• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 7. Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa demokrasi sebenarnya tidak terbatas pada sebuah sistem politik yang ada, demokrasi seharusnya juga tidak terbatas pada aturan- aturan formal yang terdapat dalam konstitusi. Pelaksanaan demokrasi, keberhasilan dan sebuah kegagalan juga sangat ditentukan dari sejauh mana nilai- nilai lokal yang tidak bertentangan dengan demokrasi mendapat tempat dan diserap sebagai bahan pokok untuk menjalankan kehidupan yang demokratis. Demokrasi seharusnya membutuhkan sebuah ”pembumian” makna dimana setiap prilaku yang terkait dengan publik dan interaksi sosial politik didalamnya didasari oleh nilai- nilai utama demokrasi seperti partisipasi dan akuntabilitas.

Teori demokrasi barat sebenarnya bisa diadopsi untuk menilai bentuk demokrasi lokal di Indonesia dengan catatan awal ada sebuah turunan variabel dari teori tersebut yang khas dengan unsur demokrasi lokal. Aplikasi dari teori demokrasi yang tercermin dalam pergaulan sosial politik di komunitas masyarakat paling dasar (nagari) peneliti lebih merangkumnya pada dimensi struktural, dimana ada perubahan posisi atau status dalam masyarakat nagari setelah kurang lebih dua puluh tahun tidak lagi berkedudukan sebagai unit pemerintahan terendah. Walaupun status nagari sebagai kesatuan masyarakat hukum adat eksistensinya masih diakui, namun peran, kekuasaan, otoritas, fungsi, integrasi, hubungan antar satu posisi dengan posisi yang lainnya, arus komunikasi dari komponen yang ada dalam Nagari telah berubah.

Nagari adalah lembaga mikrokosmik dari sebuah tatanan makrokosmik yang lebih luas nagari adalah sebuah “republik kecil” yang mempunyai pemerintahan sendiri secara otonom dan berbasis pada masyarakat

(self-governing community). Sebagai sebuah “republik kecil”, nagari mempunyai perangkat pemerintahan demokratis: unsur legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Nagari, secara antropologis, merupakan kesatuan holistik bagi berbagai perangkat tatanan sosial-budaya. Ikatan ber-nagari di Minangkabau, dulu, bukan saja primordial-konsanguinal (ikatan darah dan kekerabatan adat) sifatnya, tetapi juga struktural fungsional dalam artian teritorial-pemerintahan yang efektif. Karena itu, nagari mempunyai kaitan ke atas; ke Luhak dan ke Alam, dan kaitan ke samping antara sesama nagari, terutama adalah kaitan emosional. Sistem otonom seperti ini adalah ciri khas masyarakat bersuku (tribal society) demi kepentingan mempertahankan diri dan pelestarian nilai-nilai masing-masing nagari, yang fokusnya adalah keragaman. Ikatan Luhak dan Alam adalah ikatan totemis dan kosmologis yang mempertemukan antara nagari-nagari itu dan mengikatnya menjadi kesatuan-kesatuan serta kekuasaan emosional spiritual. Karena itu orang Minang secara sadar membedakan antara kesatuan-teritorial-konsanguinal dalam bentuk republik nagari-nagari dengan kesatuan-totemis-kosmologis.

Sebahagian nagari yang ada di Sumatera Barat salah satunya nagari yang ada di kabupaten Solok (nagari jawi- jawi) masih mempertahankan sistem pemerintahan tradisional nagarinya berdasarkan dua sistem keselarasan dan perda yang dikeluarkan hanya sebagai dasar hukum yang tidak baku bagi mereka, Negara masih terlampau jauh masuk dalam wilayah lokal, dengan membuat aturan formal disertai dengan dasar hukum yang mengikat, tapi disinilah letak sebuah varian demokrasi lokal tersebut.

Ketika masyarakat nagari dihadapkan pada dua pilihan yaitu apakah tetap mempertahankan model demokrasi tradisional nagari yang berdasarkan kepada sistem politik koto piliang dan bodi chaniago, atau mengganti dan merubahnya menjadi sebuah demokrasi yang moderen, terpola dan terstruktur serta ada aturan yang disahkan secara konstitusional dengan memasukan unsur- unsur demokrasi barat dalam pemerintahan nagari. Sampai pada kesimpulan penulis berpendapat sebuah anomali bentuk kekuasaan nagari tersebut bisa diminimalisir dengan cara, pemuka masyarakat nagari ( ninik mamak, alim ulama dan cadiak pandai ) harus membuka ruang kekuasaan kepada siapa saja yang mau dan punya kemampuan dalam membangun nagari, terlepas apakah mereka penduduk asli atau pendatang.

Selain itu pemerintah kabupaten juga harus memperhatikan organisasi yang hidup di nagari, harus jelas bentuk dan visi organsiasinya ( apakah seperti LSM atau organisasi pemberdayaan lainnya yang berbasis nagari) samping itu ada sebuah aturan yang riil tentang organisasi politik yang hidup dalam nagari ( partai politik). Pendidikan politik juga harus diberikan kepada masyarakat nagari sehingga tidak mudah dimobilisasi oleh organisasi yang ada dalam nagari.

B. Saran

Demokratisasi lokal, sekali lagi ada sebuah perjuangan yang keras yang harus dilewati oleh para komunitas elite dan lembaga di nagari untuk sampai pada tingkatan desentralisasi dan devolusi yang otonom. Tanpa ada intervensi negara pada ranah lokal yang mencampur adukan antara sebuah pemerintahan nagari dengan pemerintahan adat yang kadangkala berujung pada konflik antara elite dalam nagari dan konflik dengan tema pemekaaran wilayah nagari, berbagai kalangan mempunyai semangan demokrasi yang tinggi tetapi sebahagian besar cenderung pesimis menatap masa depan sebuah demokrasi lokal nagari. Berbeda dengan pandangan pesimis (jika bukan fatalis), peneliti tetap berpandangan yang optimis. Bagaimanapun orang yang pesimis paling maksimal hanya bisa mengecam dan menghujat dan akhirnya gagal merumuskan tindakan stratergis di masa depan. Dulu orang- orang yang berhaluan pesimis sempat membayangkan bahwa demokrasi lokal yang ada di nagari tidak jauh berbeda dengan berdesa pada tahun 1979, masih tetap ada intervensi negara secara tidak langsung terhadap pelaksanaan demokrasi lokal pada nagari. peneliti justru melihat sisi positifnya, intervensi negara dalam hal ini mungkin adalah sebuah pembelajaran dari sebuah kegamangan menata sebuah demokrasi yang betul- betul berada pada ranah lokal. Ibaratnya negara ” pemerintah daerah ” berusaha menempatkan posisi mereka ketika berhadapan dengan nagari, dan berhadapan dengan para penghulu nagari serta masyarakat nagari. Ada sebuah mainstrem yang berbeda antara masyarakat dan negara tentang konsep hidup bernagari. Tambo atau tiongkok/sejarah nagari menurut peneliti bisa membantu para elite lokal nagari dan elite yang berada pada tataran pemerintah menyatukan visi kedepan membangun nagari yang ideal itu

seperti apa. Sisi positif yang lain Perbedaan pola demokrasi di nagari malahan menjadi sebuah warna varian dari sebuah demokrasi di nagari.

Daftar Pustaka

A. Dahl, Robert. (1971 Polyarchy: participation and Opposition. New Haven: Yale University Press

______________ (1990). Political and developing Countries: Comparing Experience with Democracy. Boulder Colorado: Lynne Rienner

________________(1989). democracy and its critics New haven : yale University Press,)

________________ (1998). on democracy. New haven : Yale University Press. ________________(2003). Negara capital dan demokrasi. Yogyakarta: Pustaka

pelajar.

Abdullah, Irwan, (2003). Jurnal Humaniora, Vol.XV Masalah Kebudayaan dalam Pembangunan

Andrain, Charles F. (1970). Political Life and Social Change in the Third World. Boston: Unwin Hyman.

Anthony Gidden. (2000). Jalan Ketiga, Pembaruan Demokrasi Sosial, terj. Ketut Arya Mahardika, Jakarta: Gramedia Pustaka.

Anwar, Chairul. (1997). Hukum Adat Indonesia, Meninjau Hukum Adat Minangkabau, Jakarta: Rineka Cipta.

Babbie, E. 1983. The Practice of social research. California: Wadsworth Publishing Company.

Berger, Peter L. (1976). Pyramids of sacrifice: political Ethics and social Change. New York : Anchor Books.

Bourchier ,David dan Jhon Legge, (eds). (1994). Democracy In Indonesia 1950s. Monash University (Clayton ): Centre of Southeast Asian Studies. Data statistic tahun 2007.

Diamond, Lary, Juan Linz dan Seymour Martin Lipset (eds). (1989) Democracy in Asia. Boulder Colorado : Lynne Rienner.

Diamond, Lary, Juan Linz dan Seymour Martin Lipset (eds). (1990). Political and developing Countries: Comparing Experience with Democracy, Boulder, Colorado: Lynne Rienner.

Eko, Sutoro. (2006). Demokrasi dan Potret Pemilu Lokal 2004 . Yogyakarta: Percik, Pustaka Pelajar.

Eko, Sutoro. Makalah Desentralisasi dan demokrasi desa. Disampaikan Dalam Konsultasi Publik Revisi UU No. 22/1999 yang diselenggarakan oleh Forum Pengembangan Partisipasi Masyarakat (FPPM) Jakarta, Bitra Indonesia Medan, dan Pusaka Indonesia, Deli Serdang, Sumatera Utara, 19 November 2003.

Francesco Kjellberg. (1995). "The Changing Values of Local Government" Dalam ANNALS, AAPSS, 540, July 1995. American Academy.

Fukuyama, Francis, (2004), The End of History and The Last Man, Kemenangan Kapitalisme dan Demokrasi Liberal. Yogyakarta: Qalam,

Giddens, Anthony The Third Way The Renewal Of Social Democracy.published in the USA by Blakwell Publisher Ltd : 350 Main Street Malden, MA 02148. USA. (terj: Jalan ketiga Pembaharuan Demokrasi Sosial. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 1999.

Gould, Carol, (1988), Rethinking Democracy, Cambridge, New York: Cambridge University Press

Habermas, Jurgen. (1989). The Structural Transformationsof The Public Sphere. Terj Yudi Santoso. Ruang Publik. Sebuah Kajian tentang Kategori Masyarakat Burjois. Cetakan kedua. 2008. Yogyakarta: Kreasi Wacana. Harrison, David. (1988). The Sosiology of Modernization and Development.

London: Unwim Hyman.

Hasbi, Muhammad, dkk. (1990). Nagari, Desa dan Pembangunan Pedesaan di Sumatera Barat), Padang: Yayasan Genta Budaya, Sumatera Barat Heinelt, Hubert and Wollmann, (2003). Local Politics Research In Germany:

Developments and Characteristics In Comparative Perspective. London: Sage Publications.

Held, David. (2007). Models Of Democracy. Edisi ketiga. Terj. Abdul Haris. Jakarta: Akbar Tandjung Institute.

Holt, Claire et al culture and politics Indonesia,. Ithaca: Cornell university Press. John, Steward and Gerry Stoker, (1989). The Future of Local Government,

London: Macmillan.

Junus, Umar.1971. Kebudayaan Minangkabau (dalam Koentjaraningrat ed . Manusia dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Jembatan.

Kahin, Audrey. (1999). Rebellion ti integration. Amsterdam: Amsterdam U Press. Kato, Tsyoshi (1982) Matriliny And Migration: Evolving Minangkabau Traditions

In Indonesia. Ithaca: Cornell Universiy press.

Kato, Tsyoshi . (1982). Matriliny And Migration: Evolving Minangkabau Traditions In Indonesia. Ithaca: Cornell Universiy press.

Kemal, Iskandar. (1971). Beberapa studi tentang minangkabau. Padang: Fakultas Hukum Universitas Andalas

M.Nasroen. (1971). Dasar Falsah Adat Minangkabau. Jakarta: Bulan Bintang Manan, Imran. 1995. Birokrasi Modern dan Otoritas Tradisional di

Minangkabau (Nagari dan Desa di Minangkabau), Padang : Yayasan Pengkajian Kebudayaan Minangkabau

Moleong (2000), Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda Karya Moleong, Lexy, 1998, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosda

Karya,

Naim, Mochtar (ed). 1968. Menggali Hokum Tanah Dan Hukum Waris Minangkabau. Padang: Centre for Minangkabau Studies Press.

Naim, Mochtar. (1990). “Nagari versus Desa. Sebuah Kerancuan Struktural” dalam Edi Utama (ed). Nagari, Desa dan Pembangunan di Sumatera Barat.. Padang : Genta Budaya

Nasroen, M. (1957). Dasar Falsafah Adat Minangkabau. Jakarta: Pasaman. Navis, A.A. (1984). Alam Takambang Jadi Guru, Adapt Dan Kebudayaan

Neuman, W.L. 1997. Social research methods, qualitative and quantitative approaches. London: Allyn and Bacon.

Nugroho, Kris. (1992). “Telaah Peran Negara, Partisipasi dan Demokratisasi”. Asosiasi Ilmu Politik Indonesia 6 – 8 Agustus 1992

O’G. Anderson, Benedic R. (1972). the idea of power in Javanese culture, Ithaca: Cornell university Press.

Oki, Akira (1977). Social Changein West Sumatran Village:1908-1945. disertasi Doktor, Australian national University.

Owens, Edgar dan Robert Shaw. (1983). Pembangunan Ditinjau Kembali. Terjemahan A.S. Wan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. P.E. De. Josselin De Jong. (1960). Minangkabau and Negeri Sembilan

Sociopolitical Structure In Indonesia. Djakarta: Bharata

Pador, Zenwen Dkk. (2002). kembali ke Nagari: Batuka Baruak Jo Cigak?. Jakarta: PT Sinar Grafika.

Perda Propinsi Sumatera barat No 13 tahun 1983

Saad, Zukri. (2000). “Pemberdayaan Ekonomi Umat Melalui Revitalisasi Nagari. Langkah Strategis Reaktualisasi Adat Basandui Syara’ Syara’ Basandi Kitabullah”. Makalah Disampaikan pada seminar Nasional ICMI Sumatera Barat 22-23 Januari 2000

Safirani, Amalinda, (2004), Local Strongman in New Regional Politic in Indonesia, thesis, unpublished

Sairin, Sjafri ARTIKEL tanggal 28 April 2008 ”Demokrasi dalam Perspektif Kebudayaan Minangkabau” tulisan ini juga pernah dimuat dalam jurnal Jurnal Humaniora, Universitas Gadjah Mada (UGM), No 1 tahun 1995. Sartori, Giovanni, (1987), The Theory of Democracy Revisited, Chatam, New

York : Chatam House

Sjahmunir AM, SH, Prof. Dr. dkk. (2006). Pemerintahan Nagari dan Tanah Ulayat. Padang: Andalas University Press.

Sjamsudin, Nazarudin, (1989). Integrasi Politik di Indonesia, Jakarta: Gramedia. Soedjatmoko. (1983). Dimensi Sosial Pembangunan. Jakarta: LP3ES.

Soekanto, Soerjono dkk. (1986). Hukum Adat Indonesia. Jakarta: Rajawali. Soronsen, Georg, (1993), Democracy and Democratization, Boulder, Co:

Westview Press.

Surbakti, Ramlan (1992). Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Grasindo.

Surbakti, Ramlan Himpunan Teori—Teori Politik. Surabaya: Fisip Universitas Airlangga.

Ubed Abdilah S. (2002). Politik Identitas Etnis: Pergulatan Tanda Tanpa Identitas, Magelang: Indonesiatera.

Dokumen terkait