• Tidak ada hasil yang ditemukan

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan BAB II

PEWARISAN MENURUT KUH PERDATA

A. Pengertian Hukum Waris

Hukum waris merupakan salah satu hal yang terpenting dalam tatanan kehidupan sehari-hari. Di dalam kenyataannya hukum waris mendapat tempat di lingkungan Hukum Indonesia, karena hukum waris adalah separangkat aturan hukum yang mengatur tentang harta peninggalan dari pewaris kepada ahli waris.

Dalam hukum perdata pada Pasal 830 menjelaskan bahwa pewarisan hanya berlangsung karena kematian, hal tersebut memberi pengertian bahwa dalam kehidupan setiap orang hanya wajib mendapat warisan ketika si pewaris telah meninggal dunia atau menghadapi kematian.

Secara hukum, pewarisan juga merupakan satu dari yang terpenting di mana harta warisan harus dibagi kepada ahli warisnya dengan jatah dan porsinya masing-masing sesuai dengan ketentuan hukum pewarisan.

Menurut KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek), terutama pasal 528 tentang hak mewaris diidentikkan dengan hak kebendaan, sedangkan ketentuan dari pasal 584 KUH Perdata menyangkut hak waris sebagai salah satu cara untuk memperoleh kebendaan. Oleh karenanya ditempatkan dalam buku ke-2 KUH Perdata (tentang Benda). 4

Penempatan hukum kewarisan dalam buku ke-2 KUH Perdata ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan ahli hukum, karena mereka berpendapat

4

Djumhana Muhammad Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (Sejarah dan Prakteknya di Indonesia), Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hlm. 45.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

bahwa dalam hukum kewarisan tidak hanya tempat sebagai hukum benda saja, tetapi terkait beberapa aspek hukum lainnya, misalnya hukum perorangan dan kekeluargaan. Menurut Staatsblad 1925 Nomor 145 jo. 447 yang telah diubah, ditambah, dan sebagainya, terakhir dengan S.1929 No. 221 Pasal 131 jo. Pasal 163, hukum kewarisan yang diatur dalam KUH Perdata tersebut diberlakukan bagi orang-orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan orang-orang-orang-orang Eropa tersebut.

Dengan Staatsblad 1917 Nomor 129 jo. Staatsblad 1924 Nomor 557, hukum kewarisan dalam KUH Perdata diberlakukan bagi orang-orang Timur Asing Tionghoa. Dan berdasarkan Staatsblad 1917 Nomor 12, tentang penundukan diri terhadap hukum Eropa, maka bagi orang-orang Indonesia dimungkinkan pula menggunakan kewarisan yang tertuang dalam KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek), yang diberlakukan kepada :

1. Orang-orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan orang Eropa, misalnya Inggris, Jerman, Prancis, Amerika, dan termasuk orang-orang Jepang; 2. Orang-orang Timur Asing Tionghoa dan;

3. Orang Timur Asing lainnya dan orang-orang pribumi yang menundukkan diri terhadap hukum. 5

Bagi orang Indonesia yang beragama Islam, maka penetapan hukum kewarisan diatur menurut hukum Islam dan proses pembagiannya dilakukan dengan mekanisme hukum faraid. 6

5

H.M. Idris Ramulyo, Perbandingan hukum Kewarisan Islam dengan Kewarisan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Edisi Revisi, Sinar Grafika, 2004, hlm. 67.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

Selanjutnya menurut KUH Perdata, ada 2 (dua) cara untuk mendapatkan warisan, yaitu :

a. Ahli waris menurut ketentuan Undang-Undang dan; b. Karena ditunjuk dalam surat wasiat (testament)

Mengenai pengertian hukum waris atau hukum kewarisan di sini dapat dijelaskan bahwa hukum kewarisan adalah “Himpunan aturan-aturan hukum yang mengatuir tentang siapa ahli waris yang berhak mewarisi harta peninggalan dari orang yang meninggal dunia, bagaimana kedudukan ahli waris, berapa perolehan masing-masing secara adil dan sempurna”. 7

Sedangkan menurut KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek) sebagaimana yang diungkapkan oleh Wirjono Projodikoro, mantan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, menyatakan bahwa “hukum waris adalah hukum-hukum atau peraturan-peraturan yang mengatur apakah dan bagaimanakah berbagai hak-hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup”. 8

Dalam hukum waris Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku suatu asas, bahwa hanyalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan harta benda saja yang dapat diwariskan. Oleh karena itu hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekeluargaan pada umumnya hak-hak dan kewajiban-kewajiban kepribadian misalnya hak-hak Kemudian menurut Subekti dalam Pokok-Pokok Hukum Perdata tidak menyebutkan definisi hukum kewarisan, beliau mengatakan asas hukum waris sebagai berikut :

6

Asrori Zain, Pembagian Dalam Islam, Tintamas, Jakarta, 1981, hlm. 56.

7

Ibid, hlm. 57.

8

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

dan kewajiban sebagai seorang suami atau sebagai seorang ayah tidak dapat diwariskan, begitu pula hak-hak dan kewajiban-kewajiban seorang sebagai anggota suatu perkumpulan. 9

Dengan demikian maka sangat jelas bahwa hukum waris merupakan salah satu seperangkat hukum yang mengatur tentang proses pembagian warisan baik Akan tetapi, menurut Subekti ada juga satu atau dua pengecualian, misalnya hak seorang bapak untuk menyangkal sah anaknya dan di pihak lain hak seorang anak untuk menuntut supaya ia dinyatakan sebagai anak yang sah dari bapak atau ibunya, menurut Undang-Undang beralih pada (diwarisi( oleh ahli waris masing-masing yang mempunyai hak-hak itu. Sebaliknya ada juga hak dan kewajiban yang terletak dalam lapangan hukum kebendaan atau perjanjian tetapi tidak beralih kepada ahli waris orang yang meninggal, misalnya hak vruchtgebruik atau suatu perjanjian poerburuhan di mana seorang akan melakukan suatu pekerjaan dengan tenaganya sendiri.

Atau juga suatu perjanjian perkongsian dagang, baik yang berbentuk

maatschap (perseroan) menurut KUH Perdata (BW), maupun yang berbentuk firma

menurut WvK (yang menurut Undang-Undang diakhiri dengan meninggalnya salah satu persero.

Dari pengertian hukum waris yang disampaikan oleh para ahli waris di atas, dapat memberikan penjelasan bahwa hukum kewarisan atau hukum waris adalah merupakan seperangkat hukum yang memberikan pengaturan mengenai pewaris dan ahli waris yang menerima harta warisan baik berbentuk benda dan perseorangan.

9

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

menurut menurut porsi atau bagian dari masing-masing ahli waris yang ditinggalkan oleh si pemberi waris atau yang meninggal dunia.

B. Pengertian dan Unsur Pewarisan

Apabila membicarakan masalah warisan, maka akan sampai kepada empat masalah pokok yang satu dan lainnya tidak dapat dipisahkan masalah pokok tersebut di antaranya adalah :

1. Adanya seorang yang meninggal dunia, 2. Adanya harta yang ditinggalkan,

3. Adanya ahli waris yang ditinggalkan,

4. Adanya pembagian harta warisan menurut ketentuan hukum waris. 10

Setiap orang mempunyai hak dan kewajiban yakni berhak untuk hidup dalam masyarakat, berhak mempunyai hak milik, berhak mempunyai tempat kediaman, dan di sampinjg hak-hak tersebut, mereka mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap anggota keluarganya, anak-anak beserta isteri, kewajiban umum terhadap masyarakat seperti membayar iuran retribusi desa dan lain sebagainya.

Bila seorang manusia sebagai individu meninggal dunia maka akan timkbul pertanyaan bagaimana hubungan yang meninggal dunia itu dengan yang ditinggalkan serta kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi, terutama dalam masalah kekayaan (vermogensrecht) dari orang yang meninggal dunia. Demikian itu membutuhkan aturan-aturan hukum yang mengatur bagaimana caranya hubungan yang meninggal

10

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

dunia dengan harta benda yang ditinggalkan, siapa yang mengurus atau mewarisi, dan bagaimana cara peralihan harta tersebut kepada yang masih hidup.

Maka timbullah masalah kewarisan, yakni masalah harta benda (kekayaan) dari orang-orang yang meninggal dunia dengan orang-orang yang ditinggalkan (ahli waris). Siapa yang berhak menerimanya, individu atau badan hukum secara kolektif, bagaimana kalau ahli waris lebih dari seorang, hal-hal demikian menimbulkan aturan-aturan hukum yang mengatur tentang siapa-siapa dan badan hukum apa yang berhak menerima warisan, bagaimana pembagian masing-masing ahli waris, aturan dan cara-cara pengurusan tersebut menimbulkan hukum kewarisan. Dari uraian tersebut dapat diambil kesimpulan sementara tentang apa yang dimaksud dengan harta warisan seseorang. Harta warisan atau harta peninggalan adalah harta kekayaan dari seseorang yang meninggal dunia dapat berupa :

1. Harta kekayaan yang berwujud dan dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya piutang yang hendak ditagih (activa).

2. Harta kekayaan yang merupakan utang-utang yang harus dibayar pada saat meninggal dunia (passiva)

3. Harta kekayaan yang masih bercampur dengan harta bawaan masing-masing suami isteri, harta bersama dan sebagainya yang dapat pula berupa :

a. Harta bawaan suami isteri atau isteri atau suami saja yang diperoleh/dinilai sebelum mereka menikah baik berasal berasal dari usaha sendiri, maupun harta yang diperoleh sebagai warisan mereka masing-masing.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

b. Harta bawaan yang diperoleh/dimiliki setelah mereka menikah dan menjadi suami-isteri tetapi bukan karena usahanya (usaha mereka bersama-sama sebagai suami isteri), misalnya karena menerima hibah warisan pemberian dari orangtua mereka masing-masing.

c. Selama harta yang diperoleh selama dalam perkawinan atau usaha mereka berdua suami isteri atau salah seorang dari mereka menurut Undang-Undang menjadi harta bersama.

4. Harta bawaan yang tidak dapat dimiliki langsung oleh mereka suami-isteri misalnya harta pustaka dari klan, suku atau kerabat mereka yang dibawa sebagai modal pertama dalam perkawinan yang harus kembali kepada asalnya.

Jadi harta warisan atau harta peninggalan tersebut ialah harta yang merupakan harta peninggalan yang dapat dibagi secara individual kepada ahli waris, yaitu harta peninggalan keseluruhannya sesudah dikurangi dengan harta bawaan suami isteri, harta bawaan dari klan/suku atau harta suku, dikurangi lagi dengan utang-utang orang yang meninggal dunia dan wasiat. Sementara pengertian pewaris adalah orang-orang yang berhak mendapatkan dan menerima harta peningalan dari orang yang sudah meninggal dengan dikurangi utang-utang orang yang sudah meninggal dunia dan wasiatnya. 11

11

Ibid, hlm. 89.

Ahli waris adalah sekumpulan orang atau kerabat yang ada hubungan kekeluargaan dengan orang yang sudah meninggal dunia dan berhak mewarisi atau menerima harta peninggalan yang ditinggal oleh seorang (pewaris) antara lain :

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

1. Anak-anak beserta keturunan dari orang yang meninggal dunia, baik laki-laki maupun perempuan sampai derajat tak terbatas ke bawah.

2. Orangtua, yaitu ibu dan bapak dari orang yang meninggal dunia

3. Saudara-saudara baik laki-laki maupun perempuan beserta keturunannya sampai derajat tak terbatas

4. Suami atau isteri yang hidup terlama

5. Datuk atau kakek, bila tidak ada nomor 1, 2 dan 3 tersebut di atas

6. Keturunan dari datuk dan nenek, bila tidak ada sama sekali kelompok 1,2,3 dan 4 7. Apabila tidak ada sama sekali ahli waris baik keluarga sedarah maupun semenda

sampai dengan derajat keenam maka warisan diurus oleh baitul mal, seperti Lembaga BHP (Balai Harta Peninggalan) dalam sistem di Negara Republik Indonesia

Menurut Wirjono Projodikoro, bahwa pengertian kewarisan menurut KUH Perdata memperlihatkan beberapa unsur sebagai berikut :

a. Seorang peninggal warisan atau erflater yang pada wafatnya meninggalkan kekayaan. Unsur pertama ini menimbulkan persoalan, bagaimana dan sampai di mana hubungan seseorang peninggal warisan dengan kekayaannya dipengaruhi oleh sifat lingkungan kekeluargaan di mana peninggal warisan berada.

b. Seseorang atau beberapa ahli waris (erfgenaam) yang berhak menerima kekayaan yang ditinggalkan itu, menimbulkan persoalan bagaimana dan

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

sampai di mana harus ada tali kekeluargaan antara peninggal warisan dan ahli waris agar kekayaan peninggal warisan dapat beralih kepada ahli waris.

c. Harta warisan (nalatenschap) yaitu wujud kekayaan yang ditinggalkan dan beralih kepada ahli waris itu menimbulkan persoalan, bagaimana dan sampai di mana wujud kekayaan yang beralih itu, dipengaruhi oleh sifat lingkungan kekeluargaan, di mana peninggal warisan dan ahli waris bersama-sama berada.

Ini adalah unsur pewarisan yang menjadi tolok ukur dalam proses pembagian warisan dari pewaris kepada ahli waris.

C. Harta Peninggalan dan Warisan

Peraturan hukum waris tidak hanya mengalami pengaruh perubahan-perubahan sosial dan semakin eratnya pertalian keluarga yang berakibat semakin longgarnya pertalian klan dan suku saja, melainkan juga mengalami pengaruh sistem-sistem hukum asing yang mendapatkan kekuasaan berdasarkan atas agama karena ada hubungannya lahirnya yang tertentu dengan agama itu dan kekuasaan tadi misalnya dipraktekkan atas soal-soal yang konkrit oleh hakim-hakim agama, walaupun poengaruhnya itu atas hukum waris tidak begitu ketara seperti atas hukum perkawinan yaitu tergantung dari kekuatan bentuk-bentuknya hukum waris sendiri.

Pertama-tama di sini akan dibicarakan hal harta peninggalan yang tetap tidak dibagi-bagi, sesudah itu hal perbuatan-perbuatan hukum yang mengakibatkan atau mempengaruhi pembagiannya, selanjutnya hal ahli waris di mana tiada wasiat

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

(abintsetaad) dan kemudian hal diwarisinya bagian-bagian yang tertentu daripada harta peninggalan dan hutang-hutang.

Adanya harta peninggalan tetap tinggal tak dibagi-bagi itu dalam bentuk beberapa lingkungan hukum ada hubungannya dengan aturan bahwa harta benda yang ditinggalkan oleh kakek-kakek (dan nenek-nenek) itu tidak mungkin dimiliki, melainkan secara milik bersama beserta waris lainnya yang satu dengan lainnya merupakan suatu kebulatan yang tak dapat terbagi-bagi. 12

Seseorang sewaktu hidupnya telah memperoleh harta benda atas usahanya sendiri (harta pencarian) maka bila ia mati barang-barang itu jatuh ke tangan anak cucunya yang berhak atasnya sebagai warisan yang bulat dan tak terbagi-bagi, anak cucu mana sewaktu hidupnya selalu juga sudah ada hubungannya terhadap barang-barang tadi sebagai waris. Bilamana misalnya di Minangkabau seorang perempuan mati yang mempunyai sawah sebagai milik perseorangan, maka sawah itu menjadi Harta kerabat di Minangkabau ialah harta pusaka dan tanah-tanah kerabat Dati di Jazirah Hitu di pulau Ambon, kesemuanya itu dapat dipakai, sebagai contoh masing-masing anak memiliki barang-barang kerabat, tanah-tanah pertanian, pekarangan dengan rumah dan ternaknya, keris-keris dan perhiasan-perhiasan emas, intan, masing-masing perempuan atau laki-laki yang meninggal dunia meninggalkan gabungan perseorangan-perseorangan (personen-complex) tadi untuk berlangsung terus dengan tiada gangguannya.

12

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

milik bersama yang tak terbagi-bagi daripada anak-anaknya dan itu disebut harta pusaka. 13

1. Mereka yang telah dihukum karena dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh si yang meninggal.

Harta peninggalan menurut hukum perdata menyatakan bahwa sesungguhnya harta peninggalan yang ditinggal mati seseorang menjadi hak milik yang ditinggalkan oleh para kerabat dan ahli warisnya. Dalam pasal 832 KUH Perdata yang menyatakan bahwa “menurut Undang-Undang yang berhak untuk menjadi ahli waris adalah para keluarga sedarah, baik sah, maupun luar kawin dan si suami atau isteri yang hidup terlama, semua menurut peraturan tertera di bawah ini”.

Keluarga sedarah, maupun si yang hidup terlama di antara suami isteri, tidak ada, maka segala harta peninggalan si yang meninggal, menjadi milik negara, yang mana berwajib akan melunasi segala utangnya, sekedar harga harta peninggalan mencukupi untuk itu. Sekalian ahli waris dengan sendirinya karena hukum memperoleh hak milik atas segala barang, segala hak dan segala piutang si yang meninggal.

Mereka yang dianggap tidak patut menjadi ahli waris dari pewarisan ialah :

2. Mereka yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena secara fitnah telah mengajukan pengaduan terhadap pada si yang meninggal ialah suatu pengaduan telah melakukan sesuatu kejahatan yang terancam dengan hukuman penjara lima tahun lamanya atau hukuman yang lebih berat.

13

K. Ng. Soebakti Poesponoto, Asas-asas dan Hukum Adat, Pradnya Paramitha, Jakarta, 2001, hlm. 90.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

3. Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah si yang meninggal untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya

4. Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si yang meninggal.

Hal-hal tentang utang-utang orang yang telah meninggal dunia menurut KUH Perdata perlu dipelajari dahulu tentang warisan yang terbuka. Jika yang terbuka suatu warisan seorang ahli waris dapat memilih apakah dia akan menerima atau menolak warisan itu atau dengan cara lain, yaitu menerima dengan ketentuan ia tidak akan diwajibkan membayar utang-utang orang yang meninggal di mana melebihi bagiannya dalam warisan itu. 14

Akan tetapi, para pihak yang berkepentingan berhak menggugat para ahli waris agar menyatakan sikapnya. Seorang ahli waris yang digugat atau dituntut untuk

Penerimaan secara penuh (zuiver-aan vaading), dapat dilakukan secara tegas atau secara diam-diam (stillzwijgende-aanvaarding). Dengan tegas jika seseorang dengan suatu akta menerima kedudukannya sebagai ahli waris. Secara diam-diam (stillzwijgende), apabila ia melakukan suatu perbuatan, misalnya mengambil atau menjual barang-barang warisan atau melunasi utang-utang orang yang meninggal dunia, dapat dianggap telah menerima warisan itu secara penuh

(zuivers-aanvaarding), undang-undang tidak menetapkan suatu waktu, seorang harus

menentukan sikapnya menolak atau menerima warisan.

14

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

menentukan sikapnya mempunyai hak untuk meminta suatu waktu untuk berpikir (termijn van beraard), hingga selama empat bulan. 15

D. Hak Cipta Sebagai Harta Warisan

Kemudian menolak warisan secara penuh, jadi tidak bertanggung jawab atas utang-utang si yang meninggal dunia, sehingga apabila dalam hal meninggalnya seorang keluarga yang mempunyai hubungan darah atau semenda tetapi ia tidak menerima atau menolak warisan secara penuh karena dilihatnya lebih besar utang yang meninggal dibandingkan dengan harta warisan yang akan ia terima, jadi secara hukum yang tidak menerima atau menolak warisan terlepas dari tanggung jawab utang-utang yang meninggal dunia.

Sedangkan menerima dengan bersyarat, kemungkinan ini bagi seorang ahli waris merupakan jalan tengah antara menerima dan menolak, di mana yang dinamakan menerima dengan voorrecht van boedelbeschrijibing atau beneficiare

aanvaarding.

Prinsip dalam pemberian perlindungan hak cipta ialah pemberian perlindungan kepada semua ciptaan warga negara Indonesia dengan tidak memandang tempat di mana ciptaan diumumkan untuk pertama kalinya. Penciptaan yang diciptakan oleh setiap warga negara Indonesia harus menciptakan sesuatu yang asli dalam artian tidak meniru. Karena memang penciptaan yang dihasilkan dari ilmu pengetahuan harus memiliki keaslian dan dilindungi oleh Undang-Undang. 16

15

Ibid.

16

Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Citra Adiya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 234.

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

Di sisi lain ada beberapa istilah yang harus dipahami mengenai hak cipta tersebut. Di antaranya misalnya istilah pencipta, ciptaan, pemegang hak cipta, pengumuman, perbanyakan dan potret. Istilah-istilah ini mempunyai kaitan yang sangat erat sekali dengan hak cipta yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002. berikut dijelaskan pengertian-pengertian dari istilah di atas, dalam pasal 1 butir 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002, yaitu :

1. Hak cipta adalah hak ekskusif bagi pencipta atau penerima hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya ataupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan. Ketrampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.

3. Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta dalam bentuk khas apapun juga dalam lapangan ilmu, seni dan sastra.

4. Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dan pencipta atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.

5. Pengumuman adalah pembacaan, penyuaraan, penyiaran atau penyebaran sesuatu ciptaan, dengan menggunakan alat apapun dan dengan cara sedemikian rupa sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar atau dilihat oleh orang lain;

6. perbanyakan adalah menambah jumlah sesuatu ciptaan, dengan

pembuatan yang sama, hampir sama atau menyerupai ciptaan tersebut dengan mempergunakan bahan-bahan yang sama maupun yang tidak sama, termasuk mengalihwujudkan sesuatu ciptaan.

7. Potret adalah gambaran dengan cara dan alat apapun dari wajah orang yang digambarkan gaik bersama bagian tubuh lainnya maupun tidak.

Dari pengertian istilah-istilah yang telah dijelaskan di atas, maka pada dasarnya hak cipta adalah merupakan dasar atau pilar bagi seseorang ataupun

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

Dokumen terkait