KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PELAKSANAAN BADAN
PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) KESEHATAN DI
RUMAH SAKIT JIWA (RSJ) PROVINSI SUMATERA UTARA
S K R I P S I
Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
NIM : 110200044 YENI PURWANINGSIH
DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PELAKSANAAN BADAN
PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) KESEHATAN DI
RUMAH SAKIT JIWA (RSJ) PROVINSI SUMATERA UTARA
Oleh
NIM : 110200044 YENI PURWANINGSIH
Disetujui Oleh
Departemen Hukum Administrasi Negara
NIP. 196002141987032002 SURIA NINGSIH, SH. M. Hum
Pembimbing I : Pembimbing II :
SURIA NINGSIH, SH. M. Hum
NIP. 196002141987032002 NIP. 195601211979031005
HEMAT TARIGAN,SH. M.Hum
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : YENI PURWANINGSIH
NIM : 110200044
Jurusan : Hukum Administrasi Negara
Judul Skripsi : Kebijakan Pemerintah Terhadap Pelaksanaan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Sumatera Utara
Dengan ini menyatakan :
1. Bahwa skripsi yang saya tulis tersebut diatas adalah benar hasil dari
tulisan saya sendiri dan bukan merupakan ciplakan dari skripsi atau karya
ilmiah orang lain.
2. Apabila terbukti dikemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan, maka
segala sesuatu yang timbul dari akibat hukum tersebut akan saya
pertanggungjawabkan.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.
Medan, 22 Maret 2015 Penulis,
YENI PURWANINGSIH
i
ABSTRAK
KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PELAKSANAAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) KESEHATAN DI
RUMAH SAKIT JIWA (RSJ) PROVINSI SUMATERA UTARA
Yeni Purwaningsih * Suria Ningsih, SH. M.Hum ** Hemat Tarigan, SH. M.Hum ***
Kesehatan adalah unsur dan merupakan elemen konstitutif dari kehidupan seseorang. Kesehatan sebagai hak asasi telah menjadi kebutuhan mendasar dan tentunya menjadi kewajiban negara dalam upaya pemenuhannya. Pemerintah pada tanggal 25 November 2011 telah mengundangkan Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). BPJS ini terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah badan hukum publik yang bertanggungjawab kepada presiden dan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
Perumusan masalah dalam penelitian skripsi ini adalah Bagaimana Kebijakan Pemerintah Terhadap Pelaksanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Bagaimana Kebijakan Pemerintah Dalam Pengaturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Sumatera Utara, dan Bagaimana Realisasi Pelaksanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Sumatera Utara.
Metode yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah Yuridis-Normatif yang merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya, dengan tehnik pengumpulan data melalui kepustakaan (Library Research) dan pengumpulan data lapangan (Field Research) di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Sumatera Utara.
Kebijakan pemerintah dalam penyelenggaraan BPJS ialah dengan mengundangkan pada tanggal 25 November 2011 Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.BPJS berbentuk Badan Hukum Publik yang merupakan transformasi dari BPJS dalam bentuk Badan Hukum Persero yang dilaksanakan oleh PT Jamsostek, PT Taspen, PT Asabri dan PT Askes Indonesia sebagai pelaksana dalam penyelenggara Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan BPJS Kesehatan terutama setelah dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, maka BPJS Kesehatan pengoperasiannya terhitung 1 Januari 2014 sampai selambat – lambatnya pada tanggal 1 Januari 2019 seluruh penduduk indonesia sudah terdaftar menjadi peserta baik sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI) maupun bukan Penerima Bantuan Iuran (PBI) karena BPJS Kesehatan ini mempunyai prinsip/bersifat wajib. Peserta bukan Penerima Bantuan Iuran(PBI) wajib membayar premi yang bisa dipilih yaitu; kelas 1 Rp. 59.500,00 per bulan, kelas 2 Rp.45.500,00 per bulan dan kelas 3 Rp.25.500,00 per bulan.Kemudian Realisasi Pelaksanaan BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Sumatera Utara telah sesuai dengan Peraturan Perundangan BPJS Kesehatan itu sendiri.artinya dari 2070 pasien Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Sumatera Utara dari periode januari 2014 sampai desember 2014 telah 100% atau kesemuanya sudah menjadi peserta BPJS Kesehatan yang merupakan transformasi dari Jaminan Kesehatan Nasional(JKN),Askes dan Jamkesmas.
Kata Kunci : kebijakan pemerintah, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Rumah Sakit Jiwa (RSJ)
*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Nim : 110200044
**Pembimbing I/Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara Universitas Sumatera Utara ***Pembimbing II/Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH S.W.T atas segala berkat
dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara Medan. Adapun judul skripsi ini adalah
“
KebijakanPemerintah Terhadap Pelaksanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan Di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Sumatera Utara.”
Untuk penulisan skripsi ini penulis berusaha agar hasil penulisan skripsi
ini mendekati kesempurnaan yang diharapkan, tetapi walaupun demikian
penulisan ini belumlah dapat dicapai dengan maksimal, karena ilmu pengetahuan
penulis masih terbatas. Oleh karena itu, segala saran dan kritik akan penulis
terima dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan penulisan skripsi ini.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan I
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, MH.DFM selaku Pembantu Dekan II
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
iii
4. Bapak Dr. O.K Saidin, SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Suria Ningsih, SH, M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum
Administrasi Negara yang telah banyak membantu dan memudahkan saya
dalam mengajukan judul skripsi, sekaligus sebagai Pembimbing I yang
telah meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk dan bimbingan
pada penulis dalam menyelasaikan skripsi ini.
6. Bapak Hemat Tarigan, SH, M.Hum sebagai Pembimbing II yang telah
memberikan petunjuk serta bimbingan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
7. Seluruh Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang
dengan penuh dedikasi menuntun dan membimbing penulis selama
mengikuti perkuliahan sampai dengan menyelesaikan skripsi ini.
8. Seluruh pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah
memberikan pelayanan administrasi yang baik selama proses akademik
penulis.
9. Terima kasih kepada Bapak Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Sumatera Utara Dr. Candra Syafi’i, SpOG
10.Terima kasih kepada Ibu Syarifah Hanum. SE selaku Pembimbing di
Rumah Sakit Jiwa bagian BPJS
11.Terima kasih kepada Ibu Haryati selaku bagian administrasi yang telah
memudahkan pengambilan data.
iv
12.Terima kasih kepada kedua orang tua saya bapak Rusmawardi dan Ibu
Jasmani yang telah mengasuh, membesarkan dan menyayangi saya serta
memberikan dukungan dan motivasi sampai saya bisa menyelesaikan
skripsi ini.
13.Terima kasih untuk Prastiko yang selalu memberikan dorongan, rasa
sayang, bantuan dan dukungannya yang selalu memotivasi saya
menyelesaikan skripsi ini.
14.Terima kasih kepada rekan – rekan terutama Fenny Klidyan Sudiharmoko
atas semangat dan dukungannya.
Medan, Maret 2015
Penulis
NIM : 110200044 Yeni Purwaningsih
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 7
D. Keaslian Penulisan ... 8
E. Tinjauan Kepustakaan ... 8
F. Metode Penelitian ... 12
G. Sistematika Penulisan ... 15
BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PELAKSANAAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) ... 18
A. Pengertian Kebijakan Dan Kebijakan Pemerintah... 18
B. Definisi Dan Pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ... 27
C. Organ Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ... 37
vi
D. Fungsi, Tugas, Wewenang, Kewajiban Dan Hak Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS ... 40
BAB III KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENGATURAN
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS)
KESEHATAN DI RUMAH SAKIT JIWA (RSJ) PROVINSI
SUMATERA UTARA ... 46
A. Ketentuan Dan Syarat - Syarat Menjadi Peserta Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Rumah
Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Sumatera Utara ... 46
B. Pengelolaan Akomodasi Sebagai Sarana Penunjang Pelayanan
Kesehatan yang tersedia pada Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi
Sumatera Utara ... 50
C. Pengawasan dan Kendala Dalam Pelaksanaan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Rumah
Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Sumatera Utara ... 54
BAB VI REALISASI PELAKSANAAN BADAN PENYELENGGARA
JAMINAN SOSIAL (BPJS) KESEHATAN DI RUMAH
SAKIT JIWA (RSJ) PROVINSI SUMATERA UTARA ... 62
A. Sejarah Singkat Rumah Sakit dan khususnya Sejarah Rumah
Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Sumatera Utara ... 62
vii
B. Pelayanan Publik terhadap Pelayanan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ)
Provinsi Sumatera Utara ... 81
C. Daftar Peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Sumatera Utara ... 83
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 86
A. Kesimpulan ... 86
B. Saran ... 91
DAFTAR PUSTAKA
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Jumlah Ruang Rawat Inap ... 80
Tabel 4.2 Data peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara
bulan Januari 2014 - Desember 2014 ... 85
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Bagan Struktur Organisasi Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi
Sumatera Utara ... 74
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan adalah unsur dan merupakan elemen konstitutif dari kehidupan
seseorang. Kesehatan sebagai hak asasi telah menjadi kebutuhan mendasar dan
tentunya menjadi kewajiban negara dalam upaya pemenuhannya. Pemerintah
adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan
hukum serta undang-undang di wilayah tertentu.
Pemerintah melalui Departemen kesehatan pada tahun 1999 mencetuskan
visi “Indonesia Sehat 2010”, pokok-pokok rencana pembangunan kesehatan
menuju Indonesia Sehat 2010 menggariskan arah pembangunan kesehatan menuju
Indonesia Sehat 2010 antara lain meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat dan memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan
bermutu secara adil dan merata.
Salah satu strategi dalam meningkatkan derajat kesehatan adalah
mengutamakan pelayanan berkualitas kepada setiap masyarakat. Sumber tenaga
kesehatan dan sarana pelayanan paling berperan dalam peningkatan kualitas.
Untuk itu pemerintah terus-menerus membangun sarana pelayanan kesehatan
yang memenuhi standar pelayanan kesehatan baik kualitas maupun kuantitasnya
termasuk Sumber Daya Manusianya.
Tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan kesehatan meningkat
sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan globalisasi. Pemerintah
berusaha meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan berbagai program
___________________________________
1
Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pembukaan alinea Keempat
2
Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 3
Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), Penjelasan Umum Paragraf Kedua
kesehatan melalui sistem kesehatan nasional agar sesuai dengan pembukaan
Undang – Undang Dasar Tahun 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdakaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.1
Dalam Pasal 3 Undang - Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan dinyatakan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi - tingginya, sebagai
investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial
dan ekonomis. Di dalam mengoptimalisasikan derajat kesehatan masyarakat
tersebut, pembangunan kesehatan diimplementasikan dalam bentuk pelayanan
kesehatan, termasuk didalamnya pelaksanaan Pelayanan Jaminan Sosial bagi
masyarakat.2
Dinamika pembangunan bangsa Indonesia telah menumbuhkan tantangan,
tuntutan penanganan berbagai persoalan yang belum terpecahkan. Salah satunya
adalah Penyelenggaraan Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat, yang diamanatkan
dalam Pasal 28 ayat (3) mengenai hak terhadap Jaminan Sosial dan Pasal 34 ayat
(2) Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.3 Jaminan
sosial juga dijamin dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak
Asasi Manusia Tahun 1948 dan ditegaskan dalam Konvensi ILO Nomor 102
Tahun 1952 yang menganjurkan semua negara untuk memberikan perlindungan
kepada setiap tenaga kerja. Sejalan dengan ketentuan tersebut, Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam TAP Nomor X/MPR/2001
menugaskan Presiden untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam
rangka memberikan perlindungan sosial yang menyeluruh dan terpadu.
Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan program
Negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, setiap penduduk diharapkan
dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila tejadi hal-hal yang
dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan, karena menderita
sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut, atau
pensiun. Selama beberapa dekade terakhir ini, Indonesia telah menjalankan
beberapa program jaminan sosial. Undang - Undang yang secara khusus mengatur
jaminan sosial bagi tenaga kerja swasta adalah Undang - Undang Nomor 3 tahun
1992 tenang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK), yang mencakup
program jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan
hari tua dan jaminan kematian.
Untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS), telah dikembangkan program Dana
Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN) yang dibentuk dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1981 dan program Asuransi Kesehatan
(ASKES) yang diselenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69
Tahun 1991 yang bersifat wajib bagi PNS/Penerima Pensiun / Perintis
Kemerdekaan/Veteran dan anggota keluarganya. Untuk prajurit Tentara Nasional
Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), dan PNS
Departemen Pertahanan/TNI/POLRI beserta keluarganya telah dilaksanakan
program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI)
sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1991 yang merupakan
perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1971. Berbagai program
tersebut diatas baru mencakup sebagian kecil masyarakat. Sebagian besar rakyat
belum memperoleh perlindungan yang memadai. Disamping itu, pelaksanaan
berbagai program jaminan sosial tersebut mampu memberikan perlindungan yang
adil dan memadai kepada para peserta sesuai dengan manfaat program yang
menjadi hak peserta.
Sehubungan dengan hal di atas, dipandang perlu menyusun Sistem
Jaminan Nasional yang mampu mensinkronisasikan penyelenggaraan berbagai
bentuk jaminan sosial yang dilaksanakan oleh beberapa penyelenggara agar dapat
menjangkau kepesertaan yang lebih luas serta memberikan manfaat yang lebih
besar bagi setiap peserta.
Prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah sebagai berikut :
1. Prinsip Kegotong - Royongan. Prinsip ini diwujudkan dalam mekanisme
gotong - royong dari peserta yang mampu kepada peserta yang kurang
mampu dalam bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat, peserta yang
berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat
membantu yang sakit. Melalui prinsip kegotong - royongan ini Jaminan
Sosial dapat menumbuhkan keadalan sosial bagi keseluruhan rakyat
Indonesia.
2. Prinsip Nirlaba. Pengelolaan dana amanat tidak dimaksudkan mencari laba
(nirlaba) bagi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, akan tetapi tujuan utama
kepentingan peserta. Dana amanat, hasil pengembangannya, dan surplus
anggaran akan dimanfaatkan sebesar - besarnya untuk kepentingan peserta.
3. Prinsip Keterbukaan, Kehati - Hatian, Akuntabilitas, Efisiensi dan Efektivitas.
Prinsip - prinsip manajemen ini diterapkan dan mendasari seluruh kegiatan
pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.
4. Prinsip Portabilitas. Jaminan Sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan
yang berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Prinsip Kepesertaan Bersifat Wajib. Kepesertaan wajib dimaksudkan agar
seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun
kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap
disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta
kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja
di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta
secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional dapat
mencakup seluruh rakyat.
6. Prinsip Dana Amanat. Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan
titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya
dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.
___________________________________
4
ibid 5
Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Penjelasan Umum Paragraf Kelima
7. Prinsip Hasil Pengelolaan Dana Jaminan Sosial Nasional dalam Undang -
Undang ini adalah hasil berupa dividen dari pemegang saham yang
dikembalikan untuk kepentingan peserta jaminan sosial.4
Berdasarkan penjelasan umum Undang - Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bahwa Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial merupakan pelaksanaan dari Undang – Undang tersebut, setelah
Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap perkara Nomor 007/PUU-III/2005, guna
memberikan kepastian hukum bagi pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) untuk melaksanakan program Jaminan Sosial di seluruh Indonesia.
Dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dibentuk 2 (dua) BPJS, yaitu BPJS
Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan
program jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan
program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan
jaminan kematian. Dengan terbentuknya kedua BPJS tersebut jangkauan
kepesertaan program jaminan sosial akan diperluas secara bertahap.5
Dari latar belakang diatas, penulis membahas tentang BPJS kesehatan saja
dimana untuk itu lahirlah ide dengan judul “Kebijakan Pemerintah Terhadap
Pelaksanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Di
Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Sumatera Utara.“
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka ditetapkan perumusan masalah
sebagai berikut, yaitu :
1. Bagaimana Kebijakan Pemerintah Terhadap Pelaksanaan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ?
2. Bagaimana Kebijakan Pemerintah Dalam Pengaturan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan ?
3. Bagaimana Realisasi Pelaksanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan Di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Sumatera Utara ?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
a. Tujuan penelitian
Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah :
1. Untuk mengetahui Bagaimana Kebijakan Pemerintah Terhadap Pelaksanaan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
2. Untuk mengetahui Bagaimana Kebijakan Pemerintah Dalam Pengaturan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
3. Untuk mengetahui Bagaimana Realisasi Pelaksanaan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi
Sumatera Utara
b. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis :
Memberikan manfaat secara teoritis berupa pengetahuan dalam bidang Ilmu
Hukum khususnya bidang Hukum Administrasi Negara
2. Manfaat praktis :
Memudahkan pengawasan pelaksanaan pelayanan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi
Sumatera Utara.
D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan hasil penelusuran di perpustakaan Universitas Sumatera Utara
dengan judul skripsi ini adalah Kebijakan Pemerintah Terhadap Pelaksanaan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Di Rumah Sakit Jiwa
(RSJ) Provinsi Sumatera Utara. Judul skripsi ini belum pernah ditulis dan diteliti
dalam bentuk yang sama diperpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara, sehingga tulisan ini asli atau dengan kata lain tidak ada judul yang sama
dengan skripsi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
E. Tinjauan Kepustakaan
Untuk memberikan pengertian yang sesuai dengan yang diharapkan,
terlebih dahulu penulis akan mencoba menguraikan pengertian dasar dari pokok
bahasan skripsi ini yang di telaah dari aspek Hukum Administrasi Negara sebagai
berikut :
1. Pengertian Kebijakan dan Pemerintah
a. Pengertian Kebijakan
Kebijakan dalam praktik mempunyai 2 (dua) arti, yaitu sebagai berikut :
a) Kebijakan dalam arti kebebasan, yang ada pada subjek tertentu (atau
yang disamakan dengan subjek). Untuk memiliki alternatif yang
diterima sebagai yang terbaik berdasarkan nilai – nilai hidup
bersama atau negara terrtentu dalam penggunaan kekuasaan tertentu
yang ada pada subjek tersebut dalam mengatasi problematik manusia
dalam hubungan dengan hidup bersama dalam negara tersebut.
Dengan kata lain, kebijakan adalah ruang lingkup kebebasan tertentu
dalam pengambilan alternatif yang diterima sebagai yang terbaik
berdasarkan nilai – nilai masyarakat atau negara tertentu dalam
mengatasi problematik manusia dalam rangkaian hidup bersama atau
negara tertentu pada waktu tertentu dan tempat tertentu.
b) Kebijakan dalam arti kata keluar, untuk mengatasi problematik
manusia dalam hubungan dengan hidup bersama atau negara
tertentu, sebagai hasil penggunaan kebebasan memilih yang diterima
sebagai yang terbaik berdasarkan nilai – nilai hidup bersama atau
negara tertentu. Dengan kata lain, jalan keluar dalam mengatasi
problematik manusia yang dimaksud sebagai hasil kebebasan dalam
___________________________________
6
Willy D.S. Voll, Dasar – Dasar Ilmu Hukum Admiinistrasi Negara, Sinar Grafika, Jakarta,2013. hal. 140
7
http://blogspot.com/2014/05/Defenisi Sistem, Pemerintah, dan Pemerintahan Menurut Para Ahli.Irsyanuddin. html. Diakses tanggal 11 Maret 2015
memilih sebagai yang terbaik dalam waktu dan tempat berdasarkan
nilai – nilai masyarakat atau negara tertentu.6
b. Pengertian pemerintah
Menurut Wilson (1903:572) dalam uraian terakhirnya mengatakan
Pemerintah adalah suatu pengorganisasi kekuatan, tidak selalu berhubungan
dengan organisasi kekuatan angkatan bersenjata, tetapi dua atau sekelompok
orang dari sekian banyak kelompok orang yang di persiapkan oleh suatu
organisasi untuk mewujudkan maksud dan tujuan bersama, dengan hal – hal yang
memberikan bagi urusan – urusan kemasyarakatan.7
2. Pengertian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang
dibentuk dengan Undang-Undang untuk menyelenggarakan program jaminan
sosial.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menurut Undang Undang
Nomor 40 Tahun 2004 Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah
transformasi dari badan penyelenggara jaminan sosial yang sekarang telah
berjalan dan dimungkinkan untuk membentuk badan penyelenggara baru sesuai
dengan dinamika perkembangan jaminan sosial.
Tiga kriteria di bawah ini digunakan untuk menentukan bahwa Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merupakan badan hukum publik, yaitu:
a. Cara pendiriannya atau terjadinya badan hukum itu, diadakan dengan
konstruksi hukum publik, yaitu didirikan oleh penguasa (Negara) dengan
Undang-undang;
______________________________________ 8
Asih Eka Putri,Paham Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), CV Komunitas Pejaten Mediatama, Jakarta, 2014. hal.7
9
http://id.wikipedia.org/wiki/ rumahsakit jiwa,html. diakses tanggal 1 Maret 2015 b. Lingkungan kerjanya, yaitu dalam melaksanakan tugasnya badan hukum
tersebut pada umumnya dengan publik dan bertindak dengan kedudukan yang
sama dengan publik;
c. Wewenangnya, badan hukum tersebut didirikan oleh penguasa Negara dan
diberi wewenang untuk membuat keputusan, ketetapan, atau peraturan yang
mengikat umum.8
3. Pengertian Rumah Sakit Jiwa
Rumah sakit jiwa adalah rumah sakit yang khusus untuk perawatan
gangguan mental serius. Rumah sakit jiwa sangat bervariasi dalam tujuan dan
metode. Beberapa rumah sakit mungkin mengkhususkan hanya dalam jangka
pendek atau terapi rawat jalan untuk pasien beresiko rendah. Orang lain mungkin
mengkhususkan diri dalam perawatan sementara atau permanen dari warga yang
sebagai akibat dari gangguan psikologis, memerlukan bantuan rutin, perawatan
khusus, dan lingkungan yang terkendali.
Pasien kadang – kadang dirawat dengan sukarela, tetapi itu akan terjadi
ketika seseorang individu dapat menimbulkan bahaya yang signifikan bagi diri
mereka sendiri atau orang lain. Biasanya pasien diberi obat penenang, dan diberi
aktifitas sehari – hari seperti olahraga, membaca, dan rekreasi. Pada masa lalu,
pasien yang bertingkah laku bahaya sering diberi perawatan dengan listrik
tegangan tinggi. Sekarang hal ini dianggap melanggar hak asasi manusia.9
______________________________________ 10
Koenjaraningrat, Metode – Metode Penelitian Masyarakat, PT Gramedia,Jakarta, 1997,hal. 16
11
J. Suprapto,Metode Penelitian Statistik, Rineka Cipta, Jakarta, 2003,hal. 1 F. Metode Penelitian
Istilah “metode” berasal dari bahasa yunani, “methods” yang berarti cara
atau jalan sehubungan dengan penelitian yang menyangkut cara kerja yaitu cara
kerja yang berfungsi untuk memahami objek yang menjadi sasaran dari ilmu yang
bersangkutan.10
Kemudian, penelitian tidak lain dari suatu metode studi yang dilakukan
seseorang melalui penyelidikan yang hati – hati dan sempurna terhadap suatu
masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah – masalah.11
Maka dengan metode penelitian yang digunakan untuk menganalisis
permasalahan, seperti diuraikan sebelumnya adalah sebagai berikut :
1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini adalah Yuridis Normatif, dengan pertimbangan melalui
sifat deskriptif analisis terhadap peraturan perundang – undangan
diperpustakaan dapat digambarkan, diinventarisir dan dipecahkan masalah
kebijakan pemerintah terhadap pelaksanaan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi
Sumatera Utara.
2. Pendekatan Masalah
Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni yuridis normatif
dengan tujuan mendapatkan hasil secara kualitatif, maka pendekatan yang
______________________________________ 12
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum ( Suatu Pengantar ) Liberty, Yogyakarta, 1998. Hal 19
dilakukan adalah pendekatan perundang – undangan (Statute Approach) yang ada
kaitannya dengan judul skripsi atau penelitian.
3. Sumber Data
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah dokumen peraturan perundang – undangan
yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang.12 Dalam
penelitian ini bahan hukum primer adalah terdiri dari aturan hukum yang
diurut berdasarkan Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundangan. Dalam penelitian ini yang paling
utama adalah yang berkaitan dengan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Kesehatan, seperti Undang – Undang Nomor 40 Tahun
2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), Undang –
Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS), Undang – Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
sakit, Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum Sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku
teks, jurnal – jurnal, pendapat para ahli, simposium, dan kasus – kasus
melalui internet yang terkait dengan penelitian. Pendapat para ahli yang
dijadikan informasi dalam penelitian skripsi ini ialah staf bagian unit
pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di
Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Sumatera Utara.
c. Bahan hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk
atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder,
seperti kamus- kamus hukum, jurnal, diktat, makalah, ensiklopedia dan
lain – lain.
4. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data atau pengumpulan bahan hukum dalam
skripsi ini adalah :
a. Penelitian pustaka (Library Research)
Dalam metode ini penulis melakukan penelitian melalui kepustakaan
dengan cara membaca dan mempelajari buku – buku yang berhubungan
dengan pokok permasalahan, Peraturan Perundang – Undangan yang
dianggap relevan serta mendukung kesempurnaan skripsi ini.
b. Penelitian Lapangan (Field Research)
Dalam hal ini penulis mengumpulkan data – data dari Rumah Sakit Jiwa
(RSJ) Provinsi Sumatera Utara yang merupakan objek dari pembahasan
skripsi ini.
Penulis secara langsung terjun kelapangan dan langsung mengadakan
wawancara dengan pihak Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Sumatera
Utara bagian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) serta meminta
data – data yang diperlukan. Dengan metode inilah penulis
_______________________________________
13
Johnny Ibrahim, Theory & Metodologi Normatif,Bayumedia Publishing.cet ke-2,malang,2006,hal.392
mengumpulkan data guna melengkapi dan mendukung uraian selanjutnya
dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Pengolahan Dan Analisi Data Penelitian
Adapun bahan hukum / data penelitian adalah studi kepustakaan, aturan
perundang – undangan, dan artikel. Diuraikan dan dihubungkan sedemikian
rupa sehingga disajikan dalam penulisan yang lebih sistematis guna
menjawab permasalahan yang dirumuskan. Cara pengolahan data / bahan
hukum penelitian dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan yang
bersifat umum terhadap permasalahan konkrit yang dihadapi.13 Selanjutnya
data penelitian yang ada dianalisis untuk mendapatkan kebijakan pemerintah
dalam pelaksanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
di Rumah Sakit Jiwa(RSJ) Provinsi Sumatera Utara.
G. Sistematika Penulisan
Dalam skripsi yang berjudul Kebijakan Pemerintah Terhadap Pelaksanaan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Di Rumah Sakit Jiwa
(RSJ) Provinsi Sumatera Utara Negara, sistematika penulisannya adalah sebagai
berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bagian Ini Akan Membahas Tentang Latar Belakang, Perumusan
Masalah, Tujuan Dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penulisan,
Tinjauan Kepustakaan, Dan Metode Penelitian Serta Sistematika
Penulisan
BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PELAKSANAAN
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS)
Pada Bab Ini Akan Membahas Tentang Pengertian Kebijakan Dan
Kebijakan Pemerintah Definisi Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) dan Pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS), Organ Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS),
serta Tugas, Wewenang, Kewajiban Dan Hak Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
BAB III KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENGATURAN BADAN
PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) KESEHATAN
DI RUMAH SAKIT JIWA (RSJ) PROVINSI SUMATERA
UTARA
Dalam Bab Ini Akan Membahas Tentang Ketentuan dan Syarat –
syarat menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Sumatera
Utara, Pengelolaan Akomodasi Sebagai Sarana Penunjang
Pelayanan kesehatan yang tersedia pada Rumah Sakit Jiwa (RSJ)
Provinsi Sumatera Utara, dan Pengawasan dan Kendala Dalam
Pelaksanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan Di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Sumatera Utara.
BAB VI REALISASI PELAKSANAAN BADAN PENYELENGGARA
JAMINAN SOSIAL (BPJS) KESEHATAN DI RUMAH SAKIT
JIWA (RSJ) PROVINSI SUMATERA UTARA
Pada Bab Ini Akan Membahas Mengenai Sejarah Singkat Rumah
Sakit dan khususnya Sejarah Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi
Sumatera Utara, Pelayanan Publik terhadap Pelayanan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Rumah Sakit
Jiwa (RSJ) Provinsi Sumatera Utara, dan Daftar Peserta Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Di Rumah Sakit
Jiwa (RSJ) Provinsi Sumatera Utara.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan membahas Kesimpulan dan Saran dari hasil penelitian
yang telah dilakukan.
18 BAB II
KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PELAKSANAAN BADAN
PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS)
A. Pengertian Kebijakan Dan Kebijakan Pemerintah
1. Pengertian Kebijakan
Istilah kebijakan yang dipergunakan adalah identik dengan istilah
kebijaksanaan yang lazim dipergunakan sehari – hari dalam arti yang sempit
dalam hal ini diartikan “ kebijakan sama dengan kebijaksanaan dikurangi
kebajikan atau kebijaksanaan sama dengan kebijakan ditambah kebajikan “.
Seorang raja atau penguasa yang “bijaksana” adalah yang memiliki baik sifat –
sifat yang berdasarkan pada kebijakan maupun kebajikan atau dengan kata lain ia
telah banyak menjelmakan kebijaksanaan dalam bentuk kebijakan dan kebajikan.
Istilah administrasi dipergunakan dalam arti administrasi negara.
Kebijakan dalam praktik mempunyai 2 (dua) arti, yaitu sebagai berikut :
a. Kebijakan dalam arti kebebasan, yang ada pada subjek tertentu (atau yang
disamakan dengan subjek). Untuk memiliki alternatif yang diterima sebagai
yang terbaik berdasarkan nilai – nilai hidup bersama atau negara terrtentu
dalam penggunaan kekuasaan tertentu yang ada pada subjek tersebut dalam
mengatasi problematik manusia dalam hubungan dengan hidup bersama
dalam negara tersebut. Dengan kata lain, kebijakan adalah ruang lingkup
kebebasan tertentu dalam pengambilan alternatif yang diterima sebagai yang
terbaik berdasarkan nilai – nilai masyarakat atau negara tertentu dalam
mengatasi problematik manusia dalam rangkaian hidup bersama atau negara
tertentu pada waktu tertentu dan tempat tertentu.
b. Kebijakan dalam arti kata keluar, untuk mengatasi problematik manusia
dalam hubungan dengan hidup bersama atau negara tertentu, sebagai hasil
penggunaan kebebasan memilih yang diterima sebagai yang terbaik
berdasarkan nilai – nilai hidup bersama atau negara tertentu. Dengan kata
lain, jalan keluar dalam mengatasi problematik manusia yang dimaksud
sebagai hasil kebebasan dalam memilih sebagai yang terbaik dalam waktu
dan tempat berdasarkan nilai – nilai masyarakat atau negara tertentu
Kebijakan secara teknis perlu dibedakan dari kebajikan. Keduanya berbeda
dalam tujuan, dasar eksistensi, dan pertanggungjawaban. Bagi orang awam,
kebijaksanaan, kebijakan, dan kebajikan dipergunakan secara bercampur baur
dengan tidak membedakannya secara terinci dan prinsipil.
a) Tujuan
Tujuan kebajikan adalah kepuasan atau ketentraman serta kepentingan dari
penentu dan pengambil putusan kebajikan sesuai seleranya.
Tujuan kebijakan adalah kepuasan atau ketentraman serta kepentingan dari
penentu dan pengambil putusan kebijakan dalam hubungan dengan kepuasan atau
ketentraman serta kepentingan dari yang dikenai kebijakan, yaitu rakyat.
Dalam negara modern demokrasi, rakyat adalah pemegang kedaulatan
dalam atau adalah pelaku negara. Dengan demikian, kebijakan administrasi tertuju
kepada rakyat serta demi kepentingan rakyat karena administrasi negara ada atau
diadakan demi kepentingan rakyat sebagai pelaku negara. Oleh karena itu, dalam
_____________________________________________________________ 14
Willy D.S. Voll, Op.Cit. hal. 133-140
negara modern demokrasi, tidak ada tempat bagi kebajikan untuk administrasi,
kebajikan administrasi hanya ada dalam negara penguasa.
b) Dasar eksistensi
Kebajikan berdasar pada kedaulatan adalah putusan yang terpuji karena
menyenangkan yang dikenai putusan, yaitu rakyat yang adalah objek. Status
kebajikan adalah sebagai rahmat atau karunia (hadiah) bagi yang dikenai.
Kebijakan berdasar pada kedaulatan limpahan atau kewajiban limpahan
atau kewajiban sebagai materi hukum. Dengan kata lain, ia berdasar pada
moralitas atau hukum.
Kebajikan adalah kebijakan yang baik dilihat dari sudut yang dikenai
kebijakan, yang tidak berdasarkan pada non hukum atau materi hukum pada
waktu dan tempat tertentu melainkan berdasarkan semata – mata pada kekuatan
faktual.
c) Pertanggungjawaban
Pada kebijakan selalu terkait dengan pertanggungjawaban, yaitu
pertanggungjawaban moral atau pertanggungjawaban hukum atau kedua- duanya.
Yang ideal adalah bahwa kebijakan itu dapat dipertanggungjawabkan baik secara
moral maupun secara hukum.
Pada kebajikan tidak terkait pertanggungjawaban. Pada kebajikan hanya
terkait kekaguman atau penghargaan terhadap kebaikan budi dari penentu
kebajikan.
Kebajikan adalah bentuk yang terpuji (yang mengagumkan) dari
kebijaksanaan yang irasional, sedangkan kebijakan adalah bentuk yang rasional.14
2. Pengertian Kebijakan Pemerintah
Didalam penyelenggaraan tugas – tugas administrasi negara, pemerintah
banyak mengeluarkan kebijakan yang dituangkan dalam berbagai bentuk seperti
beleidslijnen (garis – garis kebijakan), het beleid (kebijakan), voorschtiften
(peraturan – peraturan), richtlijnen (pedoman – pedoman), regelingen (petunjuk –
petunjuk), circulaires (surat edaran), resoluties (resolusi – resolusi),
aanschrijvingen (intruksi – intruksi), beleidsnota’s (nota kebijakan), reglemen
(ministriele) (peraturan – peraturan menteri), beschikkingen (keputusan –
keputusan), en bekenmakingen (pengumuman – pengumuman). Menurut Philipus
M. Hadjon, peraturan kebijakan pada hakikatnya merupakan produk dari
perbuatan tata usaha negara yang bertujuan “naar buiten gebracht schricftelijk
beleid”, yaitu menampakkan keluar suatu kebijakan tertulis. Peraturan kebijakan
hanya berfungsi sebagai bagian dari operasional penyelenggaraan tugas – tugas
pemerintahan, karenanya tidak dapat mengubah ataupun menyimpangi peraturan
perundang – undangan. Peraturan ini adalah semacam hukum bayangan dari
undang – undang atau hukum. Oleh karena itu, peraturan ini disebut pula dengan
istilah psudo-wetgeving (perundang – undangan semu) atau spigelsrecht (hukum
bayangan / cermin).
Secara praktis kewenangan diskresioner administrasi negara yang
kemudian melahirkan peratutan kebijakan, mengandung dua aspek pokok;
______________________________________ 15
Ridwan HR,Hukum Administrasi Negara,Edisi Revisi,PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,2010,hal. 174-179
pertama, kebebasan menafsirkan mengenai ruang lingkup wewenang yang
dirumuskan dalam peraturan dasar wewenangnya. Aspek pertama ini lazim
dikenal dengan kebebasan menilai yang bersifat objektif. Kedua, kebebasan untuk
menentukan sendiri dengan cara bagaimana dan kapan wewenang yang dimiliki
administrasi negara itu dilaksanakan. Aspek kedua ini dikenal dengan kebebasan
menilai yang bersifat subjektif.
Bagir Manan menyebutkan ciri – ciri peraturan kebijakan sebagai berikut :
a. Peraturan kebijakan bukan merupakan peraturan perundang – undangan.
b. Asas – asas pembatasan dan penguji terhadap peraturan perundang –
undangan tidak dapat diberlakukan pada peraturan kebijakan.
c. Peraturan kebijakan tidak dapat diuji secara wetmatigheid, karena memang
tidak ada dasar peraturan perundang – undangan untuk membuat keputusan
peraturan kebijakan tersebut.
d. Peraturan kebijakan dibuat berdasarkan Freies Ermessen dan ketiadaan
wewenang administrasi bersangkutan membuat peraturan perundang –
undangan.
e. Pengujian terhadap peraturan kebijakan lebih diserahkan pada doelmatigheid
dan karena itu batu ujinya adalah asas – asas umum pemerintahan yang baik.
f. Dalam praktik diberi format dalam berbagai bentuk dan jenis aturan, yakni
keputusan, intruksi, surat edaran, pengumuman dan lain – lain, bahkan dapat
dijumpai dalam bentuk peraturan.15
______________________________________ 16
M.Solly Lubis,Diktat Kuliah Teori Hukum, Program Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara,2006,hal 28
Istilah “pemerintah” dan “pemerintahan” sering dikaitkan dan dipadankan
dengan istilah asing antara lain administratie, administration, bestuur, regeling,
dan government, dan dalam bahasa indonesia digunakan juga istilah
“administrasi” dan “tata usaha negara”.”government” menurut bahasa diartikan
dengan pemerintah.
Terdapat beberapa pengertian pemerintah menurut para ahli,antara lain
adalah :
a. M. Solly Lubis Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, pemerintah diartikan dalam 2 (dua) pengertian, yaitu :
Pertama; pemerintah dalam arti luas dan sempit. Dalam arti luas pemerintah
adalah semua lembaga – lembaga negara baik lembaga eksekutif, legislatif
maupun lembaga yudikatif. Dalam arti sempit pemerintah hanya lembaga
eksekutif saja.
Kedua; pemerintah dalam 3 (tiga) arti , yaitu :
1) Pemerintah adalah keseluruhan lembaga – lembaga kekuasaan negara
2) Pemerintah diartikan lembaga eksekutif saja (Presiden - Republik), Raja
(Monorchie) dengan jajarannya/poros lurus.
3) Pemerintah dalam arti Top Administrator saja, seperti Vatikan – Paus,
Soviet - Eks Unisoviet, Presiden – Presidensiil, Perdana Menteri –
Parlementer.
Tegasnya pemerintah (government) adalah alat kelengkapan negara untuk
mencapai tujuan negara. Oleh karenanya, pemerintah seringkali menjadi
personifikasi sebuah negara.16
______________________________________ 17
Irfan Fachruddin,Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap Tindakan Pemerintah,Cetakan Pertama, PT Alumni, Bandung, 2004,hal. 27-28
b. Menurut Wilson sebagaimana yang dikonstatir Ateng Syafrudin Pemerintah
adalah suatu kekuatan yang terorganisir yang merupakan hasil perbuatan
beberapa orang atau sekelompok orang yang dipersiapkan oleh suatu
organisasi untuk merealisir maksud – maksudnya bersama referensi –
referensi yang dapat menangani persoalan – persoalan umum atau
masyarakat.
c. Kuntjoro Purbopranoto berpendapat bahwa pemerintah dalam “arti luas”
adalah kegiatan negara dalam melaksanakan kekuasaan politiknya, mencakup
ketiga kekuasaan negara dalam ajaran “trias politica” yang digagas oleh
Mountesquieu yaitu : kekuasaan pembentukan undang – undang (la puissance
legislative), kekuasaan pelaksana (la puissance executive), dan kekuasaan
peradilan (la puissance de juger).
d. N.E Algra et al. mengemukakan pengertian “pemerintah” dalam “arti sempit”
yaitu “bestuur”, yang meliputi bagian tugas pemerintah yang tidak termasuk
tugas pembuatan undang – undang (legislatif) atau tugas peradilan
(yudikatif).17
Dalam menjalankan kebijakan pemerintah dikenal tiga sumber
kewenangan pemerintah, yaitu “atribusi”, “delegasi”, dan “, “mandat”. Ketiga
sumber wewenang pemerintah tersebut dibicarakan lebih lanjut dibawah ini :
a. Atribusi
Kekuasaan pemerintah yang langsung diberikan undang – undang disebut
“atribusi”. H.D. Van Wijk memberikan pengertian “attributie” atau atribusi
adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang – undang
kepada organ pemerintah.
Dijelaskan bahwa pembentukan perundang – undangan yang dilakukan
baik oleh pembentuk undang – undang orisinil (originaire wetgevers) maupun
pembentuk undang – undang yang diwakilkan (gedelegeerde wetgevers)
memberikan kekuasaan kepada suatu organ pemerintah yang dibentuk pada
kesempatan itu atau kepada organ pemerintah yang sudah ada. Sebagaimana
dinyatakan berikut ini :
“pembuat undang – undang menciptakan suatu wewenang pemerintahan
yang baru dan menyerahkannya kepada suatu lembaga pemerintahan. Hal ini bisa
berupa lembaga pemerintahan yang telah ada, atau suatu lembaga pemerintahan
yang baru yang diciptakan pada kesempatan tersebut”
Senada dengan rumusan H.D. Van Wijk, Indroharto mengemukakan
bahwa atribusi adalah pemberian wewenang pemerintah yang baru oleh suatu
ketentuan dalam perundang – undangan baik yang diadakan oleh original
legislator ataupun delegated legislator.
b. Delegasi
Delegasi menurut H.D Van Wijk adalah penyerahan wewenang
pemerintahan dari suatu badan atau pejabat pemerintah kepada badan atau pejabat
pemerintah yang lain. Setelah wewenang diserahkan, pemberi wewenang tidak
mempunyai wewenang lagi.
______________________________________
Wewenang yang diperoleh melalui atribusi maupun delegasi dapat
dimandatkan kepada badan atau pegawai bawahan apabila pejabat yang
memperoleh wewenang itu tidak sanggup melakukan sendiri. H.D Van Wijk
menjelaskan arti dari “mandat” adalah “een bestuursorgaan laat zijn bevoegdheid
namens hem uitoefenen door een ander” yaitu suatu organ pemerintah
mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya.”18
Instrumen pemerintahan yang dimaksud dalam hal ini adalah alat – alat
atau sarana – sarana yang dipergunakan oleh pemerintah atau administrasi negara
dalam melaksanakan tugas – tugasnya. Dalam menjalankan tugas – tugas
pemerintahan, pemerintah atau administrasi negara melakukan berbagai tindakan
hukum, dengan menggunakan sarana transportasi dan komunikasi, gedung –
gedung perkantoran, dan lain – lain, yang terhimpun dalam publiek domain atau
kepunyaan publik. Disamping itu, pemerintah juga menggunakan berbagai
instrumen yuridis dalam menjalankan kegiatan mengatur dan menjalankan urusan
pemerintahan dan kemasyarakatan, seperti peraturan perundang – undangan,
keputusan – keputusan, peraturan kebijakan, perizinan, instrumen hukum
keperdataan, dan sebagainya. 19
Adapun pemerintahan sebagai kumpulan “kesatuan – kesatuan
pemerintahan” terdiri dari :
a. Pribadi dan dewan – dewan yang ditugaskan untuk melaksanakan wewenang
yang bersifat hukum publik (badan – badan pemerintahan). Suatu badan
______________________________________
20
Philipus M.Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Cetakan Kesembilan, Gadjah Mada University Press,Yogyakarta,2005,hal. 10
jadinya hanya memiliki wewenang jika dia diberikan suatu wewenang yang
secara emplisit (jelas) disahkan menurut hukum publik.
b. Badan – badan hukum menurut hukum perdata yang sesuai dan berdasarkan
hukum telah didirikan dan oleh karena itu harus dianggap sebagai termasuk
dalam pihak pemerintah (jawatan umum). Maka badan – badan hukum ini
mempunyai wewenang untuk atas nama negara melaksanakan tindakan –
tindakan hukum menurut hukum sipil. Selanjutnya yang dikategorikan dalam
pihak pemerintahan para pegawai negeri yang telah diangkat oleh negara
secara resmi dan para pekerja kontrak yang denganya pihak pemerintah telah
menandatangani kontrak kerja.20
B. Definisi Dan Pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
1. Definisi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Berdasarkan Undang - Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah
badan hukum yang dibentuk dengan Undang-Undang untuk menyelenggarakan
program jaminan sosial. kemudian pada penjelasan Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2004 Paragraf 11 mendefinisikan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) adalah transformasi dari badan penyelenggara jaminan sosial yang
sekarang telah berjalan dan dimungkinkan untuk membentuk badan
penyelenggara baru sesuai dengan dinamika perkembangan jaminan sosial.
______________________________________ 21
Asih Eka Putri,Loc.cit.
Tiga kriteria di bawah ini digunakan untuk menentukan bahwa Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merupakan badan hukum publik, yaitu:
1) Cara pendiriannya atau terjadinya badan hukum itu, diadakan dengan
konstruksi hukum publik, yaitu didirikan oleh penguasa (Negara) dengan
Undang-undang;
2) Lingkungan kerjanya, yaitu dalam melaksanakan tugasnya badan hukum
tersebut pada umumnya dengan publik dan bertindak dengan kedudukan yang
sama dengan publik;
3) Wewenangnya, badan hukum tersebut didirikan oleh penguasa Negara dan
diberi wewenang untuk membuat keputusan, ketetapan, atau peraturan yang
mengikat umum.21
2. Pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) membentuk dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial,
yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Pembentukan dan
pengoperasian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) melalui serangkaian
tahapan, yaitu:
1) Pengundangan Undang - Undang No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada 19 Oktober 2004;
2) Pembacaan Putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara No. 007/PUUIII/
2005 pada 31 Agustus 2005;
______________________________________
22
Ibid. hal. 10
3) Pengundangan Undang - Undang No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) pada 25 November 2011;
4) Pembubaran PT Askes dan PT Jamsostek pada 1 Januari 2014;
5) Pengoperasian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial(BPJS) Ketenagakerjaan pada 1 Januari
2014.
Rangkaian kronologis di atas terbagi atas dua kelompok peristiwa.
Peristiwa pertama adalah pembentukan dasar hukum Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) yang mencakup pengundangan Undang - Undang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN), pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi dan
pengundangan Undang - UndangBadan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).22
Peristiwa kedua adalah transformasi badan penyelenggara jaminan sosial
dari badan hukum persero menjadi badan hukum publik Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS). Transformasi meliputi pembubaran PT Askes dan PT
Jamsostek tanpa likuidasi dan diikuti dengan pengoperasian Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Ketenagakerjaan. Komisaris dan Direksi PT Askes serta Komisaris dan
Direksi PT Jamsostek bertanggung jawab atas keberhasilan atau kegagalan
transformasi dan pendirian serta pengoperasikan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS). Di masa peralihan, keduanya bertugas :
1. Menyiapkan operasional Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) untuk
penyelenggaraan program jaminan sosial sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;
______________________________________
23
Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2011.Op.Cit. Pasal 56 dan Pasal 61
24
Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2004.Op.Cit.Pasal 52 ayat (1 dan 2)
2. Menyiapkan pengalihan aset dan liabilitas, pegawai, serta hak dan kewajiban
Persero kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial(BPJS);
3. Khusus untuk PT. Jamsostek, menyiapkan pengalihan program, aset,
liabilitas, hak dan kewajiban Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)
Jamsostek kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.23
Selanjutnya diulas pembentukan dasar hukum Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) secara kronologis waktu, yaitu :
19 Oktober 2004, Undang - Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) diundangkan. Undang - Undang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) memberi dasar hukum bagi PT Jamsostek
(Persero), PT Taspen (Persero), PT Asabri (Persero) dan PT Askes Indonesia
(Persero) sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Undang - Undang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) memerintahkan penyesuaian semua
ketentuan yang mengatur keempat Persero tersebut dengan ketentuan Undang -
Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Masa peralihan berlangsung
paling lama lima tahun, yang berakhir pada 19 Oktober 2009.24
31 Agustus 2005, Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusannya
atas Perkara Nomor 007/PUU-III/2005 kepada publik pada 31 Agustus 2005.
Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Pasal 5 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4)
Undang - Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) yang menyatakan bahwa keempat Persero tersebut sebagai Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), dinyatakan bertentangan dengan Undang -
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat.
Mahkamah Konstitusi (MK) berpendapat bahwa Pasal 5 ayat (2), ayat (3)
dan ayat (4) Undang – Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menutup
peluang Pemerintah Daerah untuk mengembangkan suatu sub sistem jaminan
sosial nasional sesuai dengan kewenangan yang diturunkan dari ketentuan Pasal
18 ayat (2) dan ayat (5) Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Selanjutnya, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa Pasal 52 ayat
(2) Undang - Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) tidak bertentangan
dengan Undang – Undang Dasar Tahun 1945. Namun Pasal 52 ayat (2) hanya
berfungsi untuk mengisi kekosongan hukum setelah dicabutnya Pasal 5 ayat (2),
ayat (3) dan ayat (4) Undang – Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
dan menjamin kepastian hukum karena belum ada Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) yang memenuhi persyaratan agar Undang - Undang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) dapat dilaksanakan.
Dengan dicabutnya ketentuan Pasal 5 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4)
Undang - Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan hanya bertumpu
pada Pasal 52 ayat (2) maka status hukum PT (Persero) JAMSOSTEK, PT
(Persero) TASPEN, PT (Persero) ASABRI, dan PT ASKES Indonesia (Persero)
dalam posisi transisi. Akibatnya, keempat Persero tersebut harus ditetapkan
kembali sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dengan sebuah
Undang - Undang sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang –
Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN): “BadanPenyelenggara Jaminan
Sosial harus dibentuk dengan Undang - Undang”. Pembentukan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ini dibatasi sebagai badan penyelenggara
jaminan sosial nasional yang berada di tingkat pusat.
Pada 25 November 2011, Pemerintah mengundangkan Undang - Undang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yaitu Undang - Undang Nomor 24
Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) diundangkan
sebagai pelaksanaan ketentuan Undang - Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 ayat (2) pasca Putusan Mahkamah Konstitusi
atas Perkara No. 007/PUU-III/2005. Undang – Undang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) membentuk dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS), yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Ketenagakerjaan berkedudukan dan berkantor di ibu kota Negara Republik
Indonesia. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dapat mempunyai kantor
perwakilan di provinsi dan kantor cabang di kabupaten/kota.
Undang - Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
membubarkan PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) tanpa melalui
proses likuidasi, dan dilanjutkan dengan mengubah kelembagaan Persero menjadi
badan hukum publik. Peserta, program, aset dan liabilitas, serta hak dan kewajiban
PT Askes (Persero) dialihkan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan, dan dari PT Jamsostek (Persero) kepada Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Undang - Undang Badan Penyelenggara
______________________________________
25
Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2011.Op.Cit.Pasal 7 ayat (1dan 2) dan Pasal 9 ayat (1)
Jaminan Sosial (BPJS) mengatur organ dan tata kelola Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS). Undang - Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) menetapkan modal awal Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan;
masing - masing paling banyak Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah) yang
bersumber dari APBN. Modal awal dari Pemerintah merupakan kekayaan Negara
yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham. Undang - Undang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menangguhkan pengalihan program -
program yang diselenggarakan oleh PT Asabri (Persero) dan PT Taspen (Persero)
ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan paling lambat
hingga tahun 2029.
a. BPJS Kesehatan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah badan
hukum publik yang bertanggungjawab kepada Presiden dan berfungsi
menyelenggarakan program jaminan kesehatan.25
Pada 1 Januari 2014 Pemerintah mengoperasikan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan atas perintah Undang - Undang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Pada saat Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial BPJS Kesehatan mulai beroperasi, terjadi serangkaian peristiwa sebagai
berikut :
1. PT. Askes (Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi dan semua aset dan
liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT Askes (Persero) menjadi aset
______________________________________ 26Ibid.
pasal 60 ayat (3)
dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Kesehatan;
2. semua pegawai PT. Askes (Persero) menjadi pegawai Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan;
3. Menteri Badan Usaha Milik Negara selaku Rapat Umum Pemegang Saham
mengesahkan laporan posisi keuangan penutup PT. Askes (Persero) setelah
dilakukan audit oleh kantor akuntan publik;
4. Menteri Keuangan mengesahkan laporan posisi keuangan pembuka Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan laporan posisi keuangan
pembuka dana jaminan kesehatan.26
Sejak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan beroperasi
menyelenggarakan program jaminan kesehatan nasional, terjadi pengalihan
program-program pelayanan kesehatan perorangan kepada Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial BPJS Kesehatan.
Mulai 1 Januari 2014 terjadi pengalihan program sebagai berikut :
1. Kementerian Kesehatan tidak lagi menyelenggarakan program jaminan
kesehatan masyarakat (Jamkesmas);
2. Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian
Republik Indonesia tidak lagi menyelenggarakan program pelayanan
kesehatan bagi pesertanya, kecuali untuk pelayanan kesehatan tertentu
berkaitan dengan kegiatan operasionalnya, yang ditetapkan dengan Peraturan
Presiden;
______________________________________ 27Ibid.
pasal 60 ayat (2) 28Ibid.
pasal 7 ayat (1 dan 2) dan pasal 9 ayat (2)
3. PT Jamsostek (Persero) tidak lagi menyelenggarakan program jaminan
pemeliharaan kesehatan.27
b. BPJS Ketenagakerjaan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS)
Ketenagakerjaan adalah badan hukum publik yang bertanggungjawab kepada
Presiden dan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja,
jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian.28
Pada 1 Januari 2014, Pemerintah mengubah PT Jamsostek (Persero)
menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atas
perintah Undang - Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Pada
saat PT Jamsostek berubah menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Ketenagakerjaan pada 1 Januari 2014, terjadi serangkaian peristiwa sebagai
berikut:
1. PT Jamsostek dinyatakan bubar tanpa likuidasi.
2. Semua aset dan liabilitas, serta hak dan kewajiban PT Jamsostek (Persero)
dialihkan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Ketenagakerjaan.
3. Semua pegawai PT Jamsostek (Persero) menjadi pegawai Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
4. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selaku Rapat Umum Pemegang
Saham mengesahkan laporan posisi keuangan penutup PT Jamsostek
(Persero) setelah dilakukan audit oleh kantor akuntan publik.
5. Menteri Keuangan mengesahkan laporan posisi keuangan pembuka Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Jamsostek dan laporan posisi keuangan
pembuka Dana Jaminan Ketenagakerjaan.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan
melanjutkan penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan
kematian dan jaminan hari tua yang selama ini telah diselenggarakan oleh PT
Jamsostek, termasuk menerima peserta baru sampai dengan 30 Juni 2015.
Pada 1 Juli 2015, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program
jaminan kematian dan program jaminan hari tua dan program jaminan pensiun
sesuai dengan ketentuan Undang - Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) bagi peserta selain peserta program yang dikelola oleh PT Asabri
(Persero) dan PT Taspen (Persero).
Pada 31 Desember 2029, PT Asabri (Persero) dan PT Taspen (Persero)
mengalihkan kepesertaan Pegawai Negeri Sipil, Prajurit TNI dan Anggota POLRI
ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menyelenggarakan
program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian dan jaminan hari tua dan
jaminan pensiun sesuai dengan ketentuan Undang - Undang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) bagi seluruh pekerja di Indonesia.
______________________________________ 29ibid,
pasal 20
C. Organ Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Organ Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) terdiri atas Dewan
Pengawas dan Direksi. Keduanya mempunyai fungsi, tugas dan wewenang yang
berbeda. Meskipun demikian, organ Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
wajib bekerja secara integratif dalam mengelola program-program jaminan sosial
nasional. Di tangan Dewan Pengawas dan Direksi baik buruknya kinerja Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ditentukan.29
1. Dewan Pengawas
Dewan Pengawas terdiri atas 7 (tujuh) orang profesional yang
mencerminkan unsur-unsur pemangku kepentingan jaminan sosial, yaitu terdiri
atas :
a. dua orang unsur pemerintah
b. dua orang unsur pekerja
c. dua orang unsur pemberi kerja
d. satu orang unsur tokoh masyarakat
Anggota Dewan Pengawas diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Salah seorang dari anggota Dewan Pengawas ditetapkan sebagai Ketua Dewan
Pengawas oleh Presiden. Anggota Dewan Pengawas diangkat untuk jangka waktu
5 (lima) tahun dan dapat diusulkan untuk diangkat kembali untuk satu kali masa
jabatan berikutnya.
Dewan Pengawas berfungsi melakukan pengawasan atas pelaksanaan
tugas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Dalam melaksanakan fungsi
tersebut, Dewan Pengawas bertugas untuk :