• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Proses transisi ketiga: Pergeseran Perubahan Pemerintahan Desa Ke Nagari Termasuk lembaga nagari dan komunitas elite nagari

D.1. Wali nagari dengan pemerintahan nagarinya (eksekutif)

Dalam melaksanakan tugasnya, perangkat pemerintah Nagari menerapkan prinsip-prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi. Dimana Sekretaris Nagari bertanggung jawab kepada wali Nagari dan Kepala-kepala seksi bertanggung jawab kepada wali melalui sekretaris Nagari, serta Kepala jorong bertanggung jawab kepada wali Nagari

46 Nagari yang baru mempunyai sederet kewenangan yang lebih jelas dan alokasi dana untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Kewenangan nagari antara lain mencakup kewenangan administratif, mengontrol tanah ulayat, pasar, tata ruang nagari, dan seterusnya. Keputusan untuk investasi di nagari, misalnya, tidak diputuskan secara sepihak oleh kabupaten, melainkan keputusan pertama terletak pada negari. Gerakan "kembali ke nagari" mungkin terlalu berlebihan, yang terjadi sekarang adalah menciptakan kembali (recreating) nagari, karena struktur nagari tidak lagi seperti "republik kecil" di zaman dulu. Format nagari sekarang telah berubah mengikuti pemikiran, semangat dan perubahan baru; dan yang lebih penting nagari "diatur" oleh Propinsi dan Kabupaten. Konsekuensinya, nagari tidak sepenuhnya otonom, melainkan harus mengikuti regulasi yang dibuat oleh negara. GerakanKembali ke nagari, bukan hanya sekedar kembali dan berimajinasi, bagaimana ‘nagari’ purba dahulu dijalankan. Tapi, kembali berarti menuju nagari dalam bentuk baru namun tak tercerabut dari nilai-nilai sejarahnya. Karena bagaimana pun sejarah dan betuk kehidupan selalu berubah. Makanya ‘nagari’ hari ini berada pada persimpangan jalan. Akankah nagari diformat ulang atau malah mendandani nagari dengan baju lamanya dahulu? Dalam locus inilah, penulis melihat ada sebuah bentuk kekuasaan negara yang diadosi oleh nagari dalam bentuk triaspolitica nagari.

Gambar 4

Struktur Pemerintahan Nagari Jawi- Jawi Guguk.

Sumber: data primer tahun 2009.

“... menjelaskan figur-figur yang akan menjadi wali nagari mungkin tidak dari penghulu, tidak usah bernostalgia, tokoh yang diharapkan pasti ada, tetapi saat ini belum muncul kepermukaan bisa ditentukan atau bisa saja pegawai negeri tapi harus dipilih langsung oleh masyarakat jangan ditetapkan oleh pemerintah kabupaten kalau seandainya wali nagari itu PNS...”47

Berdasarkan tugas dan fungsi dari wali nagari dengan melihat pelaksanaannya pada nagari jawi- jawi peneliti melihat ada beberapa faktor yang tidak bisa dihindari dan harus dipertimbangkan untuk kelancaran Pemerintahan Nagari yaitu faktor pertama yaitu masalah adminstratif Nagari, untuk kembali kepada Pemerintahan Nagari masalah urusan administrasi baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun yang akan dilalui oleh masyarakat harus ditujukan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Pemerintahan Nagari dengan birokrasinya tidak mempersulit masyarakat dan tidak berbelit, untuk membenahi masalah administarsi Pemerintahan Nagari perlu bersinergi dengan KAN dan BMN serta pemerintah kabupaten atau propinsi. Oleh sebab itu hambatan yang menghadang terciptanya Pemerintahan Nagari adalah banyaknya peraturan perundang-undangan yang harus dihilangkan atau direvisi serta berusaha untuk membersihkan sisasisa isme pemerintahan desa. Faktor kedua adalah ekonomi, merupakan faktor yang sangat vital dalam kehidupan manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota kelompok. Tanpa faktor ekonomi ini masyarakat atau negara tidak akan mampu mencapai tujuan. Faktor ini merupakan faktor yang sangat penting dalam rangka menciptakan otonomi daerah, melihat sumber daya 47 Wawancara dengan Ketua KAN Nagari Jawi- jawi pada Tanggal 6 Mai 2009.

alam pada nagari jawi- jawi sangat minim, tetapi hak ulayat nagari masih dikuasai oleh Nagari, jangan sampai terjadi ulayat nagari dikuasai oleh negara atau oleh sekelompok orang.

”...Hidup bernagari juga harus ditopang dengan institusi sosial yang mapan, yang bisa dipandang sebagai sosial kapital dalam Pemerintahan Nagari yang disebut sebagai hak-hak ulayat, tetapi sejak berlakunya UU No. 5/1979 bahkan jauh sebelum itu UU No. 5/1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria, hak-hak ulayat masyarakat "desa" sudah dikuasai oleh negara...”48

Persepsi dari aparatur pemerintah menunjukkan bahwa Pemerintahan Nagari harus dikembalikan dengan segala otonomi yang dimilikinya, maka diperlukan pendekatan intensif, serius dan motologis agar “penyelamatan kembali sosial kapital” nagari memberikan hasil maksimal. Dibayangkan akan ada proses bertahap dan terpadu dalam merekayasa ulang ujud nagari yang legitimasinya menyeluruh serta diakui oleh segenap anak nagari, sehingga sesuai dengan revitalisasi nagari dalam konteks kekinian49.

D.2. BMN ( Badan Musyawarah nagari ) (Legislatif)

Sebagai level pemerintahan terendah dan memiliki otonomi seperti halnya desa di jawa, maka nagari juga memiliki sebuah badan legislatif yang bernama Badan Musyawarah Nagari ( BMN). Kehadiran BMN diharapkan dapat membawa perubahan bagi kehidupan sosial politik mayarakat nagari yang selama ini bergerak secara sentralistis tanpa adanya mekanisme cheks and balances serta adanya pemandulan partisipasi masyarakat.

Keanggotaan BMN ini merupkan utusan unsur- unsur yang ada dalam masyarakat nagari, atau wakil dari penduduk nagari dengan mempertimbangkan keterwakilan wilayah dan unsur- unsur masyarakat yang di tetapkan secara musyawarah dan mufakat. Kenaggotaan BMN berdasarkan perda No 7 tahun 2006 adalah berasal dari unsur ninik mamak, alim ulama, cadiak pandai, bundo kanduang dan pemuda. Tiap unsur ini memiliki basis pada tingkat jorong, 48 Wawancara dengan kepala Bagian Pemerintahan Nagari pada tanggal 27 Mai 2009.

49St. Majo Basa. Zukri Saad. 2000. “Pemberdayaan Ekonomi Umat Melalui Revitalisasi Nagari. Langkah Strategis Reaktualisasi Adat Basandui Syara’ Syara’ Basandi Kitabullah”. Makalah Disampaikan pada seminar Nasional ICMI Sumatera Barat 22-23 Januari 2000

sehingga pada pemilihan anggota BMN maka masing- masing jorong mengutus masing- masing dua orang. kemudian utusan ini akan dimusyawarahkan untuk menentukan siapa sebagai wakilnya dalam BMN.

Untuk nagari nagari jawi- jawi guguk, keaggotaanya tidak terbagi berdasarkan komisi tapi digabung menjadi satu kesatuan dan merumuskan semua permasalahan nagari secara bersama- sama, jumlah anggota BMNnya adalah 11.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari akan berkerja sama dengan BMN, ketika dilihat dari unsur politiknya, kehadiran BMN di nagari Jawi- Jawi lebih memberikan kesempatan pada tungku tigo sajarangan (Ninik Mamak, alim Ulama dan Cadiak Pandai serta Bundo Kanduang dalam nagari ) terlibat dalam pembuatan keputusan di tingkat nagari.

Masing- masing BMN dalam nagari mepunyai Dinamika yang berbeda dalam berdemokrasi, merujuk pada perda No 7/2006 tentang pemerintahan nagari. Dilihat dari segi kewenangan yang dimiliki oleh BMN selain membahas rancangan peraturan nagari, BMN juga mengusulkan pengangkatan wali nagari dan pemberhentian wali nagari. Disinilah menurut analisa peneliti letak keunikan dinamika berdemokrasi sistem politik koto piliang di nagari jawi- jawi masih tetap dipakai dalam menampung segala bentuk aspirasi masyarakat nagari, dalam prosesnya masyarakat nagari menyampaikan aspirasi memalui beberapa tingkatan perwakilan golongan ampek jinih (penghulu, malin adat, manti adat dan dubalang) masing- masing suku dalam nagari, kemudian penghulu-lah yang akan bertanggung jawab menyampaikan aspirasi tersebut kepada perwakilannya dalam BMN50di nagari,

Jika dilihat dari komposisi keanggotaan dari masing- masing BMN yang ada di nagari harus mmenuhi persyaratan keaggotaan sesuai dengan ketentuan seperti terlihat pada tabel dibawah ini

Tabel 4

Komposisi Keanggotaan BMN Berdasarkan Perda NO 7/2006 Di Kabupaten Solok

Jumlah Anggota

50 Berdasarkan Perda No 7/2006 tentang Pemerintahan Nagari Jumlah anggota BMN paling sedikit 5 orang dan paling banyak 11 orang. dengan ketentuan jumlah seluruhnya termasuk pimpinan harus ganjil dengan memperhatikan kemampuan dan keuangan nagari .

No Keterangan Ninik mamak Alim ulama Cadiak pandai Bundo kanduang Pemuda 1 jika jumlah anggota

BMN 5 orang maka sifat keaggotaannya masing- masing unsur harus diwakilkan oleh satu orang. 1 1 1 1 1 2 jumlah anggota BMNnya 7 orang, harus terdiri 2 1 2 1 1

3 Jika jumlah anggota BMNnya 9 orang harus terdiri

2 2 2 1 1

4 Jika jumlah anggota BMNnya 11 orang harus terdiri dari

3 2 3 1 2

Sumber data primer 2009.

Ternyata Intervensi negara tidak bisa dilepaskan dari segala bentuk aturan pada pemerintahan pada tingkat lokal, sifat dan aturan dari BMN sendiri ”negara” yang diwakilkan melalui pemerintah daerah terlalu banyak mengatur tatacara termasuk tugas dan fungsi dari BMN sendiri, termasuk di Kabupaten Solok, salah satu pasal dalam perda No 7/2006, pasal 76 tentang Pembentukan BMN No 6, ada sebuah keganjilan dan ketidak sikronan dengan tugas dan fungsi dari BMN itu sendiri

” ...untuk melaksanakan proses pencalonan dan penetapan anggota BMN periode berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya masa pengabdian BMN, wali nagari membentuk panitia pencalonan dengan jumlah anggota sebanyak 7 (tujuh) orang yang terdiri dari unsur BMN 4 (empat) orang dan unsur KAN 3 tiga ) orangyang dibantu oleh sekretariat panitia yang berasal dari perangkat nagari dengan jumlah paling banyak 3 (tiga) orang yang ditetapkan dengan keputusan wali nagari...”

Padahal salah satu tugas dan fungsi dari BMN itu sendiri adalah mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian wali nagari serta pengawasa terhadap kinerja wali nagari. Bagaimana BMN bisa bekerja secara optimal kalau seandainya kegiatannya tetap berada dibawah pengawasan wali nagari. Inilah salah satu bentuk intervensi negara pada pemerintahan lokal di sumatera barat, walaupun ”negara” selalu mengikut sertakan unsur tungku tigo sajarangan, tapi

”negara” tidak bisa sepenuhnya memberikan desentralisasi dan devolusinya pada pemerintahan terendah.

D. 3. KAN ( Kerapatan Adat Nagari ) (yudikatif)

Kerapatan adat Nagari (KAN ) merupakan lembaga yang telah ada sejak tumbuh dan berkembangya masyarakat minangkabau. Keberadaan KAN ini tidak bisa dipisahkan dari ninik mamak, karena seluruh penghulu /ninik mamak yang ada dalam sebuah nagari akan tergabung dalam KAN. Setiap nagari melaksanakan kekuasaan yudikatif melalui kerapatan adat, didalam kerapatan adat berkumpul para ninik mamak yang mewakili kaumnya dan melakukan peradilan atas kaumnya. Sebagai konsekuensi dihapusnya nagari sebagai unit pemerintahan terendah pada masa orde baru, maka KAN sebagai salah satu struktur dalam nagaripun dibekukan, akan tetapi kerapatan nagari sesungguhnya masih ada. Untuk melindungi nagari sebagai kesatuan masyarakat hukum adat keluarlah perda No.13 tahun 1983, perda ini kembali mengukuhkan keberadaan KAN.

Perda propinsi Sumatera Barat No 9/2000 dan diperbaharui dengan perda No 2/2006 tentang ketentuan pokok pemerintahan nagari masing- masing kabupaten menyikapi dengan menetapkan perda kabupaten tentang pemerintahan nagari yang beragam, akan tetapi ada persamaan dengan nagari sebelum berlakunya UU No 5/1979 yakni tentang kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah nagari yakni (1) kewenangan yang berdasarkan hak asal usul, (2) kewenangan yang belum diatur oleh pemerintah yang lebih atas, (3) kewenangan untuk melaksanakan tugas pembantuan.51 Untuk menyikapi kewenangan hal sal usul ini masing- masing kabupaten melaksanakan cara yang berbeda- beda, ada yang mengatur dominan kabupaten, ada yang memberikan kesempatan kepada nagari – nagari dengan membentuk beberapa kelembagaan adat dengan nama yang berbeda- beda seperti KAN, LAN ( lembaga Adat Nagari). Disamping itu ada juga kabupaten yang berusaha memertahankan sistem yang masih ada dengan melakukan penyesuaian dengan pola yang sedang bergulir selama reformasi dengan tetap melakukan pembinaan dalam pelaksanaan pemerintahan.

Jika melihat perda No 13 tahun1983 seluruh harta kekayaan nagari di kelola oleh KAN, maka ketika devolusi kekuasaan di Sumatera Barat di serahkan 51 H. Musyair Zainuddin. 2008. Implementasi Pemerintahan Nagari Berdasarkann Hak Asal- Usul Adat Minangkabau. Yogyakarta: Ombak. Hal 22

pada nagari melalui perda No 9/2000 dan diperbaharui dengan perda No 2/2006, pengelolaan kekayaan nagari diserahkan kepada Pemerintahan nagari. Dalam perda Propinsi Sumatera Barat idak menyebutkan nama KAN , maka akan berbeda dengan kabupaten Solok. Melalui perda No 4/2001 dan direvisi dengan perda No7/2006 keberadaan KAN tetap diakui, bahkan posisi KAN dalam perda ini tetap ada. Pemerintah daerah berasumsi bahwa jika ada hal- hal yang tidak bisa diselesaikan oleh pemerintahan nagari, maka dapat diselesaikan dalam musyawarah KAN.

”...pemerintahan nagari harus mau mendengarkan dan memperhatikan pendapat dari KAN, pemerintah nagari diharapkan mengakomodir sumbang saran KAN, sehingga hubungan antara wali nagari dan KAN berjalan efektif...”52

Berdasarkan perda No 7 tahun 2006 tentang pemerintahan nagari berfungsi sebagai (a) sebagai lembaga yang mengurus dan mengelola adat nagari. (b) sebagai lembaga pendidikan pengembangan adat nagari.(c) sebagai lembaga peradilan adat nagari.(d) mengurus hukum adat dan istiadat dalam nagari. (e) memberikan kedudukan hukum menurut hukum adat terhadap hal- hal yang menyangkut harta kekayaan masyarakat.

Peneliti melihat bahwa ada dua bentuk kegamangan yang mendera masyarakat di yang ada pada nagari. Pertama, dalam imajinasi golongan elit Minang, mulai dari pemerintah, akademisi dan perantau—mencoba menjadikan institusi ‘nagari’ sebagai institusi modern. Dengan konstruksi struktur pemerintahan nagari yang berbasis modern, seperti, urgensi lembaga legislatif, yudikatif, dan eksekutif. Di samping itu kelompok ini berupaya melakukan modernisasi Sumber Daya Manusia yang akan menjalankan roda pemerintahan nagari—dengan ini, berarti Nagari diseret dalam format yang sama sekali baru. Sementara golongan kedua. Tetap komitmen dengan bentuk ‘nagari’ purba dahulu, dimana peran datuk sebagai kepala suku tetap dipertahankan dalam membangun perintahan nagari. Golongan ini mencoba berimajinasi dan melalang buana pada kehidupan ‘nagari’ masa silam. Tetapi peneliti mencoba membuat sebuah deskripsi nomotetik yaitu menggabungkan antara konsep dasar bernagari itu seperti apa lengkap dengan lembaga yang mewadahinya serta memasukan 52 Wawancara dengan Bupati Solok Pada tanggal 19 Mai .

bagaimana cara negara mengintervensi secara tidak langsung pola kekuasaan yang ada di nagari dalam bentuk membuat sebuah lembaga nagari yang sifatnya yuridis serta formal sehingga akan bertemu suatu varian yang berbeda ketika melihat pada dua analisa diatas.

Bab 7. Kesimpulan dan Saran

Dokumen terkait