• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Ada perbedaan rata-rata kedalaman poket pada penderita hipertensi dan non penderita hipertensi. Kedalaman poket pada penderita hipertensi lebih tinggi dibandingkan non penderita hipertensi.

2. Tidak ada perbedaan rata-rata kehilangan perlekatan pada penderita hipertensi dan non penderita hipertensi.

3. Ada perbedaan rata-rata indeks perdarahan papila dimodifikasi pada penderita hipertensi dan non penderita hipertensi. Rata-rata indeks perdarahan papila dimodifikasi pada penderita hipertensi lebih tinggi dibandingkan non penderita hipertensi.

4. Ada perbedaan rata-rata OHIS pada penderita hipertensi dan non penderita hipertensi. Rata-rata OHIS pada penderita hipertensi lebih tinggi dibandingkan non penderita hipertensi.

6.2 Saran

1. Penderita hipertensi diharapkan mampu menjaga kebersihan rongga mulut secara adekuat serta rutin berkunjung ke dokter gigi untuk meningkatkan dan menjaga kebersihan rongga mulut mereka. Hal ini untuk mencegah muncul dan berkembangnya penyakit periodontal pada penderita hipertensi

2. Dokter umum dan dokter spesialis penyakit dalam diharapkan turut serta memotivasi penderita hipertensi untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut.

3. Sebagai bahan pertimbangan untuk peneliti selanjutnya, sebaiknya melakukan penelitian dengan memeriksa biomarker inflamasi pada penderita hipertensi dan dihubungkan dengan kondisi periodontal serta pengendalian variabel-variabel non eksperimental yang lebih baik sehingga diperoleh hubungan yang lebih akurat antara penyakit hipertensi dan kondisi periodontal penderitanya.

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit periodontal

Penyakit periodontal adalah inflamasi kronis yang terjadi pada jaringan lunak dan jaringan keras yang mendukung gigi di dalam soket.2 Ada dua tipe penyakit periodontal yang biasa dijumpai yaitu gingivitis dan periodontitis. Gingivitis adalah bentuk penyakit periodontal ringan yang ditandai dengan gingiva berwarna merah, bengkak, dan mudah berdarah.2,3,10 Gingivitis yang tidak dirawat akan berkembang menjadi periodontitis sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan ligamen periodontal dan tulang alveolar.3,11

Penyebab utama penyakit periodontal adalah plak dental.11 Menurut (World Health Organization) WHO pada tahun 1978, plak dental dapat didefinisikan sebagai hasil dari kolonisasi dan pertumbuhan mikroorganisme di permukaan gigi yang terdiri dari berbagai macam spesies mikroba dan bahan lainnya yang terdapat dalam matriks ekstra selular. Plak dental adalah deposit lunak yang membentuk biofilm yang menempel pada permukaan gigi atau permukaan keras lainnya di rongga mulut seperti restorasi lepasan dan cekat.12

Selain plak dental sebagai penyebab utama penyakit periodontal, ada beberapa faktor yang menjadi faktor risiko penyakit periodontal. Faktor ini dapat berada di dalam mulut atau sebagai faktor sistemik terhadap host. Secara umum faktor risiko penyakit periodontal adalah kebersihan rongga mulut, merokok, penyakit sistemik, umur, obesitas, dan jenis kelamin. 8

Penyakit periodontal mempunyai ciri-ciri klinis yaitu inflamasi pada gingiva yang ditandai dengan perdarahan pada saat probing, kehilangan perlekatan ≥ 3mm

dan kedalaman poket ≥ 4mm minimal pada dua gigi.10

2.1.1 Poket

Secara umum poket diartikan sebagai sulkus gingiva yang bertambah kedalamannya secara patologis. Bertambahnya kedalaman sulkus gingiva dapat

5

disebabkan oleh: (1) bergeraknya tepi gingiva ke arah koronal akibat adanya pertambahan besar gingiva; (2) bergeraknya perlekatan epitel penyatu ke arah apikal; atau (3) kombinasi antara keduanya. Poket dapat diklasifikasikan atas: (1) Poket gingiva, yaitu pembesaran gingiva tanpa terjadi kerusakan jaringan periodontal. Kedalaman poket tergantung pada pembesaran gingiva. (2) Poket periodontal, yaitu poket yang terjadi akibat kerusakan jaringan pendukung periodontal sehingga dapat menyebabkan kehilangan gigi.Berdasarkan lokasi dasar poket dapat diklasifikasikan atas: (1) poket supraboni, yaitu tipe poket periodontal dimana dasar sakunya berada koronal dari tulang alveolar dan (2) poket infraboni, yaitu tipe poket dimana dasar sakunya berada apikal dari level tulang alveolar yang berbatasan, dengan kata lain dinding lateral poket berada antara permukaan gigi dengan tulang alveolar (Gambar 1).13 Kedalaman poket diukur dari jarak margin gingiva ke dasar poket14. Pada keadaan normal kedalaman poket adalah 1-3 mm, bila kedalaman poket sudah 4 mm atau lebih menandakan adanya keadaan patologis.15

Gambar 1. Jenis-jenis poket. (A) Poket gingiva, belum ada kerusakan pada jaringan periodontal pendukung. (B) Poket supraboni, dasar poket berada koronal dari level tulang alveolar. (C) Poket infraboni, dasar poket berada apikal dari level tulang alveolar13

2.1.2 Kehilangan Perlekatan

Kehilangan perlekatan adalah jarak dari cemento enamel jungtional (CEJ) ke dasar poket. Penyebab kehilangan perlekatan dapat dibagi atas diinduksi plak dan

6

tidak diinduksi plak. Kehilangan perlekatan juga dikaitkan dengan adanya kebiasaan buruk seperti merokok, teknik menyikat gigi yang salah, dan penyebab iatrogenik lainnya.16 Kehilangan perlekatan pada penderita periodontitis mempunyai ciri-ciri antara lain: (1) Perpindahan posisi epitel jungsional ke arah akar gigi, (2) rusaknya serat gingiva, (3) rusaknya serat ligamen periodontal, dan (4) kehilangan dukungan tulang alveolar di sekitar gigi.17 Keparahan kehilangan perlekatan dapat diukur dan dikategorikan (Tabel 1).33

Tabel 1. Kriteria Kehilangan Perlekatan33

Kriteria kehilangan level perlekatan Skor

Kehilangan perlekatan ringan 1-2 mm

Kehilangan perlekatan sedang 3-4 mm

Kehilangan perlekatan parah ˃ 5 mm

2.1.3 Perdarahan saat Probing

Dua tanda inflamasi gingiva yang merupakan awal terjadinya gingivitis adalah peningkatan cairan sulkular dan perdarahan gingiva pada saat probing. Perdarahan pada saat probing mudah dideteksi secara klinis oleh sebab itu dapat digunakan untuk diagnosis dini dan pencegahan berkembangnya penyakit gingivitis. Perdarahan pada saat probing merupakan tanda awal yang terjadi pada penyakit gingiva dibandingkan dengan terjadinya perubahan warna ataupun tanda klinis lainnya pada gingiva. Perdarahan pada saat probing secara luas telah digunakan oleh klinisi dan ahli epidemiologi untuk mengukur prevalensi dan perkembangan penyakit gingiva, mengukur kebutuhan perawatan, dan memotivasi pasien untuk melakukan kontrol higiene oral di rumah.18

7

(a) (b)

Gambar 2. Perdarahan saat probing (a) Probing pada gingiva yang mengalami oedematus akibat gingivitis, (b) terjadinya perdarahan setelah dilakukan probing.18

2.2 Faktor Risiko Penyakit Periodontal

Selain plak dental yang merupakan penyebab utama penyakit periodontal, ada beberapa faktor lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit periodontal antara lain:

a. Kebersihan Rongga Mulut

Beberapa ahli menyatakan penyakit periodontal berhubungan dengan kebersihan rongga mulut yang buruk. Loe dkk melaporkan pada individu yang mempunyai kondisi gingiva yang sehat akan segera terkena gingivitis bila tidak melakukan pembersihan rongga mulut dua sampai tiga minggu. Hal ini menunjukkan pentingnya menjaga kebersihan rongga mulut untuk mencegah terjadinya penyakit periodontal.19

8

Merokok sebagai faktor risiko penyakit periodontal karena mempermudah penumpukan kalkulus akibat adanya stein tembakau yang menyebabkan kekasaran pada permukaan gigi, selain itu adanya panas dari asap rokok akan meningkatkan kerusakan perlekatan periodontal. Oleh karena itu, seorang perokok mempunyai risiko 2-7 kali lebih besar menderita penyakit periodontal dibandingkan dengan non perokok.19

c. Penyakit Sistemik

Secara umum penyakit sistemik tidak dapat memulai timbulnya penyakit periodontal, tetapi dapat mempercepat perkembangan dan memperhebat kerusakan periodontal yang ditimbulkan. Pada penderita diabetes melitus lebih rentan terkena penyakit periodontal terutama pada penderita diabetes melitus tidak terkontrol. Hal ini disebabkan terjadinya penebalan membran basal, perubahan biokimia, perubahan mikrobiologis, perubahan imunologis, dan perubahan berkaitan dengan kolagen.11,19

d. Umur

Banyak penelitian menunjukkan bahwa keparahan penyakit periodontal akan meningkat seiring dengan pertambahan usia. Kehilangan perlekatan pada usia 18-24 sekitar 1,2 mm akan meningkat hingga 3,6 mm pada usia 75-80 tahun.11

e. Jenis kelamin

Faktor jenis kelamin masih diragukan, ada yang menyebutkan bahwa kondisi periodontal pada laki-laki lebih parah daripada perempuan dan sebaliknya. Secara umum kondisi periodontal pada laki-laki lebih tinggi tingkat keparahannya dibandingkan dengan perempuan.11

f. Obesitas

Para ahli meneliti adanya keterkaitan obesitas dan peningkatan prevalensi penyakit periodontal sehingga obesitas juga dinyatakan sebagai faktor risiko. Saito dkk melakukan penelitian pada 241 orang dewasa Jepang dan menemukan adanya hubungan yang erat antara obesitas dan peningkatan risiko penderita periodontitis.11

9

Meningkatnya bukti yang menyatakan bahwa stres juga berpengaruh terhadap terjadinya periodontitis kronis dan perkembangan penyakit tersebut akibat adanya mekanisme dari efek stres terhadap sistem imun tubuh.19

2.3 Hipertensi

Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan penyakit darah tinggi adalah peningkatan abnormal tekanan darah, baik tekanan darah sistolik maupun tekanan darah diastolik. Pada keadaan normal, tekanan darah sistolik (saat jantung memompakan darah) kurang dari 120 mmHg dan tekanan darah diastolik (saat jantung istirahat) kurang dari 80 mmHg.20 Hipertensi dengan peningkatan tekanan sistolik tanpa disertai peningkatan diastolik lebih sering pada lansia, sedangkan hipertensi peningkatan tekanan diastolik tanpa disertai peningkatan tekanan sistolik lebih sering terdapat pada dewasa muda.21 Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 yang diselenggarakan oleh Kementrian Kesehatan menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 26,5 persen dari total penduduk berusia

≥18 tahun.22

Perhimpunan Hipertensi Indonesia (PERHI) membuat batasan yang disebut hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah sistolik di atas 140 mmHg dan tekanan darah diastolik di atas 85 mmHg. Tekanan darah disebut optimal bila berada pada kisaran 120 mmHg/70 mmHg.20

2.3.1 Patogenesis Hipertensi

Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi antara faktor-faktor risiko tertentu. Faktor-faktor risiko yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah:23

1. Faktor risiko seperti diet dan asupan garam, stres, ras, obesitas, merokok, genetik 2. Sistem saraf simpatis yaitu tonus simpatis dan variasi diurnal

3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi: endotel pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos, dan interstisium juga memberikan kontributor akhir

10

4. Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin, angiotensin dan aldosteron

Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar Tekanan darah = Curah jantung x Tahanan perifer (Gambar 3).

11

Gambar 3. Faktor-faktor yang berpengaruh pada tekanan darah23

2.3.2 Klasifikasi Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi atas 2 golongan yaitu:23 (1) Hipertensi primer atau esensial yaitu hipertensi yang belum diketahui penyebabnya. (2) Hipertensi sekunder atau non esensial yaitu hipertensi yang sudah diketahui penyebabnya. Berbagai klasifikasi tekanan darah digunakan diseluruh dunia salah satunya klasifikasi tekanan darah oleh Joint National Committee 7 (JNC 7) (Tabel 2).

Tabel 2. Klasifikasi tekanan darah pada usia dewasa 18 tahun ke atas menurut JNC 724

Klasifikasi tekanan darah

Tekanan Darah Sistolik (mmHg)

Tekanan darah Diastolik (mmHg) Normal <120 <80 Prehipertensi 120-139 80-89 Hipertensi Derajat 1 140-159 90-99 Hipertensi Derajat 2 ≥160 ≥100 Asupan garam berlebih Jumlah nefron berkurang Stress Perubahan

genetis Obesitas Bahan-bahan yang berasal dari endotel Retensi natrium ginjal Penurunan permukaan filtrasi Aktivitas berlebih saraf simpatis Renin angiotensin berlebih Perubahan membran sel Hiper-insullnemia

Volume Cairan Kontriksi vena

preload Kontraktilitas Konstriksi fungsional

Hipertrofi struktural

TEKANAN DARAH = CURAH JANTUNG X TAHANAN PERIFER

Osteoregulasi

12

2.3.3 Faktor-faktor risiko hipertensi

Berikut ini adalah faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan hipertensi : 1. Umur

Umur memengaruhi terjadinya hipertensi. Bertambahnya umur menjadikan risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi, yaitu sekitar 40% dengan kematian diatas 65 tahun.21,25

2. Jenis kelamin

Faktor jenis kelamin berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi, dimana pria lebih banyak yang menderita hipertensi dibandingkan dengan wanita, dengan rasio sekitar 2,29 untuk peningkatan tekanan darah sistolik. Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan perempuan. Namun, setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada wanita meningkat. Bahkan setelah usia 65 tahun terjadinya hipertensi pada perempuan lebih tinggi.21,25

3. Faktor genetik

Riwayat keluarga yang menderita hipertensi juga meningkatkan risiko terkena hipertensi, terutama pada hipertensi primer (esensial). Tentunya faktor genetik juga dipengaruhi oleh faktor lain yang kemudian menyebabkan seseorang menderita hipertensi. Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi maka sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya.25

4. Penyakit sistemik

Penyakit sistemik seperti diabetes melitus juga merupakan salah satu penyebab terjadinya hipertensi, terutama bila kadar gula darah dalam tubuh tidak terkendali dengan baik. Bila kadar gula darah tidak normal, maka akan mengakibatkan penurunan volume plasma darah sehingga konsentrasi hemoglobin atau sel darah merah meningkat dan cairan darah menjadi lebih pekat.25

5. Merokok

Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel

13

pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses arterosklerosis dan tekanan darah tinggi. Merokok juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pembuluh darah arteri.25

6. Asupan garam yang tinggi

Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada sekitar 60% kasus hipertensi primer terjadi respon penurunan tekanan darah dengan mengurangi asupan garam.25

7. Kegemukan (obesitas)

Kegemukan (obesitas) adalah presentase abnormalitas lemak yang dinyatakan dalam Indeks Masa Tubuh (Body Mass Index) yaitu perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam meter. Kaitan erat antara kelebihan berat badan dan kenaikan tekanan darah telah dilaporkan oleh beberapa penelitian.

Berat badan dan indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi lansung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Obesitas bukanlah penyebab hipertensi namun prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang-orang gemuk 5 kali lebih besar dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih (overweight).25

8. Alkohol

Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun, diduga peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah berperan dalam menaikkan tekanan darah. Beberapa penelitian menunjukkan hubungan langsung antara tekanan darah dan asupan alkohol, diantaranya melaporkan bahwa efek terhadap tekanan darah baru nampak apabila mengkonsumsi sekitar 2-3 gelas ukuran standar setiap harinya.25

14

Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah dan bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan. Pada orang normotensi dan kurang gerak mempunyai risiko 20-50% lebih besar untuk terkena hipertensi selama masa hidupnya jika dibandingkan dengan orang yang lebih aktif. Pada orang tertentu dengan melakukan olahraga aerobik yang teratur dapat menurunkan tekanan dan menjaga tekanan darah tetap normal tanpa perlu sampai berat badan turun.25

10. Faktor lingkungan

Adanya polusi udara, polusi suara, dan air yang tercemar ternyata telah diindikasikan sebagai faktor penyebab darah tinggi. Meskipun diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai hal ini. Melindungi diri dari polusi termasuk skala prioritas dengan alasan bahwa selain mempengaruhi kesehatan dengan banyak cara juga memiliki pengaruh terhadap terjadinya hipertensi.25

11. Faktor psikososial dan stres

Stres adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya transaksi antara individu dengan lingkungannya yang mendorong seseorang untuk mempersepsikan adanya perbedaan antara tuntutan situasi dan sumber daya (biologis, psikologis, dan sosial) yang ada pada diri seseorang. Stres (rasa tertekan, murung, marah, dendam, rasa takut, dan rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah meningkat. Jika stres berlangsung lama, tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organik atau perubahan patologis.25

2.4 Hubungan Kondisi Klinis Periodontal dan Hipertensi

Penyakit periodontal dihubungkan dengan adanya dental plak atau lapisan

biofilm yang ada di permukaan gigi.3 Lapisan biofilm terdiri lebih dari 700 spesies bakteri yang berada di rongga mulut dan didominasi oleh bakteri anaerob Gram negatif contohnya Porphyromonas gingivalis, Aggregatibacter actinomycetemcomitans, dan Treponema denticola.1,3

15

Perkembangan penyakit periodontal tidak hanya disebabkan oleh adanya lapisan biofilm pada permukaan gigi, host yang rentan juga turut berperan dalam perkembangan penyakit periodontal.3 Biofilm memproduksi berbagai macam produk biologis aktif seperti lipopolisakarida bakteri, peptida kemotaktik, racun protein, dan asam organik.1,3,26 Adanya produksi dan keluarnya prostaglandin dan sitokin proinflamasi seperti interleukin-1 beta (IL-1β), interleukin-6 (IL-6), interleukin-8 (IL-8), dan tumor necrosis factor-alpha (TNF-α) dipicu karena adanya rangsangan dari biofilm gigi.1,3 Produk aktif biologis dan host yang rentan menjadi penyebab kerusakan jaringan periodontal. Produk-produk aktif biologi tersebut juga menjadi jalur penyakit kardiovaskular dan peradangan pada mukosa.3

Penyakit periodontal dan hipertensi dihubungkan oleh adanya inflamasi, infeksi oral, stres oksidatif, dan disfungsi endotelial.

2.4.1 Inflamasi

Hipertensi dan penyakit periodontal adalah dua penyakit yang terlihat tidak mempunyai hubungan. Namun, penyakit periodontal terutama periodontitis adalah infeksi kronis yang mengarah ke peradangan, sehingga penyakit periodontal akhir-akhir ini telah berkembang sebagai faktor risiko hipertensi. Respon inflamasi pada penderita periodontitis merupakan faktor penting yang dapat memberikan efek terhadap regulasi tekanan darah. Tingkat serum high sensitivity CRP (hs-CRP) merupakan sebuah reaktan fase akut yang dapat memprediksi adanya penyakit kardiovaskular akan meningkat pada pasien yang menderita penyakit periodontal dan menurun setelah dilakukan perawatan periodontal.3

Beberapa mediator inflamasi lainnya seperti interleukin-6 dan TNFα akan

meningkat pada penderita periodontitis. Pada penderita penyakit periodontal jumlah sel-sel darah putih dan fibrinogen akan meningkat.25 Penelitian yang dilakukan oleh Fabio Vidal dkk, pada penderita periodontitis dan hipertensi menunjukkan adanya penurunan kadar CRP, fibrinogen, dan interleukin-6 setelah dilakukan perawatan periodontal.9

16

2.4.2 Infeksi Oral

Infeksi bakteri periodontal juga terlibat dalam perkembangan hipertensi. Adanya akumulasi bakteri anaerob Gram negatif dari plak sub gingiva seperti P. gingivalis, Prevotella intermedia, Prevotella nigrescens, Tannerella forsythia, Treponema denticola, Fusobacterium nucleatum, Aggregatibacter actinomycetemcomitans, dan Campylobacter rectus merusak jaringan gingiva oleh proteolisis kemudian masuk kedalam sirkulasi sitemik, hal ini menyebabkan terjadinya bakterimia. Selanjutnya, bakteri patogen tersebut dapat menyerang dinding arteri sehingga menyebabkan peradangan pada pembuluh darah. Porphyromonas gingivalis dilaporkan mampu menyebabkan aktivasi sel endotel dan trombosit. Aktivasi sel endotel ini juga terlibat dalam patogenesis hipertensi.3

2.4.3 Stres Oksidatif

Stres oksidatif adalah suatu kondisi di mana terjadi produksi berlebihan reaktif oksigen disertai dengan peningkatan pembentukan radikal bebas dan penurunan kadar antioksidan. Reaktif oksigen seperti anion superoksida dan hidrogen peroksida merupakan molekul reaktif kimia yang dapat merusak komponen seluler seperti membran lipid, asam nukleat, dan protein.3 Reaktif oksigen juga merupakan mediator terjadinya vasokonstriksi dan peradangan pembuluh darah yang berhubungan erat dengan hipertensi.3,26

Periodontitis menginduksi produksi reaktif oksigen yang berlebihan di jaringan periodontal. Oleh sebab itu, reaktif oksigen terlibat dalam patogenensis kerusakan jaringan periodontal. Kondisi periodontitis yang semakin parah akan mengakibatkan reaktif oksigen meningkat sebagai respon adanya peradangan pada jaringan periodontal. Hal ini menyebabkan reaktif oksigen akan masuk ke sirkulasi sitemik yang dapat mengakibatkan rusaknya berbagai organ. Oleh karena itu peningkatan stres oksidatif yang ditimbulkan oleh periodontitis dapat merugikan kesehatan sistemik.3

17

2.4.4 Disfungsi Endotel

Mekanisme yang dapat menjelaskan hubungan antara hipertensi dan penyakit periodontal adalah disfungsi endotel yang berperan penting dalam terjadinya hipertensi.26 Penyakit periodontal dapat menyebabkan terjadinya disfungsi endotel yang akan meningkatkan risiko hipertensi. Adanya peradangan atau stres oksidatif dapat merusak matriks ekstraseluler, hal ini memungkinkan penyakit periodontal mempunyai dampak merugikan pada sistem aliran darah.3,26 Kerusakan matriks ekstraseluler menyebabkan terjadinya perubahan stuktural dan fungsional yang mempengaruhi adhesi sel dan proliferasi sel sehingga menyebabkan penurunan elastisitas dari aorta yang berperan terhadap terjadinya hipertensi.3

2.5 Kondisi Periodontal pada Penderita Hipertensi

Penelitian Leye, dkk menemukan bahwa higiene oral pada penderita hipertensi lebih buruk, selain itu inflamasi gingiva yang ditandai dengan perdarahan pada saat probing lebih berat dibandingkan dengan non penderita hipertensi. Penelitian ini juga menunjukkan adanya hubungan yang erat antara periodontitis dan hipertensi.10 Holmlund, dkk yang melakukan pemeriksaan periodontal dan radiologi pada lebih dari 4200 orang dewasa di Swedia juga menyimpulkan adanya hubungan antara periodontitis dan hipertensi.28 The 3rd National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III) menyelenggarakan penelitian pada 12.000 orang dewasa untuk diperiksa hubungan antara penyakit periodontal dan tekanan darah. Penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan antara tekanan darah sistolik dan periodontitis pada dewasa muda.26 Desvarieux, dkk menyimpulkan dari 653 pasien oral infection and vascular disease epidemiological study (INVEST) kedalaman pada saat probing meningkat 3mm atau lebih pada penderita peningkatan tekanan darah diastolik dan pada laki-laki peningkatan terjadi dua kali lebih besar dibandingkan perempuan.29 Prevalensi kedalaman poket 5 mm atau lebih berhubungan dengan hipertensi atau tekanan darah tinggi yang juga dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, merokok, dan jumlah gigi yang ada.31 Kumar, dkk melakukan penelitian pada 465 penderita hipertensi menemukan 85,38% pasien mengalami perdarahan pada saat

18

probing dan gingiva bewarna merah.32 Penelitian Masashi, dkk pada wanita berusia 46-58 tahun menyimpulkan periodontitis menyebabkan peningkatan tekanan darah karena adanya inflamasi kronis dan mekanisme stres oksidatif. 30

19

2.6 Profil Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan

Pada saat awal didirikan, Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik merupakan Rumah Sakit Umum Kelas A di Medan yang berdasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 335/Menkes/SK/VII/1990. Namun nama rumah sakit ini mengalami perubahan yang pada mulanya bernama Rumah Sakit Umum Kelas A di Medan menjadi Rumah Sakit

Dokumen terkait