• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa pemotretan profil tanah pada kondisi terbuka tanpa naungan (lahan terbuka) harus melihat bagaimana kondisi cahaya matahari pada saat dilakukan pemotretan. Apabila kondisi cahaya matahari tidak sesuai dengan kondisi yang diinginkan maka diperlukan alat– alat pendukung sehingga kondisi cahaya yang dibutuhkan untuk memotret profil dapat dicapai. Pemotretan profil tanah pada kondisi dengan naungan (kelapa sawit) memiliki kelemahan dengan kebutuhan akan cahaya. Cahaya yang dibutuhkan untuk menyinari profil tanah tidak merata dan dengan intensitas yang kurang. Pemotretan objek mikro melalui mikroskop tidak memiliki banyak kendala, hanya kesulitan dalam menempatkan lensa dengan lubang pandang mikroskop.

5.2 Saran

Disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang teknik pemotretan profil dengan peralatan yang lebih baik. Alat yang lebih baik akan menghasilkan kualitas foto yang lebih baik pula. Selain itu, jenis tanah untuk pemotretan profil juga ditambah agar dapat dilihat perbedaan yang signifikan dari setiap profil.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim (a). 2012.Depth of Field.

http://www.dpreview.com/learn/?/Glossary/Optical/Depth_of_Field_01.htm . [15 Juni 2012].

Anonim (b). 2012.Shutter (photography).

http://en.wikipedia.org/wiki/Shutter_(photography). [ 15 Juni 2012 ]

Anonim (c). 2012, Juli.Memahami White Balance. Digital Camera Indonesia. Edisi 35. 46-48.

Anonim (d). 2012.Gray Card. http://en.wikipedia.org/wiki/Gray_card. [15 Juni 2012].

Anonim (e). 2012.Gray Card Instructions.

http://www.digitalartsphotography.com/instructions.htm. [15 Juni 2012]

Anonim (f). 2012.Mikroskop.

http://aguskrisnoblog.wordpress.com/2011/01/14/perkembangan-mikroskop-sebagai-penemu-sejarah-mikrobiologi. [29 Agustus 2012]

Dudal, R. dan M. Soepraptohardjo. 1957. Soil Classification in Indonesia. Pemberian Balai Besar Penyelidik Pertanian. Bogor.

Freeman, Michael. 2004.Light & Lighting. London: Ilex.

Hadioetomo, Ratna Siri. 1993.Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Hardjowigeno, S. 2003.Ilmu Tanah.Akademika Pressindo. Jakarta.

Rachim, Djunaedi A. dan Suwardi. 2002. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Bogor: Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Subardja dan P. Buurman. 1990. A troposequence of latosol on volcanic rocks in the Bogor Jakarta area. In red soil in Indonesia. Ed. P. Buurman. Soil Research Institute Bogor. Bogor.

Suwardi dan Hidayat W. 2000. Penuntun Praktikum Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Bogor: Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tjin, Enche. 2011.Lighting itu Mudah!. Jakarta: Bukune.

Wahyuningtyas, Anggraini Widdhi. 2011. Pengaruh Pupuk Organik Cair pada Produksi dan Serapan Hara Tanaman Caisim (Brassica juncea) Varietas Tosakan pada Latosol Darmaga.[skripsi]. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. IPB.

Yogaswara. 1977. Seri Seri Tanah dari Tujuh Tempat di Jawa Barat. Departemen Ilmu-ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. IPB.

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Morfologi tanah merupakan cabang dari ilmu tanah atau pedologi. Morfologi tanah mempelajari susunan dan sifat – sifat horizon serta gejala – gejala lain dalam profil tanah yang dapat menunjukan ciri – ciri khas dari suatu jenis tanah. Berdasarkan ciri – ciri yang didapat dari morfologi maka suatu jenis tanah dapat diklasifikasikan. Klasifikasi ini dapat digunakan untuk inventarisasi sumberdaya lahan untuk berbagai tujuan, seperti: menaksir sifat tanah dan produktivitasnya, menentukan lokasi penelitian, dan menentukan kualitas lahan.

Morfologi tanah ditentukan secara deskriptif di lapang melalui pengamatan profil tanah. Data morfologi tanah yang terekam dalam deskripsi profil tanah akan lebih mudah dipahami oleh sesama peneliti atau pengguna data morfologi tanah jika didukung perekaman visual profil tanah melalui pemotretan.

Penggunaan kamera untuk memotret profil tanah dalam menentukan morfologi suatu tanah tidak terlepas dari kemajuan fotografi digital yang lebih baik dibandingkan fotografi analog (film). Fotografi digital memiliki banyak keunggulan dibandingkan fotografi analog, seperti: dapat dilihat langsung (instan) hasil setelah pemotretan, hasil foto dengan kualitas yang lebih baik, dan dapat langsung menyempurnakan hasil foto. Jenis kamera yang berbasis digital ini dikenal sebagai DSLR, yaitu singkatan dari Digital Single Lens Reflex. Penggunaan kamera ini memungkinkan teknik pemotretan dilakukan dengan prinsiptrial and error secara lebih leluasa oleh pengguna kameranonprofesional sekalipun. Beberapa prinsip dasar pengambilan foto profil tanah dalam berbagai kondisi cuaca atau cahaya perlu dipelajari sehingga prinsip dasar ini dapat dipelajari oleh surveyor dan pelaku ilmu tanah lainnya.

Selain untuk perekaman visual morfologi tanah kamera DSLR dapat dimanfaatkan untuk memotret objek mikroskop. Selama ini pemotret objek mikroskop menggunakan mikroskop khusus yang menggunakan kamera. Kamera

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kendala dalam memotret suatu profil tanah dan objek mikro melalui lubang pandang mikroskop serta untuk mempelajari cara – cara terbaik pengambilan foto profil tanah dan objek pada mikroskop sehingga didapatkan gambar profil tanah dan objek mikroskop yang sesuai dengan kondisi yang sama seperti yang dilihat mata dan profil tanah dideskripsikan di lapang.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Profil Tanah

Profil tanah atau penampang tanah digunakan untuk mempelajari sifat – sifat morfologi tanah. Pembuatan profil tanah hendaknya dibuat pada tempat representatif dari seluruh cakupan wilayah yang dipelajari. Profil tanah dibuat dengan cara menggali tanah dengan ukuran tertentu dengan persyaratan lokasi tertentu.

Selain dari profil tanah, pengamatan tanah dapat dilakukan pada singkapan tanah dipinggir jalan atau bekas galian tanah. Sebelum dilakukan pengamatan, singkapan atau galian tanah yang telah lama perlu dilakukan penyegaran terlebih dahulu dengan mengupas sekitar 10 sampai 25 cm pada permukaan penampang. Pengamatan tanah harus dilakukan pada penampang tanah yang segar.

Profil tanah yang sesuai untuk studi genesis dan klasifikasi tanah adalah profil yang dibuat pada tempat alami yang belum dirusak oleh aktivitas manusia. Untuk menghindari hal–hal yang tidak alami, profil tanah hendaknya:

1. Jauh dari jalan besar atau saluran air untuk menghindari adanya bekas urugan atau galian saat pembuatan jalan atau saluran air.

2. Bukan bekas jalan setapak, timbunan tanah, bekas bangunan, tempat pembuangan sampah, dan sebagainya. Untuk menghindari pemadatan artifisial.

3. Tidak terlalu dekat dengan pohon yang besar karena perakaran pohon dapat menyulitkan pembuatan profil tanah.

Pengamatan yang teliti perlu dilakukan untuk meyakinkan bahwa lokasi tersebut benar – benar alami. Ciri – ciri tanah yang sudah terganggu adalah sebagai berikut:

1. Horisonisasi tanah sudah tidak teratur, lapisan gelap dan lapisan – lapisan lainnya sudah terbalik–balik.

2.2 Karakteristik Latosol

Di Indonesia, Latosol umumnya berada pada ketinggian 0 – 900 meter di atas permukaan laut, di sekeliling kipas volkan dan kerucut volkan. Area Latosol umumnya beriklim tropikal dan basah, curah hujan antara 2500 mm sampai 7000 mm (Dudal dan Soepraptohardjo, 1957). Di daerah Bogor, Latosol dapat dijumpai di daerah Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Daerah Darmaga memiliki ketinggian 220 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan memiliki curah hujan 3552 mm/tahun. Latosol coklat kemerahan Darmaga Bogor termasuk ke dalam order Inceptisols menurut sistem klasifikasi USDA, terletak pada zona fisiografi Bogor bagian barat, dengan bahan induk vulkanik kuarter berasal dari Gunung Salak (Yogaswara, 1977).

Latosol merupakan kelompok tanah yang mengalami proses pencucian dan pelapukan lanjut, perbedaan horizon tidak jelas, dengan kandungan mineral primer dan hara rendah, pH rendah 4.5 - 5.5, kandungan bahan organiknya relatif rendah, konsistensinya lemah dan stabilitas agregatnya tinggi, terjadi akumulasi seskuioksida dan pencucian silika. Warna tanah merah, coklat kemerah–merahan atau kekuning – kuningan atau kuning tergantung dari komposisi bahan induk, umur tanah, iklim dan elevasi (Dudal dan Soepraptohardjo, 1957). Latosol memiliki dengan batas – batas horizon yang kabur, solum dalam (lebih dari 150 cm), kejenuhan basa kurang dari 50%, umumnya mempunyai epipedon umbrik dan horizon kambik (Hardjowigeno, 2003). Batasan untuk membedakan Latosol adalah berdasarkan warna horizon B seperti Latosol merah, Latosol kekuningan, Latosol kekuningan, Latosol coklat (Subardja dan Buurman, 1990).

Kapasitas tukar kation tanah Latosol tergolong rendah, hal ini disebabkan oleh kadar bahan organik yang kurang dan sebagian lagi oleh sifat liat hidro – oksida. Latosol juga mempunyai kandungan basa–basa yang dapat dipertukarkan dan hara yang tersedianya rendah (Soepraptohardjo dan Suhardjo, 1978).

2.3 Teknik Fotografi 2.3.1 ISO

ISO adalah ukuran kepekaan sensor kamera (digital) dalam menangkap cahaya. Semakin tinggi nilai ISO, semakin peka sensor kamera sehingga foto

yang dihasilkan menjadi terang (bila pengaturan lainnya tidak berubah) (Tjin, 2011). Namun, semakin tinggi ISO makagrain/noisesemakin terlihat pada foto. 2.3.2Aperture/Diafragma

Dalam bidang fotografi, bukaan (en: f-number, focal ratio, f-ratio, relative aperture) adalah bilangan yang menunjukkan korelasi panjang fokus lensaterhadap diafragma. Pada semua lensa (tidak tergantung dari panjang fokus lensa tersebut), akan meneruskan intensitas cahaya yang sama. Sebagai contoh, lensa dengan panjang fokus 100mm, pada pengaturan diafragma 4 (nilai F/4), mempunyai arti bahwa diafragma pada lensa tersebut sedang terbuka dengan diameter diafragma 25mm. Biasanya dilambangkan dengan huruf F. Nilai diafragma umumnya merupakan urutan F/1, F/1.2, F/1.4, F/2, F/2.8, F/4, F/5.6, F/8, F/11, F/16, dan seterusnya (Anonim (a), 2012).

Semakin besar angka diafragma, berarti semakin kecil diameter lubang diafragma di bagian dalam lensa. Besarnya diameter terbukanya diafragma akan membuat cahaya yang masuk menjadi lebih banyak, sehingga paparan cahaya bertambah dan akibatnya tingkat kecerahan foto bertambah, demikian pula sebaliknya. Pengaruh lain dari bukaan adalah terjadinya perbedaan ruang ketajaman. Angka bukaan yang kecil menyebabkan ruang ketajaman memiliki jarak yang sempit. Sebaliknya angka bukaan yang kecil akan menyebabkan ruang ketajaman luas (Freeman, 2004).

Gambar 1.Aperture/diafragma, diagramaperturedari setiap nilai.

cahaya yang dapat terekam pada sensor atau film. Ukuranshutter speed/kecepatan rana biasa diberi nilai 1/1000s, 1/500s, 1/250s, 1/125s, 1/60s, 1/30s, 1/15s, 1/8s, 1/4s, 1/2s, 1s.

Kecepatan rana dibagi menjadi dua macam berdasarkan lama kecepatan rana terbuka. Pertama adalah fast shutter speeds (kecepatan rana cepat) adalah kecepatan rana yang cukup cepat saat terbuka hingga tertutup yang terjadi dalam sepersekian detik. Kecepatan rana yang cepat dapat menjadikan gambar yang bergerak membeku secara tidak alami. Kecepatan rana cepat juga mengurangi efek shake (guncangan) terhadap gambar yang menjadikan gambar menjadi buram. Kedua adalahslow shutter speeds(kecepatan rana lambat), kecepatan rana ini memiliki waktu yang lama dalam membuka rana hingga rana tertutup. Hal ini memungkinkan objek terekam dalam waktu yang lama. Kecepatan rana yang lambat dapat membuat gambar terekam dalam jangka waktu lama sehingga gambar yang dihasilkan memiliki efekblur(buram) (Anonim (b), 2012).

2.3.4White Balance

Setiap kamera digital memiliki pengaturan white balance. White balance pada kamera digital membantu memastikan obyek yang seharusnya berwarna putih tetap berwarna putih pada hasil akhir gambar. Perbedaan sumber cahaya akan mengakibatkan warna yang seharusnya putih menjadi berbeda. Misalnya cahaya lilin menciptakan cahaya jingga, sementara senja memberikan nuansa kebiruan dan dingin. Mata manusia mampu mengkompensasi terhadap perubahan berbagai cahaya sehingga warna putih akan tetap berwarna putih pada kondisi cahaya lilin maupun kondisi cahaya senja. Sementara kamera digital mengalami kesulitan secara otomatis mengkompensasi hal tersebut (Anonim (c), 2012).White balancediukur dengan satuan suhu yaitu kelvin (K).

Semua kamera digital biasanya telah memiliki fungsi auto white balance (AWB) yang akan secara otomatis mengukur suhu cahaya yang ada dan menyamakannya dengan kamera. Selain itu juga, ada opsi – opsi white balance lainnya di kamera seperti: Daylight, Shade, Cloudy, Tungsten, dan White Fluorescent Light (dapat dibaca di masing – masing buku panduan tiap kamera karena setiap merk dan tipe kamera berbeda – beda). Setiap white balance opsional tersebut memiliki suhu yang berbeda–beda (Tjin, 2011).

Saatauto white balance atau opsi –opsi white balance lainnya gagal, ada cara yang lebih akurat dalam menentukan white balance. Caranya adalah dengan menentukan custom white balance. Cara ini tidak terlalu praktis, namun membantu dalam menentukan hasil yang akurat.

Gambar 2. Nilaiwhite balancepada berbagai kondisi cahaya

2.3.5Gray Card

Gray card (kartu abu – abu) merupakan kartu yang digunakan sebagai acuan dalam mengkoreksi eksposur atau warna secara konsisten pada fotografi. Bentuk dari gray cardbisa berupa kertas maupun plastik. Sebagai contoh, Kodak R-27 yang terdiri dari gray card dengan ukuran 8x10” (2 buah) dan 4x5” (1 buah). Selain untuk mengkoreksi eksposur, gray carddigunakan dapat digunakan mengkoreksiWhite Balance(Anonim (d), 2012).

Penggunaan gray card sebagai white balance dapat dilakukan baik sebelum maupun sesudah pemotretan. Sebagian besar jenis kamera digital, apalagi jenis DSLR (Digital Single Lens Reflex) memiliki fitur custom white balance. Gambar dari gray card diambil kemudian digunakan sebagai custom white balance. Untuk penggunaan sesudah pemotretan, gambar dari gray card digunakan sebagai acuan white balance. Hal ini harus menggunakan perangkat

2.3.6Metering(Mengukur Cahaya)

Kamera mengukur cahaya dan mengatur eksposur yang optimal dengan mengukur cahaya yang dipantulkan oleh subjek, kemudian merata – ratakannya dengan fungsi algoritma tertentu (reflective light meter). Kamera digital saat ini melakukan metering berdasarkan kecepatan rana, ISO, dan aperture/diafragma. Berikut merupakan beberapa pilihanmeteringpada kamera:

Evaluative/Matrix/Multi-Zone Metering

Metering ini mempertimbangkan, menghitung, dan merata – ratakan intensitas cahaya dari seluruh pemandangan yang akan dipotret. Mode ini cukup akurat bila digunakan pada pemandangan dengan kondisi cahaya yang sama rata dan untuk banyak kondisi cahaya. Kelemahan mode ini saat adanya perbedaan intensitas cahaya yang kontras.

Spot Metering

Kamera hanya mengukur sebagian kecil (sekitar 1 - 5%) dari pemandangan, dihitung dari mulai titik fokus. Spot metering digunakan saat pencahayaan kontras. Seperti saat di konser musik atau acara – acara kesenian yang latar belakangnya jauh lebih gelap dari objek yang dipotret.

CenterWeighteddanPartial Metering

Kamera menitikberatkan sebagian besar perhitungan cahaya di bagian tengah pemandangan. Mode ini cocok digunakan bila ada sebagian dari pemandangan yang terlalu terang atau terlalu gelap dibandingkan dengan subjek foto (Tjin, 2011).

2.4 Mikroskop

Berdasarkan sumber iluminasi yang dipakai, dikenal dua kelompok utama mikroskop, yaitu mikroskop cahaya dan mikroskop elektron. Mikroskop cahaya menggunakan gelombang cahaya sebagai sumber iluminasinya; tergolong ke dalamnya adalah mikroskop medan terang (brightfield), medan gelap (dark field), kontras fase (phase contrast), dan pendar fluor (fluorescence). Di pihak lain,

mikroskop elektron menggunakan elektron untuk iluminasinya. Ada dua macam mikroskop elektron, yaitu tipe transmisi dan tipe payar (scanning) (Hadioetomo, 1993). Pada penelitian mikroskop yang digunakan adalah mikroskop cahaya.

Mikroskop cahaya atau dikenal juga dengan nama Compound light microscope adalah sebuah mikroskop yang menggunakan cahaya lampu sebagai pengganti cahaya matahari sebagaimana yang digunakan pada mikroskop konvensional. Pada mikroskop konvensional, sumber cahaya masih berasal dari sinar matahari yang dipantulkan dengan suatu cermin datar ataupun cekung yang terdapat di bawah kondensor. Cermin ini akan mengarahkan cahaya dari luar ke dalam kondensor.

Mikroskop cahaya mempunyai perbesaran maksimum 1000 kali. Mikroskop mempunyai kaki yang berat dan kokoh dengan tujuan agar dapat berdiri dengan stabil. Mikroskop cahaya memiliki tiga sistem lensa, yaitu lensa obyektif, lensa okuler, dan kondensor. Lensa obyektif dan lensa okuler terletak pada kedua ujung tabung mikroskop. Lensa okuler pada mikroskop bisa berbentuk lensa tunggal (monokuler) atau ganda (binokuler). Pada ujung bawah mikroskop terdapat tempat dudukan lensa obyektif yang bisa dipasangi tiga lensa atau lebih. Di bawah tabung mikroskop terdapat meja mikroskop yang merupakan tempat preparat. Sistem lensa yang ketiga adalah kondensor. Kondensor berperan untuk menerangi obyek dan lensa-lensa mikroskop yang lain.

Contoh sehari – hari menggambarkan masalah utama mikroskop cahaya. Ketika digunakan dalam biologi sel modern, kluster padat ribuan sel menghamburkan cahaya sehingga kuat bahwa sel-sel yang terletak di belakang sebuah objek tidak dapat dilihat. Meskipun lebih dikenal dari fiksi ilmiah, konsep diri merekonstruksi sinar laser menawarkan solusi yang menjanjikan untuk masalah ini (Anonim (f), 2012).

III.

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan sejak bulan November 2011 hingga Mei 2012. Pemotretan profil tanah dilakukan di Kebun Percobaan Cikabayan dan pemotretan objek mikroskop di Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan meliputi: Kamera DSLR Canon 40D, Lensa EFS 18 – 55 mm F/3.5 – 5.6 (pemotretan profil), Lensa EF 50mm F/1.8 (pemotretan mikroskop), tripod, mikroskop (Olympus BX50), cangkul, pisau, Munsell Soil Chart, bak ukur, dangray card(Kartu Abu–Abu).

Bahan yang digunakan untuk pemotretan objek mikro: fauna tanah yaitu Acari dan mineral fraksi pasir yaitu Augit yang diperoleh dari contoh tanah pasir yang berasal dari Cimangkok, Cianjur, Jawa Barat.

3.3 Metode Penelitian

Pemotretan profil tanah, dilakukan pada dua kondisi yang berbeda. Kondisi yang pertama profil dipotret pada kondisi tanpa naungan. Cahaya pada kondisi tanpa naungan memiliki cahaya alami (matahari) yang melimpah. Cahaya alami dibagi menjadi tiga kualitas, yaitu: kondisi matahari terik (cahaya keras), berawan (cahaya lembut), dan cuaca mendung atau sangat berawan (cahaya menyebar). Berdasarkan tiga kualitas cahaya yang berbeda akan dapat dilihat perbedaan seberapa baik cahaya yang terpapar pada bagian profil tanah yang diamati.

Kondisi yang kedua ialah pemotretan profil dengan kondisi di bawah naungan (tegakan kelapa sawit). Hal ini dimaksudkan untuk melihat perbedaan hasil dari pemotretan tanpa naungan dengan yang ada naungan. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan sebelum melakukan pemotretan di bawah naungan dibagi lagi atas keadaan: terik (cahaya keras) dan mendung (cahaya lembut atau menyebar).

Pengaturan kamera pada pemotretan profil tanah dilakukan dengan dua tipe pengaturan. Pertama kamera diatur dalam posisiautodan yang kedua kamera diatur agar dapat mendapatkan hasil yang maksimal sehingga didapat hasil foto yang lebih baik. Lensa yang digunakan adalah lensa standar, yaitu 18–55 mm.

Pemotretan objek mikroskop dilakukan di dalam ruangan (laboratorium). Cahaya yang digunakan berasal langsung dari mikroskop. Seluruh pengaturan cahaya dilakukan dari mikroskop langsung. Mikroskop yang digunakan (Olympus BX50) dapat diatur kekuatan intensitas cahayanya dan memiliki beberapa filter yang digunakan. Filter yang terdapat pada mikroskop terdiri dari LBD, ND6, dan ND25. Perbesaran yang digunakan sebesar 4X/0.10P dan 10X/0.25P. Pemotretan dilakukan untuk merekam secara visual apa yang dilihat di bidang pandang mikroskop sesuai dengan yang dilihat mata. Kamera diatur pada diafragma terbesar karena objek berada pada jarak yang sempit. Pengaturan fokus sendiri dilakukan dari kamera dan mikroskop. Kamera diatur pada posisi paling dekat ke lensa. Sedangkan pengaturan fokus pada mikroskop dapat diatur disesuaikan agar objek dapat terlihat jelas. Lensa yang digunakan berbeda dengan yang digunakan pada pemotretan profil, lensa pada pemotretan objek mikroskop menggunakan lensa 50 mm. Kamera pada saat pemotretan objek mikroskop dihubungkan melalui komputer agar lebih mudah dalam pengamatan. Pada Gambar 3 dapat dilihat bagaimana penempatan lensa ke lubang pandang mikroskop dan kamera dapat disambungkan ke laptop.

Gambar 3: Penempatan lensa pada lubang pandang mikroskop dan dapat disambungkan ke laptop

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan Wahyuningtyas (2011) jenis tanah di Kebun Percobaan Cikabayan merupakan Latosol. Tanah ini memiliki ciri – ciri batas horizon yang samar, warna 7.5YR,4/4 (brown), remah sampai gumpal, dan gembur, memiliki tekstur, dan terdapat distribusi kadar liat tinggi.

4.1 Pemotretan Profil Tanah

4.1.1 Kondisi Profil Tanah Tanpa Naungan

Kondisi tanpa naungan mendapatkan cahaya matahari yang melimpah dibandingkan dengan naungan. Cahaya matahari ini memiliki kualitas cahaya yang berbeda – beda berdasarkan intensitasnya. Kualitas cahaya matahari dapat bersifat keras, lembut, dan menyebar. Kualitas cahaya dapat terlihat dari pembentukan bayangan pada suatu objek yang terkena sinar matahari.

4.1.1.1 Kondisi Cahaya Terik/Keras

Hasil pemotretan profil tanah pada kondisi cahaya keras/terik disajikan pada Gambar 4. Gambar 4A merupakan profil tanah yang dipotret dengan programauto. Program ini membiarkan kamera yang memilih pengaturan sendiri tanpa ada campur tangan dari pengguna. Gambar 4B merupakan gambar dari hasil pengaturan kamera yang dilakukan oleh pengguna. Gambar ini berbeda dengan Gambar 4A karena memakai custom white balance dengan menggunakan gray card.

Cahaya yang keras pada kondisi alami terbentuk ketika cahaya matahari bersinar tanpa adanya penutupan awan. Contohnya adalah cahaya matahari pada terik siang hari saat langit tidak berawan. Dari Gambar 4A hasil pemotretan pada cahaya terik, dapat dilihat bahwa cahaya terik/keras itu mengakibatkan timbulnya flare(pijar lensa) atau ghosting dan terjadi perbedaan kontras sinar yang terpapar (gelap-terang yang jelas). Efek dari cahaya keras ini memang lebih mudah terlihat dibandingkan dengan dua kondisi cahaya yang lain. Begitu juga pada Gambar 4B yang telah dirubahwhite balancedengangray cardmasih terdapatghosting.

Ghostingpada Gambar 4A dan Gambar 4B terjadi akibat sinar yang terlalu besar intensitasnya masuk ke dalam lensa, namun tidak terlalu terlihat seperti

flare.Ghostingterlihat seperti kabut putih atau seperti hantu yang berwarna putih. Hal ini dapat terlihat pada bagian bawah profil di atas.

Cara yang dilakukan agar mengurangi efek lens flare (pijar lensa) atau ghosting adalah tidak memotret dengan sinar matahari menyinari langsung atau terpantul langsung dari arah matahari. Cara lain yang biasa dilakukan dengan menggunakan lens hood(tudung lensa). Selain itu, kualitas lensa yang lebih baik juga bisa mengurangi efeklens flare(pijar lensa) ataughosting.

A B

Gambar 4: Foto profil tanah pada kondisi cahaya keras/terik tanpa naungan ( A foto profil tanah sebelum dikalibrasi white balancedengangray card dan B foto profil tanah setelah dikalibrasi dengan gray card).

4.1.1.2 Kondisi Cahaya Lembut

Hasil pemotretan profil tanah kondisi cahaya lembut disajikan pada Gambar 5. Gambar 5A merupakan gambar dengan program auto dari kamera.

Dokumen terkait