• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesimpulan dan Saran

Dalam dokumen DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI TERHADAP UPAYA (Halaman 32-39)

10.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dampak Kebijakan Ekonomi Terhadap Upaya Peningkatan Daya Saing Sayur dan Buah Lokal Pasca ACFTA, maka dapat disimpulkan beberapa hal:

1) Perdagangan Indonesia mengalami masalah dalam daya saing baik produksi maupun besaran laju perubahan nilai tambah per unit input yang dicapai oleh perusahaan. Lemahnya dayasaing produk ekspor Indonesia karena sejumlah faktor yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi seperti: (1) biaya pengurusan kontainer di pelabuhan (THC) masih tertinggi di ASEAN ditambah biaya parkir dan lewat kontainer yang dinilai memberatkan, (2) adanya biaya pungutan liar (pungli) yang minimal 7,5% dari biaya ekspor baik itu ditemui di jembatan timbang, jalan raya, pelabuhan, dan pelayanan perijinan baik di pusat maupun daerah, (3) masalah struktural yang dihadapi industri yang belum tuntas digarap secara serius seperti masih sangat tingginya kandungan impor bahan baku, bahan antara, dan komponen untuk seluruh industri, yang berkisar antara 28-90 persen, masalah lain seperti lemahnya penguasaan dan penerapan teknologi, rendahnya produktivitas tenaga kerja industry, belum terintegrasinya UMKM dalam satu mata rantai pertambahan nilai dengan industri skala besar, kurang sehatnya iklim persaingan, dan masih terkonsentrasinya lokasi industri di pulau Jawa dan Sumatra, (4) adanya perubahan keunggulan komparatif kelompok produk yang tidak memiliki atau memiliki keunggulan komparatif yang rendah dimasa lalu.

2) Hasil pendugaan model metode 3SLS menunjukan bahwa R² system cukup rendah yaitu

mencapai 0.73456. Hal ini berarti seluruh peubah penjelas dalam model dapat

menerangkan perilaku model sebesar 73.46 persen, sedangkan sisanya yang hanya 27.54 persen diterangkan oleh peubah-peubah diluar model. Secara keseluruhan statistik F mempunyai nilai yang cukup tinggi. Nilai statistik F berkisar 4.69, oleh karena itu secara bersama-sama peubah penjelas berpengaruh nyata secara statistik terhadap peubah endogen.

3) Dari hasil model diperoleh Total Perdagangan (TP) dipengaruhi oleh nilai total ekspor (X), nilai total impor (M), total GDP, (GDP), Exchange rate (ER), dan Pajak Perdagangan (T). R quare yang diperoleh adalah sebesar 0.59456, terlihat bahwa hanya Total Pajak Perdagangan yang berpengaruh secara signifikan yaitu pada taraf nyata 5 persen, dengan nilai parameter sebesar 26.23 berarti setiap kenaikan pajak sebesar 1000 rupiah per- kg akan meningkatkan nilai perdagangan sebesar 26 rupiah per-kg. Sementara nilai parameter peubah total ekspor terhadap total perdagangan adalah sebesar 25.48 ini menunjukan bahwa jika terjadi kenaikan ekspor sebesar 1000 rupaih per-kg akan

menaikan nilai total perdangangan sebesar 25.48 rupiah per-kg. Ini berarti dengan naiknya nilai ekspor secara keseluruhan maka total perdagangan baik dalam negeri maupun luar negeri akan berpengaruh meskipun tidak secara signifkan. Parameter peubah total impor terhadap total perdagangan adalah sebesar 94.27 yang mana menunjukan bahwa jika terjadi kenaikan impor sebesar 1000 rupiah per-kg akan menyebabkan terjadinya penurunan total perdagangan sebesar 94,27 rupiah per-kg. Nilai parameter peubah GDP terhadap total perdagangan adalah sebesar 69.40 yang menandakan bahwa dengan kenaikan total perdagangan sebesar 1000 rupiah menyebabkan kenaikan GDP sebesar 69.40 rupiah. Sedangkan untuk parameter peubah nilai tukar (ER) terhadap total perdagangan sebesar 321.33 yang berarti bahwa jika nilai tukar IDR menguat sebesar 1000 IDR per USD akan meyebabkan kenaikan total perdagangan sebesar 321.33 rupiah per-kg. Dalam jangka pendek dan jangka panjang total ekspor cukup responsive (respon positif) terhadap total perdagangan karena elastistas yang diperoleh hanya sebesar 0,032 dan 0.15 ini menunjukan bahwa dengan kenaikan nilai ekspor akan menyebabkan terjadinya kenaikan total perdangangan Indonesia secara keseluruhan akibat semakin tingginya penawaran komoditas sayur dan buah local di luar negeri yang menyebabkan nilai total perdagangan pun akan ikut meningkat. Dalam jangka pendek dan jangka panjang total impor responsive terhadap total perdagangan dimana elastisitas yang diperoleh adalah sebesar -0.73 dan -0.58 yang menunjukan bahwa dengan meningkatnya nilai impor sayur dan buah local menyebabkan terjadinya penurunan nilai total perdangangan secara keseluruhan sebesar nilai tersebut. Sebaliknya pada parameter peubah GDP terlihat memiliki repon yang negative dalam jangka pendek sebesar -0.22 yang menunjukan dalam jangka pendek apabila nilai perdagangan mengalami penurunan maka akan berpengaruh juga terhadap penurunan total GDP, hal ini disebabkan karena nilai perdagangan tersebut mengalami deficit sehingga berpengaruh pada total GDP secara keseluruhan. Sebaliknya dalam jangka panjang ternyata antara GDP dan total perdagangan mengalami respon yang positif sebagai akibat kenaikan nilai perdagangan yang disebabkan oleh kenaikan ekspor (dengan asumsi jika diterapkan pemberlakukan pembebasan tariff ekspor kepada negara-negara lain yang menandatangani perjanjian ACFTA) dengan nilai elastisitas sebesar 0.36. Nilai tukar IDR terhadap USD dalam jangka pendek maupun panjang memiliki respon yang positif terhadap nilai total perdagangan ini berarti jika nilai tukar IDR terhadap USD mengalami depresiasi maka nilai total perdagangan Indonesia ke luar negeri juga akan meningkat sebesar nilai rupiah

terhadap USD , dimana elastisitas yang diperoleh baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang adalah sebesar 0.12 dan 0.09 Pajak Perdagangan (pajak ekspor dan impor) dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap total perdagangan memiliki respon yang negatif yaitu sebesar 0.08 dan 0.18. Hal ini menunjukan jika terjadi kenaikan dan nilai impor pajak akan menurunkan nilai total perdagangan secara keseluruhan. Jika kita anlisakan bahwa dengan kenaikan pajak tersebut cenderung akan menurunkan nilai ekspor.

4) GDP dipengaruhi oleh tingkat Inflasi (INF), Konsumsi Pemerintah (CP), Konsumsi Rumah Tangga (CT) dan Nilai Perdagangan (NP) dimana R square dari persamaan model tersebut diperoleh sebesar 0.35089 yang menunjukan terdapat hubungan antara variabel dependent terhadap variabel independent meskipun hanya sebesar 0.35089 atau 35 persen, dan sisanya dipengaruhi oleh factor-faktor lain (eksogen). Nilai parameter peubah inflasi terhadap GDP adalah sebesar -335.979 yang menunjukan bahwa jika terjadi kenaikan harga sebesar 1000 rupiah akan menyebabkan penurunan GDP sebesar 336 juta rupiah. Dan dalam jangka pendek maupun jangka panjang antara GDP dan tingkat inflasi mengalami respon yang negative yaitu sebesar 0.162 yang berarti dalam jangka pendek dengan kenaikan tingkat inflasi akan menyebabkan terjadinya penurunan GDP sebesar 0.162 dan GDP akan turun sebesar 0.008 apabila terjadi kenaikan tingkat inflasi. Parameter peubah konsumsi pemerintah terhadap GDP sebesar 0.011746 yang menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan konsumsi pemerintah maka akan menaikan GDP sebesar 0.011746. Dan dalam jangka pendek maupun panjang konsumsi pemerintah akan merespon secara positif terhadap kenaikan GDP, hal ini terlihat pada table dimana dalam jangka pendek elastisitas yang diperoleh adalah sebesar 0.56 dan 0.92 untuk jangka panjang. Parameter penduga konsumsi rumah tangga (CT) terhadap GDP adalah sebesar -0.00282, yang menunjukan bahwa jika konsumsi ruah tangga naik maka kedua akan menyebabkan penurunan GDP sebesar 0.00282. Sedangkan dalam jangka pendek maupun jangka panjang elastisitas yang diperoleh adalah sebesar 0.082 dan 0.133; dimana dalam hal ini dapat diartikan bahwa terdapat respon yang negatif antara GDP dengan konsumsi rumah tangga (CT) ini juga berarti apabila terjadi kenaikan pada konsumsi rumah tangga (CT) akan menyebabkan terjadinya penurunan GDP yang mungkin salah satunya disebabkan oleh adanya kenaikan harga barang-barang komoditas (inflasi) didalam negeri sehingga menyebabkan semakin besarnya uang yang harus dikeluarkan oleh masyarakat untuk mengkonsumsi barang dan berakibat pada menurunnya pendapatan masyarakat secara keseluruhan. Parameter penduga Neraca perdagangan (NP) terhadap GDP yang

merupakan selisih dari nilai total ekspor dikurangi nilai total impor. Dari tabel diperoleh sebesar -0.52519. Ini berarti bahwa jika terjadi kenaikan deficit neraca perdagangan (impor lebih besar dari ekspor) akan berakibat pada penurunan GDP secara keseluruhan (sebagai akibat semakin menurunnya produk barang dan jasa yang dihasilkan di dalam negeri). Dalam jangka pendek maupun jangka panjang elastisitas yang diperoleh adalah sebesar 0.018 dan 0.11; kondisi tersebut menunjukan bahwa terdapat hubungan yang culup responsive antara Neraca Perdagangan dengan GDP.

5) Total ekspor (X) dipengaruhi oleh nilai ekspor buah dan sayuran dikalikan dengan nilai tukar IDR terhadap USD yang berlaku (Xsb*ER), dan total pajak perdagangan (T), dengan R square adalah sebesar 0.73249 atau sebesar 73.25 persen. Nilai parameter peubah Xsb*ER adalah sebesar 0.000048 pada taraf nyata sebesar 15 persen, hal ini cenderung menjelaskan bahwa dengan kenaikan ekspor sayur dan buah local sebesar 1ooo per kg akan meningkatkan total ekspor sebesar 48 rupiah per kg Sedangkan untuk jangka pendek dan jangka panjang nilai elastitasnya sebesar 0.22 dan 0.34 yang menunjukan bahwa terdapat hubungan yang cukup responsive antara Total ekspor (X) dan total ekspor buah dan sayuran dikalikan dengan nilai kurs IDR terhadap USD (Xsb*ER. Dan ini berarti bahwa dengan semakin meningkatnya daya saing komoditas sayur dan buah local bagi kebutuhan luar negeri mendorong peningkatan ekspor komoditas tersebut sekaligus mampu menyumbang peningkatan ekspor secara keseluruhan. Begitupula dengan parameter penduga pajak (T) terhadap Total ekspor (X), diperoleh sebesar 0.097921 yang menunjukan bahwa dengan kenaikan pajak sebesar 1000 rupiah per-kg akan meningkatkan besarnya nilai ekspor sebesar 97.921 rupiah per-kg dengan asumsi bahwa kenaikan pajak tersebut tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap kemampuan daya saing produk local akan tetapi justru dengan kenaikan pajak tersebut ditujukan kepada jenis barang/komoditas yang masuk ke Indonesia (impor). Sedangkan dalam jangka pendek maupun jangka panjang nilai elastisitas pajak terhadap ekspor yang diperoleh adalah sebesar 0.036 dan 0.072, hal ini memungkinkan bahwa dengan adanya pemberlakuan pajak (khususnya pajak impor terhadap komoditas tertentu) akan mendorong daya saing produk/komoditas sehingga penawaran produk/komoditas sayur dan buah local tidak terpengaruh oleh kenaikan pajak tersebut.

6) Total impor (M) dipengaruhi oleh nilai impor buah dan sayuran dikalikan dengan nilai tukar IDR terhadap USD yang berlaku (Msb*ER), dan total pajak perdagangan (T), dengan nilai R square sebesar 0.63281 atau sebesar 63.28 persen, dengan nilai parameter peubah Msb*ER terhadap nilai impor (M) sebesar 1.495E-6, yang berarti bahwa dengan

kenaikan Msb*ER sebesar 1000 rupiah per-kg akan menyebabkan kenaikan impor sebesar 1.49 rupiah per-kg. Sedangkan dalam jangka pemdek dan jangka panjang elastisitas yang diperoleh adalah sebesar 0.038 dan 0.012 menunjukkan bahwa dengan adanya kenaikan impor sayur dan buah dari negara tertentu (missal China) akan menyebabkan terjadinya kenaikan nilai total impor sebesar nilai tersebut, dan juga menunjukkan bahwa permintaan dalam negeri terhadap komoditas sayur dan buah akan meningkat apabila penawaran komoditas tersebut juga meningkat sebagai akibat membanjirnya produk-produk tersebut didalam negeri dengan harga murah. Pada parameter peubah pajak (T) terhadap nilai impor (M) diperoleh secara statistic sebesar 0.102744 yang menunjukkan bahwa dengan kenaikan pajak untuk 1000 rupiah per-kg komoditas sayur dan buah akan menyebabkan naiknya nilai impor sebesar 0.102744. ini terjadi sebagai akibat dampak dari kenaikan pajak ekspor yang menyebabkan harga komoditas akan menjadi lebih mahal daripada harga sebelum kenaikan pajak. Diketahui juga jangka pendek maupun panjang nilai elastisitas adalah sebesar 0.175 dan 0.28 yang menunjukkan terdapat hubungan yang cukup respionsive antara pajak dan total impor dimana dengan adanya pembebasan tariff (apabila ACFTA tersebut diberlakukan) akan mempengaruhi daya saing produk/komoditas local terhadap komoditas impor yang harganya lebih murah dibanding dengan komoditas dari dalam negeri.

7) Terdapat 4 persamaan yang membentuk model, terdapat 3 persamaan atau 75 persen diantaranya memiliki nilai RMSPE dibawah 30 persen. Sementara itu berdasarkan sebaran U Theil, hanya terdapat 1 persamaan atau 25 persen yang memiliki nilai U diatas 0.2, peubah endogen yang memiliki nilai U theil yang lebih besar dari 0,21 tersebut adalah Total Perdagangan (TP).

8) Simulasi dilakukan dengan 4 skenario, dimana untuk scenario ke-1 yaitu berupa kenaikan

tingkat inflasi sebesar 15 persen maka diperoleh nilai rata-rata untuk TP (18127.9),

GDP (19827732), X (56910.7), dan M (40029.8). Skenario 2 yaitu Depresiasi IDR Terhadap USD sebesar 18 persen, maka diperoleh nilai rata-rata untuk TP (18691.9), GDP (20217589), X(56910.7), dan M(40029.8). Skenario 3 yaitu penurunan nilai Ekspor Sayur dan Buah sebesar 20 persen, maka perubahannya akan diperoleh nilai rata-rata untuk TP (18691.9), GDP (19866875), X (56910.7), dan M (40029.8). Sedangkan untuk scenario ke-4 adalah kebijakan pembebasan Pajak/Tariff Perdagangan (t=0), sehingga perubahan rata-rata diperoleh sebagai berikut: TP (18691.9), GDP (17210530), X(38393.2), dan M(20600.2)

10.2. Saran

Adapun saran-saran yang bisa diberikan dalam tulisan ini adalah: A. Peningkatan daya saing produk

Pemerintah dan para pelaku usaha agrisbisnis Indonesia dituntut untuk dapat meningkatkan daya saing komoditas khususnya untuk produk sayuran dan buah-buah, sehingga produknya dapat bersaing dengan produk-produk dari China yang masuk ke Indonesia.

Adapun usaha yang dapat dilakukan dalam meningkatkan daya saing tersebut adalah: 1. Pemberian Subsidi untuk barang-barang yang akan diekspor berupa pemberian insentif pajak.

2. Perbaikan Sistem Kredit Perbankan, melalui pemberian kredit dengan suku bunga yang rendah.

3. Pemberian standarisasi dan label kepada jenis buah dan sayuran yang masuk ke Indonesia, dimana peningkatan ekspor produk buah-buah Indonesia perlu diiringi penerapan standar nasional karena negara pengimpor mulai memperketat aspek kesesuaian dengan standar internasional.

4. Efisiensi Cost

Terhadap biaya-biaya dan kendala-kendala yang dianggap tidak mendukung peningkatan volume perdagangan ekspor, termasuk dalam hal ini peraturan-peraturan (baik perpu maupun perda) maupun penidaktegasan terhadap pungutan-pungutan liar yang mempengaruhi daya saing produk (baik harga maupun kualitas)

5. Pemantapan infrastruktur (baik yang soft maupun hard)

Yang bisa mendukung daya saing produk baik kualitas, harga, dan jumlah; seperti: aturan-aturan dan regulasi dalam negeri dan luar negeri, transportasi, promosi, listdaik, komunikasi, dan lain-lain.

6. Mengembangkan komoditas/produk non komplementer potensial

Seperti buah-buah tropik eksotik (mangga, nenas, pisang, durian, manggis, rambutan, papaya), sayuran tropika khusus (kacang panjang, kangkung, nangka, labu siam, ikan tangkap (kerapu, hiu, pari, tuna, teri), rumput laut, dan makanan olahan khas Indonesia.

7. Konsep Kemitraan

Untuk memfasilitasi petani dengan penguatan modal, kualitas produk, dan pemasaran, maka perlu dibangun suatu pola kemitraan. Penguatan modal dilakukan berdasarkan

pengembangan kawasan. Penekanannya pada jumlah petani yang mendapatkan modal, petani yang bermitra, dan jumlah komoditas yang diusahakan. Sementara mengenai fasilitas

kemitraan, pemerintah harus mampu membantu penataan rantai pasokan (management

supply chain). Untuk lebih meningkatkan kemitraan, pemerintah akan menerbitkan peraturan pemerintah karena memang belum ada yang mengatur kemitraan di bidang hortikultura. Selama ini kemitraan diserahkan kepada petani langsung atau pengusaha yang punya model sendiri. Konsepnya akan ditawarkan kepada pelaku usaha.

Sesungguhnya model kemitraan tergantung jenis komoditasnya. Pada kentang misalnya, perusahan benih membantu penyediaan benih dan modal kepada petani. Lalu petani menanam kentang sesuai varietas yang sudah disiapkan perusahaan tersebut dan sesuai dengan permintaan pabrik. Nanti ketika panen, pabrik membeli hasil produksinya.

Dalam dokumen DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI TERHADAP UPAYA (Halaman 32-39)

Dokumen terkait