• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan dari seluruh reponden sebagian besar memiliki indeks massa tubuh normal dan siklus menstruasi teratur. Terdapat hubungan antara indeks massa tubuh dengan siklus menstruasi pada remaja putri di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Saran

2.1.Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi tambahan dan masukan bagi pendidikan keperawatan terkait masalah indeks massa tubuh remaja dan khususnya keperawatan maternitas terkait dengan kesehatan reproduksi remaja dan permasalahan yang dapat terjadi seperti ketidakteraturan siklus menstruasi.

2.2. Pelayanan Keperawatan

Perawat dapat memberi edukasi pada remaja putri tentang gejala dan gangguan yang mungkin terjadi saat menstruasi, selain itu perawat harus mengevaluasi dan secara efektif menangani remaja putri yang mengalami ketidakteraturan siklus menstruasi.

2.3. Penelitian selanjutnya

Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi siklus menstruasi pada remaja putri perlu dilakukan lagi untuk mengetahui faktor-faktor yang benar-benar berpengaruh terhadap siklus

46

menstruasi sehingga dapat mengurangi dampak dari permasalahan kesehatan reproduksi remaja. Faktor-faktor selain indeks massa tubuh seperti stress, aktivitas fisik, riwayat keluarga, dll. Selain itu penelitian selanjutnya diharapkan dapat meningkatkan jumlah populasi untuk status gizi yang proporsional sehingga populasi dapat terdistribusi merata secara normal

2.4. Remaja Putri

Kejadian siklus menstruasi tidak teratur yang tinggi di kalangan remaja putri perlu menjadi perhatian bagi kaum perempuan karena hal ini bisa menjadi faktor resiko gangguan reproduksi di kemudian hari. Selain itu remaja putri dengan gangguan siklus menstruasi dianjurkan untuk memperbaiki indeks massa tubuh.

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Status Gizi

1.1. Definisi Status Gizi

Zat Gizi (nutrient) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Makanan setelah dikonsumsi mengalami proses pencernaan. Bahan makanan diuraikan menjadi zat gizi atau nutrien. Zat tersebut selanjutnya diserap melalui dinding usus dan masuk ke dalam cairan tubuh (Almatsier, 2010).

Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh (Almatsier, 2010). Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Banudi, 2013).

1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi (Suhardjo, 2005) a. Faktor Langsung

1) Konsumsi makanan

Konsumsi makanan oleh masyarakat atau oleh keluarga bergantung pada jumlah dan jenis pangan yang dibeli, distribusi dalam keluarga dan kebiasaan makan secara perorangan. Hal ini tergantung pula

8

pada pendapatan, agama, adat, kebiasaan dan pendidikan masyarakat bersangkutan.

2) Infeksi

Antara status gizi kurang dan infeksi terdapat interaksi bolak-balik. Infeksi dapat menimbulkan gizi kurang melalui berbagai mekanismenya. Yang penting adalah efek langsung dari infeksi sistemik pada katabolisme jaringan. Walaupun hanya terhadap infeksi ringan sudah menimbulkan kehilangan nitrogen.

b. Faktor tidak langsung

1) Kesediaan pangan ditingkat rumah tangga

Hal ini terkait dengan produksi dan distribusi bahan makanan dalam jumlah yang cukup mulai dari produsen sampai ke tingkat rumah tangga.

2) Daya beli keluarga yang kurang untu memenuhi kebutuhan bahan makanan bagi seluruh anggota keluarga

Hal ini terkait dengan masalah pekerjaan atau mata pencaharian atau penghasilan suatu keluarga. Apabila penghasilan keluarga tidak cukup untuk membeli bahan makanan yang cukup

3) Tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku tentang gizi dan kesehatan Walaupun bahan makanan dapat disediakan oleh keluarga dan daya beli memadai, tetapi karena kekurangan pengetahuan ini bisa menyebabkan keluarga tidak menyediakan makanan beranekaragam dan bergizi setiap hari bagi keluarganya.

9

1.3. Kebutuhan Gizi pada Remaja

Remaja memiliki kebutuhan nutrisi yang unik apabila ditinjau dari sudut pandang biologi, psikologi, dan dari sudut pandang sosial. Secara biologis kebutuhan nutrisi mereka selaras dengan aktivitas mereka. Remaja membutuhkan lebih banyak protein, vitamin, dan mineral per unit dari setiap energi yang mereka konsumsi dibanding dengan anak yang belum mengalami pubertas (Adriani & Wirjatmadi, 2012).

Kelompok usia ini sangat disibukkan dengan berbagai macam aktivitas fisik. Atas pertimbangan berbagai faktor tersebut, kebutuhan kalori, protein, dan mikronutrien pada kelompok usia ini perlu diutamakan. Bagi remaja, makanan merupakan suatu kebutuhan pokok untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuhnya. Kekurangan konsumsi makanan, baik secara kuantitatif maunpun kualitatif, akan menyebabkan terjadinya gangguan proses metabolism tubuh, yang tentunya mengarah pada timbulnya suatu penyakit. Demikian sebaliknya, apabila mengonsumsi makananberlebih, tanpa diimbangi suatu kegiatan fisik yang cukup, gangguan tubuh juga akan muncul (Adriani & Wirjatmadi, 2012).

Kebutuhan energi yang dibutuhkan oleh remaja putri didasarkan pada table RDA (Recommended Daily Allowances), secara garis besar memuncak pada usia 12 tahun sebesar 2.550 kkal kemudian menurun menjadi 2.200 kkal pada usia 19 tahun. Asupan lemak untuk wanita usia

10

13-15 tahun adalah 26 gram/hari. Sedangkan kebutuhan akan protein sebesar 0,27-0,29 g/cm tinggi badan (Arisman, 2004).

1.4. Klasifikasi Status Gizi

Status gizi menurut Almatsier (2010), dibagi menjadi 4 macam, yaitu : a. Gizi Kurang

Keadaan dimana masukan nutrisi yang tidak cukup jumlah atau macamnya, disebabkan asupan kurang, gangguan pencernaan atau absorbsi

b. Gizi Baik atau Gizi Optimal

Terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja daan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin.

c. Gizi Lebih (Overweight)

Penimbunan lemak berlebihan pada jaringan subkutan atau jaringan lainnya

d. Obesitas

Penimunan lemak yang berlebihan secara merata pada seluruh jaringan. Obesitas biasanya disebabkan oleh masukan energi yang melebihi kebutuhan tubuh dan biasnaya disertai kurangnya aktivitas jasmani.

11

1.5. Penilaian Status Gizi

Menurut Waryana (2010), status gizi dapat ditentukan melalui pemeriksaan laboratorium maupun secara antropometri. Metode penilaian status gizi terdiri dari dua metode yaitu, metode langsung dan metode tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung meliputi metode biokimia, antropometri, klinik dan biofisik. Sedangkan metode tidak langsung adalah metode konsumsi makanan, statistik vital dan faktor- faktor ekologi. Metode penilaian status gizi yang banyak digunakan yaitu antropometri (Supariasa, 2007).

Metode antropometri merupakan ilmu yang mempelajari secara khusus tentang pengukuran tubuh manusia untuk merumuskan perbedaan-perbedaan ukuran pada tiap individu atau kelompok. Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain usia, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit (Supariasa, 2002)

Salah satu indeks antropometri yaitu Indeks Massa Tubuh (IMT) (Supariasa, 2002). Menurut Hartono (2006), IMT digunakan untuk

12

mengukur status gizi karena dapat memperkirakan ukuran lemak tubuh yang sekalipun hanya estimate tetapi lebih akurat daripada berat badan saja. Menurut Permaisih dalam Waryana (2010), IMT direkomendasikan sebagai indikator yang baik untuk menentukan status gizi remaja.

Indeks Massa Tubuh diukur dengan cara membagi berat badan dalam satuan kilogram dengan tinggi badan dalam satuan meter kuadrat (Gibson, 2005)

Berat badan (kg) IMT =

Tinggi badan (m) x Tinggi badan (m)

Berikut ini adalah batasan IMT untuk menilai status gizi menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Tabel 2.1. Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia

Kategori IMT (kg/m2)

Berat badan kurang <18,5

Normal 18,5 – 22,9

Berat Badan Lebih 23,00 – 24.9

Obese ≥25,00 Sumber : Depkes dalam Waryana, 2010

Menurut supariasa (2002), kelebihan penelitian status gizi dengan teknik Antropometri antara lain adalah prosedur sederhana, aman dan

13

dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar. Kedua, relative tidak menggunakan tenaga ahli, cukup tenaga terlatih. Ketiga, alat murah, tahan lama, mudah dibawa, dapat dipesan dan dapat dibuat di daerah setempat. Keempat, metode ini tepat dan akurat, karena dibakukan. Kelima, dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau. Keenam, umumnya dapat mengidentifikasi status gizi baik, kurang dan gizi buruk karena sudah ada ambang batas yang jelas.

Sedangkan kelemahan teknik antropometri menurut Supariasa (2002), antara lain pertama adalah tidak dapat mendeteksi status gizi tertentu seperti zinc dan Fe. Kedua, faktor diluar gizi (penyakit, genetic dan penurunan penggunaan energi) dapat menurunkan spesifikasi dan sensitivitas pengukuran antropometri. Ketiga, kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akurasi, dan validitas pengukuran antropometri gizi. Keempat, kesalahan terjadi karena pengukuran, perubahan hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi jaringan, analisis, dan asumsi yang keliru. Kelima, sumber kesalahan biasanya berhubungan dengan latihan petugas yang tidak cukup, kesalahan alat atau alat tidak tertera dan kesulitan pengukuran.

2. Siklus Menstruasi

2.1. Definisi Siklus Menstruasi

Siklus menstruasi adalah jarak antara tanggal mulainya menstruasi yang lalu dan mulainya menstruasi yang berikutnya. Hari mulainya perdarahan dinamakan hari pertama siklus (Wiknjosastro, 2009). Siklus

14

mentruasi dikatakan teratur apabila berlangsung selama 21-35 hari, dengan rata-rata panjang siklus 28 hari (Cohen, 2003).

Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik uterus disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Wiknjosastro, 2009). Menstruasi adalah proses alamiah yang terjadi pada perempuan. Menstruasi merupakan perdarahan yang teratur dari uterus sebagai tanda bahwa organ kandungan telah berfungsi matang. (Kusmiran, 2011)

2.2. Fisiologi Siklus Menstruasi

Menurut Misaroh dan Proverawati (2009), menstruasi mempunyai kisaran waktu tiapsiklus sekitar 28-35 hari setiap bulannya. Siklus menstruasi terdiri dari 4 fase yaitu :

2.2.1. Fase Menstruasi

Fase menstruasi yaitu peristiwa luruhnya sel ovum matang yang tidak dibuahi bersamaan dengan dinding endometrium yang robek, dapat diakibatkan juga karena berhentinya sekresi hormon esterogen dan progesteron sehingga kandungan hormon dalam darah menjadi tidak ada. Stadium ini berlangsung selama 3-7 hari.

2.2.2. Fase Proliferasi

Stadium ini berlangsung pada 7-9 hari. Dimulai sejak berhentinya darah menstruasi sampai hari ke-14. Setelah menstruasi berakhir, dimulailah fase proliferasi dimana terjadi menurunnya hormon progesterone sehingga memacu kelenjar hipofisis untuk mensekresikan FSH (folikel

15

stimulating hormone) dan merangang folikel dalam ovarium, serta dapat membuat hormon esterogen diproduksi kembali. Sel folikel berkembang menjadi folikel de Graaf yang masak dan menghasilkan hormone esterogen yang merangsang keluarnya LH (leutining hormone) dari hipofisis. Esterogen dapat menghambat sekresi FSH (folikel stimulating hormone) tetapi dapat memperbaiki dinding endometrium yang robek.

2.2.3. Fase Ovulasi atau fase Luteal

Fase ovulasi ditandai dengan sekresi LH (leutining hormone) yang memacu matangnya sel ovum pada hari ke-14 sesudah menstruasi. Sel ovum yag matang akan meninggalkan folikel dan folikel akan mengkerutdan berubah menjadi corpus luteum. Corpus luteum berfungsi untuk menghasilkan hormon progesteron yang berfungsi untuk mempertebaldinding endometrium yang kaya akan pembuluh darah.

2.2.4. Fase Premenstruasi

Stadium yang berlangsung selama 3 hari. Fase sekresi ditandai dengan corpus luteum yang mengecil atau menghilang dan berubah menjadi corpus albicans yang berfungsi untuk menghambat sekresi hormon esterogen dan progesteron sehingga hipofisis aktif mensekresikan FSH (folikel stimulating hormone) dan LH (leutining hormone). Sekresi progesteron yang terhenti menyebabkan penebalan dinding

16

endometrium akan terhenti sehingga menyebabkan endometrium mengering dan robek, maka terjadi fase perdarahan atau menstruasi

2.3. Keteraturan Siklus Menstruasi

Panjang siklus menstruasi adalah jarak antara tanggal mulainya menstruasi yang lalu dan mulainya menstruasi yang berikutnya (Wiknjosastro, 2009). Pada definisi klinik, menstruasi dinilai berdasarkan tiga hal. Pertama, siklus menstruasi yaitu jarak antara hari pertama menstruasi dengan hari pertama menstruasi berikutnya. Kedua, lama menstruasi, yaitu jarak dari hari pertama menstruasi sampai pendarahan menstruasi berhenti, dan ketiga jumlah darah yang keluar selama satu kali menstruasi. Menstruasi dikatakan normal apabila didapatkan siklus menstruasi tidak kurang dari 21 hari, tetapi tidak melebihi 35 hari, lama menstruasi 3-7 hari, dengan jumlah darah selama menstruasi berlangsung tidak melebihhi 80 ml, ganti pembalut 2-6 kali perhari (Anwar, 2011).

Keteraturan siklus menstruasi disebabkan karena adanya ovulasi. Ovulasi umumnya terjadi 14 ± 2 hari sebelum hari pertama menstruasi yang akan datang. Untuk dapat mengetahui keteraturan siklus menstruasi, maka seorang wanita setidaknya mempunyai catatan tentang siklus menstruasinya selama 6 bulan (Wiknjosastro, 2009).

2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keteraturan Siklus Menstruasi Kusmiran (2011) adalah sebagai berikut:

17

a. Berat badan

Berat badan dan perubahan berat badan mempengaruhi siklus menstruasi. Penurunan berat badan akut dan sedang menyebabkan gangguan pada fungsi ovarium, tergantung derajat tekanan pada ovarium dan lamanya penurunan berat badan. Kondisi patologis seperti berat badan yang kurang/kurus dan anorexia nervosa yang menyebabkan penurunan berat badan yang berat dapat menimbulkan amenorrhea.

b. Aktivitas fisik

Tingkat aktivitas fisik yang sedang dan berat dapat membatasi fungsi menstruasi. Atlet wanita seperti pelari, senam balet memiliki faktor risiko untuk mengalami amenorrhea, anovulasi, dan defek pada fase luteal. Aktivitas fisik yang berat merangsang inhibisi Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) dan aktivitas gonadotropin sehingga menurunkan level dari serum estragon.

c. Stress

Stress menyebabkan perubahan iskemik dalam tubuh, khususnya sistem persarafan dalam hipotalamus melalui perubhana prolaktin yang dapat memengaruhi elevasi kortisol basal dan menurunkan hormone LH yang menyebabkan amenorrhea.

d. Diet

Diet dapat memengaruhi funsgsi menstruasi. Vegetarian berhubungan dengan anovulasi, penurunan respon hormone pituitari, fase folikel yang pendek, tidak normalnya siklus menstruasi (kurang dari 10kali/tahun). Diet

18

rendah lemak berhubungan dengan panjangnya siklus menstruasi dan periode perdarahan. Diet rendah kalori seperti daging merah dan rendah lemak berhubungan dengan amenorea.

e. Paparan lingkungan dan kondisi kerja

Beban kerja yang berat berhubungan dengan jarak menstruasi yang panjang dibandingkan dengan beban kerja yang ringan atau sedang. Paparan agen kimiawi dapat mempengaruhi/meracuni ovarium, seperti beberapa obat anti-kanker (obat sitotoksis) merangsang gagalnya proses

di ovarium termasuk hilangnya folikel-folikel, anovulasi, oligomenorrhea, dan amenorrhea. Tembakau pada rokok berhubungan dengan gangguan pada metabolisme estrogen sehingga terjadi elevasi pada fase plasma estrogen dan progesteron. Faktor tersebut menyebabkan infertilitas dan menopause yang lebih cepat.

f. Gangguan endokrin

Adanya penyakit-penyakit endokrin seperti diabetes, hipotiroid, serta hipertiroid yang berhubungan dengan gangguan menstruasi. Prevalensi amenorrhea dan oligomenorrhea lebih tinggi pada pasien diabetes. Penyakit polystic ovarium berhubungan dengan obesitas, resistensi insulin, dan oligomenorrhea. Amenorrhea dan oligomenorrhea pada perempuan dengan penyakit polystic ovarium berhubungan dengan insensitivitas hormon insulin dan menjadikan perempuan tersebut obesitas. Hipertiroid berhubungan dengan oligomenorrhea dan lebih lanjut menjadi amenorrhea. Hipotiroid berhubungan dengan polymenorrhea dan menorraghia.

19

3. Hubungan Status Gizi terhadap Keteraturan Siklus Menstruasi

Menarke adalah menstruasi yang pertama terjadi, merupakan ciri khas kedewasaan seorang wanita yang sehat. Status gizi remaja wanita sangat memegaruhi terjadinya menarke, baik dari faktor usia terjadinya menarke, adanya keluhan selama menarke maupun lamanya hari menarke. Secara psikologis, wanita remaja yang pertama sekali mengalami haid akan mengeluh rasa nyeri, kurang nyaman dan mengeluh perutnya terasa begah. Tetapi pada beberapa remaja keluhan tersebut tidak dirasakan. Kondisi ini dipengaruhi oleh status gizi yang adekuat yang biasa dikonsumsi, selain olahraga yang teratur (Banudi, 2013).

Status gizi memiliki peranan penting dalam siklus menstruasi. Diperlukan paling tidak 22% lemak dan indeks massa tubuh yang lebih besar dari 19kg/m2 agar siklus ovulatorik dapat terpelihara dengan normal. Hal ini dikarenakan sel- sel lemak melepaskan esterogen yang membantu ovulasi dan siklus menstruasi (Coad, 2007).

Menurut Banudi (2013), gangguan menstruasi pada dasarnya berhubungan erat dengan adanya gangguan hormon terutama yang berhubungan dengan hormon seksual pada perempuan yaitu progesteron, estrogen, LH dan FSH. Adanya gangguan dari kerja sistem hormonal ini terkait dengan status gizi. Dimana status gizi akan mempengaruhi metabolisme hormon progesteron pada sistem reproduksi wanita. Hormon progesteron berpengaruh pada uterus yaitu dapat mengurangi kontaksi selama siklus menstruasi.

20

Kemampuan reproduksi ada di bawah kontrol hipotalamus dengan sinkronisasi oleh susunan saraf pusat yang dipengaruhi oleh kecepatan metabolisme. Kecepatan metabolisme sendiri tergantung pada keadaan gizi. Penambahan lemak memberi kontrol terhadap sekresi hormon gonadotropin, sehingga jaringan lemak merupakan sumber estrogen di luar gonad (hipofisis). Dengan demikian ekskresi esterogen juga dipengaruhi oleh berat badan atau lemak tubuh (Proverawati, 2009).

Bila obesitas pada masa anak terus berlanjut sampai masa dewasa akan mengakibatkan menstruasi tidak teratur. Secara khusus jumlah wanita yang mengalami anovulasi akan meningkat bila berat badan meningkat. Namun seberapa gemuk yang akan menyebabkan siklus anovulasi tidak diketahui dengan pasti, yang jelas diet dan berat badan sangat mempengaruhi siklus menstruasi (Paath, 2005).

Kondisi kegemukan berkaitan dengan proses perubahan androgen menjadi estrogen (Waryana, 2010). Makanan yang bergizi tinggi dan berlemak tinggi akan mengakibatkan pertambahan berat badan pada perempuan remaja. Kolestrol yang terdapat pada lemak tubuh yang berlebihan merupakan prekorsur dari esterogen sehingga produksi esterogen cenderung berlebihan. Dengan begitu, kadar estrogen dalam darah akan meningkat akibat kolestrol tinggi (Wiknjosastro, 2005).

Gizi kurang atau terbatas selain akan memengaruhi pertumbuhan dan fungsi organ, juga akan menyebabkan terganggunyafungsi reproduksi. Hal ini akan berdampak pada gangguan menstruasi, tetapi akan membaik jika asupan

21

nutrisinya baik (Banudi, 2013). Kekurangan nutrisi pada seseorang akan berdampak pada penurunan fungsi reproduksi, hormon steroid akan mengalami perubahan yang dampak pada terjadinya perubahan siklus ovulasi (Waryana, 2010).

Kehilangan berat badan secara besar-besaran dapat menyebabkan penurunan hormone gonadotropin untuk pengeluaran LH dan FSH yang mengakibatkan kadar estrogen akan turun sehingga berdampak negatif pada siklus menstruasi dan ovulasi (Paath, 2005). Coad (2007) mengatakan bahwa sekresi LH yang teganggu akibat penurunan berat badan dapat menyebabkan pemendekan fase luteal.

Remaja wanita perlu mempertahankan status gizi yang baik dengan cara mengonsumsi makanan yang seimbang karena sangat dibutuhkan pada saat menstruasi, terbukti pada saat menstruasi tersebut, terutama pada fase luteal, akan terjadi peningkatan kebutuhan nutrisi. Apabila hal ini diabaikan, dampaknya akan terjadi keluhan-keluhan yang menimbulkan rasa ketidaknyamanan selama siklus menstruasi. (Banudi, 2013)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa yang meliputi perubahan biologis, psikologis, dan sosial. Batasan usia remaja menurut World Health Organization (WHO) adalah 10 sampai 19 tahun (Kusmiran, 2011). Setiap remaja khususnya wanita normal selalu mengalami masa pubertas dengan ciri-ciri pertumbuhan yang cepat dan timbulnya ciri-ciri kelompok sekunder, salah satunya adalah menstruasi (Arief et al, 2007).

Menstruasi didefinisikan sebagai perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium. Timbulnya menstruasi ini karena berfungsinya organ hipotalamus, hipofise, ovarium dan uterus secara terkoordinasi. (Wiknjosastro, 2009). Menstruasi yang berulang setiap bulan tersebut akan membentuk siklus menstruasi (Cunningham, 2005).

Tujuh puluh lima persen wanita pada tahap remaja akhir mengalami gangguan yang terkait dengan menstruasi (Patil et al., 2009). Di Indonesia perempuan berusia 17-23 tahun yang memiliki siklus menstruasi teratur sebesar 76,7% dan yang tidak teratur 14,4% sedangkan di Provinsi Sumatera Utara didapatkan 68,3% siklus yang teratur dan 11,6% perempuan dengan siklus tidak teratur (Depkes RI, 2010). Adanya perubahan dan gangguan siklus menstruasi merupakan indikator penting yang menunjukkan adanya gangguan fungsi sistem reproduksi yang dapat dihubungkan dengan peningkatan risiko berbagai macam

2

penyakit, seperti kanker rahim dan payudara, gangguan kardiovaskular, infertilitas, dan fraktur tulang (Gudmundsdottir et al., 2011). Gangguan organ dan fungsi reproduksi seperti anovulasi menyebabkan infertilitas pada wanita sekitar 20-40% (Rahyani, 2009).

Cakir M et al pada tahun 2007, dalam penelitiannya di beberapa universitas di Turki tentang gangguan siklus menstruasi dengan prevelansi terbesar adalah dismenorea (89,5%) diikuti ketidakteraturan siklus menstruasi (31,2%), dan perpanjangan durasi menstruasi (5,3%). Perbedaan panjangnya pola menstruasi antar wanita biasanya disebabkan karena tidak seimbangnya hormon estrogen, progesteron, LH dan FSH karena suatu penyakit, status gizi maupun stress. Status gizi sangat mempengaruhi fungsi menstruasi, hal ini berhubungan dengan perubahan kadar hormon steroid yang merupakan faktor dalam proses pengaturan siklus menstruasi (Devirahma dalam Felicia, 2012).

Faktor yang dapat menyebabkan gangguan siklus menstruasi antara lain gangguan hormonal, status gizi, tinggi atau rendahnya IMT, stress, usia, penyakit metabolic seperti diabetes mellitus, pemakaian kontrasepsi, tumor pada ovarium, dan kelainan pada sistem saraf pusat hipotalamus hipofisis (Gharrravi, 2009). World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa indeks massa tubuh yang berada diatas maupun dibawah batas normal dihubungkan dengan siklus yang tidak teratur.

Persentase indeks massa tubuh remaja putri umur 16-19 tahun di Indonesia, didapati IMT kurus 18%, normal 68,45%, berat badan lebih 6,5%, dan

3

obesitas 7,1%. Di Sumatera Utara didapati kurus 8,9%, normal 60,8%, berat badan lebih 12,8%, dan obesitas 17,4% (Depkes RI, 2010)

Pada wanita dengan keadaan overweight atau obesitas, biasanya mengalami anovulatory chronic atau menstruasi tidak teratur secara kronis. Hal ini dikarenakan pada keadaan overweight, jumlah sel-sel lemak cenderung berlebih sehingga produksi estrogen akan meningkat. Sedangkan pada keadaan underweight, yaitu keadaan kurangnya berat badan, juga berpengaruh terhadap sel-sel lemak tubuh untuk memproduksi estrogen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ketidakseimbangan hormone estrogen dapat mengakibatkan siklus menstruasi yang tidak teratur (Prawirohardjo, 2007).

Penelitan di Australia menunjukkan adanya hubungan indeks massa tubuh dengan siklus menstruasi tidak teratur dan risiko terjadinya gangguan siklus

Dokumen terkait