• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesimpulan

1. Pupuk hayati tidak dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman caisin yang diukur dengan tinggi tanaman, jumlah daun, dan panjang akar.

2. Pupuk hayati yang dikombinasikan dengan 0.5 sampai 1 dosis NPK mampu menghasilkan bobot basah tajuk per tanaman yang tidak berbeda dengan perlakuan 1 dosis NPK saja. Dengan demikian penggunaan pupuk hayati dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik urea, SP-36, dan KCl sampai 50 % dosis.

Saran

Perlu dilakukan pengujian pada beberapa kali panen untuk melihat apakah pertumbuhan dan hasilnya akan meningkat setelah diberikan pupuk hayati secara terus menerus.

Ainy, I.T.E. 2008. Kombinasi antara Pupuk Hayati dan Sumber Nutrisi dalam Memacu Serapan Hara, Pertumbuhan, serta Produktivitas Jagung (Zea mays L.) dan Padi (Oryza sativa L.). Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Andriawan, I. 2010. Efektivitas Pupuk Hayati terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah (Oryza sativa L.). Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 42 hlm. BPS. 2009. Produksi Sayuran Indonesia. http://www.bps.com/ [10 Agustus 2011] Deden. 2008. Substitusi Hara Mineral Organik terhadap Hara Mineral Anorganik

untuk Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Selada (Lactucca sativa L.) pada Sistem Hidroponik. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Fadiluddin, M. 2009. Efektivitas Formula Pupuk Hayati dalam Memacu Serapan Hara, Produksi dan Kualitas Hasil Jagung dan Padi Gogo di Lapang. Tesis. Mayor Biologi Tumbuhan, Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 69 hlm.

Gardner, F. P., R. B. Peace, dan R. L. Michell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan Herawati Susilo. UI Pres. Jakarta.

Goenadi, D.H. 1995. Mikroba pelarut hara dan pemantap agregat dari beberapa tanah tropika basah. Menara Perkebunan 62: 60-66

Hamim. 2008. Pengaruh pupuk hayati terhadap pola serapan hara, ketahanan penyakit, produksi dan kualitas hasil beberapa komoditas tanaman pangan dan sayuran unggulan. Laporan Penelitian KK3PT. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Handoko, I. 2007. Gandum 2000 : Penelitian Pengembangan Gandum di Indonesia. Seameo Biotrop. Bogor. 118 hal.

Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 352 hlm.

Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan Perkembangan Tanaman. Rajawali Pres. Jakarta.

26

Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II. Bandar Lampung, 17-18 November 2008. Bandar Lampung: Universitas Lampung. Hlm 1-10. Kementerian Pertanian. 2009. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia

tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati, dan Pembenah Tanah. No 28/Permentan/SR. 130/5/2009.

Railan, M., A. Hikmat, I. Adam, S.L. Utami, I.N. Chalid, dan R. Noerjati. 2003. Pedoman Penerapan Usahatani Hortikultura Non Kimia Sintetik. Direktorat Perlindungan Hortikultura, Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. Jakarta. 53 hlm.

Rubatzky, V.E. dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia 2 : Prinsip, Produksi, dan Gizi. Terjemahan Tenson C. ITB. Bandung.

Opena, R.T. dan D.C.S. Tay. 1994. Brassica rapa L. Cv. Group caisin, p.123-126.

In J.S. Siemonsma and K. Piluek (Eds.). PROSEA Plant Resources of South-East Asia 8: Vegetables. PROSEA Foundation. Bogor.

Salisbury, F.B. dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Dasar Jilid 2. Terjemahan dari: Plant Physiology. Penerjemah: Lukman D.R., Sumaryono. Bandung: ITB Press.

Simanungkalit, R. D. M. 2001. Aplikasi Pupuk Hayati dan Pupuk Kimia; Suatu Pendekatan Terpadu. Bul Agrobiol 4:56-61.

Sudarsana, K. 2005. Pengaruh effective microorganisms-4 (EM-4) dan kompos terhadap produksi jagung manis (Zea mays L. Saccharata) pada tanah ultisol. Frontir 32: 1-8.

Syukur, A. 2005. Pengaruh Bahan terhadap Sifat-sifat Tanah dan Pertumbuhan Caisin di Tanah Pasir Pawai. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. Vol 5 (1) p: 30-38

Tombe, M. 2008. Teknologi Aplikasi Mikroba pada Tanaman. http://www.google/sekilas pupuk hayati.html. [18 Oktober 2010].

Vessey, J. K. 2003. Plant Growth Promoting Rhizobacteria as Biofertilizer. Plant Soil 255: 571-586

Wibowo, S.T. 2008. Kandungan Hormon IAA, Serapan Hara, dan Pertumbuhan Beberapa Tanaman Budidaya sebagai Respon terhadap Aplikasi Pupuk Biologi. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 56 hlm.

Yuwono, N.W. 2006. Pupuk Hayati. http://www.google/pupukhayati.html. [18 Oktober 2010].

28

Lampiran 1. Denah Petak Percobaan

U

Ulangan 3 Ulangan 2 Ulangan 1

P0 P5 P2 P3 P0 P1 P6 P2 P0 P1 P6 P4 P4 P4 P6 P2 P1 P5 P5 P3 P3 Keterangan :

1. P0 = Tanpa pupuk hayati (PH) dan NPK 2. P1 = 1 dosis pupuk NPK

3. P2 = Pupuk hayati + 1 dosis NPK 4. P3 = Pupuk hayati + 0.75 dosis NPK 5. P4 = Pupuk hayati + 0.5 dosis NPK 6. P5 = Pupuk hayati + 0.25 dosis NPK 7. P6 = Pupuk hayati

Lampiran 2. Data Iklim Bulan Februari sampai April 2011

Bulan Temperatur Jumlah Curah Jumlah Hari Kelembaban Rata-rata Hujan Hujan Udara Rata-rata

…0C… …mm/bulan… …hari/bulan… …%...

Feb 25.6 76.5 18 82

Mar 25.7 140.0 26 82

Apr 25.8 278.4 24 84

Sumber: Stasiun Klimatologi Darmaga, Bogor Tahun 2011

Lampiran 3. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah

Sifat Tanah Sangat

Rendah Rendah Sedang Tinggi

Sangat Tinggi C-Organik (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.00 N Total (%) < 0.10 0.10-0.20 0.21-0.50 0.51-0.75 > 0.75 P Bray 1 (ppm) < 10 10-15 16-25 26-35 > 35 K (ppm) < 100 100-200 210-400 410-600 > 600 Sangat Masam Masam Agak Masam Netral Agak Alkalis Alkalis pH < 4.5 4.5-5.5 5.6-6.5 6.6-7.5 7.6-8.5 > 8.5

Sumber: Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007)

Lampiran 4. Sidik Ragam Tinggi Tanaman pada 1 – 4 MST

MST SK Db KT Pr>F KK % 1 Pupuk 6 0.52 0.5401 8.63 Ulangan 2 2.96 0.0269 Galat 12 0.59 Total 20 2 Pupuk 6 2.26 0.2403 10.15 Ulangan 2 8.97 0.0140 Galat 12 1.44 Total 20 3 Pupuk 6 12.22 0.1621 14.23 Ulangan 2 35.89 0.0194 Galat 12 6.43 Total 20 4 Pupuk 6 28.30 0.1355 14.64 Ulangan 2 78.15 0.0184 Galat 12 13.76 Total 20

30

Lampiran 5. Sidik Ragam Jumlah Daun pada 1 – 4 MST

MST SK Db KT Pr>F KK % 1 Pupuk 6 0.11 0.7195 10.68 Ulangan 2 0.57 0.0805 Galat 12 0.18 Total 20 2 Pupuk 6 0.19 0.3957 9.97 Ulangan 2 0.33 0.1780 Galat 12 0.17 Total 20 3 Pupuk 6 1.75 0.3184 19.92 Ulangan 2 5.76 0.0374 Galat 12 1.32 Total 20 4 Pupuk 6 3.43 0.1913 17.16 Ulangan 2 13.29 0.0106 Galat 12 1.95 Total 20

Lampiran 6. Sidik Ragam Bobot Biomassa Tanaman ( 4 MST )

Sumber Keragaman Db KT Pr>F KK %

Bobot Biomassa Total

Pupuk 6 1.05 0.0908 31.43

Ulangan 2 1.78 0.0432

Galat 12 0.43

Total 20

Bobot Biomassa Tajuk

Pupuk 6 0.85 0.0923 35.24

Ulangan 2 1.50 0.0398

Galat 12 0.35

Total 20

Bobot Biomassa Akar

Pupuk 6 0.02 0.1686 24.55

Ulangan 2 0.02 0.1787

Galat 12 0.01

Lampiran 7. Sidik Ragam Bobot Basah Tanaman ( 4 MST )

Sumber Keragaman Db KT Pr>F KK %

Bobot Basah Total

Pupuk 6 0.0007 0.0244 31.14

Ulangan 2 0.0025 0.0012

Galat 12 0.0002

Total 20

Bobot Basah Tajuk

Pupuk 6 0.0007 0.0235 31.79

Ulangan 2 0.0025 0.0011

Galat 12 0.0002

Total 20

Bobot Basah Akar

Pupuk 6 1.08 0.0788 30.77

Ulangan 2 2.47 0.0170

Galat 12 0.42

Total 20

Lampiran 8. Sidik Ragam Panjang Akar ( 4 MST )

SK Db KT Pr>F KK %

Pupuk 6 4.07 0.59 16.01

Ulangan 2 2.95 0.58

Galat 12 5.18

Total 20

Lampiran 9. Sidik Ragam Jumlah Stomata ( 4 MST )

SK Db KT Pr>F KK %

Pupuk 6 1172.92 0.891 12.34

Ulangan 2 2018.18 0.561

Galat 10 3293.70

32

Lampiran 10. Sidik Ragam Ukuran dan Indeks Luas Daun ( 4 MST )

Sumber Keragaman Db KT Pr>F KK % Tebal Daun Pupuk 6 2122184.44 0.056 48.22 Ulangan 2 10277724.43 0.001 Galat 12 686691.35 Total 20 Luas Daun Pupuk 6 0.0007 0.0909 27.06 Ulangan 2 0.0039 0.0011 Galat 12 0.0003 Total 20 Warna Daun Pupuk 6 0.08 0.098 36.17 Ulangan 2 0.03 0.44 Galat 12 0.03 Total 20

Indeks Luas Daun

Pupuk 6 0.00009 0.1499 31.34

Ulangan 2 0.00060 0.0012

Galat 12 0.00004

Total 20

Lampiran 11. Sidik Ragam Bobot Panen dan Indeks Panen ( 4 MST )

Sumber Keragaman Db KT Pr>F KK % Bobot Panen Pupuk 6 1.49 0.136 36.17 Ulangan 2 7.21 0.003 Galat 12 0.72 Total 20 Indeks Panen Pupuk 6 0.016 0.43 13.57 Ulangan 2 0.022 0.27 Galat 12 0.015 Total 20

L.

Dedi Cahyadi1, Dr. Ir. Winarso Drajad Widodo., MS2

1

Mahasiswa Agronomi dan Hortikultura

2

Staf Pengajar Agronomi dan Hortikultura Abstract

Indonesian agricultural land degradation resulting in declining productivity of vegetables as well. This is one of them caused by excessive use of inorganic fertilizers and without returning crop residues and organic matter into the soil. It is therefore necessary effort and appropriate strategies to improve land quality, while maintaining soil fertility and health is by utilization of biological fertilizers.Biofertilizer is active biological product consisting of microbes that can improve fertilizer efficiency, fertility, and soil health. Utilization of biological fertilizers is expected to grow healthier plants, free of pests and diseases, higher yield, environmentally friendly, sustainable and can reduce inorganic fertilizer. This research was conducted to determine the effect of biofertilizer on the growth and yield caisin a field experiment conducted at locations Leuwikopo, Darmaga, Bogor, Indonesia in February to April 2011. This research using randomized Complete Design Group (RKLT) with seven treatments and three replications. The treatments were: without biofertilizer and NPK (P0), 1 dose of NPK (P1), biofertilizer + 1 dose of NPK (P2), biofertilizer + 0.75 dose of NPK (P3), biofertilizer + 0.5 dose of NPK (P4), biofertilizer + 0.25 dose of NPK (P5), and biofertilizer (P6). The results showed that biological fertilizers can not increase plant growth caisin as measured by plant height, leaf number and root length. Biological fertilizers in combination with 0.5 to 1 dose of NPK capable of producing wet weight per plant canopy is no different with a dose of NPK treatment alone. Thus the use of biological fertilizers can reduce the use of inorganic fertilizer urea, SP-36, and KCl to 50% dose.

Key word : Biofertilizer, soil quality, productivity of vegetable, Brassica chinensis

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam cukup besar yang dapat mendukung pengembangan sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan di Indonesia hal ini erat kaitannya dengan fungsi sektor pertanian sebagai pendukung pembangunan dan perekonomian di Indonesia. Sayuran merupakan salah satu bagian dari sub sektor hortikultura yang mempunyai arti penting dalam fungsinya sebagai zat pembangun tubuh. Sayuran dibutuhkan manusia untuk beberapa macam manfaat, yaitu sebagai sumber serat utama, sumber antioksidan alami yang banyak mengandung vitamin dan mineral.

Sawi merupakan salah satu jenis sayuran daun yang dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia. Salah satu jenis sawi yang banyak dibudidayakan adalah caisin. Umur panen yang relatif singkat dan kemudahan dalam melakukan budidaya menjadi alasan banyak petani melakukan budidaya caisin. Caisin merupakan komoditas yang memiliki nilai komersil dan digemari masyarakat Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (2009) produksi caisin dari tahun 2006 sampai 2009 berturut-turut adalah 590.400, 564.912, 565.636, dan 562.838 ton. Tahun 2010 diperkirakan akan meningkat menjadi 583.004 ton.

Konsumsi caisin diduga akan mengalami peningkatan sesuai pertumbuhan jumlah penduduk, meningkatnya daya beli masyarakat, kemudahan tanaman ini diperoleh di pasar, dan peningkatan pengetahuan gizi masyarakat. Oleh karena itu perlu ada perbaikan dalam budidaya caisin agar hasilnya meningkat. Perbaikan teknik budidaya caisin pada umumnya lebih mengutamakan upaya meningkatkan produktivitas caisin tanpa mempertimbangkan kelestarian lingkungan sehingga keseimbangan ekologi (tanah, mikroorganisme tanah, dan tanaman) kurang diperhatikan. Penggunaan lahan pertanian secara terus menerus, serta penggunaan pupuk kimia atau pupuk anorganik yang berlebihan akan memacu terjadinya degradasi lahan. Penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus akan mengakibatkan rusaknya sifat fisik, kimia, dan biologi tanah sehingga kesuburan tanah akan semakin menurun. Oleh karena itu, perlu adanya usaha dan strategi

yang tepat untuk meningkatkan produktivitas caisin dengan tetap menjaga kelestarian sumber daya pertanian berkelanjutan diantaranya budidaya tanpa bahan kimia sintetik dan pemanfaatan pupuk hayati. Budidaya tanpa bahan kimia sintetik merupakan salah satu alternatif untuk mendukung pertanian organik ke depan, sehingga produk hortikultura yang dihasilkan berkualitas baik dan mampu bersaing di pasar global (Railan et al., 2003).

Pupuk hayati adalah produk biologi yang dapat meningkatkan efisiensi pemupukan, kesuburan, dan kesehatan tanah. Pupuk hayati berisi bakteri yang berguna untuk memacu pertumbuhan tanaman, sehingga hasil produksi tanaman tetap tinggi dan berkelanjutan (Kementerian Pertanian, 2009). Pemanfaatan mikroorganisme yang berguna perlu dikembangkan dalam usaha mengurangi penggunaan pupuk anorganik (Pangaribuan dan Pujisiswanto, 2008).

Penelitian yang telah dilakukan terus berkembang antara lain mengenai penggunaan pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan hasil komoditas pertanian. Sudarsana (2005) menyatakan bahwa pemanfaatan mikroorganisme mampu meningkatkan produksi kedelai sebesar 25 % yang ditanam pada tanah ultisol. Menurut Ainy (2008) aplikasi pupuk hayati yang dikombinasikan dengan 50 % dosis pupuk anorganik dan 50 % dosis kompos terbukti mampu menghasilkan bobot total gabah isi tertinggi (33.4 g/pot) dan meningkatkan produksi rata-rata sebesar 18.8 % bila dbandingkan dengan tanaman yang menggunakan 100 % dosis pupuk anorganik. Hasil penelitian Wibowo (2008) menunjukkan bahwa penambahan pupuk biologi dapat meningkatkan pertumbuhan generatif pada tanaman kacang tanah. Selanjutnya Fadiluddin (2009) menyatakan bahwa penambahan pupuk hayati yang dikombinasikan dengan pupuk NPK 50 % dan kompos 50 % dapat meningkatkan bobot produksi jagung pipilan per tanaman dan bobot 100 biji jagung.

Pupuk hayati yang digunakan dalam penelitian ini mengandung mikroba bermanfaat bagi tanaman sebagai penambat N, juga terdapat mikroba pelarut P. Pupuk tersebut akan diaplikasikan terhadap tanaman caisin. Caisin digunakan dalam penelitian ini karena caisin merupakan tanaman hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi. Pemanfaatan pupuk hayati tersebut diharapkan tanaman tumbuh lebih sehat, bebas hama dan penyakit, daya hasil lebih tinggi, ramah lingkungan,

3

dan berkelanjutan. Penelitian ini diharapkan pula dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik. Menurut Ainy (2008) berkurangnya penggunaan pupuk anorganik akan membantu upaya dalam memelihara dan mempertahankan sumber daya pertanian yang berkelanjutan dengan tetap menghasilkan produksi yang optimal.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman caisin.

Hipotesis

1. Penggunaan pupuk hayati akan meningkatkan produksi caisin.

Deskripsi dan Ekologi Tanaman Caisin (Brassica chinensis L.)

Caisin (Brassica chinensis L.) merupakan tanaman asli Asia. Caisin dibudidayakan di Cina Selatan dan Tengah, di negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, di bagian lain dari Indo-China, dan di beberapa bagian barat India. Di Indonesia, caisin adalah salah satu dari tiga sayuran paling populer, bersama dengan kangkung dan bayam. Per 100 g bagian yang dapat dikonsumsi segar, caisin mengandung air 95 g, lemak 0.2 g, karbohidrat 1.2 g, vitamin A 5800 IU, vitamin B1 0.04 mg, vitamin B2 0.07 mg, vitamin C 53 mg, Ca 102 mg, Fe 2.0 mg, Mg 27 mg, P 37 mg, K 180 mg, dan Na 100 mg. Nilai energinya adalah 54 kJ/100 g (Opena dan Tay, 1994).

Caisin merupakan salah satu jenis sayuran yang cukup digemari untuk ditanam hal ini didasarkan pada umur panen caisin yang relatif singkat, termasuk jenis tanaman yang tahan terhadap hujan sehingga dapat dibudidayakan sepanjang tahun (tersedianya air yang cukup) dan tahan terhadap suhu yang tinggi (Syukur, 2005). Tanaman caisin memiliki tangkai daun yang panjang, berukuran kecil (langsing), dan berwarna putih kehijauan. Daunnya lebar memanjang tipis dan berwarna hijau (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Caisin dapat tumbuh sepanjang tahun di daerah beriklim subtropika dan tropika. Daerah penanaman yang cocok mulai dari ketinggian 500 meter sampai dengan 1.200 meter di atas permukaan laut (dpl). Namun biasanya dibudidayakan pada daerah yang mempunyai ketinggian 100 meter sampai 500 meter dpl. Tanah yang cocok untuk ditanami caisin adalah tanah gembur, banyak mengandung humus, subur, serta pembuangan airnya baik. Derajat kemasaman (pH) tanah yang optimum untuk pertumbuhannya adalah 5.5-6.5 (Opena dan Tay, 1994).

Benih caisin dapat berkecambah dalam waktu 3-5 hari dengan suhu optimal 20 – 25oC. Waktu untuk panen bervariasi sesuai dengan varietas, berkisar antara 40 – 80 hari setelah tanam. Kisaran perkiraan hasil caisin di daerah subtropis seperti Taiwan adalah 10 – 20 ton/ha. Pada tahun 1989, rata-rata

5

undalis), perusak daun (Crocidolomia binotalis), kutu daun, dan kumbang daun (Phyllotreta striolata). Sedangkan penyakit pada caisin adalah busuk lunak (Erwinia carotovora), embun tepung (Peronospora parasitica), Virus Turnip Mosaic (TuMV), akar gada (Plasmodiophora brassicae), bercak daun (Alternaria brassicae atau A. brassicicola), dan busuk pada batang atau daun (Sclerotina) (Opena dan Tay, 1994).

Pupuk Hayati

Pupuk hayati adalah sebuah komponen yang mengandung mikroorganisme hidup yang diberikan ke dalam tanah sebagai inokulan untuk membantu menyediakan unsur hara tertentu bagi tanaman (Andriawan, 2010). Pupuk hayati adalah produk biologi aktif terdiri dari mikroba yang dapat meningkatkan efisiensi pemupukan, kesuburan, dan kesehatan tanah (Kementerian Pertanian, 2009). Pupuk hayati adalah substansi yang mengandung mikroorganisme hidup, yang ketika diaplikasikan kepada benih, permukaan tanaman, atau tanah dapat memacu pertumbuhan tanaman (Vessey, 2003).

Pupuk hayati mengandung bakteri yang berguna bagi tanaman. Beberapa bakteri yang digunakan dalam pupuk hayati antara lain Azotobacter sp.,

Azospirillum sp., Lactobacillus sp., Pseudomonas sp., dan Rhizobium sp. Isolat bakteri tersebut dapat memacu pertumbuhan tanaman padi dan jagung di rumah kaca dan di lapangan (Hamim, 2008). Pupuk hayati bertujuan untuk meningkatkan jumlah mikroorganisme dan mempercepat proses mikrobiologis untuk meningkatkan ketersediaan hara, sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman (Tombe, 2008). Pupuk hayati bermanfaat untuk mengaktifkan serapan hara oleh tanaman, menekan soil borne disease, mempercepat proses pengomposan, memperbaiki struktur tanah, dan menghasilkan substansi aktif yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman.

Bakteri Azotobacter sp. dan Azospirillum sp. termasuk bakteri aerob dan berasosiasi bebas (Yuwono, 2006). Azotobacter sp. dan Azospirillum sp. berfungsi sebagai penambat nitrogen secara optimal (Simanungkalit, 2001). Fungsi mikroba dalam pupuk hayati menurut Permentan No. 28/Permentan/SR.130/5/2009 antara lain: 1) Menambat nitrogen, 2) Melarutkan phospat, 3) Melarutkan Kalium, 4)

Merombak bahan organik, 5) Menghasilkan fitohormon, 6) Menghasilkan antibody bagi tanaman, 7) Sebagai biopestisida tanaman, 8) Mereduksi akumulasi kadar logam berat yang terkandung dalam tanah (Kementerian Pertanian, 2009).

Pengaruh Pupuk Hayati terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman

Pupuk hayati adalah mikroba yang dapat membantu menyediakan unsur hara tertentu bagi tanaman (Simanungkalit, 2001). Keberadaan mikroba di dalam pupuk hayati dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui fiksasi N, membuat hara lebih tersedia dalam pelarutan P atau meningkatkan akses tanaman untuk mendapatkan unsur hara yang memadai (Fadiluddin, 2009).

Mikroba yang terdapat dalam pupuk hayati dapat memasok unsur hara. Mikroba dapat hidup bersimbiosis dengan tanaman, sehingga mampu menambat unsur N dari udara yang selanjutnya diubah menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman (Goenadi, 1995). Aplikasi pupuk hayati berpengaruh nyata terhadap semua parameter pertumbuhan baik jagung maupun padi gogo (Fadiluddin, 2009). Aplikasi pupuk biologi dapat memacu pertumbuhan beberapa tanaman terutama jagung, kacang tanah, dan caisim. Selain itu, penggunaan pupuk hayati (Azotobacter sp., Azospirillum sp., Bacillus sp., Pseudomonas sp., dan Rhizobium sp.) mampu meningkatkan kandungan hormon Indole Acetic Acid (IAA) rata-rata sebesar 73-159 % pada tanaman caisim, jagung, dan kedelai. Peningkatan hormon IAA tersebut dapat memacu khususnya pertumbuhan vegetatif tanaman (Wibowo, 2008).

Aplikasi Terpadu Pupuk Hayati dan Pupuk Anorganik

Aplikasi pupuk hayati terpadu pupuk anorganik dapat meningkatkan serapan hara, pertumbuhan tanaman, dan hasil produksi tanaman. Hasil penelitian Fadiluddin (2009) menunjukkan bahwa aplikasi pupuk hayati yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik pada tanaman jagung meningkatkan serapan hara makro total hingga 145 % dan 665.3 % dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemupukan (kontrol), sedangkan pada padi gogo mampu meningkatkan serapan unsur hara makro total hingga 99.4 % dan 80.6 % dibandingkan kontrol. Selanjutnya Andriawan (2010) menyatakan bahwa aplikasi

7

pupuk hayati dengan pengurangan dosis pupuk NPK hingga 25 % menghasilkan pertumbuhan dan hasil padi sawah yang tidak berbeda dengan aplikasi 1 dosis pupuk NPK.

Percobaan pupuk hayati dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik. Aplikasi bakteri dalam pupuk hayati mampu menurunkan dosis pupuk anorganik hingga 50 % pada tanaman pangan (Goenadi, 1995). Penambahan pupuk biologi dikombinasikan dengan pupuk anorganik telah meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman caisim dibandingkan dengan tanaman kontrol (Wibowo, 2008).

Tempat dan Waktu Percobaan

Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Darmaga, Bogor pada ketinggian 250 m di atas permukaan laut (mdpl). Penelitan ini dilaksanakan mulai dari Februari sampai April 2011.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih caisin varietas Tosakan. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk hayati majemuk cair yang diproduksi oleh CV Bangkit Jaya Abadi yang mengandung Azospirillum sp., Azotobacter sp., Rhizobium sp., Pseudomonas sp., Bacillus sp., dan bakteri pelarut fosfat (Tabel 1). Pupuk anorganik yang digunakan adalah pupuk NPK yang terdiri dari Urea 187 kg/ha, SP-36 311 kg/ha, KCl 112 kg/ha. Bahan lain yang digunakan adalah pupuk kandang kotoran ayam 10 ton/ha, kapur 2 ton/ha, pestisida nabati hasil ekstrak daun mimba, lengkuas, dan serai, dan media tanam organik.

Alat yang digunakan terdiri dari seperangkat alat budidaya pertanian, tray

semai, kantong kertas, Bagan Warna Daun (BWD), penggaris, timbangan digital, plastik, paranet 50 %, oven, mikroskop, obyek glass, silet, celotape bening, dan alat tulis menulis.

Tabel 1. Komposisi Pupuk Hayati Majemuk Cair

Jenis Mikroba Satuan Jumlah Populasi

Azospirillum sp. Azotobacter sp. Rhizobium sp. Bacillus sp. Pseudomonas sp.

Bakteri Pelarut Fosfat

Cfu/ml Cfu/ml Cfu/ml Cfu/ml Cfu/ml Cfu/ml 2.4 x 108 3.2 x 108 7.2 x 105 2.7 x 105 5.0 x 106 4.0 x 107 Metode Penelitian

9

1. P0 = Tanpa pupuk hayati (PH) dan NPK

2. P1 = 1 dosis NPK (Urea 187 kg/ha, SP-36 311 kg/ha, KCl 112 kg/ha) 3. P2 = Pupuk hayati + 1 dosis NPK

4. P3 = Pupuk hayati + 0.75 dosis NPK 5. P4 = Pupuk hayati + 0.5 dosis NPK 6. P5 = Pupuk hayati + 0.25 dosis NPK 7. P6 = Pupuk hayati

Model linier yang digunakan adalah : Model : Yij= µ + τi + βj + εij

Yij = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai rataan umum

τi = Pengaruh perlakuan pupuk hayati ke-i (1, 2, 3, 4, 5)

βj = Pengaruh ulangan ke-j (1, 2, 3)

εij = Pengaruh galat percobaan perlakuan pupuk hayati ke-i dan ulangan ke-j

Analisis data menggunakan analisis ragam (uji F). Jika pada hasil uji F berpengaruh nyata dilakukan uji beda nilai tengah dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5 %.

Pelaksanaan Pengolahan Tanah

Tanah diolah sedalam 20 cm, selanjutnya digaru dan diratakan dengan cangkul. Dibuat petak-petak percobaan dengan ukuran 1 m x 3 m dengan jarak antar petak 30 cm dan jarak antar ulangan 50 cm. Pemberian pupuk kandang kotoran ayam dan kapur dilakukan setelah pembuatan bedengan kemudian diaduk dengan tanah sampai rata. Selanjutnya pupuk hayati diaplikasikan 3 hari sebelum penanaman tanaman caisin (pra tanam) setelah tanah diolah secara merata pada bedengan caisin sesuai perlakuan.

Persemaian

Bibit caisin yang akan ditanam disemaikan terlebih dahulu di tray semai ukuran 100 dan 200 lubang. Benih caisin ditanam 2-3 benih per lubang. Media persemaian yang digunakan berupa media tanam organik. Bibit yang telah disemai

ditempatkan pada tempat yang tidak terkena sinar matahari dan air hujan berlebihan. Penyiraman dilakukan setiap dua kali, yaitu pagi dan sore hari. Pemberian hormon perangsang tumbuh organik dilakukan 10 hari sekali dengan takaran 4 ml/liter air. Benih yang sudah berdaun 3-4 helai (3 minggu setelah semai) dapat dipindahkan ke lahan dengan satu bibit untuk tiap lubang tanam.

Penanaman

Jarak tanam yang dipakai untuk penanaman adalah 4 baris tanaman per bedeng dengan jarak tanam 25 cm x 20 cm. Penanaman dilakukan dengan bibit yang berumur 3 minggu atau sudah mempunyai 3-4 helai daun. Satu lubang ditanam dengan satu bibit. Pembuatan lubang tanam dilakukan dengan tangan atau tugal yang berdiameter 5 cm.

Penyulaman

Penyulaman dilakukan dimulai pada umur 1 minggu setelah tanam (MST) dengan umur bibit caisin yang sama.

Pemupukan

Aplikasi pupuk hayati dilakukan pada awal penanaman dan 2 minggu MST pada perakaran tanaman sesuai perlakuan dengan takaran 12,5 ml/liter air. Aplikasi pupuk Urea, SP-36, dan KCl dilakukan pada awal tanam sesuai perlakuan.

Pemeliharaan

Pemeliharaan yang dilakukan dengan penyiraman tiap pagi dan sore hari.

Dokumen terkait