• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan Menurut KUHPerdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan Menurut KUHPerdata Dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

PERBANDINGAN PENGALIHAN HAK CIPTA KEPADA AHLI WARIS

SECARA PEWARISAN MENURUT KUHPERDATA DAN MENURUT

UNDANG-UNDANG HAK CIPTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dalam Memenuhi Syarat-syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Oleh

IRWAN DWI HARJO PASCA DINANTA PURBA NIP. 030200203

Departemen Hukum Keperdataan

Program Kekhususan Hukum Perdata Dagang

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(2)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris

Secara Pewarisan Menurut KUHPerdata dan Menurut Undang-Undang Hak Cipta

Skripsi

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dalam Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai

Gelar Sarjana Hukum

Oleh

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba

NIP. 030200203

Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Perdata Dagang

Menyetujui :

(Prof. DR. Tan Kamello, SH, MS)

NIP. 131764556

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

(O.K. Saidin, SH, M.Hum) (Syamsul Rizal, SH. M.Hum)

NIP. 131916172 NIP. 131870595

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan ABSTRAK

Hak cipta adalah merupakan hasil/penemuan yang merupakan kreativitas

manusia di bidang seni, sastra dan ilmu pengetahuan. Oleh karena hak cipta ini

mempunyai nilai ekonomi dan dapat diperjual belikan maka dalam ketentuan

Undang-undang hak cipta nasional telah memberi perllindungan hukum bagi hak

cipta tersebut. Salah satu hak cipta yang dlindungi dalam ketentuan Undang-undang

hak cipta tersebut adlah hak cipta atas karya musik dan lagu. Musik terlahir dari

kekuatan cipta, karsa dan karya serta pengorbanan pikiran dan tenaga dan waktu

penciptanya, dan juga merupakan cerminan peradaban manusia.

Adapun tujuan dari penulisa skripsi ini adalah : pertama, untuk mengetahui

bagaimana pengaturan mengenai pewrisan hak cipta di Indonesia. Kedua, untuk

mengetahui bagaimana pengaturan mengenai pewarisan dalam KUH Perdata di

Indonesia. Ketiga, untuk mengetahui bagaimana kedudukan hak cipta selanjutnya

setelah pembagian warisan menurut UU Hak Cipta dan KUH Perdata.

Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode

peneltian yang menggunakan library research/penulisan kepustakaan, maksudnya

adalah penelitian dipusatkan pada studi kepustakaan untuk mendapatkan data-data

yang relevan dengan penyusunan skripsi ini, yaitu melalui buku-buku,

(4)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

Dengan penulisan skripsi ini, maka dapat diketahui bahwa, pertama, hak cipta

yang diwariskan oleh pewaris kepada ahli waris menurut Undang-undang Hak Cipta

hanya berlangsung paling lama lima puluh tahun.

Kedua, hak cipta yang diwariskan oleh pewaris kepada ahli waris menurut

KUH Perdata berlangsung selama-lamanya menjadi milik ahli waris sampai ia

meninggal dunia.

Ketiga, kedudukan hak cipta selanjutnya setelah pembagian warisan adalah

bahwa kedudukan hak cipta tersebut masih tetap diakui dan dilindungi oleh

undang hak cipta tanpa terkecuali, tetapi tetap mengacu pada ketentuan

Undang-undang tersebut. Karena sesungguhnya hak cipta yang dimiliki oleh si pencipta yang

meningal dunia harus tetap dilestarikan dan dijaga ciptaannya dan harus tetap dibayar

royaltinya kepada ahli warisnya sepanjang ciptaannya masih tetap digunakan oleh

(5)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 3

D. Keaslian Penulisan ... 4

E. Tinjauan Kepustakaan ... 4

F. Metode Penulisan ... 5

G. Sistematika Penulisan ... 6

BAB II PEWARISAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Hukum Waris ... 8

B. Pengertian dan Unsur Pewarisan ... 12

C. Harta Peninggalan dan Warisan ... 16

D. Hak Cipta Sebagai Harta Warisan ... 20

BAB III TINJAUAN TERHADAP UNDANG-UNDANG HAK CIPTA A. Pengertian Hak Cipta ... 31

B. Fungsi dan Sifat Hak Cipta ... 33

C. Pemegang Hak Cipta ... 35

D. Pembatasan Hak Cipta ... 38

(6)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

F. Hak Moral (Moral Right) ... 41

G. Jangka Waktu Pemilikan Hak Cipta ... 42

H. Perlindungan Hak Cipta Sebagai Hak Milik ... 44

BAB IV PEMBAGIAN DAN KEDUDUKAN HAK CIPTA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG HAK CIPTA UU NO. 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA) DAN KUH PERDATA A. Hak Cipta Yang Dapat Menjadi Objek Warisan ... 47

A.1. Hak Cipta Yang Merupakan Hak Kebendaan ... 49

A.2. Hak Cipta Yang Merupakan Hak Kekayaan Immateriil ... 53

B. Pembagian Hak Cipta Dalam Warisan ... 57

C. Kedudukan Hak Cipta Selanjutnya Setelah Pembagian Pewarisan ... 60

D. Persamaan dan Perbedaan Pewarisan Menurut UU Hak Cipta dan KUH Perdata ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 70

B. Saran ... 71

(7)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam rangka pembangunan di bidang hukum demi mendorong dan

melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil karya ilmu, seni dan sastra serta

mempercepat pertumbuhan, kecerdasan kehidupan bangsa perlu sekali dibuat sebuah

preangkat hukum yang berkaitan dengan Hak Cipta. Undang-Undang tentang Hak

Cipta Auterswet 1912 Staatblad Np. 600 Tahun 1912 diubah dengan Undang-Undang

Nomor 6 Tahun 1982 diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1987 kemudian

diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1992 dan diubah lagi dengan

Undang Nomor 19 tahun 1997 dan yang terakhir diubah menjadi

Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 yang berlaku sekarang. Perubahan tersebut dilatar

belakangi bahwa Undang-Undang sebelumnya sudah tidak sesuai lagi dengan

kebutuhan dan cita-cita hukum nasional. Dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun

2002 selain dimasukkan unsur baru mengingat teknologi, diletakkan juga unsur

kepribadian Indonesia yang mengayomi baik kepentingan individu maupun

masyarakat sehingga terdapat keseimbangan yang serasi antara kedua kepentingan

tersebut. Walaupun dalam pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002

ditentukan bahwa Hak Cipta adalah Hak ekslusif, tetapi sesuai dengan jiwa yang

(8)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

sosial”, dalam arti bahwa hak eksklusif itu haknya dibatasi dengan “kepentingan

umum”.

Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

a. Pada kemungkinan membatasi hak cipta demi kepentingan umum atau

kepentingan Nasional, maka diwajibkan memberi ganti rugi kepada

pencipta.

b. Adanya pengurangan waktu berlakunya hak cipta dari 50 (lima puluh)

tahun

c. Ada kemungkinan hak cipta diberikan kepada negara atas benda budaya

nasional.1

Untuk memudahkan pembuktian dalam hal sengketa mengenai hak cipta.

Dalam peraturan Undang-Undang Hak Cipta diatur tentang pendaftaran Hak Cipta.

Pendaftaran ciptaan ini memang tidak mutlak dilakukan, karena tanpa pendaftaran

pun hak cipta dilindungi oleh hukum. Hanya mengenai Hak Cipta yang tidak

didaftarkan akan lebih sukar dan lebih memakan waktu untuk membuktikannya, di

samping itu hak cipta dapat juga dialihkan kepada orang lain, di mana pengalihan hak

cipta ini diatur oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta,

pengalihan Hak Cipta ini berguna untuk melindungi dan memelihara hasil ciptaannya

yang diperoleh dari ilmu pengetahuannya.

Dalam hal ini, maka penulis sangat tertarik untuk mengkaji dan menganalisa

mengenai kedudukan pengalihan cipta kepada pihak lain secara pewarisan menurut

1

(9)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

KUH Perdata dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang

(10)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan B. Rumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dalam penulisan penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Hak cipta yang bagaimana dapoat menjadi objek warisan menurut KUHP Perdata

dan Undang-Undang Hak Cipta.

b. Bagaimana pembagian Hak Cipta dalam Warisan menurut KUH Perdata dan

Undang-Undang Hak Cipta.

c. Bagaimana kedudukan Hak Cipta selanjutnya setelah pembagian warisan menurut

KUH Perdata dan Undang-Undang Hak Cipta.

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut :

a. Secara teoritis akan memberikan sumbangsih bagi ilmu pengetahuan mengenai

pengetahuan tentang pengalihan Hak Cipta kepada pihak lain secara pewarisan

menurut KUH Perdata dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak

Cipta.

b. Secara praktis dapat dijadikan sandaran bagi para pencipta untuk dapat

mengalihkan Hak Ciptanya kepada pihak lain agar dapat melindungi dan

memelihara hasil ciptaannya.

c. Untuk mengetahui hak cipta yang bagaimana dapat menjadi objek warisan

(11)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

d. Untuk mengetahui pembagian Hak Cipta dalam warisan menurut KUH Perdata

dan Undang-Undang Hak Cipta.

e. Untuk mengetahui tentang kedudukan Hak Cipta selanjutnya setelah pembagian

warisan menurut KUH Perdata dan Undang-Undang Hak Cipta.

D. Keaslian Penulisan

Masalah perbandingan Pewarisan menurut KUH Perdata dengan Pewarisan

menurut UU Nomor 19 Tahun 2002 banyak sekali menarik perhatian tiap-tiap orang,

baik masyarakat umum, kalangan akademik maupun praktisi, akan tetapi sepanjang

pengetahuan penulis bahwa belum pernah mengetahui/melihat adanya penulisan

mengenai Perbandingan Pewarisan menurut KUH Perdata dengan Pewarisan menurut

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. Namun apabila ternyata telah pernah

dilaksanakan penulisan yang sama, maka diharapokan penulisan skripsi ini dapat

melengkapi dan dipertanggung jawabkan.

E. Tinjauan Kepustakaan

Hukum waris diatur dalam buku II KUH Perdata, jadi hukum waris mendapat

pengaturannya dalam buku II, bersamaan dengan pembicaraan benda pada umumnya.

Menurut Subekti bahwa Hukum Waris adalah suatu peraturan yang mengatur

(12)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

tersebut mencanangkan suatu asas dalam hukum waris, bahwa yang berpinjdah dalam

pewarisan adalah kekayaan si pewaris. 2

1. Hak milik hasil pemikiran (intelektual), melekat pada pemiliknya bersifat tetap

dan eksklusif.

Menurut Abdulkadir Muhammad bahwa hukum waris merupakan harta

kekayaan berupa benda yang berwujud, berbeda halnya dengan hak cipta yang

merupakan benda immateriil yaitu benda tidak berwujud tergolong dalam HAKI.

Konsep Hak Kekayaan Intelektual meliputi :

2. Hak yang diperoleh pihak lain atas izin dari pemilik, bersifat sementara. 3

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 19/2002 tentang Hak Cipta

menyebutkan bahwa Hak Cipta adalah hak eksklu8sif bagi pencipta atau

penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau

memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan

menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

F. Metode Penulisan

Untuk mengetahui hasil yang maksimal guna tercapainya bagian dari

penulisan ini, maka diupayakan pengumpulan data yang baik dan layak, sesuai

dengan :

1. Materi Penulisan

2

Subekti, Pewarisan, Intermasa, Jakarta, 2001, hlm. 10.

3

(13)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

Materi penulisan yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini bersumber

dari data sekunder. Data sekunder ini di dapat melalui :

a. Bahan hukum primer, berupa bahan buku yang meliputi peraturan

perundang-undangan yang berhubungan dengan kedudukan pengalihan hak cipta kepada

pihak lain secara pewarisan seperti Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002

tentang Hak Cipta.

b. Bahan hukum sekunder, berupa bahan-bahan perpustakaan yakni buku-buku

dan literatur-literatur lainnya yang berkaitan dengan kedudukan pengalihan

hak cipta kepada pihak lain secara pewarisan.

2. Alat Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dalam pembahasan skripsi ini, maka penulisan

dilakukan dengan cara metode normatif yaitu mengumpulkan data dan informasi

dengan bantuan buku karangan ilmiah, artikel-artikel dan juga perundang-undangan

yang berkaitan atau berhubungan dengan pembahasan skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan, terdiri dari 6 (enam) sub bahasan yaitu : Latar Belakang,

Rumusan Permasalahan, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan,

(14)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan Bab II : Definisi dan Unsur Pewarisan Menurut KUH Perdata terdiri dari 4

(empat) sub bahasan yaitu : Pengertian Hukum Waris, Pengertian dan Unsur

Pewarisan, Harta Peninggalan dan Warisan, Hak Cipta Sebagai Harta Warisan.

Bab III : Tinjauan Terhadap Undang-Undang Hak Cipta terdiri dari 8 (delapan)

sub bahasan yaitu : Pengertian Hak Cipta, Fungsi dan Sifat Hak Cipta, Pemegang

Hak Cipta, Pembatasan Hak Cipta, Pendaftaran Hak Cipta, Hak Moral, Jangka Waktu

Pemilikan Hak Cipta, Perlindungan Hak Cipta Sebagai Hak Milik.

Bab IV : Pembagian dan Kedudukan Hak Cipta Berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta (UU Nomor 19 tahun 2002 Tentang Hak Cipta) dan KUH Perdata

terdiri dari 4 (empat) sub bahasan yaitu Hak Cipta yang dapat menjadi objek warisan,

pembagian Hak Cipta dalam Warisan, Kedudukan hak cipta selanjutnya setelah

pembagian pewarisan, persamaan, dan perbedaan pewarisan menurut

Undang-Undang Hak Cipta dan KUH Perdata.

(15)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan BAB II

PEWARISAN MENURUT KUH PERDATA

A. Pengertian Hukum Waris

Hukum waris merupakan salah satu hal yang terpenting dalam tatanan

kehidupan sehari-hari. Di dalam kenyataannya hukum waris mendapat tempat di

lingkungan Hukum Indonesia, karena hukum waris adalah separangkat aturan hukum

yang mengatur tentang harta peninggalan dari pewaris kepada ahli waris.

Dalam hukum perdata pada Pasal 830 menjelaskan bahwa pewarisan hanya

berlangsung karena kematian, hal tersebut memberi pengertian bahwa dalam

kehidupan setiap orang hanya wajib mendapat warisan ketika si pewaris telah

meninggal dunia atau menghadapi kematian.

Secara hukum, pewarisan juga merupakan satu dari yang terpenting di mana

harta warisan harus dibagi kepada ahli warisnya dengan jatah dan porsinya

masing-masing sesuai dengan ketentuan hukum pewarisan.

Menurut KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek), terutama pasal 528 tentang hak

mewaris diidentikkan dengan hak kebendaan, sedangkan ketentuan dari pasal 584

KUH Perdata menyangkut hak waris sebagai salah satu cara untuk memperoleh

kebendaan. Oleh karenanya ditempatkan dalam buku ke-2 KUH Perdata (tentang

Benda). 4

Penempatan hukum kewarisan dalam buku ke-2 KUH Perdata ini

menimbulkan pro dan kontra di kalangan ahli hukum, karena mereka berpendapat

4

(16)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

bahwa dalam hukum kewarisan tidak hanya tempat sebagai hukum benda saja, tetapi

terkait beberapa aspek hukum lainnya, misalnya hukum perorangan dan

kekeluargaan. Menurut Staatsblad 1925 Nomor 145 jo. 447 yang telah diubah,

ditambah, dan sebagainya, terakhir dengan S.1929 No. 221 Pasal 131 jo. Pasal 163,

hukum kewarisan yang diatur dalam KUH Perdata tersebut diberlakukan bagi

orang-orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan orang-orang-orang-orang Eropa tersebut.

Dengan Staatsblad 1917 Nomor 129 jo. Staatsblad 1924 Nomor 557, hukum

kewarisan dalam KUH Perdata diberlakukan bagi orang-orang Timur Asing

Tionghoa. Dan berdasarkan Staatsblad 1917 Nomor 12, tentang penundukan diri

terhadap hukum Eropa, maka bagi orang-orang Indonesia dimungkinkan pula

menggunakan kewarisan yang tertuang dalam KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek),

yang diberlakukan kepada :

1. Orang-orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan orang Eropa,

misalnya Inggris, Jerman, Prancis, Amerika, dan termasuk orang-orang Jepang;

2. Orang-orang Timur Asing Tionghoa dan;

3. Orang Timur Asing lainnya dan orang-orang pribumi yang menundukkan diri

terhadap hukum. 5

Bagi orang Indonesia yang beragama Islam, maka penetapan hukum kewarisan

diatur menurut hukum Islam dan proses pembagiannya dilakukan dengan

mekanisme hukum faraid. 6

5

(17)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

Selanjutnya menurut KUH Perdata, ada 2 (dua) cara untuk mendapatkan

warisan, yaitu :

a. Ahli waris menurut ketentuan Undang-Undang dan;

b. Karena ditunjuk dalam surat wasiat (testament)

Mengenai pengertian hukum waris atau hukum kewarisan di sini dapat

dijelaskan bahwa hukum kewarisan adalah “Himpunan aturan-aturan hukum yang

mengatuir tentang siapa ahli waris yang berhak mewarisi harta peninggalan dari

orang yang meninggal dunia, bagaimana kedudukan ahli waris, berapa perolehan

masing-masing secara adil dan sempurna”. 7

Sedangkan menurut KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek) sebagaimana yang

diungkapkan oleh Wirjono Projodikoro, mantan Ketua Mahkamah Agung Republik

Indonesia, menyatakan bahwa “hukum waris adalah hukum-hukum atau

peraturan-peraturan yang mengatur apakah dan bagaimanakah berbagai hak-hak dan kewajiban

tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada

orang lain yang masih hidup”. 8

Dalam hukum waris Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku suatu asas, bahwa hanyalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan harta benda saja yang dapat diwariskan. Oleh karena itu hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekeluargaan pada umumnya hak-hak dan kewajiban-kewajiban kepribadian misalnya hak-hak Kemudian menurut Subekti dalam Pokok-Pokok Hukum Perdata tidak

menyebutkan definisi hukum kewarisan, beliau mengatakan asas hukum waris

sebagai berikut :

6

Asrori Zain, Pembagian Dalam Islam, Tintamas, Jakarta, 1981, hlm. 56.

7

Ibid, hlm. 57.

8

(18)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

dan kewajiban sebagai seorang suami atau sebagai seorang ayah tidak dapat diwariskan, begitu pula hak-hak dan kewajiban-kewajiban seorang sebagai anggota suatu perkumpulan. 9

Dengan demikian maka sangat jelas bahwa hukum waris merupakan salah

satu seperangkat hukum yang mengatur tentang proses pembagian warisan baik Akan tetapi, menurut Subekti ada juga satu atau dua pengecualian, misalnya

hak seorang bapak untuk menyangkal sah anaknya dan di pihak lain hak seorang anak

untuk menuntut supaya ia dinyatakan sebagai anak yang sah dari bapak atau ibunya,

menurut Undang-Undang beralih pada (diwarisi( oleh ahli waris masing-masing yang

mempunyai hak-hak itu. Sebaliknya ada juga hak dan kewajiban yang terletak dalam

lapangan hukum kebendaan atau perjanjian tetapi tidak beralih kepada ahli waris

orang yang meninggal, misalnya hak vruchtgebruik atau suatu perjanjian poerburuhan

di mana seorang akan melakukan suatu pekerjaan dengan tenaganya sendiri.

Atau juga suatu perjanjian perkongsian dagang, baik yang berbentuk

maatschap (perseroan) menurut KUH Perdata (BW), maupun yang berbentuk firma

menurut WvK (yang menurut Undang-Undang diakhiri dengan meninggalnya salah

satu persero.

Dari pengertian hukum waris yang disampaikan oleh para ahli waris di atas,

dapat memberikan penjelasan bahwa hukum kewarisan atau hukum waris adalah

merupakan seperangkat hukum yang memberikan pengaturan mengenai pewaris dan

ahli waris yang menerima harta warisan baik berbentuk benda dan perseorangan.

9

(19)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

menurut menurut porsi atau bagian dari masing-masing ahli waris yang ditinggalkan

oleh si pemberi waris atau yang meninggal dunia.

B. Pengertian dan Unsur Pewarisan

Apabila membicarakan masalah warisan, maka akan sampai kepada empat

masalah pokok yang satu dan lainnya tidak dapat dipisahkan masalah pokok tersebut

di antaranya adalah :

1. Adanya seorang yang meninggal dunia,

2. Adanya harta yang ditinggalkan,

3. Adanya ahli waris yang ditinggalkan,

4. Adanya pembagian harta warisan menurut ketentuan hukum waris. 10

Setiap orang mempunyai hak dan kewajiban yakni berhak untuk hidup dalam

masyarakat, berhak mempunyai hak milik, berhak mempunyai tempat kediaman, dan

di sampinjg hak-hak tersebut, mereka mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap

anggota keluarganya, anak-anak beserta isteri, kewajiban umum terhadap masyarakat

seperti membayar iuran retribusi desa dan lain sebagainya.

Bila seorang manusia sebagai individu meninggal dunia maka akan timkbul

pertanyaan bagaimana hubungan yang meninggal dunia itu dengan yang ditinggalkan

serta kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi, terutama dalam masalah kekayaan

(vermogensrecht) dari orang yang meninggal dunia. Demikian itu membutuhkan

aturan-aturan hukum yang mengatur bagaimana caranya hubungan yang meninggal

10

(20)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

dunia dengan harta benda yang ditinggalkan, siapa yang mengurus atau mewarisi, dan

bagaimana cara peralihan harta tersebut kepada yang masih hidup.

Maka timbullah masalah kewarisan, yakni masalah harta benda (kekayaan)

dari orang-orang yang meninggal dunia dengan orang-orang yang ditinggalkan (ahli

waris). Siapa yang berhak menerimanya, individu atau badan hukum secara kolektif,

bagaimana kalau ahli waris lebih dari seorang, hal-hal demikian menimbulkan

aturan-aturan hukum yang mengatur tentang siapa-siapa dan badan hukum apa yang berhak

menerima warisan, bagaimana pembagian masing-masing ahli waris, aturan dan

cara-cara pengurusan tersebut menimbulkan hukum kewarisan. Dari uraian tersebut dapat

diambil kesimpulan sementara tentang apa yang dimaksud dengan harta warisan

seseorang. Harta warisan atau harta peninggalan adalah harta kekayaan dari seseorang

yang meninggal dunia dapat berupa :

1. Harta kekayaan yang berwujud dan dapat dinilai dengan uang termasuk di

dalamnya piutang yang hendak ditagih (activa).

2. Harta kekayaan yang merupakan utang-utang yang harus dibayar pada saat

meninggal dunia (passiva)

3. Harta kekayaan yang masih bercampur dengan harta bawaan masing-masing

suami isteri, harta bersama dan sebagainya yang dapat pula berupa :

a. Harta bawaan suami isteri atau isteri atau suami saja yang diperoleh/dinilai

sebelum mereka menikah baik berasal berasal dari usaha sendiri, maupun

(21)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

b. Harta bawaan yang diperoleh/dimiliki setelah mereka menikah dan menjadi

suami-isteri tetapi bukan karena usahanya (usaha mereka bersama-sama

sebagai suami isteri), misalnya karena menerima hibah warisan pemberian

dari orangtua mereka masing-masing.

c. Selama harta yang diperoleh selama dalam perkawinan atau usaha mereka

berdua suami isteri atau salah seorang dari mereka menurut Undang-Undang

menjadi harta bersama.

4. Harta bawaan yang tidak dapat dimiliki langsung oleh mereka suami-isteri

misalnya harta pustaka dari klan, suku atau kerabat mereka yang dibawa sebagai

modal pertama dalam perkawinan yang harus kembali kepada asalnya.

Jadi harta warisan atau harta peninggalan tersebut ialah harta yang merupakan

harta peninggalan yang dapat dibagi secara individual kepada ahli waris, yaitu harta

peninggalan keseluruhannya sesudah dikurangi dengan harta bawaan suami isteri,

harta bawaan dari klan/suku atau harta suku, dikurangi lagi dengan utang-utang orang

yang meninggal dunia dan wasiat. Sementara pengertian pewaris adalah orang-orang

yang berhak mendapatkan dan menerima harta peningalan dari orang yang sudah

meninggal dengan dikurangi utang-utang orang yang sudah meninggal dunia dan

wasiatnya. 11

11

Ibid, hlm. 89.

Ahli waris adalah sekumpulan orang atau kerabat yang ada hubungan

kekeluargaan dengan orang yang sudah meninggal dunia dan berhak mewarisi atau

(22)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

1. Anak-anak beserta keturunan dari orang yang meninggal dunia, baik laki-laki

maupun perempuan sampai derajat tak terbatas ke bawah.

2. Orangtua, yaitu ibu dan bapak dari orang yang meninggal dunia

3. Saudara-saudara baik laki-laki maupun perempuan beserta keturunannya sampai

derajat tak terbatas

4. Suami atau isteri yang hidup terlama

5. Datuk atau kakek, bila tidak ada nomor 1, 2 dan 3 tersebut di atas

6. Keturunan dari datuk dan nenek, bila tidak ada sama sekali kelompok 1,2,3 dan 4

7. Apabila tidak ada sama sekali ahli waris baik keluarga sedarah maupun semenda

sampai dengan derajat keenam maka warisan diurus oleh baitul mal, seperti

Lembaga BHP (Balai Harta Peninggalan) dalam sistem di Negara Republik

Indonesia

Menurut Wirjono Projodikoro, bahwa pengertian kewarisan menurut KUH

Perdata memperlihatkan beberapa unsur sebagai berikut :

a. Seorang peninggal warisan atau erflater yang pada wafatnya meninggalkan

kekayaan. Unsur pertama ini menimbulkan persoalan, bagaimana dan sampai

di mana hubungan seseorang peninggal warisan dengan kekayaannya

dipengaruhi oleh sifat lingkungan kekeluargaan di mana peninggal warisan

berada.

b. Seseorang atau beberapa ahli waris (erfgenaam) yang berhak menerima

(23)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

sampai di mana harus ada tali kekeluargaan antara peninggal warisan dan ahli

waris agar kekayaan peninggal warisan dapat beralih kepada ahli waris.

c. Harta warisan (nalatenschap) yaitu wujud kekayaan yang ditinggalkan dan

beralih kepada ahli waris itu menimbulkan persoalan, bagaimana dan sampai

di mana wujud kekayaan yang beralih itu, dipengaruhi oleh sifat lingkungan

kekeluargaan, di mana peninggal warisan dan ahli waris bersama-sama

berada.

Ini adalah unsur pewarisan yang menjadi tolok ukur dalam proses pembagian

warisan dari pewaris kepada ahli waris.

C. Harta Peninggalan dan Warisan

Peraturan hukum waris tidak hanya mengalami pengaruh

perubahan-perubahan sosial dan semakin eratnya pertalian keluarga yang berakibat semakin

longgarnya pertalian klan dan suku saja, melainkan juga mengalami pengaruh

sistem-sistem hukum asing yang mendapatkan kekuasaan berdasarkan atas agama karena ada

hubungannya lahirnya yang tertentu dengan agama itu dan kekuasaan tadi misalnya

dipraktekkan atas soal-soal yang konkrit oleh hakim-hakim agama, walaupun

poengaruhnya itu atas hukum waris tidak begitu ketara seperti atas hukum

perkawinan yaitu tergantung dari kekuatan bentuk-bentuknya hukum waris sendiri.

Pertama-tama di sini akan dibicarakan hal harta peninggalan yang tetap tidak

dibagi-bagi, sesudah itu hal perbuatan-perbuatan hukum yang mengakibatkan atau

(24)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

(abintsetaad) dan kemudian hal diwarisinya bagian-bagian yang tertentu daripada

harta peninggalan dan hutang-hutang.

Adanya harta peninggalan tetap tinggal tak dibagi-bagi itu dalam bentuk

beberapa lingkungan hukum ada hubungannya dengan aturan bahwa harta benda

yang ditinggalkan oleh kakek-kakek (dan nenek-nenek) itu tidak mungkin dimiliki,

melainkan secara milik bersama beserta waris lainnya yang satu dengan lainnya

merupakan suatu kebulatan yang tak dapat terbagi-bagi. 12

Seseorang sewaktu hidupnya telah memperoleh harta benda atas usahanya

sendiri (harta pencarian) maka bila ia mati barang-barang itu jatuh ke tangan anak

cucunya yang berhak atasnya sebagai warisan yang bulat dan tak terbagi-bagi, anak

cucu mana sewaktu hidupnya selalu juga sudah ada hubungannya terhadap

barang-barang tadi sebagai waris. Bilamana misalnya di Minangkabau seorang perempuan

mati yang mempunyai sawah sebagai milik perseorangan, maka sawah itu menjadi Harta kerabat di Minangkabau ialah harta pusaka dan tanah-tanah kerabat Dati

di Jazirah Hitu di pulau Ambon, kesemuanya itu dapat dipakai, sebagai contoh

masing-masing anak memiliki barang-barang kerabat, tanah-tanah pertanian,

pekarangan dengan rumah dan ternaknya, keris-keris dan perhiasan-perhiasan emas,

intan, masing-masing perempuan atau laki-laki yang meninggal dunia meninggalkan

gabungan perseorangan-perseorangan (personen-complex) tadi untuk berlangsung

terus dengan tiada gangguannya.

12

(25)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

milik bersama yang tak terbagi-bagi daripada anak-anaknya dan itu disebut harta

pusaka. 13

1. Mereka yang telah dihukum karena dipersalahkan telah membunuh atau mencoba

membunuh si yang meninggal.

Harta peninggalan menurut hukum perdata menyatakan bahwa sesungguhnya

harta peninggalan yang ditinggal mati seseorang menjadi hak milik yang ditinggalkan

oleh para kerabat dan ahli warisnya. Dalam pasal 832 KUH Perdata yang menyatakan

bahwa “menurut Undang-Undang yang berhak untuk menjadi ahli waris adalah para

keluarga sedarah, baik sah, maupun luar kawin dan si suami atau isteri yang hidup

terlama, semua menurut peraturan tertera di bawah ini”.

Keluarga sedarah, maupun si yang hidup terlama di antara suami isteri, tidak

ada, maka segala harta peninggalan si yang meninggal, menjadi milik negara, yang

mana berwajib akan melunasi segala utangnya, sekedar harga harta peninggalan

mencukupi untuk itu. Sekalian ahli waris dengan sendirinya karena hukum

memperoleh hak milik atas segala barang, segala hak dan segala piutang si yang

meninggal.

Mereka yang dianggap tidak patut menjadi ahli waris dari pewarisan ialah :

2. Mereka yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena secara fitnah

telah mengajukan pengaduan terhadap pada si yang meninggal ialah suatu

pengaduan telah melakukan sesuatu kejahatan yang terancam dengan hukuman

penjara lima tahun lamanya atau hukuman yang lebih berat.

13

(26)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

3. Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah si yang meninggal

untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya

4. Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si yang

meninggal.

Hal-hal tentang utang-utang orang yang telah meninggal dunia menurut KUH

Perdata perlu dipelajari dahulu tentang warisan yang terbuka. Jika yang terbuka suatu

warisan seorang ahli waris dapat memilih apakah dia akan menerima atau menolak

warisan itu atau dengan cara lain, yaitu menerima dengan ketentuan ia tidak akan

diwajibkan membayar utang-utang orang yang meninggal di mana melebihi

bagiannya dalam warisan itu. 14

Akan tetapi, para pihak yang berkepentingan berhak menggugat para ahli

waris agar menyatakan sikapnya. Seorang ahli waris yang digugat atau dituntut untuk Penerimaan secara penuh (zuiver-aan vaading), dapat dilakukan secara tegas

atau secara diam-diam (stillzwijgende-aanvaarding). Dengan tegas jika seseorang

dengan suatu akta menerima kedudukannya sebagai ahli waris. Secara diam-diam

(stillzwijgende), apabila ia melakukan suatu perbuatan, misalnya mengambil atau

menjual barang-barang warisan atau melunasi utang-utang orang yang meninggal

dunia, dapat dianggap telah menerima warisan itu secara penuh

(zuivers-aanvaarding), undang-undang tidak menetapkan suatu waktu, seorang harus

menentukan sikapnya menolak atau menerima warisan.

14

(27)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

menentukan sikapnya mempunyai hak untuk meminta suatu waktu untuk berpikir

(termijn van beraard), hingga selama empat bulan. 15

D. Hak Cipta Sebagai Harta Warisan

Kemudian menolak warisan secara penuh, jadi tidak bertanggung jawab atas

utang-utang si yang meninggal dunia, sehingga apabila dalam hal meninggalnya

seorang keluarga yang mempunyai hubungan darah atau semenda tetapi ia tidak

menerima atau menolak warisan secara penuh karena dilihatnya lebih besar utang

yang meninggal dibandingkan dengan harta warisan yang akan ia terima, jadi secara

hukum yang tidak menerima atau menolak warisan terlepas dari tanggung jawab

utang-utang yang meninggal dunia.

Sedangkan menerima dengan bersyarat, kemungkinan ini bagi seorang ahli

waris merupakan jalan tengah antara menerima dan menolak, di mana yang

dinamakan menerima dengan voorrecht van boedelbeschrijibing atau beneficiare

aanvaarding.

Prinsip dalam pemberian perlindungan hak cipta ialah pemberian

perlindungan kepada semua ciptaan warga negara Indonesia dengan tidak

memandang tempat di mana ciptaan diumumkan untuk pertama kalinya. Penciptaan

yang diciptakan oleh setiap warga negara Indonesia harus menciptakan sesuatu yang

asli dalam artian tidak meniru. Karena memang penciptaan yang dihasilkan dari ilmu

pengetahuan harus memiliki keaslian dan dilindungi oleh Undang-Undang. 16

15

Ibid.

16

(28)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

Di sisi lain ada beberapa istilah yang harus dipahami mengenai hak cipta

tersebut. Di antaranya misalnya istilah pencipta, ciptaan, pemegang hak cipta,

pengumuman, perbanyakan dan potret. Istilah-istilah ini mempunyai kaitan yang

sangat erat sekali dengan hak cipta yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 19

tahun 2002. berikut dijelaskan pengertian-pengertian dari istilah di atas, dalam pasal 1

butir 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002, yaitu :

1. Hak cipta adalah hak ekskusif bagi pencipta atau penerima hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya ataupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan. Ketrampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.

3. Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta dalam bentuk khas apapun juga dalam lapangan ilmu, seni dan sastra.

4. Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dan pencipta atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.

5. Pengumuman adalah pembacaan, penyuaraan, penyiaran atau penyebaran sesuatu ciptaan, dengan menggunakan alat apapun dan dengan cara sedemikian rupa sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar atau dilihat oleh orang lain;

6. perbanyakan adalah menambah jumlah sesuatu ciptaan, dengan

pembuatan yang sama, hampir sama atau menyerupai ciptaan tersebut dengan mempergunakan bahan-bahan yang sama maupun yang tidak sama, termasuk mengalihwujudkan sesuatu ciptaan.

7. Potret adalah gambaran dengan cara dan alat apapun dari wajah orang yang digambarkan gaik bersama bagian tubuh lainnya maupun tidak.

Dari pengertian istilah-istilah yang telah dijelaskan di atas, maka pada

dasarnya hak cipta adalah merupakan dasar atau pilar bagi seseorang ataupun

(29)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

beberapa orang untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya yang dituangkan

dalam bentuk apapun yang bisa memberikan manfaat bagi masyarakat, bangsa dan

negara. 17

Hak cipta yang bersifat khusus ini diberikan oleh Undang-Undang kepada

pencipta. Berhubung sifat ciptaan itu adalah pribadi dan manunggal dengan diri

pencipta, maka hak cipta itu tidak dapat disita dari penciptanya. Di samping itu juga

hak cipta adalah merupakan benda bergerak.

Dalam pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang hak

cipta disebutkan bahwa :

Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya ataupun memberi izin untu itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Yang dimaksud dengan, “hak eksklusif” bagi pencipta ialah bahwa tidak ada

orang lain yang boleh melakukan hak itu, kecuali dengan izin pencipta, “hak

eksklusif” ini menutup pintu bagi orang lain untuk melakukan hak tersebut.

Pengertian “hak khusus” semacam ini harus disesuaikan dengan jiwa pasal 33

Undang-Undang Dasar 1945, yang menghendaki adanya unsur “fungsi sosial” pada

tiap hak. Dari itu pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang hak

cipta tersebut harus dihubungkan dengan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, yang

berakibat bahwa “hak eksklusif” itu mengandung pada dirinya fungsi sosial. Dalam

arti bahwa hak eksklusif itu kekuatannya dibatasi dengan “kepentingan umum”.

18

17

Ibid, hlm. 145.

18

Edi Damian, Hukum Hak Cipta Menurut Beberapa Konvensi Internasional, Undang-Undang Hak Cipta Tahun 1997 Dan Perlindungannya, Mandar Maju, Bandung, 1997, hlm. 201.

(30)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

dapat diperalihkan kepada orang lain, baik seluruhnya maupun sebagian, yakni

berdasarkan atas :

a. Pewarisan; b. Hibah; c. Wasiat;

d. Dijadikan milik negara;

e. Perjanjian, yang harus dilakukan dengan akta, dengan ketentuan bahwa perjanjian itu hanya mengenai wewenang yang disebut dalam akta. 19

Karena hak cipta itu benda bergerak atau immaterial yang tak bertubuh, maka

peralihannya melalui prosedur sebagaimana diatur dalam Pasal 613 KUH Perdata

yang berbunyi :

Penyerahan piutang atas nama dan benda tak bertubuh lainnya, dilakukan dengan cara membuat sebuah akta otentik atau di bawah tangan, yang disebut sesi (cessie), dengan mana hak-hak atas benda bergerak itu dilimpahkan kepada orang lain. Penyerahan yang demikian itu harus diberitahukan, disetujui atau diakui oleh debitur.

Jadi, hak cipta itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain dengan lisan.

Karena hak cipta itu merupakan satu kesatuan dengan pemiliknya, yaitu pencipta,

demikian juga hak cipta yang tidak diumumkan, yang setelah penciptanya meningal

dunia lalu menjadi pemilik ahli warisnya atau penerima wasiatnya, maka dengan

demikian hak cipta itu tidak bisa disita.

19

(31)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

Sementara itu istilah hak cipta pertama kalinya dijelaskan St. Moh. Syah, pada

kongres kebudayaan di Bandung tahun 1951 (yang kemudian diterima oleh kongres

tersebut) sebagai pengganti istilah hak pengarang yang dianggap kurang luas cakupan

pengertiannya. Istilah hak pengarang itu sendiri merupakan terjemahan dari istilah

bahasa Belanda auters Recht. 20

“Hak cipta adalah hak tunggal dari pencipta, atau hak dari yang mendapat hak tersebut, atas hasil ciptaannya dalam lapangan kesusasteraan, pengetahuan dan kesenian, untuk mengumumkan dan memperbanyak dengan mengingat pembatasan-pembatasan yang ditentukan oleh Undang-Undang”.

Dinyatakan kurang “luas” karena istilah hak pengarang itu memberikan kesan

“penyempitan“ arti, seolah-olah yang dicakup oleh hak pengarang itu hanyalah hak

dari para pengarang saja, yang ada sangkut pautnya dengan karang mengarang.

Sedangkan istilah hak cipta itu lebih luas, dan ia mencakup juga tentang karang

mengarang seperti yang dijelaskan dalam pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 19

Tahun 2007 tentang hak cipta yang telah dijelaskan di atas.

Sebagaimana perbandingan, ada beberapa pengertian hak cipta, di antaranya

menurut Auterswet 1912 dan universal copyright convention, Auterswet 1912 dalam

pasal 1 menyebutkan :

21

Kemudian Universal Copyright Convention dalam pasal V menyatakan

sebagai berikut : “hak cipta meliputi hak tunggal si pencipta untuk membuat,

20

OK. Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 58.

21

(32)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

menerbitkan dan memberi kuasa untuk membuat terjemahan dari karya yang

dilindungi perjanjian ini. 22

Oleh karena itu, hak cipta itu semula terkandung di alam pikiran, di dalam ide.

Namun untuk dilindungi harus ada wujud nyata dari alam ide tersebut. Untuk karya

hasil penelitian, harus sudah ada bentuk rangkaian kalimat yang terjema dalam

bentuk buku (meskipun belum selesai). Untuk karya seni misalnya harus sudah

terjelma dalam bentuk lukisan, penggalan irama lagu atau musik. Demikian pula

untuk karya dalam bidang sastra harus pula sudah terjelma dalam bentuk bait-bait Dalam Auterswet 1912 dan Universal Copyright Convention menggunakan

istilah “hak tunggal” sedangkan Undang-Undang hak cipta menggunakan “hak

khusus” bagi pencipta. Jika kita lihat penjelasan pasal 2 Undang-Undang hak cipta

yang dimaksudkan dengan hak eksklusif dari pencipta adalah tidak ada pihak lain

yang boleh memanfaatkan hak tersebut kecuali dengan izin pencipta.

Perkataan “tidak ada pihak lain” mempunyai pengertian yang sama dengan

hak tunggal yang menunjukkan hanya pencipta saja yang boleh mendapatkan hak

semacam itu. Inilah yang disebut dengan hak yang bersifat eksklusif. Eksklusif

berarti khusus, spesifikasi, unik. Keunikan yaitu sesuai dengan sifat dan cara

melahirkan hak tersebut. Tidak semua orang dapat serta merta menjadi seorang

peneliti, komponis dan sastrawan. Hanya orang-orang tertentu yang diberikan

“hikmah” oleh Allah SWT, mempunyai kecerdasan intelektual yang tinggi sehingga

dapat berkreasi untuk menghasilkan karya cipta.

22

(33)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

puisi atau rangkaian kalimat berupa prosa, dan seterusnya untuk karya-karya cipta

lainnya seperti sinematografi, koreografi dan lain-lain harus sudah terjelma dalam

bentuk benda berwujud. Jadi ia tidak boleh hanya tinggal di alam pikiran atau ide.

Selanjutnya menurut Hutauruk, ada dua unsur penting yang terkandung dari

rumusan pengertian hak cipta yang termuat dalam ketentuan Undang-Undang hak

cipta yaitu :

1. Hak yang dapat dipindahkan, dialihkan kepada pihak lain

2. Hak moral yang dalam keadaan bagaimanapun, dan dengan jalan apapun tidak dapat ditinggalkan daripadanya (mengumumkan karyanya, menetapkan judulnya, mencantumkan nama sebenarnya atau nama samarannya dan mempertahankan keutuhan atau integritas ceritanya. 23

Hak yang dapat dialihkan atau dipindahkan itu sekaligus merupakan bukti

nyata bahwa hak cipta itu merupakan hak kebendaan. Dalam terminology

Undang-Undang hak cipta Indonesia, pengalihuan hak itu dapat berupa pemberian izin

(lisensi) kepada pihak ketiga. Misalnya untuk karya film dan program komputer,

pencipta ataupun penerima hak (prosedur) berhak untuk memberi izin atau melarang

orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk

kepentingan yang bersifat komersil. Selanjutnya mengenai moral rights, ini adalah

merupakan kekhususan yang tidak ditemukan pada hak manapun di dunia ini.

Dibandingkan dengan Auterswet 1912 dan Universal Copyright Convention

mencakup pengertian yang lebih luas, karena di sana memuat kata-kata “menerbitkan

terjemahan” yang pada akhirnya tidak saja melibatkan pencipta tetapi juga pihak

penerbit dan penerjemah karya terjemahan haruslah dipandang sebagai hasil

23

(34)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

kemampuan intelektual manusia. Tidak semua orang mempunyai kemampuan bahasa.

Bahkan orang yang mengerti bahasa asing tertentu, tidak lantas mampu membuat

karya terjemahan.

Sedangkan rumusan pengertian hak cipta Undang-Undang hak cipta Indonesia

lebih lengkap dari rumusan yang kita jumpai dalam beberapa peraturan yang

dijelaskan di atas, hal ini dapat dimaklumi karena Undang-Undang ini disusun lebih

akhir. Artinya penyusunannya telah menelusuri beberapa peraturan sebelumnya baik

yang berlaku dalam lingkungan nasional maupun internasional.

Mengenai pendaftaran hak cipta, salah satu perbedaan yang dianggap cukup

penting antara Auterswet 1912 dengan Undang-Undang hak cipta Indonesia adalah

perihal pendaftaran hak cipta. Auterswt 1912 tidak ada sama sekali mencantumkan

ketentuan tentang pendaftaran hak cipta. Sebuah pertanyaan yang dapat diajukan

dalam hal ini adalah, apa sebenarnya fungsi pendaftaran ?

Menurut Koilewijn sebagaimana dikutip oleh Soekardono mengatakan bahwa

ketika memberikan pengarahan kepada pengurus perkumpulan importir di Batavia

dahulu, ada dua jenis cara atau stelsel pendaftaran stelsel konstitutif dan stelsel

deklaratif.24

1. Bahwa hak atas ciptaan baru terbit karena pendaftaran yang telah

mempunyai kekuatan.

Hal tersebut di antaranya adalah :

2. Bahwa pendaftaran itu bukanlah menerbitkan hak, melainkan hanya

memberikan dugaan atau sangkaan saja menurut Undang-Undang bahwa

24

(35)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

orang yang hak ciptanya terdaftar itu adalah si berhak sebenarnya sebagai

pencipta dari hak yang didaftarkannya.

Dalam stelsel konstitutif letak titik berat ada tidaknya hak cipta tergantung

pada pendaftarannya. Jika didaftarkan (dengan system konstitutif) hak cipta itu diakui

keberadaannya secara de jure dan de facto, sedangkan pada stelsel deklaratif, titik

beratnya diletakkan pada anggapan sebagai pencipta terhadap hak yang didaftarkan

itu, sampai orang lain dapat membuktikannya sebaliknya. Dengan rumusan lain. Pada

system deklaratif sekalipun hak cipta itu didaftarkan, Undang-Undang hanya

mengakui seolah-olah yang bersangkutan sebagai pemiliknya, secara de jure harus

dibuktikan lagi jika ada orang lain yang menyangka hal tersebut.

Selama orang lain tidak dapat membuktikan secara juridis bahwa itu adalah

haknya, sebagaimana yang diisyaratkan oleh pasal 35 ayat (4) Undang-Undang hak

cipta Indonesia, maka si pendaftar dianggap satu-satunya orang yang berhak atas

ciptaan yang terdaftar, dan setiap pihak ketiga harus menghormati haknya sebagai

hak mutlak.

Maka untuk kepentingan hukum, sebaiknya semua ciptaan itu didaftarkan,

tetapi karena Undang-Undang hak cipta itu menganut system negatif deklaratif,

sebagai juga halnya dengan pendaftaran merek dan pendaftaran tanah, maka hak cipta

yang tidak didaftarkan juga diperbolehkan. Keuntungan bila sebuah ciptaan

didaftarkan adalah bahwa orang yang mendaftarkan ciptaan itu dianggap sebagai

(36)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

hakim bahwa pendaftar bukan penciptanya. Jadi kebenaran dalam hal ini harus dicari

di muka hakim, bukan di muka pejabat pendaftar.

Dalam Bab IV Pendaftaran Ciptaan Pasal 35 ayat (1), (2), (3) dan (4)

Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 menjelaskan bahwa :

1) Direktorat Jenderal menyelenggarakan pendaftaran ciptaan dan dicatat dalam dafrar umum ciptaan.

2) Daftar umum ciptaan tesebut dapat dilihat oleh semua orang tanpa dikenakan biaya.setiap orang dapat memperoleh untuk dirinya sendiri suatu petikan dari daftar umum ciptaan tersebut dengan dikenai biaya. 3) Ketentuan tentang pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

tidak merupakan kewajiban untuk mendapatkan hak cipta.

Pengaruran mengenai pendafaran hak cipta tersebut diatur dalam pasal 35

sampai dengan pasal 44 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta.

Dalam system pendafaran hak cipta menurut perundang-undangan hak cipta

Indonesia disebutkan bahwa pendafaran hak cipta dilakukan secara pasif, artinya

penelitian mengenai hak pemohon, kecuali sudah jelas ada pelanggaran hak cipta.

Sikap pasif inilah yang membuktikan bahwa Undang-Undang hak cipta Indonesia

menganut system pendaftaran deklaratif.

Hal ini dikuatkan pula oleh pasal 36 Undang-Undang hak cipta Indonesia

yang menentukan bahwa : “pendaftaran ciptaan dalam daftar umum ciptaan tidak

mengandung arti sebagai pengesahan atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari ciptaan

yang didaftarkan “pendaftaran hak cipta, tidak berarti secara substantif. Direktur

Jenderal (Ditjen) HAKI bertanggung jawab atas kebenaran (sebagai pemilik) atas

karya cipta tersebut. Ketentuan ini sangat penting, Boleh jadi sebagian kecil dari

(37)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

ditiru dari karya cipta orang lain. Dalam keadaan seperti ini maka Direktur Jendreal

(Ditjen) HAKI tidak memasukkan hal ini sebagai bagian yang harus dipertanggung

jawabannya. Sistem pendafaran deklaratif tidak mengenal pemeriksaan substantif,

yakni pemeriksaan terhadap objek atau materi ciptaan yang akan didaftarkan tersebut.

Selanjutnya dapat dipahami bahwa fungsi pendaftaran hak cipta dimaksudkan

untuk memudahkan pembuktian dalam hal terjadi sengketa mengenai hak cipta. 25

25

Ibid, hlm. 90.

Pendaftaran ini tidak mutlak diharuskan, karena tanpa pendaftaran hak cipta juga

dilindungi, hanya mengenai ciptaan yang tidak didaftarkan akan lebih sukar dan lebih

memakan waktu dalam pembuktiannya.

Dari penjelasan umum tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa pendaftaran itu

bukanlah syarat sah (diakui) suatu hak cipta melainkan hanya untuk memudahkan

suatu pembuktian bila terjadi sengketa. Selanjutnya hak cipta juga sebagai harta

warisan yang dapat diberikan dari si pencipta yang meninggal dunia kepada ahli

warisnya untuk memegang hak cipta dan dapat menerima royalti dari hasil ciptaan si

pencipta (meninggal dunia).

Dengan demikian, maka sudah sangat jelaslah bahwa dalam proses pemberian

royalti kepada ahli waris harus tetap disesuaikan dengan ketentuan peraturan

perundangan yang berlaku dan tetap memegang prinsip keadilan dalam pembagian

(38)
(39)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan BAB III

TINJAUAN TERHADAP UNDANG-UNDANG HAK CIPTA

A. Pengertian Hak Cipta

Pada umumnya hak cipta merupakan bagian dari kekayaan intelektual.

Konsep hak kekayaan intelektual meliputi :

1. Hak milik hasi pemikiran (intelektual), melekat pada pemiliknya, bersifat tetap

dan eksklusif.

2. Hak yang diperoleh pihak lain atas izin dari pemilik, bersifat sementara.

Menurut Pasal 1 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, menyebutkan

bahwa Hak Cipta adalah : “Hak eksklusif bagi pencipta maupun penerima hak

untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin

untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku”.

Pembatasan yang dimaksud dalam hal ini, Undang-undang hak cipta

menyebutkan bahwa ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu, sastra

dan seni. Kemudian Undang-Undang ini memperinci lagi secara mendetail meliputi :

1. Buku, program komputer, pamlet, susunan perwajahan (lay out) karya tulis

yang diterbitkan dan semua hasil karya tulis lain.

2. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu.

3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.

(40)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

5. Drama atau drama musical, tari, koreografi, pewayangan dan pantomime.

6. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni

kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapan.

7. Arsitektur

8. Peta

9. Seni batik

10. Fotografi

11. Sinematografi

12. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai database, dan karya lain dari hasil

pengalih wujudan. 26

Ada beberapa pengertian hak cipta menurut Auterswet 1912 dan Universal

Copyright Convention. Auterswet 1912 dalam pasal 1 menyebutkan : “Hak cipta

adalah hak tunggal dari pencipta, atau hak dari yang mendapatkan hak tersebut, atas

hasil ciptaannya dalam lapangan kesusasteraan, pengetahuan dan kesenian untuk

mengumumkan dan memperbanyak dengan mengingat pembatasan-pembatasan yang

ditentukan oleh Undang-undang. 27

Kemudian Universal Copyright Convention dalam Pasal V menyatakan

sebagai berikut : “Hak cipta meliputi hak tunggal si pencipta untuk membuat,

menerbitkan dan memberi kuasa untuk membuat terjemahan dari karya yang

dilindungi perjanjian ini. 28

26

Republik Indonesia, Ibid, Pasal 2.

27

BPHN, Seminar, Hak Cipta, Bandung, Bina Cipta, 1976, hlm. 44.

28

(41)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

Dalam pasal 2 Undang-undang hak cipta Indonesia yang dimaksudkan hak

eksklusif dari pencipta adalah “tidak ada pihak lain” yang boleh memanfaatkan hak

tersebut kecuali dengan izin pencipta. Perkataan tidak ada pihak lain di atas

mempunyai pengertian yang sama dengan hak tunggal yang menunjukkan hanya

pencipta saja yang boleh mendapatkan hak semacam itu, inilah yang disebut dengan

hak bersifat eksklusif.

Oleh karena itu, menurut Hutauruk ada dua unsur penting yang terkandung

dari rumusan hak cipta yang termuat dalam Undang-undang Hak Cipta Indonesia

yaitu :

a. Hak yang dapat dipindahkan, dialihkan kepada pihak lain.

b. Hak moral yang dalam keadaan bagaimanapun dan dengan jalan apapun tidak

dapat ditinggalkan daripadanya (mengumumkan karyanya, menetapkan judul,

mencantumkan nama sebenarnya atau nama samarannya dan mempertahankan

keutuhan atau integritas ceritanya). 29

Hak yang dapat dipindahkan atau dialihkan itu sekaligus merupakan bukti

nyata bahwa hak cipta itu merupakan hak kebendaan. Dalam terminologi,

Undang-undang Hak Cipta Indonesia, pengalihan itu dapat berupa pemberian izin (lisensi)

kepada pihak ketiga. Misalnya untuk karya film dan program komputer, pencipta

ataupun penerima hak (produser) berhak mendapat izin atau melarang orang lain yang

tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat

komersil.

29

(42)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan B. Fungsi dan Sifat Hak Cipta

Dalam pasal 1 Undang-undang Hak Cipta Indonesia secara tegas menyatakan

dalam mengumumkan atau memperbanyak ciptaan, harus memperhatikan

pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pembatasan dimaksud bertujuan agar dalam setiap menggunakan atau memfungsikan

hak cipta haruslah sesuai dengan tujuannya. 30

Dengan kerangka berpikir tentang sifat dasar hak cipta yang demikian, orang

lain tidak memperoleh hak untuk mengkopi ataupun memperbanyak buku tanpa

seizin dari pengarang. Hak memperbanyak karya tulis adalah hak eksklusif dari

pengarang atau seseorang kepada siapa pengarang mengalihkan hak perbanyakan

Hak cipta berfungsi guna mendorong terciptanya hasil karya kreatif yang

sangat sulit untuk diabaikan. Investasi luar negeri dan kepercayaan ekonomi atas

negara ini sangat bergantung kepada keefektifan penegakan hukum atas karya

kekayaan intelektual. Keuntungan atas usaha penegakan tersebut perlu diperhatikan

karena akan memberikan perlindungan kepada para pencipta, artis dan pelaku lainnya

di Indonesia dan di luar negeri. Perlindungan ciptaan-ciptaan pencipta Indonesia

dapat diperoleh berdasarkan konvensi bern dan perjanjian TRIP’S, namun dalam

konteks negara berkembang seperti Indonesia, penerapan hukum hak cipta mungkin

akan terlihat tidak adil atau malahan menghambat pertumbuhan sosial dan ekonomi.

Penyelesaian masalah ini telah dilakukan melalui UU Hak Cipta Indonesia

aeperti yang diberlakukan pada dewasa ini. Sedikit sekali kasus-kasus hak cipta di

Indonesia yang diselesaikan melalui proses peradilan yang memuaskan.

30

(43)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

dengan cara memberikan lisensi. Pencipta sebagai pemilik hak cipta memiliki suatu

kekayaan intelektual dalam bentuk tidak berwujud (intangable) yang bersifat sangat

pribadi.

Seorang pemegang hak cipta yaitu pengarang itu sendiri, memiliki suatu

kekayaan intelektual yang bersifat pribadi dan memberikan kepadanya sebagai

pencipta untuk mengeksploitasi hak-hak ekonomi dari suatu ciptaan yang tergolong

dalam bidang seni, sastra dan ilmu pengetahuan.

Pasal 1 (2) UU mendefinisikan pencipta atau pengarang sebagai seseorang

yang memiliki inspirasi dan dengan inspirasi tersebut menghasilkan karya yang

berdasarkan kemampuan intelektual, imajinasi, keterampilan, keahlian mereka dan

diwujudkan dalam bentuk karya yang emiliki sifat dasar pribadi mereka.

Pasal 1 (3) UU mendefinisikan ciptaan sebagai karya cipta si pengarang atau

pencipta dalam segala format materi yang menunjukkan keasliannya dalam bidang

ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Dalam Pasal 12 tertera ciptaan yang memperoleh

perlindungan hak cipta. Pasal 12 juga hendaknya dikaitkan dengan pasal 49 yang

memperluas topik perlindungan hak cipta yang terkait dengan hak cipta

(44)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan C. Pemegang Hak Cipta

Yang dimaksud dengan pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik

hak cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta atau pihak lain yang

menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut sebagaimana yang

dimaksud dalam pasal 1 butir (4) Undang-Undang Hak Cipta Indonesia.

Menurut Vollmar, setiap makhluk hidup mempunyai apa yang disebut

wewenang berhak yaitu kewenangan untuk membezit (mempunyai) hak-hak dan

setiap hak tertentu ada subjek haknya sebagai pendukung hak tersebut. 31

Mahadi menulis, setiap ada subjek tentu juga ada objek, keduanya tidak lepas

satu sama lain, melainkan ada relasi (hubungan), ada hubungan antara yang satu

dengan yang lain. Selanjutnya beliau mengatakan hubungan itu namanya eigendom

recht atau hak milik. 32

Dalam Pasal 5 sampai Pasal 9 Undang-Undang Hak Cipta Indonesia yang

dianggap sebagai pencipta adalah orang yang namanya terdaftar dalam daftar umum Jadi jika kita kaitkan dengan hak cipta yang menjadi subjeknya adalah

pemegang hak, yaitu pencipta atau orang atau badan hukum yang secara sah

memperoleh hak untuk itu, yaitu dengan jalan pewarisan, hibah, wasiat atau pihak

lain dengan perjanjian, sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 3

Undang-Undang hak cipta Indonesia. Sedangkan yang menjadi objeknya adalah benda yang

dalam hal ini adalah hak cipta sebagai benda immateriil.

31

HFA Vollmar, op.cit., hlm. 20.

32

(45)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

ciptaan pada direktorat jenderal, dan orang yang namanya disebut dalam ciptaan atau

diumumkan sebagai pencipta pada suatu ciptaan (Pasal 5).

Selanjutnya mengenai negara sebagai pemegang hak cipta, dalam hal ini

ketentuan dalam Pasal 3 ayat (2) menyatakan bahwa hak cipta dapat beralih atau

dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian, karena :

1. Pewarisan

2. Hibah

3. Wasiat

4. Perjanjian tertulis, atau

5. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. 33

Pasal 10 ayat (4) menyebutkan bahwa “hak cipta yang dipegang oleh negara

sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, diatur oleh peraturan pemerintah”.

Sedangkan dalam pasal 11 Undang-Undang hak cipta Indonesia menyebutkan lagi

satu sebab hak cipta itu dipegang oleh negara sebagai subjeknya yakni apabila suatu

ciptaan tidak diketahui penciptanya dan ciptaan itu belum diterbitkan.

Hak cipta sebagai hak milik, dalam penggunaannya harus pula dilandaskan

atas fungsi sosial ini. Hal ini tegas dinyatakan dalam penjelasan umum

Undang-Undang Hak Cipta Indonesia pada butir 2 menyebutkan bahwa, “Undang-Undang-Undang-Undang ini

selain dimasukkan unsur baru mengingat perkembangan teknologi, diletakkan juga

unsur kepribadian Indonesia yang mengayomi baik kepentingan individu maupun

33

(46)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

masyarakat, sehingga terdapat keseimbangan yang serasi antara kedua kepentingan

dimaksud”. 34

Selanjutnya negara juga ditetapkan sebagai pemegang hak cipta, atas karya

peninggalan prasejarah, sejarah dan benda budaya nasional lainnya, termasuk juga

hak cipta atas folklore dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama

seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi,

tarian, kaligrafi dan karya seni lainnya.

Demikianlah halnya dengan hak cipta, jika digunakan kata “persetujuan si

pencipta” itu akan mempersulit persoalan bila ternyata si pencipta tidak memberikan

persetujuan. Oleh karena itu, Undang-Undang telah menetapkan syarat-syarat

tertentu, misalnya atas dasar pertimbangan dewan hak cipta nasional sebagai wakil si

pencipta, dan kepadanya diberikan pula ganti rugi, sebagai imbalan atas usahanya

sebagai pencipta.

35

D. Pembatasan Hak Cipta

Pembatasan yang dimaksud dalam tulisan ini adalah hal apa saja yang dapat

digolongkan sebagai pelanggaran hak cipta dan hal mana pula yang tidak termasuk

kedalamnya. Pada bagian awal uraian ini kita lihat terlebih dahulu ciptaan-ciptaan

yang termasuk dalam perlindungan hak cipta Undang-Undang Hak Cipta Indonesia

menyebutkan bahwa ciptaan-ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang

34

Republik Indonesia, tentang Hak Cipta, Op.Cit, Penjelasan Umum.

35

(47)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

ilmu, sastra dan seni. Kemudian Undang-Undang ini memperinci lagi secara detail

yaitu meliputi karya :

1. Buku, program komputer, pamflet, susunan perwajahan (lay out) karya tulis yang

diterbitkan dan semua hasil karya tulis lain;

2. Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;

3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;

4. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;

5. Drama, atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pantomim;

6. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi,

seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapan;

7. Arsitektur

8. Peta

9. Seni Batik

10.Fotografi

11.Sinematografi

12.Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai data base, dan karya lain dari hasil

pengalih wujudan. 36

Kalau kita lihat perincian yang tertera berdasarkan urutan butir a sampai

dengan ke atas, karya-karya cipta tersebut dapat dikualifikasikan sebagai ciptaan asli.

Sedangkan ciptaan pada butir 1 merupakan pengolahan selanjutnya dari

ciptaan-ciptaan asli. Hasil pengolahan dari ciptaan-ciptaan asli juga dilindungi sebagai hak cipta,

36

(48)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

sebab hasil dari pengolahan itu merupakan suatu ciptaan yang baru dan memerlukan

kemampuan intelektualitas tersendiri pual untuk memperolehnya. Pemberian

perlindungan dimaksud, selanjutnya ditentukan tidak mengurangi hak cipta atas

ciptaan aslinya. Hal tersebut dapat dilihat dari ketentuan pasal 12 ayat 2 UHC

Indonesia yang berbunyi :

“Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam huruf 1 dilindungi sebagai ciptaan

tersendiri, dengan tidak mengurangi hak cipta atas ciptaan asli. 37

1. Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga negara

Pada bagian lain UHC Indonesia telah pula menentukan ciptaan-ciptaan yang

tidak dilindungi hak ciptanya. Hal ini diatur dalam Pasal 13 UHC Indonesia yang

menyebutkan tidak ada ciptaan atas,

2. Peraturan perundang-undangan

3. Pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah

4. Putusan pengadilan atau penetapan hakim, atau

5. Keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya. 38

E. Pendaftaran Hak Cipta

Salah satu perbedaan yang dianggap cukup penting antara Auterswet 1912

dengan UHC Indonesia adalah perihal pendaftaran hak cipta, Auterswet 1912 tidak

ada sama sekali mencantumkan ketentuan tentang pendaftaran hak cipta.

37

Republik Indonesia, Loc.Cit.

38

(49)

Irwan Dwi Harjo Pasca Dinanta Purba : Perbandingan Pengalihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris Secara Pewarisan

Dalam sistem pendaftaran hak cipta menurut perundang-undangan hak cipta

Indonesia disebutkan bahwa pendaftaran ciptaan dilakukan secara pasif, artinya

bahwa semua permohonan pendaftaran diterima dengan tidak terlalu mengadakan

penelitian mengenai hak pemohon, kecuali sudah jelas ada pelanggaran hak cipta.

Sikap pasif inilah yang membuktikan bahwa UHC Indonesia mengatur sistem

pendaftaran deklaratif. Hak ini dikuatkan pula oleh pasal 36 UHC Indonesia yang

menentukan, “Pendaftaran ciptaan dalam daftar umum ciptaan tidak mengandung arti

sebagai pengesahan atas diatas isi, arti, maksud, atau bentuk dari ciptaan yang

didaftarkan”. 39

Pendaftaran Hak Cipta, tidak berarti secara substantif Ditjen HAKI

bertanggung jawab atas kebenaran (sebagai pemilik) karya cipta tersebut. Ketentuan

ini sangat penting. Boleh jadi sebagian kecil dari karya cipta itu benar hasil

ciptaannya, tetapi sebagian lagi “dicaplok” atau ditiru dari karya ciptaan orang lain.

Selanjutnya dapat dipahami bahwa fungsi pendaftaran hak cipta dimaksudkan untuk

memudahkan pembuktian dalam hal terjadi sengketa mengenai hak cipta.

F. Hak Moral

Mengenai hak moral (moral rights) pengaturannya dijumpai dalam pasal 24

dan 25 UHC Indonesia. Dalam ketentuan ini disebutkan bahwa :

1. Pencipta atau ahli warisnya berhak untuk menuntut kepada pemegang hak cipta

supaya nama pencipta tetap dicantumkan dalam ciptaannya.

39

Referensi

Dokumen terkait

Pada umumnya dari hasil kajian karakteristik hidrometeorologi tersebut di beberapa wilayah memberikan bukti bahwa ada dinamika yang signifikan untuk periode terkahir ini,

Maka dalam konteks keperluan kita, misalnya saat membidik titik focus matahari berada di antara interval jam yang tersedia, harus dilakukan interpolasi atas deklinasi

Tugas Belajar adalah tugas yang diberikan oleh pejabat yang berwenang kepada Pegawai Negeri Sipil yang terpilih untuk mengikuti pendidikan formal ke jenjang yang lebih

menjalankan aktiviti „Bedah Karya‟ untuk mengesan unsur gaya bahasa dan unsur bunyi dalam sajak „Dirgahayu Bahasaku‟ dengan merujuk sifir Akronim yang disediakan.. 

Pentingnya peran ilmu penilaian status gizi ini perlu dipahami bersama oleh mahasiswa dan dosen, sehingga perlu diberikan pemahaman awal atau pengenalan baik dari isi materi mata

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan banyak manfaat terhadap pengembangan ilmu pendidikan, khususnya pada pembentukan karakter kejujuran siswa dalam

Untuk mengetahui kadar antioksidan pada buah kiwi, dilakukan serangkaian analisis... Analisis kuantitatif berupa penentuan aktivitas antioksidan, kadar flavonoid kadar fenolik

atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Tindak Tutur Asertif dan Direktif Serta Strategi