• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Saran ... 64 DAFTAR PUSTAKA ... 65 LAMPIRAN ... 69

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kandungan gizi rosela ... 8 Tabel 2. Kandungan senyawa kimia dalam kelopak bunga rosela ... 8 Tabel 3. Perbandingan unjuk kerja antara mesin pengering ERK dengan mesin pengering konvensional untuk beberapa produk pertanian. ... 20 Tabel 4. Unjuk kerja alat pengering tipe lorong terhadap beberapa produk

pertanian di Indonesia. ... 23 Tabel 5. Komposisi kelopak rosela dan air yang diuapkan. ... 46 Tabel 6. Nilai lama penyinaran, iradiasi rata-rata dan total iradiasi ... 53 Tabel 7. Kebutuhan Energi untuk pengeringan rosela ... 56 Tabel 8. Data pengukuran suhu lingkungan, outlet dan

ruang pengering pada P1 pengujian 1 ... 69 Tabel 9. Data pengukuran suhu lingkungan, outlet dan

ruang pengering pada P1 pengujian 2 ... 70 Tabel 10. Data pengukuran suhu lingkungan, outlet dan

ruang pengering pada P1 pengujian 3 ... 71 Tabel 11. Data pengukuran suhu lingkungan, outlet dan

ruang pengering pada P2 pengujian 1 ... 72 Tabel 12. Data pengukuran suhu lingkungan, outlet dan

ruang pengering pada P2 pengujian 2 ... 73 Tabel 13. Data pengukuran suhu lingkungan, outlet dan

ruang pengering pada P2 pengujian 3 ... 74 Tabel 14. Data pengukuran suhu bahan pada P1 pengujian 1 ... 75 Tabel 15. Data pengukuran suhu bahan pada P1 pengujian 2 ... 76 Tabel 16. Data pengukuran suhu bahan pada P1 pengujian 3 ... 77 Tabel 17. Data pengukuran suhu bahan pada P2 pengujian 1 ... 78 Tabel 18. Data pengukuran suhu bahan pada P2 pengujian 2 ... 79 Tabel 19. Data pengukuran suhu bahan pada P2 pengujian 3 ... 80 Tabel 20. Data kadar air bahan pada P1 pengujian 1... 81 Tabel 21. Data kadar air bahan pada P1 pengujian 2... 82 Tabel 22. Data kadar air bahan pada P1 pengujian 3... 83

vii

Tabel 23. Data kadar air bahan pada P2 pengujian 1... 84 Tabel 24. Data kadar air bahan pada P2 pengujian 2... 85 Tabel 25. Data kadar air bahan pada P2 pengujian 3... 86 Tabel 26. Data kecepatan angin pada inlet dan outlet mesin pengering ... 89 Tabel 27. Data iradiasi surya pada P1 pengujian 1 ... 90 Tabel 28. Data iradiasi surya pada P1 pengujian 2 ... 90 Tabel 29. Data iradiasi surya pada P1 pengujian 3 ... 91 Tabel 30. Data iradiasi surya pada P2 pengujian 1 ... 91 Tabel 31. Data iradiasi surya pada P2 pengujian 2 ... 92 Tabel 32. Data iradiasi surya pada P2 pengujian 3 ... 92 Tabel 33. Data performansi mesin pengering ERK tipe rak berputar ... 93 Tabel 34. Data pengujian organoleptik ... 96

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Rosela (Hibiscus sabdariffa ... 4 Gambar 2. Variasi warna kelopak rosela ... 5 Gambar 3. Pemisahan kelopak dengan biji. ... 9 Gambar 4. Kurva laju pengeringan ... 12 Gambar 5. Skema pengering cabinet ... 15 Gambar 6. Skema pengering terowongan/tunnel dryer ... 16 Gambar 7. Skema diagram pengeringan conveyor ... 17 Gambar 8. Potongan melintang pengering sabuk ... 17 Gambar 9. Mesin pengering tipe semprot -aliran- kontinyu

untuk hasil-hasil susu ... 18 Gambar 10. Pengering ERK hybrid berbentuk kerucut (ELC-05). ... 21 Gambar 11. Pengering ERK-hybrid tipe terowongan. ... 22 Gambar 12. Pengering ERK tipe terowongan ... 22 Gambar 13. pengering ERK-hybrid tipe kabinet ... 23 Gambar 14. Pengering surya efek rumah kaca - hybrid dengan wadah silinder

berputar... 24 Gambar 15. Pengering surya efek rumah kaca - hybrid dengan wadah silinder

untuk pengeringan jagung pipilan ... 25 Gambar 16. Sistem pengering ikan bertenaga surya... 26 Gambar 17. Alat pengering ERK-hybrid tipe rak berputar. ... 28 Gambar 18. Titik-titik pengukuran ... 34 Gambar 19. Psychrometric chart ... 36 Gambar 20. Diagram alir prosedur penelitian ... 38 Gambar 21. Profil suhu ruang dan lingkungan pada P1 pengujian 1 ... 39 Gambar 22. Profil suhu ruang dan lingkungan pada P1 pengujian 2 ... 40 Gambar 23. Profil suhu ruang dan lingkungan pada P1 pengujian 3 ... 40 Gambar 24. Profil suhu ruang dan lingkungan pada P2 pengujian 1 ... 40 Gambar 25. Profil suhu ruang dan lingkungan pada P2 pengujian 2 ... 41 Gambar 26. Profil suhu ruang dan lingkungan pada P2 pengujian 3 ... 41 Gambar 27. Profil suhu bahan pada P1 pengujian 1 ... 43

ix

Gambar 28. Profil suhu bahan pada P1 pengujian 2 ... 43 Gambar 29. Profil suhu bahan pada P1 pengujian 3 ... 43 Gambar 30. Profil suhu bahan pada P2 pengujian 1 ... 44 Gambar 31. Profil suhu bahan pada P2 pengujian 2 ... 44 Gambar 32. Profil suhu bahan pada P2 pengujian 3 ... 44 Gambar 33. Grafik laju pengeringan P1 pengujian 1 ... 48 Gambar 34. Grafik laju pengeringan P1 pengujian 2 ... 49 Gambar 35. Grafik laju pengeringan P1 pengujian 3 ... 49 Gambar 36. Grafik laju pengeringan P2 pengujian 1 ... 49 Gambar 37. Grafik laju pengeringan P2 pengujian 2 ... 50 Gambar 38. Grafik laju pengeringan P2 pengujian 3 ... 50 Gambar 39. Iradiasi surya selama pengujian... 52 Gambar 40. Komposisi Penggunaan Energi Pada Perlakuan 1 dan 2 ... 54 Gambar 41. Rosela kering ... 56 Gambar 42. Teh Rosela ... 57 Gambar 43. Hasil uji organoleptik ... 57 Gambar 44. Komponen biaya pada pengeringan rosela dengan

menggunakan ERK pada kapasitas 3.2 kg/batch. ... 61 Gambar 45. Komponen biaya pada pengeringan rosela dengan

menggunakan ERK pada kapasitas 7 kg/batch. ... 61 Gambar 46. Komponen biaya pada pengeringan rosela dengan lamporan ... 61 Gambar 47. Profil RH lingkungan, outlet dan ruang pada P1 pengujian 1 ... 87 Gambar 48. Profil RH lingkungan, outlet dan ruang pada P1 pengujian 2 ... 87 Gambar 49. Profil RH lingkungan, outlet dan ruang pada P1 pengujian 3 ... 87 Gambar 50. Profil RH lingkungan, outlet dan ruang pada P2 pengujian 1 ... 88 Gambar 51. Profil RH lingkungan, outlet dan ruang pada P2 pengujian 2 ... 88 Gambar 52. Profil RH lingkungan, outlet dan ruang pada P2 pengujian 3 ... 88

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data pengukuran suhu lingkungan, outlet

dan ruang pengering ... 69 Lampiran 2. Data pengukuran suhu bahan ... 70 Lampiran 3. Penurunan kadar air bahan (%bb) pada tiap jam ... 71 Lampiran 4. Profil RH pada masing-masing pengujian ... 87 Lampiran 5. Data kecepatan angin pada inlet dan outlet mesin pengering ... 89 Lampiran 6. Data iradiasi surya ... 70 Lampiran 7. Data dan performansi pengeringan pada model pengering ERK- hybrid tipe rak berputar untuk pengeringan rosela. ... 93 Lampiran 8. Formulir uji organoleptik ... 95 Lampiran 9. Data uji organoleptik ... 96 Lampiran 10. Analisis biaya usaha pengeringan rosela (KA 90 % sd 10% bb)

dengan mesin pengering ERK tipe rak berputar ... 97 Lampiran 11. Perhitungan biaya tetap dan biaya tidak tetap pada pengeringan

rosela dengan mesin pengering ERK

tipe rak berputar (kapasitas 3.2 kg) ... 98 Lampiran 12. Analisis NPV dan net B/C ratio usaha pengeringan rosela

dengan mesin pengering ERK tipe rak berputar (kapasitas 3.2 kg) ... 99 Lampiran 13. Perhitungan biaya tetap dan biaya tidak tetap pada pengeringan

rosela dengan mesin pengering ERK

tipe rak berputar (kapasitas 7 kg) ... 100 Lampiran 14. Analisis NPV dan net B/C ratio usaha pengeringan rosela dengan mesin pengering ERK tipe rak berputar (kapasitas 7 kg) ... 101 Lampiran 15. Analisis biaya usaha pengeringan Rosela (KA 90 % sd 10% bb)

dengan dijemur (lamporan) ... 102 Lampiran 15. Perhitungan biaya tetap dan biaya tidak tetap pada usaha

pengeringan rosela dengan dijemur (lamporan) ... 103 Lampiran 16. Analisis NPV dan net B/C ratio usaha pengeringan rosela dengan

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Rosela merupakan salah satu tanaman perdu yang saat ini sedang populer di masyarakat. Pada mulanya tanaman ini hanya dimanfaatkan sebagai serat, namun dengan adanya produk tas yang terbuat dari plastik, serat rosela sekarang ini jarang digunakan. Saat ini, tujuan budidaya rosela mulai bergeser sebagai penghasil bahan makanan dan minuman. Seluruh bagian tanaman ini, mulai dari buah, kelopak bunga, mahkota bunga, dan daunnya dapat dimakan. Tanaman ini juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan salad, saus sup, minuman, sari buah, asinan, selai, puding, sirup, dan jeli.

Di Indonesia, penggunaan rosela di bidang kesehatan belum terlalu populer. Saat ini minuman berbahan rosela mulai banyak dikembangkan sebagai minuman kesehatan. Tanaman rosela mengandung bahan antioksidan yang baik untuk kesehatan. Bahan antioksidan yang berperan adalah antosianin yang banyak terdapat pada kelopak rosela. Antosianin juga menentukan tingkat kepekatan warna merah pada bunga rosela. Semakin banyak antosianin maka semakin pekat warna merahnya dan semakin banyak kandungan antioksidannya. Proses pengeringan dengan cara dipanggang dalam oven dapat menyebabkan penurunan kandungan senyawa tersebut. Oleh sebab itu, untuk mencegah menurunnya kandungan antioksidan bunga rosela cukup dikeringkan dengan cara dijemur (Widyanto dan Nelistya, 2008).

Pengeringan rosela umumnya dilakukan secara konvensional dengan beberapa metode diantaranya pengeringan dengan diangin-anginkan dan penjemuran di bawah sinar matahari langsung. Proses pengeringan dengan diangin-anginkan biasanya membutuhkan waktu lebih lama yaitu sekitar 7 hari. Sedangkan penjemuran di bawah sinar matahari membutuhkan waktu 3-5 hari bila cuaca tidak mendung. Penjemuran yang terlalu lama akan menyebabkan kelopak menjadi kecoklatan dan saat diolah akan menghasilkan warna yang tidak menarik. Pengeringan dengan penjemuran memiliki kelemahan diantaranya, sangat tergantung dengan cuaca, sehingga mudah

2 rusak, berjamur, terkontaminasi kotoran atau debu, serta dapat dirusak oleh serangga. Dengan demikian diperlukan cara yang lebih baik dan efektif untuk mengeringkan rosela yaitu dengan menggunakan mesin pengering.

Mesin pengering yang banyak digunakan oleh masyarakat umumnya menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM), gas maupun tenaga listrik. Sumber energi tersebut saat ini relatif mahal dan semakin terbatas jumlahnya. Selain itu penggunaan energi fosil dinilai tidak ramah lingkungan dan dapat menimbulkan pencemaran lingkungan yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Terkait dengan hal itu, adanya isu pemanasan global juga mendorong pengurangan penggunaan energi fosil secara besar-besaran. Hal tersebut lah yang memacu para peneliti untuk membuat mesin pengering yang menggunakan energi terbarukan antara lain mesin pengering Efek Rumah Kaca (ERK). Mesin ini bekerja dengan cara memanfaatkan efek rumah kaca untuk menghasilkan energi panas yang dibutuhkan selama proses pengeringan. Berbagai tipe dan bentuk mesin pengering ERK telah dikembangkan, salah satu diantaranya adalah mesin pengering ERK tipe rak.

Mesin pengering ERK tipe rak sangat sesuai untuk mengeringkan komoditi yang peka terhadap perlakuan dan proses pengeringan yaitu komoditi yang harus memiliki kadar air yang seragam, namun tidak boleh diaduk karena mudah rusak. Rosela termasuk dalam jenis komoditi tersebut. Mesin pengering ERK tipe rak memiliki kekurangan yaitu kadar air yang dihasilkan kurang seragam sehingga dapat mempengaruhi kualitas rosela. Untuk bahan yang tidak boleh diaduk, proses pengeringannya dilakukan dengan membuat lapisan tipis bahan pada rak. Sedangkan untuk memperoleh kadar air yang seragam dapat dilakukan dengan memutar rak. Oleh sebab itu dibangun mesin pengering ERK tipe rak berputar yang menggabungkan kedua prinsip tersebut. Pada penelitian ini dilakukan uji unjuk kinerja mesin pengering ERK tipe rak berputar untuk pengeringan rosela.

3 B. Tujuan

Tujuan penelitian yang dilakukan adalah:

1. Menguji unjuk kerja pengering Efek Rumah Kaca (ERK) tipe rak berputar untuk pengeringan rosela.

2. Melakukan analisis kelayakan teknis dan ekonomis terhadap hasil unjuk kerja tersebut.

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Botani dan Budidaya Tanaman Rosela A. 1. Botani Tanaman Rosela

Tanaman rosela (Hibiscus sabdariffa) berupa semak belukar yang berdiri tegak dengan tinggi 0,5-5 m. Tanaman ini berasal dari India bagian barat. Di India orang memanfaatkan serat rosela untuk bahan pembuatan tekstil. Pada abad ke-14, para pedagang India membawa tanaman ini ke Indonesia. Dalam taksonomi tumbuhan, rosela masih kerabat dekat dengan kembang sepatu. Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut (Widyanto dan Nelistya, 2008): Divisi : Spermatophyta Sub-divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Malvales Suku : Malvaceae Marga : Hibiscus

Jenis : Hibiscus sabdariffa Nama dagang : Rosela

Gambar 1. Rosela (Hibiscus sabdariffa)

Adapun beberapa nama daerah rosela antara lain merambos hijau (Jawa Tengah), garnet malonda (Sunda), gamet (Betawi), asam kesur (Meranjat), kesew jawe (Pagar Alam, Sumatra Selatan), asam jarot (Padang),

5 asam rejang (Muara Enim), kasturi roriha (Ternate). Sementara nama asing rosela antara lain karkadé (Mesir, Arab Saudi, Sudan), vinagreira (Portugis), zuring (Belanda), kezeru (Jepang), asam paya/asam susur (Malaysia), chin baung (Myanmar), krajeab (Thailand), bissap (Senegal, Kongo), oseille rouge/oseille de guinea (Prancis), wonjo (Gambia), zobo (Nigeria), omutete (Namimbia) (Widyanto dan Nelistya, 2008).

Pada waktu masih muda, batang dan daun tanaman rosela berwarna hijau. Ketika dewasa dan sudah berbunga, batangnya berwarna coklat kemerahan. Batang berbentuk silindris dan berkayu, serta memiliki banyak percabangan. Pada batang melekat daun-daun yang tersusun berseling, berwarna hijau, berbentuk bulat telur dengan pertulangan menjari dan tepi beringgit. Ujung daun ada yang runcing atau bercangab. Tulang daunnya berwarna merah dengan panjang daun yang dapat mencapai 6-15 cm dan lebar 5-8 cm. Akar yang menopang batangnya berupa akar tunggang.

Bunga rosela muncul pada ketiak daun dan mahkota bunganya berbentuk corong yang tersusun dari 5 helai daun mahkota. Kelopak bunga sangat menarik dengan bentuk yang menguncup dan dibentuk dari 5 helai daun kelopak. Selain mahkota dan kelopak, bunga juga dilengkapi 8-12 kelopak tambahan (epikaliks). Bunga muncul pada saat tanaman berumur 2,5- 3 bulan setelah tanam.

Gambar 2. Variasi warna kelopak rosela

Jenis-jenis rosela yang beredar di pasaran antara lain (Widyanto dan Nelistya, 2008) :

6 2. Rosela cranberry yang banyak terdapat di Belanda. Warnanya merah, namun bentuk kelopaknya menyerupai kotak dan ujungnya berbentuk oval, tidak menguncup seperti rosela yang dibudidayakan di Indonesia. 3. Rosela Taiwan yang berwarna merah dengan panjang sekitar 5 cm dan

ujung kuncupnya agak merekah. A. 2. Budidaya Tanaman Rosela

Rosela dapat tumbuh di segala macam tanah, mudah tumbuh di lahan pasir tanpa harus disiram atau diberi pupuk secara intensif. Tanaman ini hanya mengalami satu kali masa produktif, untuk mengoptimalkan hasil panen sebaiknya rosela ditanam secara khusus tanpa diselingi tanaman lain. Rosela dapat ditanam pada lahan terbuka maupun dalam polybag.

a. Lahan terbuka

Dibuat alur/bedengan setinggi 15-20 cm. Tanah diberi pupuk kandang 2kg/10 m2. Jarak tanam 1 X 1 M. Jika tanah subur maka rosela umumnya tumbuh setinggi 2-3 m dan lebar tajuk 1-1,5 m.

b. Polybag/pot

Untuk lahan yang sangat terbatas bisa menggunakan polybag dengan hasil tanam yang terbatas, biasanya tinggi pohon hanya mencapai 40-70 cm. Media polybag juga dapat dijadikan media penyiapan benih hingga berumur 1 bulan (15-20 cm).

Untuk tanah yang subur dan mendapat sinar matahari yang optimal rosela ditanam dengan jarak 1 x 1 m. Tanah diberi kompos/pupuk kandang sebanyak 20 gram disekitar lubang tanam. Untuk lebih optimal biji dapat dibuat kecambah terlebih dahulu dengan merendamnya selama 1 hari kemudian ditutup kain atau kapas basah selama 1-2 hari. Hal ini untuk mencegah biji membusuk dilubang tanam atau dimakan serangga/semut.

Kegiatan perawatan rosela antara lain pemberian pupuk, pemberantasan hama dan penyiraman. Pemberian pupuk dilakukan pada saat tanaman berumur 1-2 bulan dengan dosis 10-25 g/pohon. Pupuk yang digunakan adalah pupuk urea dan NPK dengan perbandingan 4:3. Hama yang mudah menyerang rosela adalah semut merah, belalang, ulat daun dan kutu

7 putih. Untuk mengatasinya dapat menggunakan pestisida organik yang terbuat dari campuran sambiloto (Andrographidis paniculata) dan daun mamba (Azadirachta indica). Cara pembuatannya yaitu daun sambiloto dan mimba segar (atau kering) ditumbuk dan dicampur air (100 gram dalam 5 L air) disaring lalu disemprotkan ke seluruh bagian tanaman. Pada saat rosela berbunga (umur 3-4 bulan) memerlukan air yang lebih sedikit dan sinar matahari yang cukup untuk memaksimalkan kualitas dan kuantitas bunga.

B. Kandungan dan Khasiat Tanaman Rosela

Di dalam rosela terkandung vitamin yang cukup lengkap yaitu vitamin A, C, D, B1 dan B2. Bahkan kandungan vitamin C-nya (asam askorbat) diketahui 3 kali lebih banyak dari anggur hitam, 9 kali dari jeruk sitrus, 10 kali dari buah belimbing, dan 2,5 kali dari jambu biji (Widyanto dan Nelistya, 2008). Selain kaya akan vitamin, bunga rosela juga memiliki kandungan kalsium, niasin, riboflavin dan besi yang tinggi seperti yang terlihat pada Tabel 1. Daun dan buah rosela juga mengandung senyawa bermanfaat diantaranya saponin, flavanoid, dan polifenol. Sedangkan biji rosela mengandung protein yang tinggi.

Kelopak rosela mengandung antioksidan yang dapat menghambat terakumulasinya radikal bebas penyebab penyakit kronis, seperti kerusakan ginjal, diabetes, jantung koroner, dan kanker (darah). Kandungan senyawa kimia lain dalam kelopak bunga rosela dapat dilihat pada Tabel 2. Dalam pengobatan tradisional rosela sering dipakai untuk mengatasi radang, kanker, jantung, hipertensi, dan sakit pencernaan. Kelopak bunga, daun dan bijinya berkhasiat untuk melancarkan air seni karena mengandung asam askorbat dan asam glikolat. Selain itu juga berkhasiat sebagai antisariawan dan pereda nyeri. Rebusan daun dan kelopak bunganya dapat mengurangi kekentalan darah dan menurunkan tekanan darah, serta meningkatkan gerakan mendorong pada usus.

8 Tabel 1. Kandungan gizi rosela

Komponen 100 g buah segar 100 g daun segar 100 g kelopak segar 100 g biji Kalori 49 kal 43 kal 44 kal -

Air 84,5 % 85,6% 86,2% 7,6% Protein 1,9 g 3,3 g 1,6 g 24,0% Lemak 0,1 g 0,3 g 0,1 g 22,3% Karbohidrat 12,3 g 9,2 g 11,1 g - Serat 2,3 g 1,6 g 2,5 g 15,3% Abu 1,2 g 1,6 g 1,0 g 7,0% Kalsium 1,72 mg 213 mg 160 mg 0,3% Fosfor 57 mg 93 mg 60 mg 0,6% Besi 2,9 mg 4,8 mg 3,8 mg - Betakaroten 300 ig 4135 ig 285 ig - Vitamin C 14 mg 54 mg 14 mg - Tiamin - 0,17 mg 0,04 mg - Riboflavin - 0,45 mg 0,6 mg - Niasin - 1,2 mg 0,5 mg - Sulfida - - - 0,4% Nitrogen - - - 23,8%

Sumber : Maryani dan Kristiana, 2008

Tabel 2. Kandungan senyawa kimia dalam kelopak bunga rosela

Nama Senyawa Jumlah

Campuran asam sitrat dan asam malat 13%

Anthocyanin yaitu gossipetin (hydroxyflavone) dan

hibiscin 2% Vitamin C 0,0004- 0,0005% Protein Berat segar Berat kering 6,7% 7,9%

Flavonol glucoside hibiscritin -

Flavanoid gossypetine -

Hibiscetine dan sabdaretine -

Delphinidin 3-monoglucoside -

Cyanidin 3-monoglucoside (chrysantehnin) -

Delphinidin -

9 C. Pengolahan Rosela

Rosela dapat dipanen pada umur 7-8 bulan, yaitu tergantung dari masa ditanamnya biji. Pada umur tersebut kelopaknya yang berwarna merah pekat memiliki tekstur keras yang menandakan bahwa buah siap untuk dipetik. Panen dapat dilakukan jika kelopak bunga sudah mencapai ukuran optimal. Rosela dapat dipanen setiap satu atau dua minggu untuk satu kali masa panen. Setelah pemanenan pertama, rosela masih dapat menghasilkan bunga, asalkan temperatur rata-rata di wilayah tersebut tidak kurang dari 21oC. Karena itu, pemanenan dapat terus dilakukan hingga tanaman tidak menghasilkan bunga, yakni sekitar 4-8 bulan berikutnya. Pemanenan rata-rata dilakukan setiap 10 hari sekali.

Setelah panen, rosela perlu penanganan khusus. Ada beberapa tahapan yang harus dilakukan diantaranya mengeluarkan biji, menjemur biji, mengeringkan bunga, dan menguji tingkat kekeringan bunga. Proses pengeluaran biji dilakukan dengan bantuan alat yang menyerupai pisau. Caranya biji didorong dengan alat tersebut dari pangkal kelopak bagian luar seperti yang terlihat pada Gambar 3. Pengeringan rosela dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya diangin-anginkan, dijemur dan di oven. Proses termal yang diterapkan dalam pengolahan pangan dan pengawetan dimaksudkan untuk menghilangkan atau mengurangi aktivitas biologis seperti aktivitas mikroba untuk tumbuh dan berkembang biak dan menguraikan komponen-komponen nutrisi produk pangan. Selain itu pemanasan juga ditujukan untuk memperoleh aroma, tekstur, dan penampakan yang lebih baik (Fardiaz, 1992 dalam Sadikin, 2009).

10 Proses pengeringan yang banyak dilakukan oleh masyarakat adalah penjemuran dibawah sinar matahari. Proses pengeringan ini membutuhkan waktu 3-5 hari di bawah sinar matahari penuh tanpa diselingi mendung. Namun, bila diselingi mendung atau hujan, proses pengeringan bisa mencapai 7 hari bahkan lebih. Jika tahap pengeringan sudah selesai maka dilanjutkan dengan menguji tingkat kekeringan kelopak. Caranya adalah dengan menekan kelopak hasil pengeringan menggunakan dua jari, misalnya ibu jari dan jari telunjuk. Jika kelopak pecah, berarti rosela sudah benar-benar kering dan siap untuk dinikmati, dijual, atau diolah lebih lanjut (Widyanto dan Nelistya, 2008).

Rosela yang sudah kering kemudian dikemas dalam plastik dan dipasarkan sebagai minuman herbal pengganti teh. Selain itu rosela juga dapat digunakan sebagai bahan salad, sirup, jelly dan saus. Berdasarkan hasil penelitian Sadikin (2009) minuman jelly rosela memiliki kandungan lemak yang rendah sehingga cocok dikonsumsi oleh orang yang menderita obesitas atau kelebihan berat badan.

D. Proses Pengeringan D. 1. Teori Pengeringan

Pengeringan merupakan proses pemindahan kadar air dari bahan dan produk pertanian untuk menghasilkan produk yang berkualitas tinggi dan tahan lama untuk disimpan. Selama pengeringan tersebut terjadi dua proses yaitu proses perpindahan panas dari udara pengering ke bahan, dan proses pindah massa uap air dari permukaan bahan ke udara sekitar (Goswami, 1986).

Menurut Henderson dan Perry (1976), pengeringan adalah proses pengeluaran air dari suatu bahan pertanian menuju kadar air kesetimbangan dengan udara sekeliling atau pada tingkat kadar air dimana mutu bahan pertanian dapat dijaga dari serangan jamur, aktivitas serangga dan enzim. Umumnya media pengering yang digunakan adalah udara. Udara ini berfungsi antara lain untuk membawa panas masuk dalam sistem, untuk menguapkan, dan kemudian membawa uap air keluar dari sistem. Proses pengeluaran air di

11 permukaan bahan dapat terjadi secara alamiah akibat adanya perbedaan tekanan uap antara bahan dan udara lingkungan di sekitar bahan. Meskipun proses pengeringan terjadi pada tekanan atmosfir, proses pengeringan ini dapat dipercepat dengan memodifikasi kondisi udara lingkungan yaitu dengan pencampuran udara kering dan uap air. Pengkondisisan udara lingkungan ini dapat dilakukan dengan pemanasan (heating), pendinginan (cooling), pelembaban (humidifying), penghilangan kelembaban (dehumidifying), dan pencampuran udara berdasarkan karakteristik fisik yang ditunjukkan dalam diagram psikometri (Goswami, 1986).

Proses pengeringan menurut Henderson dan Perry (1976) terdiri dari dua periode yaitu periode pengeringan dengan laju tetap/konstan dan periode dengan laju menurun. Periode pengeringan dengan laju tetap merupakan periode perpindahan massa air yang berasal dari permukaan bahan. Proses ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan uap air antara permukaan bahan dengan udara pengering. Proses ini akan terus berlangsung sampai air bebas pada permukaan telah hilang. Sedangkan pengeringan dengan laju menurun akan berlangsung setelah pengeringan laju konstan selesai. Kadar air diantara kedua periode tersebut disebut dengan kadar air kritis. Pengeringan dengan laju menurun akan berhenti hingga tercapai kadar air kesetimbangan. Kadar air kesetimbangan merupakan kadar air terendah yang dapat dicapai pada suhu dan kelembaban tertentu.

12 Gambar 4. Kurva laju pengeringan (Henderson dan Perry, 1976)

D. 2. Kadar Air

Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air per satuan bobot bahan. Metode pengukuran kadar air bahan ada dua yaitu kadar air basis basah (wet basis) dan kadar air basis kering (dry basis) (Henderson dan Perry, 1976). Kadar air basis basah adalah perbandingan antara berat air dalam bahan pangan dengan berat bahan total. Kadar air basis kering adalah perbandingan berat air dalam bahan dengan berat keringnya (padatan).

... (1) % 100 Wd Wm M ... (2) dimana

m = kadar air basis basah (% bb) M = kadar air basis kering (% bk) Wm = berat air (gram)

% 100 Wm Wd Wm m

Air bebas (kg air/kg berat kering)

A ir b e b a s (k g a ir/ k g b e ra t k e ri n g ) Waktu Laju tetap Laju menurun

Kadar air kritis

L a ju p e n g e ri n g a n (K g a ir/ ja m m 2 )

13 Wd = berat bahan kering (gram)

Hubungan antara kadar air basis basah dan kadar air basis kering adalah sebagai berikut:

m m M 100 100 ... (3) Kadar air kesetimbangan (Me) adalah kadar air yang menunjukkan kesetimbangan antara laju perpindahan air dari bahan ke udara sama dengan laju perpindahan air dari udara ke bahan. Kadar air ini penting untuk diketahui

Dokumen terkait