rating

kejadian ini diestimasikan dengan jumlah kegagalan kumulatif yang

(46)

Failure)/1000. CNF/1000 dapat diestimasikan dari sejarah tingkat

kegagalan proses manufaktur dan komponen yang mirip atau yang dapat

mewakili jika estimasi dari kegagalan dari komponen yang dimaksud tidak

dapat ditentukan.

c. Rating deteksi (detection) tergantung pada metode pengendalian yang

digunakan pada saat ini. Rating deteksi adalah ukuran kemampuan metode

tipe (2) untuk mendeteksi penyebab atau mekanisme kegagalan atau

kemampuan pengendalian metode tipe (3) untuk mendeteksi kegagalan.

Satu nilai deteksi diberikan pada sistem pengendalian yang digunakan saat

ini yang memiliki kemampuan untuk mendeteksi penyebab atau mode

kegagalan. Metode pengendalian dapat dikelompokkan dan dipandang

sebagai sebuah sistem jika beroperasi secara independen.

Tahapan FMEA diantaranya adalah sebagai berikut : (Stam, 1998)

a. Identifikasi sistem dan elemen system

b. Mengidentifikasi kegagalan dan efeknya. Failure adalah keadaan dimana

suatu sistem tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Effect of

Failure merupakan konsekuensi yang ditimbulkan oleh suatu kegagalan.

c. Menentukan tingkat keparahan dari suatu kegagalan (severity). Tim FMEA

dapat menentukan kriteria severity sendiri atau menggunakan kriteria.

d. Menentukan occurrence. Occurrence menyatakan frekuensi atau jumlah

kegagalan yang terjadi karena suatu penyebab. Tingkat occurrence dimulai

dari angka 1 (tingkat kejadian rendah) hingga 10 (tingkat kejadian sering).

(47)

e. Menentukan tingkat deteksi (detection). Tingkat deteksi menyatakan

tingkat ketelitian suatu metode deteksi untuk mendeteksi kegagalan.

Tingkat deteksi mulai dari angka 1 sampai 10. Semakin kecil tingkat

deteksi, maka semakin tinggi kemampuan metode deteksi untuk

mendeteksi kegagalan. Apabila metode deteksi lebih dari satu, maka

diberikan nilai deteksi terendah. Apabila nilai deteksi tidak dapat

ditentukan, maka nilai deteksi yang digunakan adalah 10.

f. Menghitung Risk Priority Number (RPN). RPN menyatakan tingkat resiko

dari suatu kegagalan. Angka RPN berkisar antara 1-1000, semakin tinggi

angka RPN, maka semakin tinggi resiko suatu potensi kegagalan terhadap

sistem, desain, proses maupun pelayanan. RPN = Severity x Occurrence x

Detection.

g. Memberikan rekomendasi tindakan untuk mengurangi tingkat resiko

(48)
(49)

(Sumber : Danang Prasetyo, 2010)

2.5 Sampel Non Probabilitas

Yang termasuk metode penarikan sampel non probabilitas adalah Purposive

Sampling, yaitu metode penarikan sampel dimana sampel diplih berdasarkan

pertimbangan peneliti bahwa unit atau unsur penarikan sampel tersebut akan dapat

membantu menjawab pertanyaan riset yang sedang dikerjakan. Pada penarikan

jenis sampel non probabilitas ini, unsur dari suatu populasi memiliki peluang yang

berbeda untuk terpilih menjadi sampel. Yang dipertimbangkan untuk menjadi

sampel hanya orang-orang yang dianggap ahli. (Siti Jahrah, 2005)

2.6 Uji Reliabilitas

Reliabilitas didefinisikan sebagai ukuran seberapa besar keandalan suatu

instrumen/alat pengumpulan data. Keandalan suatu instrumen dalam melakukan

penelitian mempunyai arti sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya

untuk mencapai tujuan dari penelitian. Dalam penerapannya untuk kuisioner,

keandalan berarti berapa kalipun variabel-variabel pada kuisioner tersebut

(50)

menyimpang terlalu jauh dari rata-rata jawaban responden untuk variabel tersebut

atau dengan kata lain reliabilitas dapat menunjukkan konsistensi suatu alat

pengukur didalam mengukur gejala yang sama.

Salah satu cara untuk menghitung reliabilitas adalah dengan rumus alpha.

Rumus alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya bukan

1 dan 0, misalnya kuisioner atau soal bentuk uraian.

Rumus formula Alpha :

K S² j α = − ( 1 -  ) K – 1 S² x

Keterangan :

α = Koefisien reliabilitas Alpha K = Banyaknya belahan

S² j = Varians skor belahan S² x = Varians skor total

2.7Peneliti Terdahulu

Dari penelitian yang sudah ada dengan menggunakan pendekatan ataupun

penerapan Lean Manufacturing, diantaranya adalah :

1. Catur Jurniati Utami, (2009) denagn judul : Pengurangan Waste Di Lantai

Produksi Dengan Penerapan Lean Manufacturing Guna Meningkatkan

Produktivitas Kerja Perusahaan Di PT. Pabrik Karung Rosella Baru (PTPN)

Surabaya. Tujuan dari penelitian ini adalah mengurangi pemborosan di lantai

produksi di PT. Pabrik Karung Rosella Baru (PTPN) Surabaya guna

memberikan nilai tambah bagi perusahaan (keuntungan).

PT. Pabrik Karung Rosella Baru (PTPN) merupakan salah satu pabrik

Gambar

gambar besar atau Big Picture Mapping merupakan sebuah alat yang diadopsi
Tabel 2.2 Kuisioner
Tabel 2.3 Formulir
Tabel 2.4 Value Stream Analysis Tools
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ekstrak etanol buah pepino putih dan ungu mempunyai daya peredam radikal bebas terhadap DPPH yang ditetapkan secara reaksi warna dan spektrofotometri sinar tampak. Daya

Kondisi demikian disebabkan oleh luasan pelat penyerap meningkat sesuai dengan jumlah tingkat yang digunakan, selain itu luasan kaca penutup yang berfungsi

Persaingan yang ketat dengan produk sejenis yaitu kecap ABC (PT.Heinz ABC Indonesia), kecap Indofood, kecap Sedaap, dan produk lokal daerah lainnya mengharuskan

Pengaruh Konsentrasi Insektisida Profenofos terhadap Fisiologis Ikan Nila Merah Oreochromis niloticus.. Usaha Pengendalian Pencemaran Lingkungan Akibat Penggunaan

Permasalahan yakni tingkat suku bunga berpengaruh terhadap penyaluran kredit konsumtif pada Bank Rakyat Indonesia (PERSERO) TbkcabangGowa.Tujuan Penelitian untuk

Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dengan menggunakan integrasi metode servqual dan model kano di Rumah sakit bunda thamrin. Depok : FT

Saran yang dapat diberikan demi peningkatan responsivitas pelayanan publik di puskesmas Jeruk Surabaya, yaitu perlu dibentuk tim yang bertugas untuk

TUGAS KELOMPOK III: HARAPAN KEPADA KELAS DAN PENCAPAIAN KOMPETENSI PELATIHAN JARAK JAUH (PJJ) MANAJEMEN PERPUSTAKAAN TAHUN 2021.. BALAI DIKLAT KEAGAMAAN SEMARANG