• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai hubungan karakteristik individu dan kepemilikan jamban keluarga dengan tindakan buang air besar sembarangan di Desa Sosor Tolong Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2016, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan karakteristik individu, bahwa sebagian besar responden dengan

pendidikan rendah yaitu 69,1%, pada umumnya pekerjaan informal yaitu 87,3%, pada umumnya penghasilan tidak sesuai UMK yaitu 87,3%, lebih banyak dengan pengetahuan tidak baik yaitu 54,5% dan sebagian besar dengan sikap tidak baik yaitu 60,0%.

2. Berdasarkan kepemilikan jamban keluarga, bahwa reponden dalam penelitian sebagian besar dengan responden yang memiliki jamban keluarga yaitu 63,6%. 3. Berdasarkan tindakan BAB sembarangan, bahwa responden dalam penelitian

sebagian besar dengan tindakan buang air besar sembarangan yaitu 61,8%. 4. Ada hubungan yang bermakana antara pendidikan, pekerjaan, penghasilan,

pengetahuan, sikap dan kepemilikan jamban keluarga dengan tindakan BAB sembarangan di Desa Sosor Tolong Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2016.

6.2Saran

1. Kepada Petugas kesehatan Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan sebagai tempat pelaksana pelayanan kesehatan masyarakat dari Dinas Kesehatan Kabupaten Humbang Hasundutan agar menyusun rencana kerja tentang kesehatan lingkungan dalam melaksanakan pembinaan peran serta masyarakat yang belum memiliki jamban dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat dibidang kesehatan lingkungan khususnya tentang jamban melalui suatu pelatihan yang berkesinambungan agar program kesehatan khususnya kesehatan lingkungan sehingga dapat berjalan sesuai apa yang menjadi harapan. Melakukan penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) khususnya perilaku membuang air besar dan dampaknya terhadap kesehatan yang berpotensi sebagai penyebab dari penyakit dan tentang pentingnya memiliki jamban keluarga.

2. Kepada masyarakat diharapkan untuk mengubah tindakan Buang Air Besar Sembarangan, masyarakat dapat membuat jamban darurat di belakang rumah. Saat bekerja di ladang, dapat membuat lubang galian tempat membuang tinja sehingga tinja tidak mencemari, tidak perlu BAB di sungai atau tempat terbuka lainnya. Kepada keluarga yang tidak memiliki jamban dapat juga menumpang kepada tetangga (sharing) sehingga dapat mencegah penularan penyakit dari tinja.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Sanitasi Total Berbasis Masyarakat 2.1.1 Pengertian

STBM adalah pendekatan dengan proses fasilitas yang sederhana yang dapat merubah sikap lama, kewajiban sanitasi menjadi tanggung jawab masyarakat. Dengan satu kepercayaan bahwa kondisi bersih, nyaman dan sehat adalah kebutuhan alami manusia. Pendekatan yang dilakukan dalam STBM menimbulkan rasa malu kepada masyarakat tentang kondisi lingkungannya yang tidak bersih dan tidak nyaman yang ditimbulkan karena kebiasaan BAB di sembarang tempat. STMB adalah pendekatan untuk mengubah perilaku higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara pemicuan (Kemenkes RI, 2014)

2.1.2 Ruang lingkup STBM

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat merupakan program Nasional dalam rangka percepatan peningkatan akses terhadap sanitasi Dasar di Indonesia. Selain itu program ini juga erat kaitannya dengan target Millenium Developent Goals (MDGs) dan RPJMN. Untuk mendukung program ini, ditingkat pusat telah dibentuk Sekretarat STBM (Kementerian Kesehatan). Sekretariat STBM juga beranggotakan mitra-mitra yang sudah melaksanakan kegiatan-kegiatan STBM dibeberapa wilayah di Indonesia sehingga keberadaan sekretariat STBM sangat

terdiri dari 5 pilar yaitu Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan, Cuci Tangan Pakai Sabun, Pengelolaan Makanan dan Minuman Rumah Tangga, Pengelolaan Sampah Rumah Tangga, serta Pengelolaan limbah cair rumah tangga, yang mana cakupan area pendekataan utamanya adalah tingkat rumah tangga secara kolektif, untuk menjalankan itu semua harus digerakkan dan disinergikan melalui 3 komponen pendekatan yakni Menciptakan Kebutuhan (Demand creation), Ketersediaan pasokan (supply improvement), dan Lingkungan yang mendukung (Enabling Environment). Informasi detail tentang pendekatan STBM tersebut dapat dilihat pada buku petunjuk Pelaksanaan dan Teknis STBM (Manlaknis STBM) (Sekretariat Nasional STBM, 2014)

2.1.3 Lima Pilar STBM

Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dengan lima pilar akan mempermudah upaya meningkatkan akses sanitasi masyarakat yang lebih baik serta mengubah dan mempertahankan keberlanjutan budaya hidup bersih dan sehat. Pelaksanaan STBM dalam jangka panjang dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian yang diakibatkan oleh sanitasi yang kurang baik, dan dapat mendorong tewujudnya masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan. Pilar STBM terdiri atas perilaku:

a. Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS); b. Cuci TanganPakai Sabun (CTPS);

( Kemenkes RI, 2014)

2.1.3.1 Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS)

Suatu kondisi ketika setiap individu dalam komunitas tidak buang air besar sembarangan. Perilaku SBS diikuti dengan pemanfaatan sarana sanitasi yang saniter berupa jamban sehat. Saniter merupakan kondisi fasilitas sanitasi yang memenuhi standar dan persyaratan kesehatan yaitu:

a. tidak mengakibatkan terjadinya penyebaran langsung bahan-bahan yang berbahaya bagi manusia akibat pembuangan kotoran manusia; dan

b. dapat mencegah vektor pembawa untuk menyebar penyakit pada pemakai dan lingkungan sekitarnya.

Sumber : Kemenkes RI, 2014

Gambar 2.1 Contoh Perubahan Perilaku SBS

Jamban sehat efektif untuk memutus mata rantai penularan penyakit. Jamban sehat harus dibangun, dimiliki, dan digunakan oleh keluarga dengan penempatan (di dalam rumah atau di luar rumah) yang mudah dijangkau oleh penghuni rumah.

Bangunan atas jamban harus berfungsi untuk melindungi pemakai dari gangguan cuaca dan gangguan lainnya.

Sumber : Kemenkes RI, 2014

Gambar 2.2 Bangunan Atas Jamban (Dinding dan/atau Atap)

b) Bangunan tengah jamban

Terdapat 2 (dua) bagian bangunan tengah jamban, yaitu:

1. Lubang tempat pembuangan kotoran (tinja dan urine)yang saniter dilengkapi oleh konstruksi leher angsa. Pada konstruksi sederhana (semi saniter), lubang dapat dibuat tanpa konstruksi leher angsa, tetapi harus diberi tutup.

2. Lantai Jamban terbuat dari bahan kedap air, tidak licin, dan mempunyai saluran untuk pembuangan air bekas ke Sistem Pembuangan Air Limbah (SPAL).

Sumber : Kemenkes RI, 2014

c) Bangunan Bawah

Merupakan bangunan penampungan, pengolah, dan pengurai kotoran/tinja yang berfungsi mencegah terjadinya pencemaran atau kontaminasi dari tinja melalui vektor pembawa penyakit, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Terdapat 2 (dua) macam bentuk bangunan bawah jamban, yaitu:

1. Tangki Septik, adalah suatu bak kedap air yang berfungsi sebagai penampungan limbah kotoran manusia (tinja dan urine). Bagian padat dari kotoran manusia akan tertinggal dalam tangki septik, sedangkan bagian cairnya akan keluar dari tangki septik dan diresapkan melalui bidang/sumur resapan.Jika tidak memungkinkan dibuat resapan maka dibuat suatu filter untuk mengelola cairan tersebut.

2. Cubluk, merupakan lubang galian yang akan menampung limbah padat dan cair dari jamban yang masuk setiap harinya dan akan meresapkan cairan limbah tersebut ke dalam tanah dengan tidak mencemari air tanah, sedangkan bagian padat dari limbah tersebut akan diuraikan secara biologis. Bentuk cubluk dapat dibuat bundar atau segiempat, dindingnya harus aman dari longsoran, jika diperlukan dinding cubluk diperkuat dengan pasangan bata, batu kali, buis beton, anyaman bambu, penguat kayu, dan sebagainya (Kemenkes RI, 2014).

Sumber : Kemenkes RI, 2014

Gambar 2.4 Contoh Bangunan Bawah Jamban 2.1.3.2 Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)

CTPS merupakan perilaku cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir.

a. Langkah-langkah CTPS yang benar :

1. Basahi kedua tangan dengan air bersih yang mengalir.

2. Gosokkan sabun pada kedua telapak tangansampai berbusa lalu gosok kedua punggung tangan, jari jemari, kedua jempol, sampai semua permukaan kena busa sabun.

3. Bersihkan ujung-ujung jari dan sela-sela di bawah kuku.

4. Bilas dengan air bersih sambil menggosok-gosok kedua tangan sampai sisa sabun hilang. Keringkan kedua tangan dengan memakai kain, handuk bersih, atau kertas tisu, atau mengibas-ibaskan kedua tangan sampai kering.

1. sebelum makan

2. sebelum mengolah dan menghidangkan makanan 3. sebelum menyusui

4. sebelum memberi makan bayi/balita 5. sesudah buang air besar/kecil 6. sesudah memegang hewan/unggas c. Kriteria Utama Sarana CTPS

1. Air bersih yang dapat dialirkan 2. Sabun

3. Penampungan atau saluran air limbah yang aman.

2.2 Perilaku Kesehatan 2.2.1 Pengertian Perilaku

Perilaku yaitu suatu respon seseorang yang dikarenakan adanya suatu stimulus/ rangsangan dari luar. Perilaku dibedakan menjadi dua yaitu perilaku tertutup (covert behavior) dan perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku tertutup merupakan respon seseorang yang belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Sedangkan perilaku terbuka merupakan respon dari seseorang dalam bentuk tindakan yang nyata sehingga dapat diamati lebih jelas dan mudah (Fitriani, 2011).

2.2.2 Perilaku Kesehatan

Menurut Becker, 1979 yang dikutip dalam Notoatmodjo (2012), perilaku kesehatan diklasifikasikan menjadi tiga :

a. Perilaku hidup sehat (healthy life style)

Merupakan perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha untuk meningkatkan kesehatan dengan gaya hidup sehat yang meliputi makan menu seimbang, olahraga yang teratur, tidak merokok, istirahat cukup, menjaga perilaku yang positif bagi kesehatan.

b. Perilaku sakit (illness behavior)

Merupakan perilaku yang terbentuk karena adanya respon terhadap suatu penyakit. Perilaku dapat meliputi pengetahuan tentang penyakit serta upaya pengobatannya.

c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior)

Merupakan perilaku seseorang ketika sakit. Perilaku ini mencakup upaya untuk menyembuhkan penyakitnya.

2.2.3 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri (mandiri) di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat. Bidang pencegahan dan penanggulangan penyakit serta penyehatan lingkungan harus dipraktikkan perilaku mencuci

cair yang memenuhi syarat, memberantas jentik nyamuk, tidak merokok di dalam ruangan dan lain-lain. Perilaku hidup bersih dan sehat merupakam salah satu program prioritas pemerintah melalui puskesmas dan menjadi sasaran luaran dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, seperti yang disebutkan pada Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014 (Kemenkes, 2011).

Sasaran PHBS tidak hanya terbatas tentang hygiene, namun harus lebih komprehensif dan luas, mencakup perubahan lingkungan fisik, lingkungan biologi dan lingkungan sosial-budaya masyarakat sehingga tercipta lingkungan yang berwawasan kesehatan dan perubahan perilaku hidup bersih dan sehat. Lingkungan fisik seperti sanitasi dan hygiene perorangan, keluarga dan masyarakat, tersedianya air bersih, lingkungan perumahan, fasilitas mandi, cuci dan kakus (MCK) dan pembuangan sampah serta limbah. Lingkungan biologi adalah flora dan fauna. Lingkungan sosial-budaya seperti pengetahuan, sikap perilaku dan budaya setempat yang berhubungan dengan PHBS. Kaitan perilaku tentang kesehatan yang dilakukan atas dasar kesadaran, yang membuat individu, keluarga dan masyarakat mampu menolong dirinya sendiri dan berperan aktif dalam memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat (Maryunani, 2013).

2.2.4 Perilaku Buang Air Besar

sehingga tidak menimbulkan dampak yang merugikan bagi kesehatan (Notoatmodjo, 2012).

2.2.4.1 Mekanisme Buang Air Besar

Semua makanan yang masuk ke dalam tubuh akan dicerna oleh organ pencernaan. Selama proses pencernaan makanan dihancurkan menjadi zat-zat sederhana yang dapat diserap dan digunakan oleh sel dan jaringan tubuh kemudian sisa-sisa pembuangan akan dikeluarkan oleh tubuh berupa tinja. Seseorang hendaknya berlatih untuk buang air besar tiap pagi sebelum beraktivitas dan jika tertunda akan menyebabkan konstipasi (sembelit). Frekuensi buang air besar berbeda-beda tiap orang, seseorang yang normal diperkirakan menghasilkan tinja rata-rata 330 gram sehari. Tinja ini berisi bakteri, lepasan epithelium usus, nitrogen, zat besi, selulosa dan sisa zat makanan lainnya yang tidak larut dalam air.

2.2.4.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Praktek/Tindakan BAB

a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman dan juga diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain maupun didapat dari buku atau media massa. Pengetahuan tentang kesehatan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan baik secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan yang bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam mewujudkan kesehatan yang optimal.

b. Pendidikan

Hasil atau prestasi yang dicapai oleh manusia dan usaha lembaga-lembaga dalam mencapai tujuan untuk tingkat kemajuan masyarakat dan kebudayaan. Pendidikan juga sebagai pengembangan diri dari individu yang dilaksanakan secara sadar dan penuh tanggung jawab. Banyak masyarakat yang belum mengerti tentang perilaku BAB yang benar sehingga memberi dampak dalam mengakses penerapannya di bidang kesehatan karena dominan masyarakat masih memilki pendidikan yang rendah sehingga pengetahuan kurang yang berakibat masyarakat berperilaku BAB di sembarang tempat.

c. Sarana

Sarana adalah jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas yang berfungsi sebagai alat dalam pelaksanaan pekerjaaan dan kepentingan yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja. Jamban keluarga termasuk sebagai sarana untuk masyarakat untuk membuang tinja atau kotoran untuk mencegah penularan penyakit melalui tinja (Mubarak, 2009).

d. Dukungan keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang berperan dalam menentukan cara asuhan terhadap anggota keluarga (suami,istri dan anak) yang bila salah satu anggota keluarga mengalami masalah kesehatan maka sistem dalam keluarga akan terpengaruh (Friedman,1998).

2.3 Karakteristik Individu 2.3.1 Umur

Menurut Nursalam (2008), semakin cukup umur tingkat kematangan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari pada orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwa. Berdasarkan pendapat Hurlock (1980), mengindikasikan bahwa dengan bertambahnya umur seseorang maka kematangan dalam berpikir semakin baik sehingga akan termotivasi dalam memanfaatkan/menggunakan jamban demikian sebaliknya semakin muda umurnya semakin tidak mengerti tentang pentingnya BAB dijamban sebagai salah satu upaya mencegah terjadinya penyakit yang disebabkan oleh BAB sembarang tempat.

2.3.2 Jenis Kelamin

Jenis Kelamin adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Dalam Women’s Studies Encylopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, metalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat dianggap pantas sesuai norma-norma dan adat istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan masyarakat Gender adalah semua atribut sosial mengenai laki-laki dan perempuan, misalnya laki-laki digambarkan mempunyai sifat maskulin seperti

2.3.3 Pendidikan

Pendidikan secara umum merupakan salah satu upaya yang direncanakan untuk menciptakan perilaku seseorang menjadi kondusif dalam menyingkapi suatu masalah. Tingkat pendidikan berpengaruh pada perubahan sikap dan perilaku hidup sehat sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin sadar dan peduli terhadap kebersihan diri dan lingkungannya terutama dalam hal pemanfaatan jamban saat BAB (Atmarita, 2004).

2.3.4 Pekerjaan

Rata-rata pekerjaan masyarakat yaitu pada sektor non formal (Buruh tani, petani,pedagang/wiraswasta) kebanyakan masyarakat bekerja sebagai buruh tani sehingga penghasilan yang diperoleh tidak menentu dan kurang memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan masyarakat yang bekerja pada sektor formal terbiasa dengan lingkungan pekerjaan yang bersih dan sehat sehingga manset masyarakat yang bekerja di sektor formal lebih baik dan merasa perlu untuk hidup sehat dan beraktifitas sesuai pekerjaannya. Menurut Soemardji (1999) menyatakan perbedaan tingkat partisipasi responden yang tidak bekerja juga terkait dengan aspek psikologis, artinya masyarakat yang tidak bekerja mengkondisikan dirinya seperti merasa tidak perlu berpartisipasi. masyarakat yang pada umumnya berada pada tingkat ekonomi rendah sehingga sulit untuk

2.3.5 Penghasilan

Penghasilan adalah pendapatan; perolehan (uang yang diterima). Pendapatan keluarga menentukan ketersediaan fasilitas kesehatan yang baik. Dimana semakin tinggi pendapatan keluarga, semakin baik fasilitas dan cara hidup mereka yang terjaga akan semakin baik (Berg, 1986). Tingkatan pendapatan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup, dimana status ekonomi orang tua yang baik akan berpengaruh pada fasilitasnya yang diberikan. Apabila tingkat pendapatan baik, maka fasilitas kesehatan mereka, khususnya didalam rumahnya akan terjamin misalnya dalam penyediaan air bersih, penyediaan jamban sendiri, atau jika mempunyai ternak akan dibuatkan kandang yang baik dan terjaga kebersihannya.

2.3.6 Pengetahuan

Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan tindakan seseorang, dalam hal ini pengetahuan tentang pemanfaatan jamban keluarga dirumah. Pengetahuan rendah akan sangat mempengaruhi perilaku dalam memilih hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan dan informasi masyarakat dalam pemanfaatan jamban keluarga yang sehat selain itu juga masyarakat masih berperilaku BABS di empang/kolam, sungai, dan numpang(sharing). Sedangkan masyarakat yang memiliki pengetahuan kategori tinggi berperilaku BAB dijamban tetapi masih ada juga masyarakat yang berpengetahuan tinggi yang masih BABS dimana memiliki WC tetapi dialirkan ke kolam. Salah satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri (Wawan, A dan Dewi

2.3.7 Sikap

Apabila peningkatan sikap tidak diimbangi dengan tindakan nyata, maka akan memberikan peluang besar untuk merugikan kesehatan pribadi maupun lingkungan yang diakibatkan oleh perilaku masyarakat yang masih sering buang air besar sembarangan. Menurut Sunaryo (2004) faktor penentu sikap seseorang salah satunya adalah faktor komunikasi sosial. Informasi yang diterima individu tersebut dapat menyebabkan perubahan sikap pada diri individu tersebut. Positif atau negatif informasi dari proses komunikasi tersebut tergantung seberapa besar hubungan sosial dengan sekitarnya mampu mengarahkan individu tersebut bersikap dan bertindak sesuai dengan informasi yang diterimanya. Selain itu juga didukung dengan pendapat Green (2000) ketidakcocokan perilaku seseorang dengan sikapnya akan menimbulkan berbagai masalah psikologis bagi individu yang bersangkutan sehingga individu akan berusaha mengubah sikapnya atau perilakunya. Sikap merupakan predisposisi untuk berperilaku yang akan tampak aktual dalam bentuk perilaku atau tindakan.

2.4 Kepemilikan Jamban Keluarga

Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk membuang tinja atau kotoran manusia bagi suatu keluarga yang lazim disebut kakus atau WC (Madjid, 2009). Jamban keluarga terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan

2.5 Syarat-Syarat Pembangunan Jamban Keluarga

Pembuangan tinja atau kotoran manusia adalah merupakan sumber penularan penyakit serta dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, untuk mengatasi masalah tersebut agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia maka harus dilakukan pengisolasian dan pengolahan terhadap tinja/kotoran tersebut. Upaya pengisolasian dapat dilakukan dengan membuat sarana pembuangan kotoran, tinja yang memenuhi syarat kesehatan.

Menurut Proverawati dan Rahmawati (2012), syarat jamban yang sehat adalah : 1. Tidak mencemari sumber air minum (jarak antara sumber air minum dengan

lubang penampungan tinja minimal 10 meter). 2. Tidak berbau.

3. Kotoran tidak dapat dijamah oleh serangga dan tikus. 4. Tidak mencemari tanah sekitarnya.

5. Mudah dibersihkan dan aman digunakan. 6. Dilengkapi dinding dan atap pelindung. 7. Penerangan dan ventilasi yang cukup. 8. Lantai kedap air dan luas ruangan memadai. 9. Tersedia air, sabun, dan alat pembersih.

2.6 Macam-macam Type Pembuangan Tinja

a. Jamban Cemplung

Bentuk kakus inilah adalah paling sederhana yang dapat dianjurkan kepada masyarakat. Nama ini digunakan karena bila orang mempergunakan kakus macam ini, maka kotorannya langsung masuk jatuh kedalam tempat penampungan. Jamban cemplung yaitu jamban yang penampungannya berupa lubang yang berfungsi menyimpan kotoran/tinja ke dalam tanah dan mengendapkan kotoran ke dasar lubang. Untuk jamban cemplung diharuskan ada penutup agar tidak berbau (Proverawati dan Rahmawati, 2012).

b. Jamban Plengsengan

Plengsengan juga berasal dari bahasa Jawa “Melengseng” yang berarti miring. Nama ini digunakan karena dari lubang tempat jongkok ketempat penampungan kotoran dihubungkan oleh suatu saluran yang miring. Jadi, tempat jongkok dari kakus ini tidak dibuat persis di atas tempat penampungan, tapi agak jauh.

c. Jamban Bor

Dinamakan demikian karena tempat penampungan kotorannya dibuat dengan mempergunakan bor. Bor yang dipergunakan adalah bor tangan yang disebut “Bor Auger” dengan diameter antara 30-40 cm. Sudah barang tentu lubang yang dibuat harus jauh lebih dalam dibandingkan dengan lubang yang digali seperti pada jamban cemplung dan kakus plengsengan, karena diameter jamban bor jauh lebih kecil.

d. Angsatrine (Water Seal Latrine)

Jamban ini dibawah tempat jongkoknya ditempatkan atau dipasang suatu alat yang berbentuk seperti leher angsa yang disebut bowl. Bowl berfungsi mencegah timbulnya bau. Kotorang yang berada di tempat penampungan tidak tercium baunya karena terhalang oleh air yang selalu terdapat dalam bagian yang melengkung.

e. Jamban Di atas Balong (Empang)

Membuat jamban diatas balong (yang kotorannya dialirkan ke balong) adalah cara pembuangan kotoran yang tidak dianjurkan, tetapi sulit untuk menghilangkannya, terutama di daerah yang terdapat banyak balong.

Menurut Mubarak (2009), dalam Marliana (2011) bahwa “Sebelum kita berhasil mengalihkan kebiasaan tersebut kepada kebiasaan yang diharapkan, dapatkah cara tersebut diteruskan dengan memberikan persyaratan tertentu”, antara lain :

1. Air balong tersebut jangan dipergunakan untuk mandi.

2. Letak jamban harus sedimikian rupa, sehingga kotoran manusia selalu jatuh di air.

3. Tidak terdapat sumber air minum yang terletak di bak balong tersebut atau yang sejajar dengan jarak 15 meter.

4. Aman dalam pemakaiannya. f. Jamban Septic Tank

Mubarak (2009), dalam Marliana 2011) mengemukakan bahwa “Septic Tank bisa terjadi dari dua bak atau lebih serta dapat pula terdiri atas satu bak saja dengan mengatur sedemikian rupa (misalnya dengan memasang beberapa sekat atau tembok penghalang), sehingga dapat memperlambat pengaliran air kotor di dalam bak tersebut”.

2.7 Pengaruh Tinja Bagi Kesehatan Manusia

Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area pemukiman, masalah pembuangan kotoran manusia meningkat. Dilihat dari segi kesehatan

Dokumen terkait