• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam BAB V penulis menguraikan kesimpulan hal-hal yang telah dikemukan dan beberapa saranyang menjadi bahan masukan untuk mengatasi permasalahan dalam Praktik Kerja Lapangan Mandiri

BAB II

GAMBARAN UMUM KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA LUBUK PAKAM

A.Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

Pada tahun 1987 Kantor Pelayanan Pajak masih disebut Kantor Inspeksi Pajak. Pada saat itu ada 2 (dua) Kantor Inspeksi Pajak yaitu Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran. Dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat didalam pelayanan pembayaran pajak, maka berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 267/KMK.01/1989 diadakanlah perubahan secara menyeluruh pada Direktorat Jendral Pajak yang mencakup reorganisasi Kantor Inspeksi Pajak yang diganti nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak sekaligus dibentuk Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.

Berdasarkan pada keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.785/KMK.01/1993 tertanggal 3 agustus 1993 Kantor Pelayanan Pajak berubah menjadi 4 (empat) wilayah kerja yaitu;

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur 2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat 3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara 4. Kantor Pelayanan Pajak Binjai

Untuk mengimplentasikan konsep administrasi perpajakan modern yang berorientasi pada pelayanan dan pengawasan, maka struktur organisasi Direktorat Jendral Pajak perlu diubah, baik di level kantor pusat sebagai pembuat kebijakan maupun level kantor operasional sebagai pelaksana implementasi kebijakan. Sebagai langkah pertama, untuk memudahkan wajib pajak , ketiga jenis kantor pajak yang ada yaitu, Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB), Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak(Karipka) dilebur menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP Pratama).

Adapun Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Sumatera Utarat I (Kanwil Sumut I) akan mengoperasikan delapan unit kantor pelayanan modern yang dijuluki Kantor Pelayanan Pajak Pratama. Ke delapan KPP Pratama dimaksud yakni enam unit KPP konvensional yang ada saat ini dimodernisasi dan ditambah dua KPP baru. Keenam KPP konvensional yang dijadikan KPP Pratama yakni:

1. KPP Pratama Medan Belawan 2. KPP Pratama Medan Barat 3. KPP Pratama Medan Polonia 4. KPP Pratama Medan Kota 5. KPP Pratama Medan Timur 6. KPP Pratama Binjai

Dua KPP baru yang dibentuk adalah 1. KPP Pratama Medan Petisah

KPP Pratama Lubuk Pakam sebelumnya adalah Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Lubuk Pakam yang berada dibawah organisasi Kanwil Sumut II. Sejak dileburnya ketiga jenis Kantor Pelayanan Pajak menjadi satu, maka Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Lubuk Pakam berubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam dan berada dibawah organisasi Kanwil Sumut I.

Sesuai dengan Keputusan DJP Nomor KEP-95/PJ/2008/ Tentang Saat Mulai Operassi (SMO) Kantor Pelayanan Pajak Pratama di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Sumatera Utara I, maka Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam ditetapkan mulai beroperasi tanggal 27 Mei 2008.

B.Visi dan Misi

Pernyataan Visi :

“MENJADI INSTITUSI PEMERINTAH YANG MENYELENGGARAKAN SISTEM ADMINISTRASI PERPAJAKAN MODERN YANG EFEKTIF, EFISIEN, DAN DIPERCAYA MASYARAKAT DENGAN INTEGRITAS DAN PROFESIONALISME YANG TINGGI”

Pernyataan misi :

“MENGHIMPUN PENERIMAAN PAJAK NEGARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN YANG MAMPU MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PEMBIAYAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA MELALUI SISTEM ADMINISTRASI PERPAJAKAN YANG EFEKTIF DAN EFISIEN.”

C.Struktur Organisasi KPP Pratama Lubuk Pakam

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam adalah instansi vertikal

Direktorat Jendral Pajak yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada kepala Kanwil Sumut I yang mempunyai struktur organisasi sebagai berikut: 1. Sub Bagian Umum

Sub Bagian Umum terdiri dari 3 bagian: a) Tata Usaha dan Kepegawaian

Tugasnya adalah menyelenggarkan tugas pelayanan di bidang tata usaha dan kepagawaian dengan cara melakukan pengurusan surat, pengetikan surat, pengetikan dan pengadaan , penataan berkas penyusunan arsip, tata usaha kepagawaian dan pengiriman laporan agar dapat menunjang tugas Kantor Pelayanan Pajak

b) Keuangan

Tugasnya adalah merencanakan kebutuhan selama 1 tahun dan melakukan pendanaan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama agar dapat menunjang kelancaran tugas Kantor Pelayanan Pajak Pratama.

c) Bagian Rumah Tangga

Tugasnya adalah melakukan seluruh urusan rumah tangga dan urusan perlengkapan Kantor Pelayanan Pajak Pratama agar dapat menunjang kelancaran tugas Kantor Pelayanan Pajak Pratama.

2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)

Seksi Pengolahan Data dan Informasi dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang tugasnya adalah mengkoordinasikan urusan pengolahan data dan penyajian informasi, pembuatan monografi pajak, penggalian potensi perpajakan serta ektensifikasi wajib pajak dan intensifikasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Seksi Pengolahan Data dan Informasi mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha penerimaan perpajakan, pengalokasian Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi SPT dan e-Filing, pelaksanaa i-SISMIOP dan SIG, serta penyiapan laporan kinerja.

3. Seksi Pelayanan

Seksi pelayanan mempunyai tugas melakukan penetapan dan penertiban produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan serta penerimaan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi wajib pajak serta melakukan kerjasama perpajakan.

4. Seksi Penagihan

Seksi penagihan mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan piutang pajak, penundaan angsuran tunggakan pajak, penagihan aktif, usulan penghapusan piutang pajak serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.

5. Seksi Pemeriksaan

Seksi pemeriksaan mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran surat perintah pemeriksaan pajak serta administrasi perpajakan lainnya. 6. Seksi Ekstensifikasi

Seksi ekstensifikasi perpajakan mempunyai tugas melakukan pengamatan potensi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, pembentukan dan pemutakhiran basis data nilai objek pajak dalam menunjang ekstensifikasi.

7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (Waskon) I, II, III

Seksi pengawasan dan Konsultasi I, Seksi pengawasan konsultasi II, Seksi Pengawasan dan Konsultasi III, masing-masing mempunyai tugas melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak, bimbingan/himbauan kepada wajib pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil wajib pajak, analisis kinerja wajib pajak, melakukan rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, usulan pembentukan ketetapan pajak, usulan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan,dan melakukan evaluasi hasil banding.

BAB III

GAMBARAN DATA PRAKTIK

A.Pengertian Pajak

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperuan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

B.Fungsi Pajak

Ada dua fungsi pajak, yaitu: 1. Fungsi Budgetair

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara eksentifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan lain-lain

2. Fungsi regulerend

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

contoh -

a) pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras.

b) pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif.

c) tarif pajak untuk ekspor sebesar 0% untuk mendorong ekspor produk Indonesia dipasar dunia.

C.Teori-Teori Yang Mendukung Pemungutan Pajak

Terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi

pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak. teori-teori tersebut antara lain: 1. Teori Asuransi

Negara dalam melaksanakan tugasnya, mencakup pula tugas melindungi jiwa raga dan harta benda perorangan. Oleh sebab itu, negara disamakan dengan perusahaan asuransi, warga negara membayar pajak sebagi premi untuk mendapat perlindungan,

2. Teori Kepentingan

Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalkan perlindunga) masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara semakin tinggi pajak yang harus dibayar.

3. Teori Daya Pikul

Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang

4. Teori Bakti

Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya, sebagai warga negara yang berbakti rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban

5. Teori Daya Pikul

Menurut teori ini, dapat disamakan dengan pompa yaitu, mengambil daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara dan kemudian memelihara hidup masyarakat untuk membawanya ke arah tertentu.

D.Cara Pemungutan Pajak

Dalam era globalisasi skarang ini, batas negara tidak jelas bagi wajib pajak dalam mencari dan memperoleh penghasilan, sehingga penentuan cara pemungutan pajak ini penting untuk menentukan negara mana yang berhak memungut pajak. Ada 3 cara yang bisa dilakukan yaitu:

1. Asas Domilisi (Tempat Tinggal)

Dalam asas ini, negara di mana wajib pajak bertempat tinggal berhak memungut pajak terhadap wajib pajak tanpa melihat dari mana pendapatan diperoleh, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri dan tanpa melihat kebangsaan wajib pajak tersebut.

2. Asas Sumber

Menurut asas ini, negara yang menjadi sumber pendapatan/penghasilan tersebut berhak memungut pajak tanpa memerhatikan domisili dan kewarganegaraan wajib pajak.

3. Asas Kebnagsaan (Nationaliteit)

Dalam asas ini, pemungut pajak didasarkan pada kebangsaan atau kewargangaraan dari wajib pajak, tanpa melihat dari mana sumber pendapatan/penghasilan tersebut maupun di negara mana tempat tinggal dari wajib pajak yang bersangkutan.

Indonesia sendiri menganut asas WorldwideIncome, sehingga tidak membedakan sumber penghasilan dalam mengenakan pajak kepada wajib pajak dalam negeri. Tetapi untuk wajib pajak luar negeri Indonesia menganut asas sumber, sehingga setiap wajib pajak luar negeri yang memperoleh penghasilan di Indonesia akan dikenakan Pajak.

E.Pengertian Wajib Pajak

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 , wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

F.Pengertian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

Untuk memperoleh NPWP, wajib pajak wajib mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) dengan mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan persyaratan administrasi yang diperlukan. Dengan identitas ini wajib pajak dapat dengan mudah menyelesaikan segala urusan yang berkaitan dengan pemungutan kewajiban perpajakan, baik mengenai pembayaran pajak, kepindahan lokasi usaha, perubahan badan usaha atau kegiatan lain yang diisyaratkan untuk memiliki identitas perpajakan.

Wajib Pajak yang harus mempunyai NPWP adalah sebagai berikut:

1. Orang pribadi yang penghasilan satu tahun melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

3. Warisan yang belum terbagi 4. Wajib Pajak badan usaha 5. Bentuk Usaha Tetap (BUT)

6. Pemotong pajak atau pemungut pajak tertentu.

Sedangkan yang tidak diwajibkan mempunyai NPWP adalah:

1. Orang pribadi yang penghasilannya dalam satu tahun tidak melebihi PTKP 2. Wanita kawin tidak dengan perjanjian pisah harta dan penghasilan.

G.Dasar Hukum Nomor Pokok Wajib Pajak

Dasar hukum NPWP adalah

1. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.03/2008 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

3. Peraturan Direktorat Jendral Pajak Nomor-44/PJ/2008 tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Perubahan data, dan Pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak.

H.Format Nomor Pokok Wajib Pajak

NPWP terdiri dari 15 digit, yaitu 9 digit pertama merupakan Kode Wajib Pajak dan 6 digit berikutnya merupakan Kode Administrasi Perpajakan. Formatnya adalah sebagai berikut: XX.XXX.XXX.X-XXX.XXX

Berikut penjelasannya:

1. Dua digit pertama adalah identitas Wajib Pajak a) 01 s/d 03 = Wajib Pajak Badan

b) 04 dan 06 = Wajib Pajak Pengusaha c) 05 = Wajib Pajak Karyawan

d) 07 s/d 09 = Wajib Pajak Orang Pribadi

2. Enam digit kedua merupakan nomor registrasi/nomor urut yang diberikan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak kepada Kantor Pelayanan Pajak

3. Satu digit ketiga diberikan untuk Kantor Pelayanan Pajak sebagai alat pengaman agar tidak terjadi pemalsuan dan kesalahan NPWP

4. Tiga digit keempat adalah kode KPP

5. Tiga digit terakhir adalah status Wajib Pajak (tunggal, pusat, atau cabang) a) 000 = tunggal atau pusat

I.Fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak

Setiap wajib pajak dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan di haruskan mencantumkan NPWP yang di milikinya. Fungsi dari NPWP tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bagi Wajib Pajak :

a) Untuk mengetahui identitas wajib pajak.

b) Untuk memenuhi kewajiban-kewajiban perpajakan misalnya dalam Surat Setoran Pajak(SSP) yang ditetapkan sendiri maupun pemotong / pemungut oleh pihak ketiga harus mencantumkan NPWP.

c) Untuk mendapatkan pelayanan dari instansi-instansi tertentu yang mewajibkan mencantumkan NPWP daalm dokumen-dokumen yang dilakukan seperti dokumen impor dan dokumen ekspor. d) Untuk keperluan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) masa atau

tahunan. 2. Bagi Fiskus:

a) Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan Administrasi Perpajakan.

b) Untuk keperluan yang berhubungan dengan dokumen perpajakannya, karena yang berhubungan dengan dokumen perpajakan di haruskan mencantumkan NPWP.

J.Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak Serta Pelaporan dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Secara Langsung

1. Wajib Pajak yang akan mendaftarkan diri wajib mengisi Formulir Pendaftaran Wajib Pajak.

2. Pengisian dan penandatanganan formulir dapat dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri atau oleh orang lain yang diberi kuasa Khusus.

3. Penyampaian formulir pendaftaran Wajib Pajak yang telah diisi dan

ditandatangani, dapat dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri atau orang lain yang diberi kuasa penuh, ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) setempat dengan melampirkan :

a. Untuk Wajib Pajak orang pribadi nonusahawan

Cukup dengan melampirkan fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/Kartu Keluarga/Surat Izin Mengemudi (SIM)/paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimum lurah atau kepala desa bagi orang asing.

• Fotokopi KTP/Kartu Keluarga/sim/paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimum lurah atau kepala desa bagi orang asing.

• Fotokopi surat izin usaha atau surat keterangan tempat usaha dari instansi yang berwenang.

c. Untuk Wajib Pajak Badan

• Fotokopi akta pendirian

• Fotokopi KTP salah satu pengurus

• Fotokopi surat izin usaha atau surat keterangan tempat usaha dari instansi yang berwenang.

d. Untuk bendaharawan sebagai pemungut/pemotong pajak

• Fotokopi surat penunjukan sebagai bendaharawan

• Fotokopi tanda bukti dari KTP/Kartu Keluarga/SIM/paspor. e. Untuk Joint Operation sebagai Wajib Pajak pemotong/pemungut

Fotokopi perjanjian kerja sama sebagai Joint Operation

Fotokopi NPWP masing-masing anggota Joint Operation

• Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat pernyataan tempat tinggal/domisili dari yang bersangkutan bagi orang asing (formulir ditentukan Direktorat Jenderal Pajak), dari salah seorang pengurus Joint Operation.

f. Apabila Wajib Pajak pemohon berstatus cabang maka harus melampirkan fotokopi kartu NPWP atau bukti pendaftaran Wajib Pajak kantor pusat. Apabila permohonan ditandatangani oleh orang lain, maka perlu dilengkapi dengan surat kuasa.

Secara online (e-Registration)

1. Membuka situs Direktorat Jendral Pajak dengan alamat: 2. Memilih sistem e-Registration

3. Membuat account dengan melakukan login pada sistem e-Registration

4. Login ke sistem e-Registration dengan mengisi username dan password yang sudah dibuat

5. Memilih menu “Permohonan Pendaftaran NPWP dan/atau Pengukuhan PKP” 6. Memilih jenis wajib pajak yang sesuai (orang pribadi , badan, atau Bendahara) 7. Mengisi formulir permohonan dengan lengkap dan benar

8. Memilih tombol “daftar” untuk mengirim formulir registrsi wajib pajak secara elektronik ke Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak terdaftar

9. Mencetak formulir permohonan yang sudah diisi secara lengkap 10.Mencetak Surat Keterangan Terdaftar Sementara (SKTS)

11.Wajib pajak dapat mengirim formulir dan SKTS serta dokumen persyaratan baik secara langsung maupun melalui jasa pos/pegiriman

K.Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak

Penghapusan NPWP dilakukan oleh Direktur Jendral Pajak apabila telah memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Wajib pajak orang pribadi yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan .

2. Wajib pajak meninggal dunia, disyaratkan dengan adanya fotokopi akta/laporan kematian dari instansi yang berwenang.

3. Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, disyaratkan dengan adanya surat nikah/akta perkawinan dari catatan sipil. 4. Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai subjek pajak apabila

telah selesai dibagi, disyaratkan adanya keterangan tentang selesainya warisan tersebut dibagi oleh para ahli waris.

5. Wajib pajak badan yang telah dibubarkan secara resmi,disyaratkan adanya akta pembubaran yang dikukuhkan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang.

6. Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya sebagai BUT, disyaratkan adanya permohonan wajib pajak yang dilampiri dokumen yang mendukung bahwa BUT tersebut tidak memenuhi syarat lagi untuk dapat digolongkan sebagai wajib pajak.

Direktur Jendral Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan penghapusan NPWP dalam jangka waktu 6 (enam) bulan

untuk wajib pajak orang pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk wajib pajak badan, sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud telah lewat dan Direktur Jendral Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan penghapusan NPWP dianggap dikabulkan.

L.Sanksi Nomor Pokok wajib Pajak

Terhadap wajib pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk NPWP dikenakakan sanksi perpajakan sebagaimana di atur pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, yaitu yang setiap orang dengan sengaja :

1. tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.

2. menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP.

3. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT).

4. menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap.

5. menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 29.

6. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya.

7. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain. 8. tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar

pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara program aplikasi on-line di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (11).

9. tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.

Sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang terutang atau kurang bayar.

Pidana tersebut ditambahkan 1(satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana dibidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.

Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (eman) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling lama 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.

M.Hak dan Kewajiban Setelah Memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak

Perpajakan di Indonesia menganut sistem Self Assessment, yaitu wajib pajak menghitung, memperhitungkan, membayar, melaporkan jumlah pajak yang terutang yang menjadi kewajibannya. Dengan dianutnya sistem Self Assessment dalam sistem perpajakan di Indonesia maka pengetahuan perpajakan yang memadai merupakan salah satu syarat yang harus dimiliki oleh wajib pajak agar dapat memenuhi kewajibannya secara baik dan benar. Oleh karena itu informasi yang cukup tentang hak dan kewajiban wajib pajak setelah memperoleh NPWP harus dapat tersosialisasi dengan baik dan utuh.

Wajib pajak yang telah memiliki NPWP mempunyai hak :

1. Hak untuk menjaga Kerahasian Wajib Pajak

Wajib pajak mempunyai hak untuk mendapat perlindungan kerahasian atas segala sesuatu informasi yang telah disampaikan kepada DJP dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Disamping itu pihak lain yang melakukan tugas di bidang perpajakan juga dilarang mengungkapkan kerahasiaan wajib pajak, termasuk tenaga ahli seperti ahli bahasa, akuntan, pengacara yang ditunjuk oleh DJP untuk membantu pelaksanaan Undang-Undang Perpajakan 2. Hak untuk Membetulkan Surat Pemberitahuan (SPT)

Wajib pajak dapat melakukan pembetulan SPT apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan, dengan syarat belum melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun

Dokumen terkait