• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini akan membahas Kesimpulan dan Saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.

18 BAB II

KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PELAKSANAAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS)

A. Pengertian Kebijakan Dan Kebijakan Pemerintah 1. Pengertian Kebijakan

Istilah kebijakan yang dipergunakan adalah identik dengan istilah kebijaksanaan yang lazim dipergunakan sehari – hari dalam arti yang sempit dalam hal ini diartikan “ kebijakan sama dengan kebijaksanaan dikurangi kebajikan atau kebijaksanaan sama dengan kebijakan ditambah kebajikan “. Seorang raja atau penguasa yang “bijaksana” adalah yang memiliki baik sifat – sifat yang berdasarkan pada kebijakan maupun kebajikan atau dengan kata lain ia telah banyak menjelmakan kebijaksanaan dalam bentuk kebijakan dan kebajikan. Istilah administrasi dipergunakan dalam arti administrasi negara.

Kebijakan dalam praktik mempunyai 2 (dua) arti, yaitu sebagai berikut : a. Kebijakan dalam arti kebebasan, yang ada pada subjek tertentu (atau yang

disamakan dengan subjek). Untuk memiliki alternatif yang diterima sebagai yang terbaik berdasarkan nilai – nilai hidup bersama atau negara terrtentu dalam penggunaan kekuasaan tertentu yang ada pada subjek tersebut dalam mengatasi problematik manusia dalam hubungan dengan hidup bersama dalam negara tersebut. Dengan kata lain, kebijakan adalah ruang lingkup kebebasan tertentu dalam pengambilan alternatif yang diterima sebagai yang terbaik berdasarkan nilai – nilai masyarakat atau negara tertentu dalam

mengatasi problematik manusia dalam rangkaian hidup bersama atau negara tertentu pada waktu tertentu dan tempat tertentu.

b. Kebijakan dalam arti kata keluar, untuk mengatasi problematik manusia dalam hubungan dengan hidup bersama atau negara tertentu, sebagai hasil penggunaan kebebasan memilih yang diterima sebagai yang terbaik berdasarkan nilai – nilai hidup bersama atau negara tertentu. Dengan kata lain, jalan keluar dalam mengatasi problematik manusia yang dimaksud sebagai hasil kebebasan dalam memilih sebagai yang terbaik dalam waktu dan tempat berdasarkan nilai – nilai masyarakat atau negara tertentu

Kebijakan secara teknis perlu dibedakan dari kebajikan. Keduanya berbeda dalam tujuan, dasar eksistensi, dan pertanggungjawaban. Bagi orang awam, kebijaksanaan, kebijakan, dan kebajikan dipergunakan secara bercampur baur dengan tidak membedakannya secara terinci dan prinsipil.

a) Tujuan

Tujuan kebajikan adalah kepuasan atau ketentraman serta kepentingan dari penentu dan pengambil putusan kebajikan sesuai seleranya.

Tujuan kebijakan adalah kepuasan atau ketentraman serta kepentingan dari penentu dan pengambil putusan kebijakan dalam hubungan dengan kepuasan atau ketentraman serta kepentingan dari yang dikenai kebijakan, yaitu rakyat.

Dalam negara modern demokrasi, rakyat adalah pemegang kedaulatan dalam atau adalah pelaku negara. Dengan demikian, kebijakan administrasi tertuju kepada rakyat serta demi kepentingan rakyat karena administrasi negara ada atau diadakan demi kepentingan rakyat sebagai pelaku negara. Oleh karena itu, dalam

_____________________________________________________________ 14

Willy D.S. Voll, Op.Cit. hal. 133-140

negara modern demokrasi, tidak ada tempat bagi kebajikan untuk administrasi, kebajikan administrasi hanya ada dalam negara penguasa.

b) Dasar eksistensi

Kebajikan berdasar pada kedaulatan adalah putusan yang terpuji karena menyenangkan yang dikenai putusan, yaitu rakyat yang adalah objek. Status kebajikan adalah sebagai rahmat atau karunia (hadiah) bagi yang dikenai.

Kebijakan berdasar pada kedaulatan limpahan atau kewajiban limpahan atau kewajiban sebagai materi hukum. Dengan kata lain, ia berdasar pada moralitas atau hukum.

Kebajikan adalah kebijakan yang baik dilihat dari sudut yang dikenai kebijakan, yang tidak berdasarkan pada non hukum atau materi hukum pada waktu dan tempat tertentu melainkan berdasarkan semata – mata pada kekuatan faktual.

c) Pertanggungjawaban

Pada kebijakan selalu terkait dengan pertanggungjawaban, yaitu pertanggungjawaban moral atau pertanggungjawaban hukum atau kedua- duanya. Yang ideal adalah bahwa kebijakan itu dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral maupun secara hukum.

Pada kebajikan tidak terkait pertanggungjawaban. Pada kebajikan hanya terkait kekaguman atau penghargaan terhadap kebaikan budi dari penentu kebajikan.

Kebajikan adalah bentuk yang terpuji (yang mengagumkan) dari kebijaksanaan yang irasional, sedangkan kebijakan adalah bentuk yang rasional.14

2. Pengertian Kebijakan Pemerintah

Didalam penyelenggaraan tugas – tugas administrasi negara, pemerintah banyak mengeluarkan kebijakan yang dituangkan dalam berbagai bentuk seperti

beleidslijnen (garis – garis kebijakan), het beleid (kebijakan), voorschtiften

(peraturan – peraturan), richtlijnen (pedoman – pedoman), regelingen (petunjuk – petunjuk), circulaires (surat edaran), resoluties (resolusi – resolusi),

aanschrijvingen (intruksi – intruksi), beleidsnota’s (nota kebijakan), reglemen

(ministriele) (peraturan – peraturan menteri), beschikkingen (keputusan –

keputusan), en bekenmakingen (pengumuman – pengumuman). Menurut Philipus M. Hadjon, peraturan kebijakan pada hakikatnya merupakan produk dari perbuatan tata usaha negara yang bertujuan “naar buiten gebracht schricftelijk

beleid”, yaitu menampakkan keluar suatu kebijakan tertulis. Peraturan kebijakan

hanya berfungsi sebagai bagian dari operasional penyelenggaraan tugas – tugas pemerintahan, karenanya tidak dapat mengubah ataupun menyimpangi peraturan perundang – undangan. Peraturan ini adalah semacam hukum bayangan dari undang – undang atau hukum. Oleh karena itu, peraturan ini disebut pula dengan istilah psudo-wetgeving (perundang – undangan semu) atau spigelsrecht (hukum bayangan / cermin).

Secara praktis kewenangan diskresioner administrasi negara yang kemudian melahirkan peratutan kebijakan, mengandung dua aspek pokok;

______________________________________ 15

Ridwan HR,Hukum Administrasi Negara,Edisi Revisi,PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,2010,hal. 174-179

pertama, kebebasan menafsirkan mengenai ruang lingkup wewenang yang dirumuskan dalam peraturan dasar wewenangnya. Aspek pertama ini lazim dikenal dengan kebebasan menilai yang bersifat objektif. Kedua, kebebasan untuk menentukan sendiri dengan cara bagaimana dan kapan wewenang yang dimiliki administrasi negara itu dilaksanakan. Aspek kedua ini dikenal dengan kebebasan menilai yang bersifat subjektif.

Bagir Manan menyebutkan ciri – ciri peraturan kebijakan sebagai berikut : a. Peraturan kebijakan bukan merupakan peraturan perundang – undangan. b. Asas – asas pembatasan dan penguji terhadap peraturan perundang –

undangan tidak dapat diberlakukan pada peraturan kebijakan.

c. Peraturan kebijakan tidak dapat diuji secara wetmatigheid, karena memang tidak ada dasar peraturan perundang – undangan untuk membuat keputusan peraturan kebijakan tersebut.

d. Peraturan kebijakan dibuat berdasarkan Freies Ermessen dan ketiadaan wewenang administrasi bersangkutan membuat peraturan perundang – undangan.

e. Pengujian terhadap peraturan kebijakan lebih diserahkan pada doelmatigheid

dan karena itu batu ujinya adalah asas – asas umum pemerintahan yang baik. f. Dalam praktik diberi format dalam berbagai bentuk dan jenis aturan, yakni

keputusan, intruksi, surat edaran, pengumuman dan lain – lain, bahkan dapat dijumpai dalam bentuk peraturan.15

______________________________________ 16

M.Solly Lubis,Diktat Kuliah Teori Hukum, Program Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara,2006,hal 28

Istilah “pemerintah” dan “pemerintahan” sering dikaitkan dan dipadankan dengan istilah asing antara lain administratie, administration, bestuur, regeling,

dan government, dan dalam bahasa indonesia digunakan juga istilah

“administrasi” dan “tata usaha negara”.”government” menurut bahasa diartikan dengan pemerintah.

Terdapat beberapa pengertian pemerintah menurut para ahli,antara lain adalah :

a. M. Solly Lubis Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, pemerintah diartikan dalam 2 (dua) pengertian, yaitu :

Pertama; pemerintah dalam arti luas dan sempit. Dalam arti luas pemerintah adalah semua lembaga – lembaga negara baik lembaga eksekutif, legislatif maupun lembaga yudikatif. Dalam arti sempit pemerintah hanya lembaga eksekutif saja.

Kedua; pemerintah dalam 3 (tiga) arti , yaitu :

1) Pemerintah adalah keseluruhan lembaga – lembaga kekuasaan negara 2) Pemerintah diartikan lembaga eksekutif saja (Presiden - Republik), Raja

(Monorchie) dengan jajarannya/poros lurus.

3) Pemerintah dalam arti Top Administrator saja, seperti Vatikan – Paus, Soviet - Eks Unisoviet, Presiden – Presidensiil, Perdana Menteri – Parlementer.

Tegasnya pemerintah (government) adalah alat kelengkapan negara untuk mencapai tujuan negara. Oleh karenanya, pemerintah seringkali menjadi personifikasi sebuah negara.16

______________________________________ 17

Irfan Fachruddin,Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap Tindakan Pemerintah,Cetakan Pertama, PT Alumni, Bandung, 2004,hal. 27-28

b. Menurut Wilson sebagaimana yang dikonstatir Ateng Syafrudin Pemerintah adalah suatu kekuatan yang terorganisir yang merupakan hasil perbuatan beberapa orang atau sekelompok orang yang dipersiapkan oleh suatu organisasi untuk merealisir maksud – maksudnya bersama referensi – referensi yang dapat menangani persoalan – persoalan umum atau masyarakat.

c. Kuntjoro Purbopranoto berpendapat bahwa pemerintah dalam “arti luas” adalah kegiatan negara dalam melaksanakan kekuasaan politiknya, mencakup ketiga kekuasaan negara dalam ajaran “trias politica” yang digagas oleh Mountesquieu yaitu : kekuasaan pembentukan undang – undang (la puissance

legislative), kekuasaan pelaksana (la puissance executive), dan kekuasaan

peradilan (la puissance de juger).

d. N.E Algra et al. mengemukakan pengertian “pemerintah” dalam “arti sempit” yaitu “bestuur”, yang meliputi bagian tugas pemerintah yang tidak termasuk tugas pembuatan undang – undang (legislatif) atau tugas peradilan

(yudikatif).17

Dalam menjalankan kebijakan pemerintah dikenal tiga sumber kewenangan pemerintah, yaitu “atribusi”, “delegasi”, dan “, “mandat”. Ketiga sumber wewenang pemerintah tersebut dibicarakan lebih lanjut dibawah ini : a. Atribusi

Kekuasaan pemerintah yang langsung diberikan undang – undang disebut “atribusi”. H.D. Van Wijk memberikan pengertian “attributie” atau atribusi

adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang – undang kepada organ pemerintah.

Dijelaskan bahwa pembentukan perundang – undangan yang dilakukan baik oleh pembentuk undang – undang orisinil (originaire wetgevers) maupun

pembentuk undang – undang yang diwakilkan (gedelegeerde wetgevers)

memberikan kekuasaan kepada suatu organ pemerintah yang dibentuk pada kesempatan itu atau kepada organ pemerintah yang sudah ada. Sebagaimana dinyatakan berikut ini :

“pembuat undang – undang menciptakan suatu wewenang pemerintahan yang baru dan menyerahkannya kepada suatu lembaga pemerintahan. Hal ini bisa berupa lembaga pemerintahan yang telah ada, atau suatu lembaga pemerintahan yang baru yang diciptakan pada kesempatan tersebut”

Senada dengan rumusan H.D. Van Wijk, Indroharto mengemukakan bahwa atribusi adalah pemberian wewenang pemerintah yang baru oleh suatu ketentuan dalam perundang – undangan baik yang diadakan oleh original

legislator ataupun delegated legislator.

b. Delegasi

Delegasi menurut H.D Van Wijk adalah penyerahan wewenang pemerintahan dari suatu badan atau pejabat pemerintah kepada badan atau pejabat pemerintah yang lain. Setelah wewenang diserahkan, pemberi wewenang tidak mempunyai wewenang lagi.

______________________________________ 18 Ibid

, hal. 49-53

19

Ridwan HR,op cit, hal. 125

c. Mandat

Wewenang yang diperoleh melalui atribusi maupun delegasi dapat dimandatkan kepada badan atau pegawai bawahan apabila pejabat yang memperoleh wewenang itu tidak sanggup melakukan sendiri. H.D Van Wijk menjelaskan arti dari “mandat” adalah “een bestuursorgaan laat zijn bevoegdheid

namens hem uitoefenen door een ander” yaitu suatu organ pemerintah

mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya.”18

Instrumen pemerintahan yang dimaksud dalam hal ini adalah alat – alat atau sarana – sarana yang dipergunakan oleh pemerintah atau administrasi negara dalam melaksanakan tugas – tugasnya. Dalam menjalankan tugas – tugas pemerintahan, pemerintah atau administrasi negara melakukan berbagai tindakan hukum, dengan menggunakan sarana transportasi dan komunikasi, gedung – gedung perkantoran, dan lain – lain, yang terhimpun dalam publiek domain atau kepunyaan publik. Disamping itu, pemerintah juga menggunakan berbagai instrumen yuridis dalam menjalankan kegiatan mengatur dan menjalankan urusan pemerintahan dan kemasyarakatan, seperti peraturan perundang – undangan, keputusan – keputusan, peraturan kebijakan, perizinan, instrumen hukum keperdataan, dan sebagainya. 19

Adapun pemerintahan sebagai kumpulan “kesatuan – kesatuan pemerintahan” terdiri dari :

a. Pribadi dan dewan – dewan yang ditugaskan untuk melaksanakan wewenang yang bersifat hukum publik (badan – badan pemerintahan). Suatu badan

______________________________________

20

Philipus M.Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Cetakan Kesembilan, Gadjah Mada University Press,Yogyakarta,2005,hal. 10

jadinya hanya memiliki wewenang jika dia diberikan suatu wewenang yang secara emplisit (jelas) disahkan menurut hukum publik.

b. Badan – badan hukum menurut hukum perdata yang sesuai dan berdasarkan hukum telah didirikan dan oleh karena itu harus dianggap sebagai termasuk dalam pihak pemerintah (jawatan umum). Maka badan – badan hukum ini mempunyai wewenang untuk atas nama negara melaksanakan tindakan – tindakan hukum menurut hukum sipil. Selanjutnya yang dikategorikan dalam pihak pemerintahan para pegawai negeri yang telah diangkat oleh negara secara resmi dan para pekerja kontrak yang denganya pihak pemerintah telah menandatangani kontrak kerja.20

B. Definisi Dan Pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) 1. Definisi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Berdasarkan Undang - Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang dibentuk dengan Undang-Undang untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. kemudian pada penjelasan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Paragraf 11 mendefinisikan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah transformasi dari badan penyelenggara jaminan sosial yang sekarang telah berjalan dan dimungkinkan untuk membentuk badan penyelenggara baru sesuai dengan dinamika perkembangan jaminan sosial.

______________________________________ 21

Asih Eka Putri,Loc.cit.

Tiga kriteria di bawah ini digunakan untuk menentukan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merupakan badan hukum publik, yaitu: 1) Cara pendiriannya atau terjadinya badan hukum itu, diadakan dengan

konstruksi hukum publik, yaitu didirikan oleh penguasa (Negara) dengan Undang-undang;

2) Lingkungan kerjanya, yaitu dalam melaksanakan tugasnya badan hukum tersebut pada umumnya dengan publik dan bertindak dengan kedudukan yang sama dengan publik;

3) Wewenangnya, badan hukum tersebut didirikan oleh penguasa Negara dan diberi wewenang untuk membuat keputusan, ketetapan, atau peraturan yang mengikat umum.21

2. Pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) membentuk dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Pembentukan dan pengoperasian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) melalui serangkaian tahapan, yaitu:

1) Pengundangan Undang - Undang No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada 19 Oktober 2004;

2) Pembacaan Putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara No. 007/PUUIII/ 2005 pada 31 Agustus 2005;

______________________________________

22

Ibid. hal. 10

3) Pengundangan Undang - Undang No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) pada 25 November 2011; 4) Pembubaran PT Askes dan PT Jamsostek pada 1 Januari 2014;

5) Pengoperasian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial(BPJS) Ketenagakerjaan pada 1 Januari 2014.

Rangkaian kronologis di atas terbagi atas dua kelompok peristiwa. Peristiwa pertama adalah pembentukan dasar hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang mencakup pengundangan Undang - Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi dan pengundangan Undang - UndangBadan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).22

Peristiwa kedua adalah transformasi badan penyelenggara jaminan sosial dari badan hukum persero menjadi badan hukum publik Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Transformasi meliputi pembubaran PT Askes dan PT Jamsostek tanpa likuidasi dan diikuti dengan pengoperasian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Komisaris dan Direksi PT Askes serta Komisaris dan Direksi PT Jamsostek bertanggung jawab atas keberhasilan atau kegagalan transformasi dan pendirian serta pengoperasikan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Di masa peralihan, keduanya bertugas :

1. Menyiapkan operasional Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) untuk penyelenggaraan program jaminan sosial sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

______________________________________

23

Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2011.Op.Cit. Pasal 56 dan Pasal 61

24

Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2004.Op.Cit.Pasal 52 ayat (1 dan 2)

2. Menyiapkan pengalihan aset dan liabilitas, pegawai, serta hak dan kewajiban Persero kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial(BPJS);

3. Khusus untuk PT. Jamsostek, menyiapkan pengalihan program, aset,

liabilitas, hak dan kewajiban Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Jamsostek kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.23

Selanjutnya diulas pembentukan dasar hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) secara kronologis waktu, yaitu :

19 Oktober 2004, Undang - Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) diundangkan. Undang - Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) memberi dasar hukum bagi PT Jamsostek (Persero), PT Taspen (Persero), PT Asabri (Persero) dan PT Askes Indonesia (Persero) sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Undang - Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) memerintahkan penyesuaian semua ketentuan yang mengatur keempat Persero tersebut dengan ketentuan Undang - Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Masa peralihan berlangsung paling lama lima tahun, yang berakhir pada 19 Oktober 2009.24

31 Agustus 2005, Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusannya atas Perkara Nomor 007/PUU-III/2005 kepada publik pada 31 Agustus 2005. Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Pasal 5 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Undang - Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang menyatakan bahwa keempat Persero tersebut sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), dinyatakan bertentangan dengan Undang -

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Mahkamah Konstitusi (MK) berpendapat bahwa Pasal 5 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Undang – Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menutup peluang Pemerintah Daerah untuk mengembangkan suatu sub sistem jaminan sosial nasional sesuai dengan kewenangan yang diturunkan dari ketentuan Pasal 18 ayat (2) dan ayat (5) Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selanjutnya, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa Pasal 52 ayat (2) Undang - Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) tidak bertentangan dengan Undang – Undang Dasar Tahun 1945. Namun Pasal 52 ayat (2) hanya berfungsi untuk mengisi kekosongan hukum setelah dicabutnya Pasal 5 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Undang – Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan menjamin kepastian hukum karena belum ada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang memenuhi persyaratan agar Undang - Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat dilaksanakan.

Dengan dicabutnya ketentuan Pasal 5 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Undang - Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan hanya bertumpu pada Pasal 52 ayat (2) maka status hukum PT (Persero) JAMSOSTEK, PT (Persero) TASPEN, PT (Persero) ASABRI, dan PT ASKES Indonesia (Persero) dalam posisi transisi. Akibatnya, keempat Persero tersebut harus ditetapkan kembali sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dengan sebuah Undang - Undang sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang – Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN): “BadanPenyelenggara Jaminan

Sosial harus dibentuk dengan Undang - Undang”. Pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ini dibatasi sebagai badan penyelenggara jaminan sosial nasional yang berada di tingkat pusat.

Pada 25 November 2011, Pemerintah mengundangkan Undang - Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yaitu Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) diundangkan sebagai pelaksanaan ketentuan Undang - Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 ayat (2) pasca Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara No. 007/PUU-III/2005. Undang – Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) membentuk dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan berkedudukan dan berkantor di ibu kota Negara Republik Indonesia. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dapat mempunyai kantor perwakilan di provinsi dan kantor cabang di kabupaten/kota.

Undang - Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) membubarkan PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) tanpa melalui proses likuidasi, dan dilanjutkan dengan mengubah kelembagaan Persero menjadi badan hukum publik. Peserta, program, aset dan liabilitas, serta hak dan kewajiban PT Askes (Persero) dialihkan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, dan dari PT Jamsostek (Persero) kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Undang - Undang Badan Penyelenggara

______________________________________

25

Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2011.Op.Cit.Pasal 7 ayat (1dan 2) dan Pasal 9 ayat (1)

Jaminan Sosial (BPJS) mengatur organ dan tata kelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Undang - Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menetapkan modal awal Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan; masing - masing paling banyak Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah) yang bersumber dari APBN. Modal awal dari Pemerintah merupakan kekayaan Negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham. Undang - Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menangguhkan pengalihan program - program yang diselenggarakan oleh PT Asabri (Persero) dan PT Taspen (Persero) ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan paling lambat hingga tahun 2029.

a. BPJS Kesehatan

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah badan hukum publik yang bertanggungjawab kepada Presiden dan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan.25

Pada 1 Januari 2014 Pemerintah mengoperasikan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan atas perintah Undang - Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Pada saat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS Kesehatan mulai beroperasi, terjadi serangkaian peristiwa sebagai berikut :

1. PT. Askes (Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi dan semua aset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT Askes (Persero) menjadi aset

______________________________________ 26Ibid.

pasal 60 ayat (3)

dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan;

2. semua pegawai PT. Askes (Persero) menjadi pegawai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan;

3. Menteri Badan Usaha Milik Negara selaku Rapat Umum Pemegang Saham mengesahkan laporan posisi keuangan penutup PT. Askes (Persero) setelah dilakukan audit oleh kantor akuntan publik;

4. Menteri Keuangan mengesahkan laporan posisi keuangan pembuka Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan laporan posisi keuangan pembuka dana jaminan kesehatan.26

Sejak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan beroperasi menyelenggarakan program jaminan kesehatan nasional, terjadi pengalihan program-program pelayanan kesehatan perorangan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS Kesehatan.

Mulai 1 Januari 2014 terjadi pengalihan program sebagai berikut :

1. Kementerian Kesehatan tidak lagi menyelenggarakan program jaminan

kesehatan masyarakat (Jamkesmas);

2. Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Republik Indonesia tidak lagi menyelenggarakan program pelayanan kesehatan bagi pesertanya, kecuali untuk pelayanan kesehatan tertentu berkaitan dengan kegiatan operasionalnya, yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden;

______________________________________ 27Ibid.

pasal 60 ayat (2) 28Ibid.

pasal 7 ayat (1 dan 2) dan pasal 9 ayat (2)

3. PT Jamsostek (Persero) tidak lagi menyelenggarakan program jaminan pemeliharaan kesehatan.27

b. BPJS Ketenagakerjaan

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS) Ketenagakerjaan adalah badan hukum publik yang bertanggungjawab kepada Presiden dan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian.28

Pada 1 Januari 2014, Pemerintah mengubah PT Jamsostek (Persero) menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atas perintah Undang - Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Pada saat PT Jamsostek berubah menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan pada 1 Januari 2014, terjadi serangkaian peristiwa sebagai berikut:

1. PT Jamsostek dinyatakan bubar tanpa likuidasi.

2. Semua aset dan liabilitas, serta hak dan kewajiban PT Jamsostek (Persero) dialihkan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

3. Semua pegawai PT Jamsostek (Persero) menjadi pegawai Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

4. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selaku Rapat Umum Pemegang Saham mengesahkan laporan posisi keuangan penutup PT Jamsostek (Persero) setelah dilakukan audit oleh kantor akuntan publik.

5. Menteri Keuangan mengesahkan laporan posisi keuangan pembuka Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Jamsostek dan laporan posisi keuangan

Dokumen terkait