KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Kegiatan teknis kefarmasian yang dilakukan di Apotek Kimia Farma No. 282 Jakarta Barat antara lain pelayanan obat atas resep dokter, pemberian informasi obat, Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), pelayanan swamedikasi dan konseling. Sedangkan kegiatan non teknis kefarmasian meliputi kegiatan manajerial apotek, promosi, pengelolaan perbekalean farmasi yakni perencanaan, penerimaan, penyimpanan, pencatatan, pelaporan, administrasi dan keuangan.
6.2. Saran
Apotek Kimia Farma No. 282 perlu melakukan pembenahan dan peningkatan pada sarana dan prasarana di Apotek seperti menyediakan tablet
crusher dan alat laminating puyer supaya proses peracikan obat khususnya puyer
DAFTAR ACUAN
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002,Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 919/Menkes/Per/X/1993 tentang Kriteria Obat yang dapat Diserahkan Tanpa Resep, Departemen Kesehatan Republik Indonesia , Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004,Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek,Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Direktur Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1990, Surat Keputusan Direktur Jendral Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 2401/A/SK/X/1990 Tentang Tata Cara Penyesuaian dan Perubahan Izin Apotek, Direktur Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1997, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Peraturan Pemerintah RI No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Quick, Jonathan D. (1997). Managing Drug Supply: The Selection, Procurement,
Distribution, and Use of Pharmaceuticals. 2nd ed. Connecticut: Kumarian Press. Hal. 629-639.
Lampiran 13. BPBA (Bon Permintaan Barang Apotek)
PT. Kimia Farma Apotek Apotek KF No. 35/282
BON PERMINTAAN BARANG APOTEK NOMOR BPBA: TANGGAL: No Nama Obat Ktgr Stock Avg. Jual Jum lah Kem asan Jml Beri Harga Satuan Jml Permintaan Askes
PT. KIMIA FARMA APOTEK APOTEK KIMIA FARMA NO. 35/282
LAPORAN IKHTISAR PENJUALAN HARIAN
Shift : Tanggal :
No Nama Pelayanan L / R Nomor Kd Tanggal Tunai Kredit Jumlah Disc
1. PENJUALAN KREDIT Resep kredit / UK SUB TOTAL 2. 3. 4. 5. 6. PENJUALAN TUNAI Alat Kesehatan / Obat Bebas / Retur Tunai / Resep Tunai / Resep UPDS / AL HV RT UM UP SUB TOTAL TOTAL Tunai : Setoran : Kartu Kredit :
Lampiran 25. Nomor urut resep kredit
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 282
JL. AIPDA KS TUBUN NO. 84 B-C, JAKARTA BARAT
PERIODE 1 APRIL – 10 MEI 2014
SKRINING RESEP
DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 282
PERIODE 1 APRIL – 10 MEI 2014
MASTIN SIBARANI 1306343826
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR LAMPIRAN ... iii BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.16 Peran Apoteker dalam Mewujudkan Keselamatan Pasien ... 3 2.17 Penggunaan Obat Rasional (POR) ... 4 2.18 Pelayanan Apotek ... 7 2.3.1 Pelayanan Resep ... 7 2.3.2 Promosi dan Edukasi ... 8 2.3.3 Pelayanan Residensial (home care) ... 8
BAB 3 METODE PELAKSANAAN ... 9
3.1 Waktu dan Tempat ... 9 3.2 Populasi dan Sampel ... 9 3.3 Metode Pengkajian ... 9 3.4 Pengolahan Data ... 9
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 10
4.1 Pelayanan Resep Dokter di Apotek Kimia Farma No. 282 ... 10 4.2 Kegiatan Skrining Resep di Apotek Kimia Farma No. 282 ... 11 4.3 Pembahasan Hasil Skrining ... 13 4.3.1 Persyaratan Administratif... 13 4.3.2 Kesesuaian Farmasetik ... 15 4.3.3 Pertimbangan Klinis ... 15 4.3.4 Three Prime Question ... 16
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 18
5.7 Kesimpulan ... 18 5.8 Saran ... 18
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. 50 Resep Pasien ... 20 Lampiran 2. Hasil Skrining 50 Resep Tunai ... 25 Lampiran 3. Three Prime Question ... 28 Lampiran 4. Alur Pelayanan Resep Tunai ... 29 Lampiran 5. Alur Pelayanan Resep Non Tunai ... 30 Lampiran 6. Form Skrining Resep 1 ... 31 Lampiran 7. Form Skrining Resep 2 ... 32
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan yang baik berperan strategis dalam perbaikan kesehatan masyarakat. Kualitas layanan farmasi dan pelayanan kefarmasian yang lebih baik dan berorientasi pada konsumen (pasien) harus terus dikembangkan agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang senantiasa berubah dan meningkat, disamping dapat mengurangi resiko pengobatan.
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (PP 51, 2009). Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien. Kegiatan pelayanan kefarmasiaan yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditas menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien (Kepmenkes 1027, 2004).
Untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian kepada masyarakat, maka pemerintah menetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dengan tujuan untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional. Untuk itu, semua tenaga kefarmasian dalam melaksanakan tugas profesinya di apotek harus mengacu pada standar yang telah ditetapkan ini.
Salah satu bentuk pelayanan yang harus diberikan Apotek kepada masyarakat adalah pelayanan resep. Pelayanan resep terdiri dari 2 kategori yaitu skrining resep dan penyiapan obat. Skrining resep adalah kegiatan pemeriksaan kelengkapan resep yang dilakukan pada saat menerima resep dari pasien. Dalam melakukan skrining resep ada 3 hal yang perlu diperhatikan yaitu persyaratan administratif, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Skrining resep merupakan hal penting yang harus dilakukan di Apotek ketika menerima resep dari pasien. Tujuannya untuk melihat kelengkapan resep, keabsahan resep dan
untuk tinjauan kerasionalan resep. Pengobatan dikatakan rasional apabila tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis dan tepat pasien.
1.2. Tujuan
Untuk menilai kelengkapan, keabsahan serta kerasional pengobatan berdasarkan skrining 50 resep yang dilayani di Apotek Kimia Farma No. 282, Jakarta Barat pada periode 1 April – 10 Mei 2014
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Peran Apoteker dalam Mewujudkan Keselamatan Pasien
Penggunaan obat rasional merupakan hal utama dari pelayanan kefarmasian. Dalam mewujudkan pengobatan rasional, keselamatan pasien menjadi masalah yang perlu di perhatikan termasuk mencegah terjadinya
medication error. Di rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lainnya,
kejadian medication error dapat dicegah jika melibatkan pelayanan farmasi klinik dari apoteker yang sudah terlatih.
Saat ini di negara-negara maju sudah ada apoteker dengan spesialisasi khusus menangani medication safety. Peran Apoteker Keselamatan Pengobatan (Medication Safety Pharmacist) meliputi :
1. Mengelola laporan medication error
Membuat kajian terhadap laporan insiden yang masuk Mencari akar permasalahan dari error yang terjadi
2. Mengidentifikasi pelaksanaan praktek profesi terbaik untuk menjamin
medication safety
Menganalisis pelaksanaan praktek yang menyebabkan medication error Mengambil langkah proaktif untuk pencegahan
Memfasilitasi perubahan proses dan sistem untuk menurunkan insiden yang sering terjadi atau berulangnya insiden sejenis
3. Mendidik staf dan klinisi terkait lainnya untuk menggalakkan praktek pengobatan yang aman
Mengembangkan program pendidikan untuk meningkatkan medication
safety dan kepatuhan terhadap aturan/SOP yang ada
4. Berpartisipasi dalam Komite/tim yang berhubungan dengan medication safety Komite Keselamatan Pasien
Dan komite terkait lainnya
5. Terlibat didalam pengembangan dan pengkajian kebijakan penggunaan obat 6. Memonitor kepatuhan terhadap standar pelaksanaan Keselamatan Pasien
7. Kembangkan Sistem Pelaporan
Pastikan semua staf Instalasi Farmasi/Apotek dengan mudah dapat melaporkan insiden kepada atasan langsung tanpa rasa takut
Beri penghargaan pada staf yang melaporkan
8. Libatkan dan Komunikasi Dengan Pasien dengan mengembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien
Pastikan setiap penyerahan obat diikuti dengan pemberian Informasi yang jelas dan tepat
Dorong pasien untuk berani bertanya dan mendiskusikan dengan apoteker tentang obat yang diterima
Lakukan komunikasi kepada pasien dan keluarga bila ada insiden serta berikan solusi tentang insiden yang dilaporkan
9. Belajar dan Berbagi Pengalaman Tentang Keselamatan Pasien Dorong staf untuk melakukan analisis penyebab masalah
Lakukan kajian insiden dan sampaikan kepada staf lainnya untuk menghindari berulangnya insiden
10. Cegah KTD dan Kejadian Sentinel dengan cara :
Gunakan informasi dengan benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden dan audit serta analisis untuk menentukan solusi
Buat solusi yang mencakup penjabaran ulang sistem (re-design system), penyesuaian SOP yang menjamin keselamatan pasien
Sosialisasikan solusi kepada seluruh staf Instalasi Farmasi/Apotek
2.2. Penggunaan Obat Rasional (POR)
Menurut World Health Organization (2010), definisi penggunaan obat rasional (rational use of medicine) adalah kondisi dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan kebutuhan klinis mereka, dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan individual, untuk jangka waktu yang tepat, dan dalam biaya terapi yang rendah, bagi pasien maupun komunitas mereka. Lebih detil lagi, penjabaran definisi ini dirangkum dalam satu slogan, yaitu ‘8 Tepat dan 1 Waspada’ yang berisi:
a. Tepat Diagnosis
Penggunaan obat harus berdasarkan penegakan diagnosis yang tepat. Ketepatan diagnosis menjadi langkah awal dalam sebuah proses pengobatan karena ketepatan pemilihan obat dan indikasi akan tergantung pada diagnosis penyakit pasien. Contohnya misalnya pasien diare yang disebabkan ameobiasis maka akan diberikan metronidazol. Jika dalam proses penegakkan diagnosisnya tidak dikemukakan penyebabnya adalah amoebiasis, terapi tidak akan menggunakan metronidazol. Pada pengobatan oleh tenaga kesehatan, diagnosis merupakan wilayah kerja dokter. Sedangkan pada swamedikasi oleh pasien, apoteker mempunyai peran sebagai second opinion untuk pasien yang telah memiliki self-diagnosis.
b. Tepat pemilihan obat
Berdasarkan diagnosis yang tepat maka harus dilakukan pemilihan obat yang tepat. Pemilihan obat yang tepat dapat ditimbang dari ketepatan kelas terapi dan jenis obat yang sesuai dengan diagnosis. Selain itu, Obat juga harus terbukti manfaat dan keamanannya. Obat juga harus merupakan jenis yang paling mudah didapatkan. Jenis obat yang akan digunakan pasien juga seharusnya jumlahnya seminimal mungkin.
c. Tepat indikasi
Pasien diberikan obat dengan indikasi yang benar sesuai diagnosa Dokter. Misalnya Antibiotik hanya diberikan kepada pasien yang terbukti terkena penyakit akibat bakteri.
d. Tepat pasien
Obat yang akan digunakan oleh pasien mempertimbangkan kondisi individu yang bersangkutan. Riwayat alergi, adanya penyakit penyerta seperti kelainan ginjal atau kerusakan hati, serta kondisi khusus misalnya hamil, laktasi, balita, dan lansia harus dipertimbangkan dalam pemilihan obat. Misalnya Pemberian obat golongan Aminoglikosida pada pasien dengan gagal ginjal akan meningkatkan resiko nefrotoksik sehingga harus dihindari.
Dosis obat yang digunakan harus sesuai range terapi obat tersebut. Obat mempunyai karakteristik farmakodinamik maupun farmakokinetik yang akan mempengaruhi kadar obat di dalam darah dan efek terapi obat. Dosis juga harus disesuaikan dengan kondisi pasien dari segi usia, bobot badan, maupun kelainan tertentu.
f. Tepat cara dan lama pemberian
Cara pemberian yang tepat harus mempertimbangkan mempertimbangkan keamanan dan kondisi pasien. Hal ini juga akan berpengaruh pada bentuksediaan dan saat pemberian obat. Misalnya pasien anak yang tidak mampu menelan tablet parasetamol dapat diganti dengan sirup. Lama pemberian meliputi frekuensi dan lama pemberian yang harus sesuai karakteristik obat dan penyakit. Frekuensi pemberian akan berkaitan dengan kadar obat dalam darah yang menghasilkan efek terapi. Contohnya penggunaan antibiotika Amoxicillin 500 mg dalam penggunaannya diberikan tiga kali sehari selama 3-5 hari akan membunuh bakteri patogen yang ada. Agar terapi berhasil dan tidak terjadi resistensi maka frekuensi dan lama pemberian harus tepat.
g. Tepat harga
Penggunaan obat tanpa indikasi yang jelas atau untuk keadaan yang sama sekali tidak memerlukan terapi obat merupakan pemborosan dan sangat membebani pasien, termasuk peresepan obat yang mahal. Contoh Pemberian antibiotik pada pasien ISPA non pneumonia dan diare non spesifik yang sebenarnya tidak diperlukan hanya merupakan pemborosan serta dapat menyebabkan efek samping yang tidak dikehendaki.
h. Tepat informasi
Kejelasan informasi tentang obat yang harus diminum atau digunakan pasien akan sangat mempengaruhi ketaatan pasien dan keberhasilan pengobatan. Misalnya pada peresepan Rifampisin harus diberi informasi bahwa urin dapat berubah menjadi berwarna merah sehingga pasien tidak akan berhenti minum obat walaupun urinnya berwarna merah.
i. Waspada efek samping
Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi. Contohnya Penggunaan Teofilin menyebabkan jantung berdebar.
Prinsip 8 Tepat dan 1 Waspada diharapkan dapat menjadi indikator untuk menganalisis rasionalitas dalam penggunaan Obat. Kampanye POR diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi belanja obat dan mempermudah akses masyarakat untuk memperoleh obat dengan harga terjangkau. POR juga dapat mencegah dampak penggunaan obat yang tidak tepat sehingga menjaga keselamatan pasien. Pada akhirnya, POR akan meningkatkan kepercayaan masyarakat (pasien) terhadap mutu pelayanan kesehatan.
2.3. Pelayanan Apotek
Peraturan yang mengatur tentang Pelayanan Apotek adalah Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/2004 meliputi:
2.3.1. Pelayanan Resep c. Skrining resep
4) Persyaratan administratif, seperti nama, SIK, dan alamat dokter, tanggal penulisan resep, nama, alamat umur, jenis kelamin. Dan berat badan pasien, nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta, cara pemakaian yang jelas, informasi lainnya.
5) Kesesuaian farmasetik : bentuk sediaan, dosis, jumlah yang diminta, cara pemakaian yang jelas, informasi lainnya.
6) Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat, dan lain-lain).
d. Penyiapan obat
8) Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas, dan memberikan etiket pada wadah.
9) Etiket harus jelas dan dapat dibaca.
10) Kemasan obat yang diserahkan harus rapi dan cocok sehingga terjaga kulaitasnya.
dilakukan apoteker disertai pemberian in formasi obat dan konseling kepada pasien.
12) Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas, dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi : cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jnagka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. 13) Apoteker harus memberikan konseling kepada pasien sehingga
dapat memperbaiki kualitas hidup pasien. Konseling terutama ditujukkan untuk pasien penyakit kronis (hipertensi, diabetes mellitus, TBC, asma, dan lain-lain).
14) Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat.
2.3.2. Promosi dan Edukasi
Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang ingin melakukan upaya pengobatan diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit yang ringan dengan memilihkan obat ynag sesuai dan apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan ini.
2.3.3. Pelayanan Residensial (home care)
Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan penyakit kronis. Untuk kegiatan ini, apoteker harus membuat catatan pengobatan pasien (medication record).
BAB 3
METODE PELAKSANAAN
3.1 Waktu dan Tempat
Pengambilan data untuk tugas khusus ini dilakukan di Apotek Kimia Farma No. 282 Jalan Aipda KS Tubun No. 84 B-C, Jakarta Barat pada tanggal 1 April – 10 Mei 2014.
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah Apotek Kimia Farma No. 282 Jakarta Barat. Sampel yang digunakan adalah resep pasien reguler yang dilayani pada periode 1 April – 10 Mei 2014 (pelayanan resep tunai).
3.3 Metode Pengkajian
Metode pengkajian dilakukan berdasarkan skrining langsung pada 50 resep tunai yang dilayani di Apotek Kimia Farma No. 282 Jakarta Barat dan studi literatur pada berbagai referensi terkait.
3.4 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan menganalisis hasil skrining resep tunai yang dilayani pada periode 1 April – Mei 2014.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini penulis mendapatkan tugas khusus untuk melakukan analisis pada hasil skrining 50 resep yang dilayani secara tunai di Apotek Kimia Farma No. 282 pada periode 1 April – 10 Mei 2014. Resep tunai yang berjumlah 50 resep tersebut terdiri dari 10 resep pasien anak-anak dan 40 resep pasien dewasa. Dari 50 resep yang telah diskrining, tidak satu pun resep yang lengkap secara administratif. Informasi yang paling sering tidak dicantumkan oleh dokter ketika menulis resep yaitu alamat pasien, tanda tangan/paraf dokter dan berat badan pasien (khususnya pasien anak-anak).
4.1. Pelayanan Resep Dokter di Apotek Kimia Farma No. 282
Pelayanan resep Dokter terdiri dari resep tunai dan resep kredit. 2. Pelayanan resep tunai
Resep tunai merupakan resep permintaan obat tertulis dari Dokter untuk pasien dan dibayar secara tunai oleh pasien.
3. Penjualan resep kredit
Resep kredit merupakan resep dimana pembayarannya dilakukan menggunakan jasa perusahaan asuransi secara berjangka. Apotek Kimia Farma No. 282 mengadakan kerjasama dengan Bank Mandiri, PLN, Star Energy, Pespampres, BPJS dan Asuransi Kesehatan Inhealth.
Untuk resep tunai setelah dilakukan skrining akan langsung diberi harga, sementara untuk resep kredit akan ditempelkan bon berwarna kuning dan untuk pasien asuransi (BPJS dan In Health) akan ditempelkan bon berwarna merah.
Dalam melakukan pelayanan resep, salah satu hal penting yang harus dilakukan oleh petugas ketika menerima resep adalah melakukan skrining terhadap resep, meliputi pemeriksaan kelengkapan administratif (nama Dokter, alamat, Nomor SIP, tanggal penulisan resep, tanda tangan/paraf Dokter, nama pasien, alamat pasien, nama obat, dosis dan potensi obat, jumlah obat dan lain-lain), kesesuaian farmasetik (bentuk sediaan, potensi, dosis, cara dan lama pemberian, dan lain-lain), dan kesesuaian klinis (efek samping, interaksi obat, dan
lain-lain). Hanya saja pelaksanaannya di Apotek, skrining resep yang dilakukan hanya sebatas skrining administratif dan farmasetik. Sedangkan skrining kesesuaian klinis belum dilakukan secara maksimal karena keterbatasan waktu.
Setelah resep selesai di skrining, selanjutnya petugas apotek akan memeriksa ketersediaan obat dan memberi harga. Apabila pasien setuju dengan harga obat dan telah membayar di kasir, maka petugas akan menyiapkan obat sesuai dengan yang diresepkan. Untuk obat yang tidak tersedia, maka akan ditawarkan substitusi yaitu dengan mengganti dengan obat lain dengan komposisi dan indikasi yang sama seperti menawarkan obat generiknya atau menawarkan kepada pasien untuk mengambil sebagian obat dalam resep dengan membuatkan salinan resep. Obat yang telah disiapkan dan diberi etiket, selanjutnya diperiksa oleh Apoteker sebelum diserahkan kepada pasien. Alur pelayanan resep tunai di Apotek Kimia Farma No. 282 dapat dilihat pada lampiran 4 dan alur pelayanan resep non tunai dapat dilihat pada lampiran 5.
4.2. Kegiatan Skrining Resep di Apotek Kimia Farma No. 282
Skrining resep telah dikerjakan di Apotek Kimia Farma No. 282 meliputi pemeriksaan administratif, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Tujuannya adalah untuk menilai kelengkapan resep, keabsahan resep dan juga kerasionalan obat yang diresepkan. Hal ini sangat penting untuk dilakukan mengingat kemungkinan terjadi medication error yang berkaitan dengan penulisan resep oleh Dokter. Dalam hal ini seorang farmasis sebagai mitra Dokter bersama-sama untuk menghindari terjadinya ketidakrasionalan pengobatan pada pasien melalui skrining resep. Form Skrining Resep dapat dilihat pada lampiran 6.
Selain cek list pada persyaratan administratif, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis, pada form skrining juga terdapat cek list three prime
question yaitu tiga pertanyaan yang diajukan kepada pasien oleh Apoteker pada
saat menyerahkan obat, seperti pada lampiran 7 . Tiga pertanyaan yang harus diajukan tersebut adalah :
1. Informasi apa yang diperoleh dari Dokter terkait manfaat obat yang diresepkan?
2. Informasi apa yang diperoleh dari Dokter terkait cara pakai obat yang diresepkan?
3. Informasi apa yang diperoleh dari Dokter terkait harapan atau tujuan pengobatan?
Tujuan pentingnya seorang Apoteker menanyakan hal tersebut pada saat penyerahan obat adalah untuk memastikan bahwa pasien mendapatkan informasi yang sama atau sejalan antara Dokter dan Apoteker, karena apabila informasi yang diterima oleh pasien dari Dokter berbeda dengan informasi yang disampaikan oleh Apoteker, maka dapat menimbulkan keraguan akan kebenaran informasi yang diterima.
Namun pada pelaksanaannya, pasien cenderung menjawab bahwa mereka tidak mengetahui tentang manfaat obat, cara pakai dan tujuan pengobatan. Hal ini