• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1 KESIMPULAN

Konsentrasi larutan asam fosfat berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai rendemen, kadar abu, viskositas, dan nilai peresen transmisi minyak. Semakin tinggi konsentrasi larutan asam fosfat cenderung menurunkan nilai rendemen, kadar abu dan viskositas, serta menaikkan nilai persen transmisi minyak. Konsentrasi larutan kaustik soda berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai rendemen, kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida, viskositas dan persen transmisi minyak. Semakin tinggi konsentrasi larutan kaustik soda yang digunakan cenderung menurunkan nilai rendemen, bilangan asam lemak bebas, bilangan peroksida dan viskositas, serta menaikkan nilai persen transmisi minyak. Nilai bilangan penyabunan, bilangan iod, dan densitas minyak tidak dipengaruhi oleh konsentrasi larutan asam fosfat maupun konsentrasi larutan NaOH yang digunakan pada proses pemurnian.

Hasil uji ranking terhadap parameter mutu yang dihasilkan pada proses pemurnian, perlakuan terbaik untuk pemurnian minyak biji bintaro dengan kandungan asam lemak bebas awal sebesar 3.1% adalah dengan menggunakan konsentrasi larutan asam fosfat 0.5% (v/b) dan larutan kaustik soda 0.3N. Perlakuan ini menghasilkan rendemen sebesar 89.57%; bilangan asam lemak bebas yang rendah (0.86 mg NaOH/g), kadar abu rendah (0.01%); bilangan peroksida yang rendah (4.64 meq/kg); bilangan penyabunan (201.60 mgKOH/g); bilangan iod terendah (38.59grI2/100g), viskositas terendah (31 cP) dan densitas (0.82g/m3).

4.2 SARAN

Hal – hal yang perlu disarankan dari penelitian ini adalah:

1. Perlu pengkajian lebih lanjut mengenai pengaruh proses pemurnian terhadap kandungan racun ceberin yang terdapat pada minyak biji bintaro.

2. Perlu pengkajian mengenai tekno – ekonomi terhadap proses pemurnian minyak biji bintaro. 3. Perlu pengkajian lebih lanjut tentang daya tahan simpan minyak bintaro yang telah

dimurnikan.

DAFTAR PUSTAKA

Achten WMJ. Verhot YJ. Franken E. Mathijs VP. Singh R. Aerts and B Muys. 2008. Jatropha Bio-diesel Production and Use. Biomass Bioenergi. 32:1063 – 1084.

Alamendah. 2011. Bintaro (Cebera Manghas) Pohon Penghijauan yang Beracun. http://alamendah.wordpress.com/2011/01/10/bintaro-cerbera-manghas-pohon-penghijauan-yang-beracun/. [10 Jun 2011]

Andersen AJC. and PN William .1962. Refining of Oils and Fats for Edible Purpose. Pergamon Press. Mc. Millad Company. New York.

Anonim. 2010. Asam Lemak. http://ocw.usu.ac.id/course/download/4140000062-teknologioleokimia/tkk 322_handout_asam_lemak.pdf. [8 Juli 2011].

Anonim. 2011. Bintaro (Cebera Manghas L). http://www.plantamor.com/index.php?plant=309.[10 Jun 2011]

ASTM. 2003. American Society for Testing and materials. USA

Bailey AE. 1950. Industrial Oils and Fats Products. 1st edition. Intersciences Publisher, Inc. New York. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. 2008. Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) Sumber

Energi Biofuel yang Potensial. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Basiron. 1990. Manfaat dan Keungulan Kelapa Sawit. Buletin Perkebunan juni 1990. 21(2): 113-117. Bernardini E. 1983. Vegetables Oils and Fats Processing. Volume I. Interstamps house. Rome – Italy. BSN. 1998. Cara Uji Minyak dan Lemak : SNI 01 – 3555 – 1998. Badan Standarisasi nasional. Jakarta. Chang L. C Gills JJ, Bhat KP, Luyengi L, Farnsworth NR, Pezzuto JM, and Kinghorn AD. 2000. Activity

Guided Isolation of Constituents of Cerbera manghas with Antiproliferative and Antiestrogenic Activities. Bioorganic and Medical Chemistry Letters 10(21): 2431–2434. http://www.scribd.com/doc/46312151/Kea-Bintaro-Cerbera-Manghas [10 Jun 2011]

Darsini F. 1998. Pengaruh Konsentrasi Larutan Kaustik Soda (NaOH) Pada Proses Netralisasi Lemak Tengkawang Terhadap Sifat Fisiko Kimia Lemak Netral yang Dihasilkan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Departemen Kehutanan (Dephut), 2008. Tanaman Nyamplung sebagai Sumber Energi Biofuel. www. Indonesia.go.id [Diakses tanggal 9 Juli 20011].

Djatmiko B. dan S Ketaren. 1985. Pemurnian Minyak Makan. Agroindustri Press, Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FATETA. IPB. Bogor.

Eckey SW.1955. Vegetable of Fat Oils. Reinhold Publishing Corporation, New York.

Endriana D. 2007. Sintesis Biodiesel (metil ester) dari Minyak Biji Bintaro (cerbera manghas l) Hasil Ekstraksi. Kimia Mipa-ui, depok.

Fathiyah S. 2010. Kajian Proses Pemurnian Minyak Nyamplung Sebagai Bahan Bakar Nabati. Skripsi. Depertemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Gaillard Y. Krisnamoorthy A. and Bevalot F. 2004. Cebera manghas. http://www.fmipa.unsyiah.ac.id/jurnalnatural/images/pdf/hal_18_21_2_2010.pdf.[10 Jun 2011] Hambali E. S Mudjalifah. G Sulistiyanto dan L Timotheus. 2006. Jarak Pagar Tanaman Penghasil

Biodiesel. Jakarta. Penebar Swadaya.

Hendrix B. 1990, Netralization I : Theory and Practice of Conventional Caustic (NaOH) Refining. World Converence Proceeding. America Oil Chemists. Illnois USA, pp : 94 – 100.

Herlina N. 2002. Lemak dan Minyak. Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara. Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia III. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan,

Departemen Kehutanan, Jakarta.

Janin S and MP Sharma. 2010. Kinetics of Acid Base Catalized Transesterification of Jathropha Curcas Oil. Bioresource Technology.

Julianty R. 2008. Analisis Kadar Lemak. Pengendalian Mutu Agroindustri. D$ Vedca. http://www.scribd.com/doc/20217766/Analisis-Kadar-Lemak-Metode-Weibull-Penentuan-Asam-Lemak-Bebas-Angka-an [20 Juni 2011].

Journal of American Oils Chemists Society. 1964. Catalysts for Selective Hidrogenation of Soybean Oil. No.6, page 454 – 456.

Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI – Press. Jakarta.

Kirk RE dan DF Othmer. 1964. Encyclopedia of Chemical Technology Vol 6. The Interscience Encyclopedia Inc. New York.

Knothe G. 2004. Biodiesel Production. AOCS Press. Illnois.

Krischenbauer.1960. Fat and Oil. An Outline of Their Chemistry and Technology. Reinhold Publishing Co. New York.

Moestapa. 1981. Aspek Teknis Pengolahan Rempah – Rempah Menjadi Oleoresin dan Minyak Rempah – Rempah. Di dalam Unin.2003.Kajian Ekstraksi Minyak Biji Mengkudu (Morinda citrifolia L.,) Menggunakan Pelarut Organik.Skripsi. Fateta:IPB Bogor.

Muchtadi D dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Pusat Antar-Universitas Pangan dan Gizi.Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Muchtadi D. 1993. Metabolisme Zat Gizi. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Murniasih D. 2009. Kajian proses Produksi Biodiesel dari Minyak Biji Nyamplung (Calophyllum inophyllum L). Skripsi. Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Priatna. 1982. Prospek Pemakaian Diatome, bentonit dan karbon Akitif Sebagai Penjernih Minyak Sawit.

Laporan Teknik Pertambangan. Departemen Pertambangan dan Energi. Dirjen Pertambangan Umum. PPTM.

Prihandana R. Hendroko dan M Nuramin. 2006. Menghasilkan Biodiesel Murah. Mengatasi Polusi, dan Kelangkaan BBM. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Rindengan B. A Lay. H Novarianto dan Z Mahmud. 1996. Pengaruh Jenis dan Umur Buah Terhadap Sifat Fisikokimia Daging Buah Kelapa Hibrida dan Pemanfaatannya. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/121082534_1410-0029.pdf [9 Juli 2011]

Sahirman. 2009. Perancangan Proses Produksi Biodiesel dari Minyak Biji Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.). Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Selfiawati E. 2003. Kajian Proses Degumming dan Netralisasi Pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas.

Skripsi Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Staniar W. 1996. Prime Movers. Dalam Sajoeti, D. 1991. Studi Penggunaan Minyak Kelapa Sawit

Sebagai Bahan Bakar Alternatif Motor Diesel. Tesis. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sudarmadji S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta. Sudrajat R. Sahirman D. Setiawan. 2007. Pembuatan Biodiesel dari Biji Nyamplung. Jurnal Penelitian

Hasil Hutan Vol. 25 No. 1, Februari, pp. 41-56.

Susilo B. 2006. Biodiesel Pemanfaatan Biji Jarak Sebagai Alternatif Bahan Bakar. Surabaya. Trubus Agrisarana.

Winarno FG. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.

Lampiran 1. Analisa sifat fisikokimia minyak dan hasil pemurnian 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI 01-3555-1998)

Cawan alumunium dipanaskan di dalam oven pada suhu 105oC selama satu jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Bobot cawan kemudian ditimbang. Sebanyak lima gram sampel dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobotnya, kemudian dipanaskan di dalam oven suhu 105oC selama 1-2 jam. Cawan berisi sampel dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbanng. Pemanasan dan penimbangan diulangi sampai diperoleh bobot tetap.

Keterangan :

m = bobot contoh (gram)

m1 = bobot contoh sebelum dikeringkan (gram) m2 = bobot contoh setelah dikeringkan (gram)

2. Bilangan asam dan bilangan asam lemak bebas (SNI 01-3555-1998)

Prinsip :

Kadar asam lemak bebas merupakan persentase jumlah asam lemak yang terdapat di dalam minyak, dihitung berdasarkan berat molekul asam lemak dominan yang terdapat didalam minyak atau lemak dengan menyabunkan asam lemak bebas dengan alkali yang ditambahkan.

Prosedur :

Sampel yang akn diuji, ditimbang sebanyak 2-5 gram di dalam Erlenmeyer 250 ml, kemudian ke dalam sampel ditambahkan etanol netral 95% sebanyak 50 ml dan dipanaskan selama 10 menit. Larutan ditambahkan 3-5 tetes indikator PP, kemudian dititrasi dengan larutan standar KOH 0.1 N hingga berwarna merah muda (konstan selama 15 detik). Jumlah KOH yang digunakan untuk titrasi dicatat untuk menghitung bilangan asam dan kadar FFA

Keterangan :

A = Jumlah molekul KOH untuk titrasi B = Bobot molekul KOH (56.1) N = Normalitas larutan KOH G = Gram contoh

3. Densitas Metode Piknometer ((AOAC, 1995)

Isi piknometer kosong dan kering dengan sampel yang sebelumnya telah dihitung suhunya yaitu 25oC. atur level minyak hingga titik yang tepat pada piknometer. Pindahkan dari waterbath, keringkan dan timbang beratnya. Densitas minyak dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

m = bobot piknometer (gram)

m1 = bobot piknometer berisi aquades (gram) m2 = bobot piknometer berisi minyak (gram)

4. Bilangan iod ( Metode Hanus, AOAC 1995)

Prinsip :

Banyaknya jumlah iodium (mg) yang diserap oleh 100 g sampel. Bilangan iod ini menunjukkan banyaknya asam – asam lemak tak jenuh baik dalam bentuk bebas maupun dalam bentuk terikat disebabkan sifat asam lemak tak jenuh yang sangat mudah menyerap iodium.

Prosedur :

Analisa bilangan iod dilakukan dengan menimbang bahan sebanyak 0.25 – 0.5 gram kemudian ditambahkan 10 ml kloroform dan 25 ml perekasi Hanus lalu dibiarkan selama 30 menit di dalam ruang gelap. Setelah itu, ditambahkan aquades sebanyak 100 ml dan juga ditambahkan indikator amilum 1% dan dititrasi dengan larutan natriumtiosulfat 0,1N. Kemudian dilakukan penghitungan bilangan iod berdasarkan jumlah ml natrium tiosulfat yang digunakan.

Perhitungan :

Keterangan :

T = normalitas larutan Na2S2O3 0.1 N

V1 = volume larutan Na2S2O3 0.1 N yang diperlukan dalam titrasi blanko (ml) V2 = volume larutan Na2S2O3 0.1 N yang diperlukan dalam titrasi contoh (ml) m = bobot contoh (gram)

5. Bilangan peroksida (SNI 01-3555-1998)

Prinsip :

Bilangan peroksida ditentukan berdasarkan pengukuran sejumlah iod yang dibebaskan dari KI melalui reaksi oksidasi oleh peroksida pada suhu ruang didalam medium asam asetat chloroform.

Prosedur :

Analisa bilangan peroksida dilakukan dengan menimbang sampel sebanyak 3-5 gram dan ditambahkan 30 ml campuran asam asetat: kloroform (3 : 2) dan 0.5 ml larutan KI jenuh dan ditutup dengan aluminium foil. Kemudian dibiarkan selam 2 menit dan ditambahkan 30 ml aquades dan indikator amilum 1%. Setelah itu dilakuakan titrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0.1N dan dilakukan penghitungan bilangan peroksida.

Perhitungan :

Keterangan :

S = volume Na2S2O3 0.1 N yang diperlukan pada peniteran sampel (ml) B = volume Na2S2O3 0.1 N yang diperlukan pada peniteran blanko (ml) N = Normalitas Na2S2O3

G = bobot contoh (gram)

6. Bilangan penyabunan (SNI 01 – 3555 – 1998)

Prinsip :

Asam lemak terikat (trigliserida) dan asam lemak bebas (FFA) bereaksi dengan basa (NaOH/KOH) membentuk gliserol, sabun, dan air.

Prosedur:

Analisa bilangan penyabunan. Ditimbang bahan kurang dari 3 gram kemudian ditambahkan 50 ml alkohol netral 0,5N dan dipanaskan selama 30 menit dan didinginkan. Setelah dingin ditambahkan dengan indikator PP dan dititrasi dengan menggunakan HCl 0,5N.

Perhitungan:

Keterangan :

Vo = volume HCl 0.5 N yang diperlukan pada peniteran blanko (ml) V1 = volume HCl 0.5 N yang diperlukan pada peniteran contoh (ml) m = bobot contoh (gram)

7. Kadar Abu ( AOAC, 1995)

Prinsip :

Abu merupakan komponen non volatile pada proses pengabuan yang dapat menunjukkan jumlah mineral yang terkandung di dalam sampel.

Prosedur :

Sampel ditimbang sebanyak 5 – 10 gram di dalam cawan porselin yang sebelumnya telah dikeringkan dan ditimbang berat kosongnya. Cawan dipanaskan di atas penangas listrik (2000C) dan diabukan di dalam tanur (5500C) selama 1 jam. Hasil pengabuan didinginkan di dalam desikator, kemudian cawan beserta abu ditimbang beratnya sampai bobot konstan.

Perhitungan :

Keterangan :

m = bobot contoh basah (gram)

m1 = bobot cawan berisi abu contoh (gram) m2 = bobot cawan (gram)

8. Viskositas 250C (Brookfield Viskosimeter)

Prinsip :

Kekentalan suatu bahan berbanding terbalik dengan kecepatan perputara (rotasi) spindel dan ukuran spindel.

Prosedur:

Sampel yang akan diuji didinginkan sampai mencapai suhu 250C. sampel minyak yang akan diukur viskositasnya ditempatkan dalam wadah dengan diameter dalam 3. 25 inchi atau gelal piala 600ml. kemudian spindle dicelupkan ke dalam larutan hingga batas yang telah ditentukan dan alat dihidupkan selama 5 menit dengan rpm tertentu. Viskositas dari sampel dapat dibaca dari angka yang ditunjukka oleh jarum skala pada alat. Pembacaan pada alat diusahakan berkisar antara 10 – 100 dengan cara mengatur spindle dan kecepatan yang digunakan pada alat. Nilai kekentalan diperoleh dari perkalian antara nilai pembacaan pada alat dengan bilangan tertentu (faktor) tergantung dari nomor spindle dan rpm yang dipergunakan.

9. Berat jenis metode piknometer (AOAC, 1995)

Prinsip :

Menentukan massa contoh tanpa udara pada suhu dan volume tertentu dibandingkan dengan massa aquades pada suhu dan volume yang sama.

Prosedur:

Piknometer dicuci dengan air kemudian dengan etanol dan dietil eter kemudian dikeringkan dengan oven. Piknometer ditimbang (m) kemudian diisi dengan aquades yang telah dididihkan dan bersuhu tepat 400C dihindari adanya gelembung – gelembung udara dan permukaan air di atas sampai penuh. Piknometer dimasukkan ke dalam penengas air pada suhu 400C selama 30 menit.

Suhu penangas air diperiksa dengan thermometer. Apabila terdapat air di luar piknometer maka harus dikeringkan. Piknometer yang berisi aquades ditimbang (m1). Piknometer dikosongkan dan dicuci dengan etanol dan dietil etir kemudian dikeringkan. Piknometer diisi dengan bahan yang akan diukur bobot jenisnya dan dihindari terjadinya gelembung udara. Permukaan bahan diatur sampai tanda tera kemudian ditimbang (m2).

Perhitungan:

Keterangan :

m = Bobot piknometer (gram)

m1= Bobot piknometer berisi aquades (gram) m2= Bobot piknometer berisi minyak (gram)

10. Persen Transmisi (Spectronic 20)

Prinsip :

Jumlah sinar dengan λ tertentu yang dapat diteruskan dipengaruhi oleh intensitas warna adan

kejernihan serta kandungan komponen di dalam minyak atau lemak tersebut.

Prosedur:

Alat spectronic 20 dinyalakan 15 menit sebelum digunakan. Kemudian panjang gelombang diset pada panjang gelombang yang menghasilkan persen transmisi tertinggi (optimum). Kuvet diisi denga larutan blanko dan selanjutnya diset hingga skala menunjukkan angka 100%. Setelah itu kuvet yang berisi larutan blanko diganti dengan contoh minyak yang akan diukur persen transmisinya dan dicatat persen transmisi yang terbaca pada skala.

Pengamatan:

Lampiran 2. Contoh Perhitungan penentuan kebutuhan NaOH dalam netralisasi

Jumlah contoh = 900 gram

Jumlah asam lemak bebas (contoh FFA sebesar 2.8%) = 2.8/100 x 900 = 25.2 gram Jumlah NaOH untuk menetralkan 1 kg asam lemak bebas (sebagai asam oleat) = 0.142 kg NaOH = 142 gram NaOH

Jumlah NaOH untuk menetralkan 25.2 gram (sebagai asam oleat) : NaOH yang dibutuhkan : 25.2/1000 x 142 = 3.58gram Excess NaOH 0.15% : 0.15/100 x 900 = 1.35

Total NaOH : 3.58gram + 1.35 gram = 4.93 gram  NaOH 0.1 N = 4 gram NaOH / 100 ml aquades

Larutan NaOH 0.1 N yang dibutuhkan untuk menetralkan 25.2 gram asam lemak bebas (sebagai asam oleat) = 4.93/4 x 100 = 123.25 ml

 NaOH 0.3 N = 12 gram NaOH / 100 ml aquades

Larutan NaOH 0.3 N yang dibutuhkan untuk menetralkan 27 gram asam lemak bebas (sebagai asam oleat) = 4.93/12 x 100 = 41.09 ml

 NaOH 0.5 N = 20 gram NaOH / 100 ml aquades

Larutan NaOH 0.5N yang dibutuhkan untuk menetralkan 27 gram asam lemak bebas (sebagai asam oleat) = 4.93/20 x 100 = 24.65 ml

Lampiran 3. Data rata – rata bilangan asam lemak bebas, hasil analisa keragaman, dan uji lanjut

Duncan dengan α = 0.05

A. Data rata – rata bilangan asam lemak bebas

Asam Asetat NaOH FFA

0.2% 0.1N 0.87 0.2% 0.3N 0.86 0.2% 0.5N 0.79 0.3% 0.1N 0.87 0.3% 0.3N 0.84 0.3% 0.5N 0.81 0.5% 0.1N 0.86 0.5% 0.3N 0.86 0.5% 0.5N 0.79

B. Analisa sidik ragam

Sumber Keragaman Db JK KT Fhitung

Ftabel

(α = 0.05) 5%

Perlakuan 8

Konsentrasi NaOH

(Ei) 2 0.017 0.01 11.33 4.26 BN

Asam Fosfat(Vj) 2 0.0001 5.4E-05 0.07 4.26 TBN

Interaksi (EVij) 4 0.0010 0.0002 0.35 3.63 TBN

Ek (ij) 9 0.01 0.0007

Total 17 0.02

C. Hasil Uji Lanjut Duncan

NaOH Rata-Rata Kelompok Duncan (α=0.05) 0.5 N 0.80 A 0.3 N 0.85 B 0.1 N 0.87 B

Lampiran 4. Data rata –rata kadar abu, hasil analisa keragaman, dan uji lanjut Duncan dengan α

= 0.05

A. Data rata – rata kadar abu minyak murni

Asam Fosfat NaOH Abu

0.2% 0.1N 0.06 0.2% 0.3N 0.07 0.2% 0.5N 0.07 0.3% 0.1N 0.03 0.3% 0.3N 0.03 0.3% 0.5N 0.04 0.5% 0.1N 0.03 0.5% 0.3N 0.01 0.5% 0.5N 0.02

B. Analisa sidik ragam

Sumber Keragaman Db JK KT Fhitung (α = 0.05)Ftabel 5%

Perlakuan 8

Konsentrasi NaOH (Ei) 2 0.000 0.000 1.13 4.26 TBN

Asam fosfat(Vj) 2 0.000 0.000 329.70 4.26 BN

Interaksi (EVij) 4 0.000 0.000 3.09 3.63 TBN

Ek (ij) 9 0.00 0.000

Total 17 0.000

C. Uji lanjut Duncan

Asam Fosfat Rata-Rata

Kelompok Duncan (α=0.05) 5% 0.02 A 3% 0.03 B 2% 0.01 C

Lampiran 5. Data rata – rata bilangan peroksida, hasil analisa keragaman, dan uji lanjut Duncan

dengan α = 0.05

A. Data rata – rata bilangan peroksida

Asam Fosfat NaOH Peroksida

0.2% 0.1N 6.00 0.3% 0.1N 6.10 0.5% 0.1N 5.84 0.2% 0.3N 5.08 0.3% 0.3N 6.03 0.5% 0.3N 4.64 0.2% 0.5N 5.42 0.3% 0.5N 6.03 0.5% 0.5N 4.31

B. Hasil analisa sidik ragam

Sumber Keragaman Db JK KT Fhitung (α = 0.05)Ftabel 5%

Perlakuan 8 Konsentrasi NaOH (Ei) 2 4.35 2.17 10.87 4.26 BN Asam fosfat (Vj) 2 1.50 0.75 3.74 4.26 TBN Interaksi (EVij) 4 1.91 0.48 2.38 3.63 TBN Ek (ij) 9 1.8E+00 0.20 Total 17 9.56

C. Hasil uji lanjut Duncan

NaOH Rata-Rata Kelompok Duncan (α=0.05) 0.5N 4.78 A 0.3N 5.25 A 0.1N 5.97 B

Lampiran 6. Data rata –rata viskositas, hasil analisa keragaman, dan uji lanjut Duncan dengan α =

0.05

A. Data rata – rata viskositas

Asam Fosfat NaOH viskositas

0.2% 0.1N 39.25 0.2% 0.3N 37.65 0.2% 0.5N 34.75 0.3% 0.1N 38.75 0.3% 0.3N 36.8 0.3% 0.5N 35.0 0.5% 0.1N 33.0 0.5% 0.3N 31.0 0.5% 0.5N 33.5

B. Hasil analisa sidik ragam

Sumber Keragaman db JK KT Fhitung

Ftabel

(α=0.05) 5%

Perlakuan 8

Konsentrasi NaOH (Ei) 2 21.27 10.63 5.38 4.26 BN

Asam Fosfat (Vj) 2 82.60 41.30 20.88 4.26 BN

Interaksi (EVij) 4 20.61 5.15 2.61 3.63 TBN

Ek (ij) 9 1.7E+01 1.98

Total 17 142.29

C. Hasil uji Lanjut Duncan

Asam fosfat Rata-Rata Kelompok Duncan

(α=0.05)

0.5% 32.5 A

0.3% 36.85 B

0.2% 37.22 B

NaOH Rata-Rata Kelompok Duncan

(α=0.05)

0.5 N 34.42 A

0.3 N 35.15 A

Lampiran 7. Data rata – rata nilai densitas, hasil analisa keragaman, dan uji lanjut Duncan dengan

α = 0.05

A. Data rata – rata densitas

Asam Fosfat NaOH Densitas

0.2% 0.1N 0.82 0.2% 0.3N 0.82 0.2% 0.5N 0.82 0.3% 0.1N 0.82 0.3% 0.3N 0.82 0.3% 0.5N 0.82 0.5% 0.1N 0.80 0.5% 0.3N 0.82 0.5% 0.5N 0.81

B. Analisa sidik ragam

Sumber Keragaman Db JK KT Fhitung Ftabel (α = 0.05) 5%

Perlakuan 8

Konsentrasi NaOH (Ei) 2 0.000 0.000 0.065 4.26 TBN

Asam Fosfat (Vj) 2 0.002 0.001 0.643 4.26 TBN

Interaksi (EVij) 4 0.002 0.001 0.377 3.63 TBN

Ek (ij) 9 0.01 0.001

Lampiran 8. Data rata – rata nilai bilangan iod, hasil analisa keragaman, dan uji lanjut Duncan

dengan α = 0.05

A. Data rata – rata bilangan iod

Asam Fosfat NaOH Iod

0.2% 0.1N 61.19 0.2% 0.3N 61.25 0.2% 0.5N 59.43 0.3% 0.1N 61.35 0.3% 0.3N 60.03 0.3% 0.5N 59.52 0.5% 0.1N 61.17 0.5% 0.3N 61.09 0.5% 0.5N 60.99

B. Hasil analisa sidik ragam

Sumber Keragaman Db JK KT Fhitung Ftabel

(α = 0.05) (α = 0.01)Ftabel 5% 1% Perlakuan 8 NaOH (Ei) 2 4.86 2.43 5.05 4.26 8.02 BN TBN Asam fosfat (Vj) 2 1.84 0.92 1.91 4.26 8.02 TBN TBN Interaksi (EVij) 4 3.01 0.75 1.56 3.63 6.42 TBN TBN Ek (ij) 9 4.33 0.48 Total 17 14.04

Lampiran 9. Data rata – rata nilai bilangan penyabunan, hasil analisa keragaman, dan uji lanjut

Duncan dengan α = 0.05

A. Data rata – rata bilangan penyabunan

Asam Fosfat NaOH Penyabunan

0.2% 0.1N 205.21 0.2% 0.3N 203.71 0.2% 0.5N 202.89 0.3% 0.1N 200.36 0.3% 0.3N 200.28 0.3% 0.5N 199.90 0.5% 0.1N 205.73 0.5% 0.3N 201.60 0.5% 0.5N 204.32

B. Hasil analisa sidik ragam

Sumber Keragaman Db JK KT Fhitung (α = 0.05)Ftabel 5%

Perlakuan 8 Konsentrasi NaOH(Ei) 2 11.66 5.83 0.87 4.26 TBN Asam Asetat (Vj) 2 55.70 27.85 4.19 4.26 TBN Interaksi (EVij) 4 11.72 2.93 0.44 3.63 TBN Ek (ij) 9 5.98E+01 6.65 Total 17 138.93

Lampiran 10. Data rata – rata nilai persen transmisi, hasil analisa keragaman, dan uji lanjut

Duncan dengan α = 0.05

A. Data rata – rata persen transmisi

Asam Fosfat NaOH %T

0.2% 0.1N 71.93 0.2% 0.3N 83.13 0.2% 0.5N 82.69 0.3% 0.1N 79.43 0.3% 0.3N 91.09 0.3% 0.5N 91.07 0.5% 0.1N 87.63 0.5% 0.3N 92.33 0.5% 0.5N 94.79

B. Hasil analisa sidik ragam

Sumber Keragaman Db JK KT Fhitung Ftabel

(α = 0.05) 5% Perlakuan 8 Konsentrasi NaOH (Ei) 2 304.73 152.37 45.28 4.26 BN asam fosfat (Vj) 2 881.02 440.51 130.92 4.26 BN Interaksi (EVij) 4 200.71 50.18 14.92 3.63 BN Ek (ij) 9 30.28 3.36 Total 17 1416.75

C. Hasil uji lanjut Duncan

Asam Fosfat Rata-Rata

Kelompok Duncan (α=0.05) 0.2% 74.82 A 0.3% 86.27 B 0.5% 91.58 C NaOH Rata-Rata Kelompok Duncan (α=0.05) 0.1 N 79.72 A 0.5 N 83.29 B 0.3 N 89.67 C

Perlakuan Rata-Rata Kelompok Duncan (α=0.05) A1B1 64.14 A A1B3 77.19 B A2B1 82.69 C A1B2 83.13 C A2B3 85.05 C A3B3 87.63 C A2B2 91.09 D A3B1 92.33 D A3B2 94.79 D

Lampiran 11. Data rata –rata rendemen, hasil analisa keragaman, dan uji lanjut Duncan dengan α

= 0.05

A. Data rata – rata rendemen

Asam Fosfat NaOH Rendemen

0.2% 0.1N 92.53 0.3% 0.1N 92.53 0.5% 0.1N 90.53 0.2% 0.3N 91.87 0.3% 0.3N 90.46 0.5% 0.3N 89.57 0.2% 0.5N 90.43 0.3% 0.5N 89.53 0.5% 0.5N 87.63

B. Analisis sidik ragam

C. Hasil uji lanjut Duncan

Asam Fosfat Rata-Rata Kelompok

Duncan (α=0.05) 0.5% 89.24 A 0.3% 91.50 B 0.2% 92.12 B Sumber Keragaman Db JK KT Fhitung Ftabel (α = 0.05) 5% Perlakuan Konsentrasi NaOH(Ei) 2 23.80 11.90 8.81 4.26 BN Asam Fosfat(Vj) 2 27.45 13.73 10.17 4.26 BN Interaksi (EVij) 4 2.21 0.55 0.41 3.63 TBN Ek (ij) 9 12.15 1.35 Total 17 65.61

NaOH Rata-Rata Kelompok

Duncan (α=0.05)

0.3 91.47 A

0.5 89.36 A

Parameter Nilai Kepentingan Bobot Perlakuan 0.2%0.1N 0.2%0.3N 0.2%0.5N 0.3%0.1N 0.3%0.3N 0.3%0.5N 0.5%0.1N 0.5%0.3N 0.5%0.5N N B N B N B N B N B N B N B N B N B Rendemen 6 0.15 7 1.05 8 1.2 5 0.75 9 1.35 6 0.9 2 0.3 4 0.6 3 0.45 1 0.2 Bilangan Asam 6 0.15 2 0.3 5 0.75 9 1.35 1 0.15 6 0.9 7 1.05 3 0.45 4 0.6 8 1.2 Bilangan Penyabunan 4 0.10 5 0.5 4 0.4 2 0.2 9 0.9 8 0.8 7 0.7 3 0.3 6 0.6 1 0.1 Bilangan iod 3 0.08 5 0.38 4 0.3 1 0.08 3 0.23 2 0.15 8 0.6 6 0.45 9 0.68 7 0.5 Bilangan Peroksida 3 0.08 4 0.3 7 0.53 6 0.45 2 0.15 3 0.23 3 0.23 5 0.38 8 0.6 9 0.7 Berat Jenis 5 0.13 5 0.63 6 0.75 6 0.75 7 0.88 7 0.88 6 0.75 9 1.13 5 0.63 8 1 Kadar abu 5 0.13 4 0.5 2 0.25 3 0.38 6 0.75 6 0.75 5 0.63 7 0.88 9 1.13 8 1 Viskositas 6 0.15 1 0.15 3 0.45 6 0.9 2 0.3 4 0.6 5 0.75 8 1.2 9 1.35 7 1.1 Kejernihan 2 0.05 1 0.05 4 0.2 3 0.15 2 0.1 7 0.35 6 0.3 5 0.25 8 0.4 9 0.5 40 3.85 4.83 5 4.8 5.55 5.3 5.63 6.43 6.2

Lampiran 13. Hasil Uji GCMS C18:1 C16 C18:2 C18 C20 C18:3 C14

SKRIPSI

ANITA EKAWATI HERWANDA

F34070063

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

Sapta Raharja, and Anita Ekawati Herwanda

Department of Agricultural Industrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java,

Indonesia

e-mail : anita.herwanda@yahoo.co.id

ABSTRACT

Bintaro plant is one of the vegetable oils producers which potential to be developed. Generally, crude bintaro oil from extraction process still contain impurities, which consists of three groups, which are non-soluble in oil (fat insolube and dispersed in oil), impurities in the form of colloidal suspension in oil (phospholipid, carbohydrate), impurities dissolved in oil (fat solube compound) such as free fatty acids, sterols and hydro carbon.The purification process is to remove oil impurities and improve is quality. It therefor is necessary to study the purification and characterization of oils for meet the required criteria and application standart. Oil refinery experienced three stages, which are the process of degumming, neutralization and bleaching. Degumming is the slime separation process that consist of phospolipid, proteins, carbohydrates, and waters, while the neutralization was used to separate free fatty acids and bleaching process to remove unwanted colors. The factor used in this study are phosphoric acid dose consisting of three levels: 0.2%, 0.3% and 0.5% (v/b) and consentration of NaOH solution which consist of three levels: 0.1 N, 0.3N, and 0.5N. The addition of caustic soda solution concentration had a significant impact on yield, acid number and content of free fatty acids, peroxide number, viscosity, and percent transmission. While dosage phosphoric acid had a significant impact on changes in the value of the yield, ash content, viscosity, and percent transmission. While other parameters such as saponification number, iodine number, and density of oil is not influenced by the concentration of caustic soda and phosphoric acid solution dose.

Minyak termasuk salah satu anggota lipid yang merupakan lipid netral. Minyak merupakan campuran dari ester-ester asam lemak dengan gliserol sehingga membentuk gliserida dimana ester-ester tersebut dikenal dengan sebutan trigliserida.Salah satu sumber minyak nabati yang potensial untuk dijadikan bahan bakar adalah tanaman bintaro. Biji bintaro mengandung minyak sekitar 40 – 65%, dan bukan merupakan tanaman pangan sehingga tidak akan bersaing dengan kebutuhan pangan.

Minyak kasar hasil ekstraksi umumnya masih mengandung kotoran – kotoran yang terdiri dari tiga golongan yaitu : kotoran yang tidak larut dalam minyak (fat insolube dan terdispersi dalam minyak), kotoran yang berbentuk suspensi koloid dalam minyak (fosfolipid, karbohidrat), kotoran yang terlarut dalam minyak (fat solube compound)seperti asam lemak bebas, sterol dan hidro karbon. Kontaminan yang terdapat dalam minyak kasar ini dapat mempengaruhi kualitas dan kerja minyak tersebut baik sebagai bahan bakar maupun sebagai bahan baku bagi proses turunan lainnya.Proses pemurnian merupakan tahapan proses yang dapat membantu menghilangkan kotoran – kotoran yang terdapat dalam minyak tersebut. Proses pemurnian merupakan salah satu tahapan proses yang perlu mendapat perhatian khusus dalam proses pembuatan minyak.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan karakteristik minyak bintaro terbaik dengan mengetahui pengaruh konsentrasi asam fosfat dan NaOH yang digunakan pada proses pemurnian. Penelitian dilakukan terhadap biji bintaro, minyak bintaro kasar dan minyak bintaro hasil pemurnian. Pada biji bintaro didapatkan hasil bahwa kandungan terbesar dari biji bintaro adalah minyak (kadar lemak) dengan nilai 65.94%. Minyak biji bintaro didapatkan dari proses ekstraksi dengan metode hot pressing

(pengempaan dengan suhu panas 40- 60oC) dengan rendemen 38.89%.

Minyak kasar mengalami proses pemurnian dengan tahapan degumming, netralisasi dan bleaching

Dokumen terkait