• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 PENELITIAN UTAMA

Penelitian utama merupakan proses pemurnian minyak bintaro yang terdiri atas proses

degumming, netralisasi dan bleaching. Proses degumming merupakan tahap pemurnian awal menggunakan asam fosfat konsentrasi 20% dengan tiga perlakuan jumlah asam fosfat sebanyak 0.2% ; 0.3% ; 0.5% (v/b). Minyak hasil degumming ini diuji bilangan asam lemak bebasnya. Dari hasil pengujian diperoleh nilai rata – rata bilangan asam lemak bebas minyak hasil degumming adalah 2.8%. Nilai ini yang digunakan sebagai acuan dalam penentuan konsentrasi NaOH yang akan digunakan pada proses netralisasi dengan contoh perhitungan yang terdapat pada Lampiran 2. Tahap pemurnian kedua yaitu proses netralisasi. Minyak hasil degumming dinetralisasi menggunakan larutan NaOH. Konsentrasi larutan NaOH yang digunakan adalah 0.1N; 0.3N; dan 0.5N. Minyak hasil netralisasi dikarakterisasi sifat fisiko kimianya meliputi bilangan asam lemak bebas, kadar abu, viskositas, bilangan iod, bilangan penyabunan, densitas, persentransmisi dan rendemen minyak. Data yang diperoleh dari hasil karakterisasi diolah secara statistik untuk melihat pengaruh larutan asam fosfat dan larutan NaOH yang digunakan pada proses pemurnian ini terhadap karakteristik minyak murni tersebut.

4.2.1 Bilangan Asam

Bilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas, yang dihitung berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau campuran asam lemak. Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah milligram KOH 0.1N yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak. Asam lemak bebas merupakan asam lemak yang terpisah dari triglesirida, digliserida, monogliserida dan gliserin bebas yang terbentuk karena adanya pemanasan, proses oksidasi, atau adanya kandungan air dalam minyak yang menyebabkan minyak mengalami proses hidrolisis. Semakin tinggi kandungan asam lemak bebas dalam minyak, maka menunjukkan bahwa semakin tinggi pula kerusakan yang dialami oleh minyak. Salah satu cara untuk menurunkan kandungan asam lemak bebas dalam minyak adalah melalui proses pemurnian. Grafik hubungan antara konsentrasi larutan NaOH dan konsentrasi larutan asam fosfat yang digunakan pada proses pemurnian minyak bintaro terhadap kadar asam lemak bebas minyak bintaro murni dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Histogram hubungan antara konsentrasi NaOH dan konsentrasi asam fosfat terhadap kadar asam lemak bebas minyak bintaro murni.

Histogram yang terdapat pada Gambar 7 menunjukkan nilai asam lemak bebas minyak murni berkisar antara 0.79% - 0.87%. Nilai tertinggi terdapat pada minyak yang mengalami proses pemurnian menggunakan asam fosfat dengan jumlah 0.2% dan konsentrasi larutan kaustik soda sebesar 0.1N. Sedangkan nilai asam lemak bebas terendah dimiliki oleh minyak yang mengalami proses pemurnian menggunakan larutan asam fosfat sebesar 20% sebanyak 0.2% dengan konsentrasi larutan kaustik soda sebesar 0.5N.

Hasil analisa keragaman (Lampiran 3) menunjukkan bahwa konsentrasi larutan asam fosfat tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai bilangan asam lemak bebas dalam minyak. Sedangkan konsentrasi larutan kaustik soda yang digunakan memberikan pengaruh

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 0.2% 0.3% 0.5% Asa m L em a k B eba s (%)

Konsentrasi larutan asam fosfat

yang nyata terhadap perubahan kadar asam lemak bebas dalam minyak. Hasil uji lanjut terhadap pengaruh konsentrasi kaustik soda menggunakan uji Duncan pada taraf 95% menunjukkan bahwa konsentrasi larutan kaustik soda 0.1N dan 0.3N tidak menunjukkan perbedaan nilai kandungan asam lemak bebas yang nyata. Perbedaan kadar asam lemak bebas yang nyata didapat antara perlakuan konsentrasi kaustik soda 0.3N dengan 0.5N dan 0.1N dengan 0.5N.

Proses pemurnian mampu menurunkan kadar asam lemak bebas minyak awal sebesar 3.1% mengalami penurunan sekitar 0.9% selama proses degumming menjadi 2.8%. Setelah proses netralisasi menggunakan larutan NaOH kadar asam lemak bebas minyak menjadi berkisar antara 0.79% - 0.87%. Jika dibandingkan dengan minyak nabati lain seperti minyak jarak, nilai bilangan asam lemak bebas minyak bintaro murni ini memenuhi standar minyak jarak menurut Bailey (1950) “no 1 castrol oil” yaitu maksimum 2%. Pada proses netralisasi, asam lemak bebas yang terdapat pada minyak akan tersabunkan dengan adanya penambahan larutan kaustik soda sehingga dapat dipisahkan dari minyak. Sedangkan pemisahan gum (penggunaan asam fosfat) merupakan suatu proses pemisahan getah atau lendir yang terdiri dari phosphatida, protein dan resin tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak.Terlihat pada Gambar 7 bahwa peningkatan konsentrasi kaustik soda yang digunakan cenderung menurunkan kadar asam lemak bebas dalam minyak. Proses pemurnian terbaik berdasarkan parameter nilai kadar asam lemak bebasnya, untuk minyak kasar dengan kadar asam lemak bebas awal 3.1% ini adalah penggunaan konsentrasi larutan kaustik soda 0.5N.

Menurut Hendrix (1990), asam – asam lemak bebas dapat dipisahkan dari minyak atau lemak melalui reaksi dengan alkali (NaOH), sehingga terbentuk sabun. Proses ini dikenal sebagai proses penyabunan atau saponification. Setelah mengalami reaksi penyabunan, minyak akan mempunyai kualitas yang lebih baik. Minyak yang akan digunakan sebagai bahan bakar harus memiliki kadar asam lemak bebas yang serendah mungkin, karena bilangan asam maupun kadar asam lemak bebas yang tinggi dalam minyak dapat menimbulkan korosi dan deposit (karat) pada mesin.

4.2.2 Kadar Abu

Kadar abu merupakan parameter yang penting bagi minyak yang akan digunakan sebagai bahan bakar. Kadar abu menunjukkan adanya senyawa anorganik dalam minyak termasuk di dalamnya senyawa organologam (Cu, Fe, Mg) maupun mineral yang terdapat di dalam bahan. Tingginya kadar abu dalam minyak dapat disebabkan terlarutnya sejumlah logam yang berasal dari peralatan ekstraksi minyak, seperti peralatan yang digunakan untuk pengepresan. Kandungan logam yang tinggi di dalam minyak dapat menyebabkan korosi pada mesin.

Dari hasil pengujian, minyak murni mengalami penurunan kadar abu dari 0.08% pada minyak kasar menjadi berkisar antara 0.01% – 0.07%. Kadar abu ini memenuhi standar minyak diesel menurut American Society for Testing and Material yaitu maksimum 0.01%. Hasil analisa ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan Fathiyah (2010) dimana minyak nyamplung murni memiliki kadar abu sekitar 0.01 – 0.042%. Grafik hubungan antara dosis larutan asam fosfat dengan konsentrasi larutan kaustik soda terhadap kadar abu minyak murni dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Histogram hubungan antara konsentrasi NaOH dan konsentrasi asam fosfat terhadap kadar abu minyak bintaro murni.

Dari hasil pengujian diketahui bahwa kadar abu terendah diperoleh dari hasil pemurnian menggunakan asam fosfat 0.5% dan larutan NaOH 0.3N. Sedangkan kadar abu tertinggi dari seluruh perlakuan terdapat pada proses pemurnian menggunakan asam fosfat 0.2% dan larutan NaOH 0.3N. Hasil analisis keragaman (Lampiran 4) menunjukkan bahwa konsentrasi asam fosfat berpengaruh nyata terhadap perubahan kadar abu minyak, sedangkan konsentrasi kaustik soda dan interaksi antara konsentrasi kaustik soda dengan konsentrasi asam fosfat tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan kadar abu minyak murni yang dihasilkan. Uji lanjut pengaruh konsentrasi asam fosfat menggunakan uji Duncan pada taraf uji 95% menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara kadar abu minyak yang dimurnikan menggunakan larutan asam fosfat dengan konsentrasi 0.2%, 0.3% dan 0.5%.

Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa nilai kadar abu minyak murni yang dihasilkan semakin rendah seiring dengan peningkatan jumlah larutan asam fosfat yang digunakan. Asam fosfat bereaksi dengan ion logam yang terdapat pada minyak membentuk kompleks organologam sehingga dapat terbuang saat proses pencucian. Kadar abu terendah terdapat pada minyak yang dimurnikan menggunakan asam fosfat dengan dosis 0.5% dengan konsentrasi kaustik soda 0.3 N dan 0.5N.

4.2.3 Bilangan peroksida

Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Pembentukan senyawa peroksida biasanya merupakan awal proses oksidasi minyak. Kenaikan nilai bilangan peroksida merupakan indikator dan peringatan bahwa minyak tidak lama lagi akan berbau tengik. Grafik hubungan antara konsentrasi larutan asam fosfat dan konsentrasi larutan NaOH yang digunakan pada proses pemurnian terhadap nilai bilangan peroksida minyak murni yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 9. 0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0.2 % 0.3% 0.5% K a da r a bu ( %)

Konsentrasi larutan asam fosfat

Gambar 9. Histogram hubungan antara konsentrasi NaOH dan konsentrasi larutan asam fosfat terhadap bilangan peroksida minyak bintaro murni.

Dari Gambar 9 terlihat kisaran nilai bilangan peroksida minyak murni berada diantara 4.3 – 6.1 mg O2/gr. Nilai terendah dimiliki oleh minyak yang dimurnikan menggunakan asam fosfat dengan dosis 0.5% dan konsentrasi kaustik soda 0.5N. Sedangkan nilai peroksida tertinggi dimiliki oleh minyak yang mengalami proses pemurnian dengan dosis asam fosfat 0.3% dengan konsentrasi larutan kaustik soda 0.1N. Nilai rentang bilangan peroksida yang dihasilkan sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan bilangan peroksida minyak tengkawang hasil pemurnian Darsini (1998) yaitu antara 4.17 – 5.8 mg O2/gr. Namun, jika dibandingkan dengan minyak nyamplung hasil pemurnian, maka bilangan peroksida ini memenuhi standar minyak nyamplung murni yaitu sekitar 13.24% (Fathiyah 2010).

Hasil analisa keragaman pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa konsentrasi kaustik soda berpengaruh nyata terhadap perubahan bilangan peroksida. Sedangkan konsentrasi larutan asam fosfat dan interaksi antara keduanya tidak berpengaruh secara nyata. Dari Gambar 8 juga dapat dilihat adanya kecenderungan dengan semakin besar konsentrasi kaustik soda yang digunakan, bilangan peroksida akan semakin rendah. Hal itu dikarenakan NaOH bereaksi dengan asam lemak bebas dan senyawa polimer peroksida, sehingga bilangan peroksida akan menurun.

Hasil uji lanjut Duncan pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa penggunaan konsentrasi 0.3N dengan 0.5N tidak menghasilkan nilai bilangan peroksida yang berbeda secara nyata. Perbedaan yang nyata ditunjukkan antara perlakuan larutan kaustik soda 0.1N dengan 0.5N dan konsentrasi larutan kaustik soda 0.1N dengan 0.3N. Minyak yang akan digunakan sebagai bahan bakar harus memiliki nilai bilangan peroksida yang rendah. Karena bilangan peroksida yang tinggi dalam minyak mengidentifikasikan telah terbentuknya polimer –

polimer dalam minyak yang dapat meningkatkan viskositas.

4.2.4 Viskositas

Viskositas merupakan tahanan alir suatu cairan. Berdasarkan hasil pengujian kekentalan minyak hasil pemurnian, nilai kekentalan minyak murni berkisar antar 31 – 39.25

0 1 2 3 4 5 6 7 0.2% 0.3% 0.5% B ila ng a n P er o k sida ( m g O 2 /g r)

Konsentrasi larutan asam fosfat

centipoise. Minyak bintaro murni memiliki nilai viskositas yang rendah jika dibandingkan dengan viskositas minyak nyamplung murni menurut peneliian yang dilakukan Fathiyah (2010) yaitu antara 29 – 43.5 cP. Sedangkan standar viskositas minyak diesel menurut pertamina (2005) adalah 1.6 – 5.8 cSt. Grafik hubungan antara konsentrasi larutan asam fosfat dan konsentrasi larutan kaustik soda terhadap nilai kekentalan dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Histogram hubungan antara konsentrasi NaOH dan dosis asam fosfat terhadap nilai viskositas minyak bintaro murni.

Dari Gambar 10 terlihat bahwa viskositas terendah dimiliki oleh minyak yang mengalami proses pemurnian menggunakan asam fosfat dengan jumlah 0.5% dan larutan kaustik soda dengan konsentrasi 0.3N yaitu sebesar 31 cP. Sedangkan nilai viskositas tertinggi dimiliki minyak yang dimurnikan menggunakan asam fosfat dengan jumlah 0.2% dan konsentrasi larutan kaustik soda 0.1N. Dari Gambar 10 juga terlihat adanya kecenderungan dengan semakin tinggi jumlah larutan asam fosfat dan konsentrasi larutan NaOH yang digunakan, viskositas minyak semakin menurun.

Hasil analisa keragaman pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa dosis larutan asam fosfat dan konsentrasi larutan NaOH berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai viskositas minyak, sedangkan interaksi antara dosis larutan asam fosfat dengan konsentrasi NaOH tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan nilai viskositas. Hasil uji lanjut pengaruh konsentrasi larutan asam fosfat pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai viskositas yang signifikan antara minyak yang dimurnikan menggunakan larutan asam fosfat dengan jumlah 0.5% dengan 0.2% dan 0.5% dengan 0.3% (v/b). Namun, nilai viskositas minyak yang dihasilkan antara proses pemurnian menggunakan asam fosfat dengan konsentrasi 0.2% dengan konsentrasi 0.3% tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini disebabkan oleh perbedaan konsentrasi keduanya terlalu kecil.

Pengujian uji lanjut pengaruh konsentrasi larutan NaOH terhadap perubahan nilai viskositas minyak murni yang dihasilkan menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi larutan

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 0.2% 0.3% 0.5% Vis k o sit a s cP

Konsentrasi larutan asam fosfat

kaustik soda 0.1N memberikan nilai viskositas yang berbeda secara signifikan terhadap nilai viskositas yang dihasilkan dari proses pemurnian menggunakan larutan konsentrasi kaustik soda 0.5N. Begitu pula dengan hasil yang ditunjukkan antara konsentrasi larutan kaustik soda 0.1N dengan 0.3N. Akan tetapi, perbedaan nilai viskositas tidak ditunjukkan antara perlakuan larutan kaustik soda 0.3N dengan 0.5N.

Nilai viskositas kinematik dipengaruhi oleh panjang rantai asam lemak dan alkohol, jumlah ikatan rangkap, dan kandungan kontaminan (Hambali, 2006). Minyak hasil pemurnian terbukti memiliki nilai viskositas yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai viskositas minyak kasar. Hal ini disebabkan karena zat – zat pengotor dalam minyak yang menyebabkan tingginya viskositas pada minyak telah berkurang. Pada proses degumming,

asam fosfat berfungsi mengendapkan fosfatida (gum), serta mineral ataupun senyawa organologam (seperti Cu, Fe, dan Mg) yang bersifat nonhydratable menjadi hydratable

sehingga dapat dipisahkan dari minyak melalui proses pencucian (Basiron 1990). Selain itu, larutan NaOH dapat mengurangi asam lemak bebas (dalam rantai panjang). Dengan cara hidrasi dan dibantu dengan proses pemisahan sabun secara mekanis, maka netralisai dengan menggunakan kaustik soda dapat menghilangkan fosfatida, protein, resin dan suspensi dalam minyak yang tidak dapat dihilangkan secara sempurna dalam proses penghilangan gum (Ketaren 1986). Dengan berkurangnya kotoran, mineral, fosfatida, serta asam lemak pada minyak, maka viskositas minyak akan semakin menurun. Viskositas kinematik berpengaruh terhadap atomisasi bahan bakar, kesempurnaan pembakaran, injeksi bahan bakar dan umum digunakan sebagai indikator kualitas minyak selama penyimpanan.

4.2.5 Densitas

Berat jenis adalah perbandingan dari volume minyak atau lemak pada suhu tertentu dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Pengujian berat jenis minyak hasil pemurnian dilakukan dengan menggunakan alat piknometer pada suhu 40°C. Grafik hubungan antara konsentrasi larutan NaOH dan konsentrasi larutan asam fosfat yang digunakan pada proses pemurnian terhadap nilai densitas minyak murni yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 11.

Berdasarkan hasil pengujian nilai densitas minyak murni menggunakan metode piknometer diketahui bahwa nilai densitas minyak murni berkisar antara 0.8 – 0.82g/cm3. Nilai ini memenuhi standar densitas minyak diesel yang ditetapkan oleh pertamina (2005) yaitu 0.82 – 0.87g/cm3. Selain itu, densitas minyak bintaro murni ini lebih rendah dibandingakan dengan densitas minyak nyamplung murni pada penelitian Fathiyah (2010) yang berkisar antara 0.90 – 0.93g/cm3 ataupun densitas minyak jarak pagar menurut Achten

et al. (2008) yang berada pada rentan nilai 0.86 – 0.92g/cm3. Tampak pada Gambar 10 nilai densitas terendah terdapat pada minyak yang dimurnikan dengan larutan asam fosfat 20% sebanyak 0.5% (v/b) dengan larutan konsentrasi kaustik soda 0.1N. Sedangkan nilai densitas tertinggi terdapat pada minyak dengan perlakuan pemurnian menggunakan larutan asam fosfat sebanyak 0.2% (v/b) dan konsentrasi larutan kaustik soda 0.1N atau larutan asam fosfat dengan jumlah 0.5% (v/b) dan larutan NaOH dengan konsentrasi 0.3N.

Gambar 11. Histogram hubungan antara konsentrasi NaOH dan konsentrasi larutan asam fosfat terhadap nilai densitas minyak bintaro murni.

Hasil analisa keragaman pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa konsentrasi larutan asam fosfat, konsentrasi larutan kaustik soda dan interaksi antara keduanya tidak berpengaruh secara nyata terhadap nilai densitas minyak murni yang dihasilkan. Hal ini berarti besar kecilnya jumlah larutan asam fosfat atau konsentrasi kaustik soda yang digunakan tidak akan mempengaruhi nilai densitas minyak murni yang dihasilkan. Walaupun, nilai densitas minyak murni terlihat mengalami sedikit penurunan dari nilai densitas minyak kasarnya (0.9 gr/cm3 menjadi 0.8 – 0.82gr/cm3). Hal tersebut dapat disebabkan karena bobot jenis merupakan sifat fisis minyak sehingga setiap minyak memiliki bobot jenis yang berbeda pada rentang tertentu.

Tinggi rendahnya densitas minyak lebih dipengaruhi oleh panjang rantai ataupun ikatan penyusunnya. Berat jenis juga dapat menentukan nilai panas, nilai pembakaran

(heating value), titik didih, dan konsumsi bahan bakar dari suatu bahan bakar (Staniar 1966). Menurut Prihandana et al. (2006), densitas berhubungan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin diesel per satuan volume bahan bakar.

4.2.6 Bilangan iod

Bilangan iod merupakan parameter yang menunjukkan tingkat ketidakjenuhan suatu minyak yang berhubungan dengan banyaknya ikatan rangkap yang dimiliki asam lemak dalam minyak tersebut. Ikatan rangkap cenderung untuk terpolimerisasi dan membentuk deposit pada nozel injektor, cicin piston, dan galur – galur pada cicin piston ketika dipanaskan, menurunkan stabilitas oksidasi, menstimulasi degradasi beberapa produk, menstimulasi pembentukan senyawa dengan bobot molekul tinggi yang dapat menurunkan kualitas pelumasan minyak atau biodiesel yang dihasilkan. Pada pengujian bilangan iod kali ini metode yang digunakan adalah cara Hanus. Histogram hubungan antara larutan kaustik soda dan larutan asam fosfat terhadap bilangan iod dapat dilihat pada Gambar 12.

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 0.2% 0.3% 0.5% Densi ta s (g /cm 3 )

Konsentrasi larutan asam fosfat

Gambar 12. Histogram hubungan antara konsentrasi NaOH dan konsentrasi asam fosfat terhadap nilai bilangan iod minyak bintaro murni.

Berdasarkan hasil pengujian bilangan iod minyak bintaro murni, terlihat bahwa minyak bintaro murni memiliki rentang bilangan iod antara 59 – 61gr I2/100gram. Bilangan iod ini lebih tinggi dibandingkan dengan bilangan iod minyak tengkawang murni berdasarkan penelitian Darsini (1998) yaitu sekitar 30.85 – 35.2gr I2/100gram. Sedangkan standar bilangan iod minyak sawit murni yang didominasi asam lemak palmitat berada pada rentan 46 – 49gr I2/100gram. Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan kejenuhan minyak tersebut.

Bilangan iod antara perlakuan pemurnian satu dengan lainnya tidak jauh berbeda. Hasil analisa keragaman pada Lampiran 8 menunjukkan bahwa konsentrasi larutan asam fosfat, konsentrasi larutan kaustik soda, dan interaksi antara keduanya tidak berpengaruh secara nyata terhadap perubahan nilai bilangan iod minyak bintaro. Hal ini berarti ikatan rangkap asam lemak yang menyusun minyak bintaro dapat diasumsikan tetap. Asam lemak yang tidak jenuh dalam minyak dan lemak mampu menyerap sejumlah iod dan membentuk senyawa yang jenuh. Besarnya jumlah iod yang diserap menunjukkan banyaknya ikatan rangkap atau ikatan tidak jenuh yang dimiliki minyak. Makin besar bilangan iod maka jumlah ikatan rangkap semakin besar dan titik cair semakin rendah. Minyak biji bintaro merupakan minyak dengan komposisi asam lemak tidak jenuh sekitar 62.45% (Edriana 2007). Sebaliknya minyak yang mempunyai bilangan iod rendah lebih tahan terhadap kerusakan karena proses oksidasi (Ketaren 1986).

Minyak dengan bilangan iod lebih besar dari 115 mg iod apabila digunakan sebagai bahan bakar akan membentuk deposit atau kerak pada lubang saluran injeksi, piston, dan bagian mesin lainnya. Hal ini dapat terjadi karena adanya ketidakstabilan ikatan rangkap karena panas (Prihandana dan Hendroko 2006)

0 10 20 30 40 50 60 70 0.2% 0.3% 0.5% B ila ng a n io d ( g r I2 /1 0 0 g r)

Konsentrasi larutan asam fosfat

4.2.7 Bilangan Penyabunan

Bilangan penyabunan ialah jumlah alkali yang dibutuhkan untuk menyabunkan sejumlah contoh minyak. Hubungan antara konsentrasi larutan asam fosfat dan konsentrasi yang digunakan pada proses pemurnian minyak bintaro terhadap bilangan penyabunan minyak murni dapat dilihat pada Gambar 13. Dari Gambar 13 dapat terlihat bahwa bilangan penyabunan minyak murni berkisar antara 199.9 – 205.21 mg KOH/gram. Nilai bilangan penyabunan minyak murni dari satu perlakuan pemurnian ke perlakuaan lainnya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini sesuai dengan hasil analisa keragaman (Lampiran 9) bahwa konsentrasi larutan asam fosfat, konsentrasi larutan kaustik soda, dan interaksi antara keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan nilai bilangan penyabunan minyak.

Gambar 13. Histogram hubungan antara konsentrasi NaOH dan konsentrasi larutan asam fosfat terhadap nilai bilangan penyabuanan minyak bintaro murni.

Nilai bilangan penyabunan minyak bintaro murni yang didapatkan pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan bilangan penyabunan minyak biji jarak yang berkisar antara 176 – 181mg KOH/g minyak (Kirk dan Othmer 1964). Bilangan penyabunan minyak bintaro murni yang didapatkan pada pengujian ini memiliki nilai yang tidak jauh berbeda dengan nilai bilangan penyabunan minyak sawit murni menurut Krischenbauer (1960) yang berada pada rentan 196 – 206mg KOH/g. Menurut Ketaren (1986) tinggi rendahnya bilangan penyabunan dipengaruhi oleh berat molekul minyak. Minyak yang disusun oleh asam lemak berantai pendek berarti memiliki berat molekul rendah maka akan mempunyai bilangan penyabunan yang relatif tinggi dan sebaliknya minyak dengan berat molekul besar akan mempunyai bilangan penyabunan yang relatif kecil. Berarti besar kecilnya bilangan penyabunan ditentukan oleh berat molekul asam lemak penyusunnya. Bilangan penyabunan setiap minyak berbeda – beda dan tidak pernah sama, selain itu satu jenis minyak cenderung memiliki bilangan penyabunan yang konstan (Muchtadi 1992).

0 50 100 150 200 0.2% 0.3% 0.5% B il a n g a n Peny a b u n a n ( m g K O H /g r)

Konsentrasi Larutan Asam Fosfat

4.2.8 Persen Transmisi

Pengukuran persen transmisi minyak dapat digunakan sebagai indikator perubahan zat warna yang terdapat dalam minyak tersebut. Semakin tinggi persen transmisi maka semakin kecil kadar zat warna yang terdapat dalam minyak tersebut. Hasil pengujian nilai transmisi minyak bintaro murni pada setiap perlakuan disajikan pada Gambar 14.

Gambar 14. Histogram hubungan antara konsentrasi NaOH dan konsentrasi larutan asam fosfat terhadap nilai persen transmisi minyak bintaro murni yang dihasilkan. Terlihat pada Gambar 14 bahwa nilai persen transmisi minyak bintaro murni berkisar antara 64.14 – 94.79%. Hasil ini lebih rendah dibandingkan nilai kejernihan minyak tengkawang hasil pemurnian pada penelitian Darsini (1998). Nilai persen transmisi tertinggi terdapat pada minyak yang dimurnikan menggunakan asam fosfat dengan konsentrasi 0.5% dan larutan kaustik soda 0.5N. Sedangkan nilai persen transmisi terendah terdapat pada minyak yang dimurnikan menggunakan larutan asam fosfat sebanyak 0.2% (v/b) dan konsentrasi larutan NaOH 0.1N.

Hasil analisa keragaman pada Lampiran 10 menunjukkan bahwa konsentrasi larutan asam fosfat, konsentrasi larutan NaOH dan interaksi antara keduanya memberikan pengaruh terhadap perubahan nilai persen transmisi minyak murni. Dari Gambar 13 dapat dilihat bahwa semakin tinggi dosis larutan asam fosfat dan konsentrasi larutan NaOH yang digunakan maka nilai persen transmisi cenderung meningkat.

Dokumen terkait