• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Jumlah pasien hemodialisis yang memiliki kelainan kuku sebanyak 21 pasien dari total populasi 120 pasien.

2. Gambaran kelainan kuku pada pasien sesuai lamanya hemodialisis adalah pada 3 bulan hingga 1 tahun, half and half nail sebanyak 4 pasien (19,0%) dan absent lunula sebanyak 7 pasien (33,3%). Sedangkan yang lebih dari 1 tahun, half and half nail sebanyak 4 pasien (19,0%) dan absent lunula sebanyak 6 pasien (28,6%).

3. Gambaran kelainan kuku pada pasien HD menurut adanya riwayat menderita DM atau tidak, pada half and half nail tidak terdapat pasien yang menderita DM sedangkan absent lunula terdapat 4 pasien (19,0%). 4. Gambaran kelainan kuku pada pasien HD menurut ras pasien terbanyak

pada ras Batak dengan kelainan kuku half and half nail sebanyak 6 pasien (28,6%) dan absent lunula sebanyak 9 pasien (42,9%).

5. Gambaran kelainan kuku pada pasien HD menurut jenis kelamin pasien terbanyak pada perempuan dengan kelainan kuku half and half nail sebanyak 7 pasien (33,3%) dan absent lunula sebanyak 8 pasien (38,1%). 6.2 SARAN

Pada seluruh proses penelitian dapat diungkapkan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat dalam penelitian ini. Adapun saran tersebut, yaitu:

1. Bagi masyarakat agar menjaga kesehatan dan pola makan untuk mengurangi risiko terkena penyakit ginjal kronis.

2. Bagi pasien penyakit ginjal kronis agar menjalani hemodialisis reguler secara rutin untuk mengurangi keparahan penyakit dan menghilangkan kelainan kuku yang timbul pada pasien.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Ginjal Kronis A. Definisi

Penyakit ginjal adalah ketidakmampuan ginjal mempertahankan keseimbangan internal tubuh karena penurunan fungsi ginjal bertahap diikuti penumpukan sisa metabolisme protein dan ketidakseimbangan cairan elektrolit (Sudoyo, 2009). Penyakit Ginjal Kronik (CKD) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan ireversibel (NKF, 2002).

Penyakit ginjal kronis merupakan kepenyakitan fungsi ginjal (unit nefron) yang berlangsung pelahan-lahan karena penyebab berlangsung lama dan menetap yang mengakibatkan penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) sehingga ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit.

B. Klasifikasi

Klasifikasi penyakit ginjal kronik dapat dilihat berdasarkan sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsinya yaitu berkurang, ringan, sedang dan tahap akhir. Ada beberapa klasifikasi dari penyakit ginjal kronik yang dipublikasikan oleh National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI). Klasifikasi tersebut adalah :

Tabel 2.1. Klasifikasi Penyakit Ginjal (Sumber : renal.org)

Stadium GFR Deskripsi

1 90+ Fungsi ginjal normal tapi temuan dari urine atau kelainan struktural atau genetik

mengarah ke ciri-ciri penyakit ginjal 2 60-89 Sedikit berkurangnya fungsi ginjal dan

temuan-temuan lain mengarah ke ciri-ciri penyakit ginjal (mild)

3A 3B 45-99 40-44 sedang (moderate) 4 15-29 Parah (severe) 5 <15 atau dalam dialysis

Sangat parah atau biasa disebut endstage renal failure

Pada penyakit ginjal kronis tahap 1 dan 2 tidak menunjukkan tanda-tanda kerusakan ginjal termasuk komposisi darah yang abnormal atau urin yang abnormal.

C. Patofisiologi

Apabila ginjal kehilangan sebagian fungsinya oleh sebab apapun, nefron yang masih utuh akan mencoba mempertahankan laju filtrasi glomerulus agar tetap normal. Keadaan ini akan menybabkan nefron yang tersisa harus bekerja melebihi kapasitasnya, sehingga timbul kerusakan yang akan memperberat penurunan fungsi ginjal. Dua adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang ada mengalami hipertropi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh badan kerja ginjal. Terjadi peningkatan kecepatan filtrasi, beban solut dan reabsobsi tubulus dalam setiap nefron meskipun filtrasi glomerulus untuk seluruh masa nefron yang

cukup berhasil dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang sangat rendah. Bila sekitar 75% masa nefron sudah hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban setiap nefron demikian tinggi sehingga keseimbangan tubulus glomerulus tidak dapat lagi dipertahankan (Arora, 2014).

D. Manifestasi Klinis

Gambaran klinik penyakit ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri, kelainan kardiovaskular, dan kelainan kuku (Arora, 2014).

a. Kelainan hemopoeisis

Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan pada pasien penyakit ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit.

b. Kelainan saluran cerna

Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien penyakit ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dan muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.

c. Kelainan mata

Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien penyakit ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan penyakit ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris.

Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien penyakit ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien penyakit ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.

d. Kelainan kulit

Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost.

e. Kelainan selaput serosa

Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada penyakit ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.

f. Kelainan neuropsikiatri

Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi sering dijumpai pada pasien penyakit ginjal kronik. Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada pasien PGK. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas).

g. Kelainan kardiovaskular

Patogenesis penyakit jantung kongestif (GJK) pada penyakit ginjal kronik sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi

stadium terminal dan dapat menyebabkan kepenyakitan faal jantung.bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit.

h. Kelainan kuku

Pada penyakit ginjal kronik, sebagian pasien yang melakukan hemodialisis memiliki salah satu kelainan pada kuku mereka. Kelainan kuku tersebut meliputi half and half nail dan absen lunula (Martinez, 2010).

2.2. Hemodialisis a. Definisi

Hemodialisis adalah sebuah terapi medis. Kata ini berasal dari kata haemo yang berarti darah dan dilisis sendiri merupakan proses pemurnian suatu sistem koloid dari partikel-partikel bermuatan yang menempel pada permukaan Pada proses digunakan selaput Semipermeabel. Proses pemisahan ini didasarkan pada perbedaan laju transport partikel. Prinsip dialisis digunakan dalam alat cuci darah bagi penderita penyakit ginjal, di mana fungsi ginjal digantikan oleh dialisator. Hemodialisis merupakan salah satu dari Terapi Pengganti Ginjal, yang digunakan pada penderita dengan penurunan fungsi ginjal (nkfs.org, 2015).

b. Fungsi

Hemodialisis berfungsi membuang produk-produk sisa metabolisme seperti potassium dan urea dari darah dengan menggunakan mesin dialiser. Mesin ini mampu berfungsi sebagai ginjal menggantikan ginjal penderita yang sudah rusak kerena penyakitnya, dengan menggunakan mesin itu selama 24 jam perminggu, penderita dapat memperpanjang hidupnya sampai batas waktu yang tidak tertentu.

c. Prinsip Kerja Hemodialisis

Prinsip dari Hemodialisis adalah dengan menerapkan proses osmotis dan ultrafiltrasi pada ginjal buatan, dalam membuang sisa-sisa metabolisme tubuh. Pada hemodialisis, darah dipompa keluar dari tubuh lalu masuk kedalam mesin dialiser (yang berfungsi sebagai ginjal buatan) untuk dibersihkan dari zat-zat

racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh cairan khusus untuk dialisis (dialisat). Tekanan di dalam ruang dialisat lebih rendah dibandingkan dengan tekanan di dalam darah, sehingga cairan, limbah metabolik dan zat-zat racun di dalam darah disaring melalui selaput dan masuk ke dalam dialisat. Proses hemodialisis melibatkan difusi solute (zat terlarut) melalui suatu membrane semipermeable. Molekul zat terlarut (sisa metabolisme) dari kompartemen darah akan berpindah kedalam kompartemen dialisat setiap saat bila molekul zat terlarut dapat melewati membran semipermiabel demikian juga sebaliknya. Setelah dibersihkan, darah dialirkan kembali ke dalam tubuh.

Gambar 2.1. Cara Kerja Mesin Hemodialisis (Sumber : unhas.ac.id)

Mesin hemodialisis (HD) terdiri dari pompa darah, sistem pengaturan larutan dialisat, dan sistem monitor. Pompa darah berfungsi untuk mengalirkan darah dari tempat tusukan vaskuler ke alat dializer. Dializer adalah tempat dimana proses

tubuh penderita menuju dializer dan selanjutnya kembali lagi ketubuh penderita. Kecepatan dapat di atur biasanya diantara 300-400 ml/menit.

Lokasi pompa darah biasanya terletak antara monitor tekanan arteri dan monitor larutan dialisat. Larutan dialisat harus dipanaskan antara 34-39 C sebelum dialirkan kepada dializer. Suhu larutan dialisat yang terlalu rendah ataupun melebihi suhu tubuh dapat menimbulkan komplikasi.

Sistem monitoring setiap mesin HD sangat penting untuk menjamin efektifitas proses dialisis dan keselamatan.

2.3. Kuku

A. Anatomi Kuku

Kuku terbentuk dari sel-sel terkeratinasi dan memiliki beberapa segmen anatomis kunci. Yang pertama adalah akar kuku atau matriks, yang bermula pada bagian dasar dari kuku. Bagian paling proksimal ditutupi oleh jaringan epidermal (lipatan kuku) dan tidak terlihat oleh mata. Jaringan pada bagian ujung lipatan kuku adalah kutikula, yang melekat pada lempeng kuku, bergerak bersamanya dalam jarak yang pendek saat lempeng bertumbuh, dan kemudian lepas. Area yang terang, berbentuk sabit yang terproyeksi dari bawah lipatan kuku ibu jari adalah bagian dari matriks yang dapat terlihat. Area ini disebut lunula (bulan kecil) dan umumnya tidak terihat pada kuku jari tangan yang lain atau pada jari kaki (Philips, 2013).

Bagian utama dari kuku adalah lempeng kuku, yang terbentuk saat sel-sel matriks berubah dan menjadi sel-sel pipih bertanduk dengan tingkat perlekatan yang tinggi. Di bawah lempeng kuku adalah dasar kuku, yang tumbuh keluar dari lapisan sel basal epidermis. Dasar kuku tidak memanjang hingga ke bagian ujung lempeng kuku. Area dari bagian ujung dasar kuku ke lekukan distal dari kuku disebut hiponikium. Area ini penting, karena banyak kondisi medis yang berbeda muncul dari lokasi ini.

Kuku ibu jari tumbuh dalam laju yang lebih lambat daripada jari kuku lain. Sebagai tambahan, kuku-kuku jari dari individu yang sama tumbuh pada laju yang berbeda. Beberapa faktor dapat mempengaruhi laju pertumbuhan kuku dan meliputi genetik, usia (laju pertumbuhan melambat selama dekade ketiga kehidupan), dan cuaca (laju pertumbuhan meningkat selama masa-masa yang lebih hangat dalam tahun).

Gambar 2.2. Anatomi Kuku (Sumber : Medscape.com) B. Patologi Kuku

a. Half and half nail

Juga dikenal sebagai kuku Lindsay, biasanya dilihat sebagai komplikasi uremia. Dalam half and half nail bagian proksimal pada kuku berwarna putih (karena edema dan anemia) dan bagian distal berwarna merah muda atau coklat kemerahan dengan garis jelas pembatas. Tidak terlihat keterlibatan lempeng kuku pada penyakit ini (aafp.org, 2004).

Gambar 2.3. half and half nail (sumber : dermis.net)

b. Absen lunula

Absen lunula adalah tidak adanya setengah bagian berbentuk bulan keputihan yang sering terlihat di dasar kuku (Neumeister, 2013).

Gambar 2.4. absen lunula (sumber : medscape.com) C. Patofisiologi

Ada beberapa kemungkinan patofisiologi dari kelainan kuku pada pasien hemodialisis. Beberapa kemungkinannya adalah:

1. Kegagalan ginjal dalam menghasilkan faktor penghambat dari pelepasan hormon β-melanocyte stimulating hormone oleh kelenjar pituitari. Produksi faktor penghambat ini akan menurun pada pasien penyakit ginjal

kronis, yang akan menyebabkan meningkatnya sekresi β-melanocyte stimulating hormone. Akibatnya, produksi melanin meningkat yang menyebabkan bagian distal dari kuku menjadi kecoklatan (British Medical Journal, 1976).

2. Anemia pada penyakit ginjal kronis. Gejala dari anemia tersebut akan meningkatkan kepadatan kapiler bersamaan dengan penebalan dinding kapiler pada bagian proksimal kuku. Hal ini pertama kali akan menyebabkan hilangnya lunula pada kuku. Lalu seiring dengan keparahan penyakitnya, dinding kapiler akan semakin menebal dan akan menyebabkan edema pada bagian proksimal kuku yang kemudian membentuk kelainan half and half nail (Agrawaal, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit ginjal kronik mempengaruhi hampir di seluruh sistem tubuh, seperti menyebabkan gangguan saraf, pencernaan, jantung, paru, hematologi, endokrin-metabolik dan dermatologis (Martinez, 2010). Belakangan ini, gangguan tersebut tidak hanya disebabkan oleh kondisi ginjal itu sendiri, tetapi juga karena komplikasi akibat pengobatan, yang dapat menyebabkan xerosis, pruritus, hiperpigmentasi, calcinosis, dermatosis bulosa (pseudoporphyria), perforating dermatosis dan kelainan kuku.

Kelainan kuku dilaporkan terjadi pada sekitar 71,4% dari pasien uremik. Gangguan yang paling umum adalah: half and half nail, absen lunula, dan splinter hemmorhages(Martinez, 2010).

Dalam penelitian yang dilakukan di Brazil (2010), secara keseluruhan 86% dari pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis (HD) ditemukan memiliki setidaknya satu kelainan kuku. Absen lunula adalah kelainan kuku yang paling sering ditemukan pada pasien hemodialisis (62.9%) dan diikuti dengan half and half nail (14.4%).

Dalam penelitian yang dilakukan di Iran (2013) secara keseluruhan, 108 pasien dalam kelompok HD dan 54 individu dalam kelompok kontrol ditemukan memiliki setidaknya 1 kelainan kulit dan manifestasi mukosa (Behesti, 2013). Pruritus, perubahan warna kulit, ecchymosis, pengeringan dan kerapuhan rambut, leukonikia, absen lunula, dan half and half nail lebih sering pada kelompok HD daripada dibandingkan dengan kelompok kontrol (P <0,05). Meskipun tidak ada korelasi yang signifikan antara manifestasi dermatologis dan usia ≥ 65 atau diabetes mellitus dibuat, analisis regresi logistik multipel menunjukkan bahwa

berjenis kelamin pria, hipertensi, dan HD berjangka lama dikaitkan dengan manifestasi dermatologis.

Half and half nail digambarkan pada bagian proksimal kuku berwarna putih dikarenakan oleh edema dari kuku dan jaringan kapiler, sedangkan bagian distal berwarna merah muda atau coklat kemerahan. Lunula adalah bagian yang terlihat yang berwarna keputihan berbentuk bulan sabit di area akar alas kuku tangan maupun kuku kaki. Absen lunula adalah suatu keadaan patofisiologis yang menyebabkan hilangnya lunula pada kuku tangan maupun kuku kaki (Neumester, 2010).

Kelainan kuku ini disebabkan oleh peningkatan produksi melanin pada pasien yang menderita penyakit ginjal kronis dan hemodialisis. Jadi, gambaran kelainan kuku ini menandakan bahwa pasien diduga memiliki penyakit ginjal kronis serta melakukan hemodialisis yang telah berlangsung lama. Kelainan kuku ini juga memperlihatkan bahwa kualitas hidup pasien sudah menurun (aafp.org, 2004). Perhatian lembaga kesehatan terhadap kelainan kuku di Indonesia masih belum ada apalagi di RSUP H. Adam Malik. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian tentang kelainan kuku ini.

1.2.Rumusan Masalah

“Bagaimana gambaran kelainan kuku pada pasien hemodialisis?” 1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran kelainan kuku pada pasien hemodialisis di Rumah Sakit Pusat H. Adam Malik.

1.3.2. Tujuan Khusus

Adapun yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui jumlah pasien hemodialisis yang memiliki kelainan kuku.

2. Untuk mengetahui gambaran kelainan kuku pada pasien sesuai lamanya hemodialisis.

3. Untuk mengetahui gambaran kelainan kuku pada pasien HD menurut adanya riwayat menderita DM atau tidak.

4. Untuk mengetahui gambaran kelainan kuku pada pasien HD menurut ras pasien.

5. Untuk mengetahui gambaran kelainan kuku pada pasien HD menurut jenis kelamin pasien.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk: 1. Peneliti

Peneliti dapat melakukan penelitian dan menambah wawasan tentang gambaran kelainan kuku yang dialami pasien hemodialisis.

2. Ilmu Pengetahuan

Dapat memberikan informasi di bidang kedokteran tentang kelainan kuku pada pasien hemodialisis.

ABSTRAK

Penyakit ginjal kronik mempengaruhi hampir di seluruh sistem tubuh, seperti menyebabkan gangguan saraf, pencernaan, jantung, paru, hematologi, endokrin-metabolik dan dermatologis. Belakangan ini, gangguan tersebut tidak hanya disebabkan oleh kondisi ginjal, tetapi juga karena komplikasi akibat pengobatan itu sendiri, yang dapat menyebabkan xerosis, pruritus, hiperpigmentasi, calcinosis, dermatosis bulosa (pseudoporphyria), perforating dermatosis, dan kelainan kuku. Kelainan kuku paling sering ditemukan adalah half and half nail dan absen lunula.Penelitian sebelumnya menyatakan adanya gambaran kelainan kuku pada pasien hemodialisis.

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran kelainan kuku pada pasien hemodialisis di Rumah Sakit Pusat H. Adam Malik.

Metode penelitian ini adalah deskriptifcross sectional dengan teknik total sampling sehingga didapatkan total 21 pasien hemodialisis.

Hasil yang diperoleh dari 21 pasien hemodialisisbahwa jenis kelainan kuku terbanyak padapasien HD adalah absent lunula sebanyak 13 pasien (61,9%), sedangkan half and half nail sebanyak 8 pasien (38,1%).

Kesimpulan yang diperoleh adalah adanya gambaran kelainan kuku pada pasien hemodialisis di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan.

Abstract

Chronic kidney disease affects almost all systems of the body, such as causing neurological disorders, gastrointestinal, cardiac, pulmonary, hematologic, endocrine-metabolic and dermatological. In recent years, the disorder is not only caused by kidney conditions, but also because of complications from the treatment itself, which can cause xerosis, pruritus, hyperpigmentation, calcinosis, bullous dermatosis (pseudoporphyria), perforating dermatosis, and nail abnormalities. The most common nail disorder is half and half nail and absent lunula. Previous research suggested a picture of nail abnormalities in hemodialysis patients.

The purpose of this study is to describe the nail abnormalities in hemodialysis patients in the Hospital Center Adam Malik.

Methods of this study was a descriptive cross sectional with total sampling technique to obtain 21 hemodialysis patients.

The results obtained from 24 hemodialysis patients of the study that most types of nail abnormalities in patients with HD is absent lunula as many as 13 patients (61.9%), while half and half nail as much as 8 patients (38.1%).

The conclusion there are nail abnormalities in hemodialysis patients at the General Hospital Haji Adam Malik.

Gambaran Kelainan Kuku pada Pasien Hemodialisis Reguler di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

Oleh: Veris Marve

110100325

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Gambaran Kelainan Kuku pada Pasien Hemodialisis Reguler di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

Nama : Veris Marve NIM : 110100325

Pembimbing Penguji I

(dr. Syafrizal Nst,M.Ked(PD), Sp.PD-KGH) (dr. Sufitni, M.Kes) NIP : 19730721 200912 1 001 NIP : 197204042001122001 Penguji II (dr Devira Zahara, Sp.THT-KL) NIP : 197812072008012013 Medan, Januari 2016 Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD, KGEH) NIP : 19540220 198011 1 001

ABSTRAK

Penyakit ginjal kronik mempengaruhi hampir di seluruh sistem tubuh, seperti menyebabkan gangguan saraf, pencernaan, jantung, paru, hematologi, endokrin-metabolik dan dermatologis. Belakangan ini, gangguan tersebut tidak hanya disebabkan oleh kondisi ginjal, tetapi juga karena komplikasi akibat pengobatan itu sendiri, yang dapat menyebabkan xerosis, pruritus, hiperpigmentasi, calcinosis, dermatosis bulosa (pseudoporphyria), perforating dermatosis, dan kelainan kuku. Kelainan kuku paling sering ditemukan adalah half and half nail dan absen lunula.Penelitian sebelumnya menyatakan adanya gambaran kelainan kuku pada pasien hemodialisis.

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran kelainan kuku pada pasien hemodialisis di Rumah Sakit Pusat H. Adam Malik.

Metode penelitian ini adalah deskriptifcross sectional dengan teknik total sampling sehingga didapatkan total 21 pasien hemodialisis.

Hasil yang diperoleh dari 21 pasien hemodialisisbahwa jenis kelainan kuku terbanyak padapasien HD adalah absent lunula sebanyak 13 pasien (61,9%), sedangkan half and half nail sebanyak 8 pasien (38,1%).

Kesimpulan yang diperoleh adalah adanya gambaran kelainan kuku pada pasien hemodialisis di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan.

Abstract

Chronic kidney disease affects almost all systems of the body, such as causing neurological disorders, gastrointestinal, cardiac, pulmonary, hematologic, endocrine-metabolic and dermatological. In recent years, the disorder is not only caused by kidney conditions, but also because of complications from the treatment itself, which can cause xerosis, pruritus, hyperpigmentation, calcinosis, bullous dermatosis (pseudoporphyria), perforating dermatosis, and nail abnormalities. The most common nail disorder is half and half nail and absent lunula. Previous research suggested a picture of nail abnormalities in hemodialysis patients.

The purpose of this study is to describe the nail abnormalities in hemodialysis patients in the Hospital Center Adam Malik.

Methods of this study was a descriptive cross sectional with total sampling technique to obtain 21 hemodialysis patients.

The results obtained from 24 hemodialysis patients of the study that most types of nail abnormalities in patients with HD is absent lunula as many as 13 patients (61.9%), while half and half nail as much as 8 patients (38.1%).

The conclusion there are nail abnormalities in hemodialysis patients at the General Hospital Haji Adam Malik.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) tentang “Gambaran Kelainan Kuku pada Pasien Hemodialisis Reguler di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.”

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan sebesar-besarnya penulis

Dokumen terkait