• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perekaman visual profil tanah dan objek mikroskop dengan menggunakan teknologi fotografi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perekaman visual profil tanah dan objek mikroskop dengan menggunakan teknologi fotografi"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

Perekaman Visual Profil Tanah dan Objek Mikroskop dengan

Menggunakan Teknologi Fotografi

PRASETYO DIBYO RAHARJO

A14060899

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Perekaman Visual Profil Tanah dan Objek Mikroskop dengan

Menggunakan Teknologi Fotografi

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

PRASETYO DIBYO RAHARJO

A14060899

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

RINGKASAN

PRASETYO DIBYO RAHARJO. Perekaman Visual Profil Tanah dan Objek Mikroskop dengan Menggunakan Teknologi Fotografi. Di bawah bimbingan BASUKI SUMAWINATAdanDARMAWAN.

Morfologi tanah merupakan penciri tanah yang sangat penting terkait proses pembentukan dan perkembangan tanah serta untuk identifikasi dan klasifikasi. Identifikasi morfologi tanah melalui pengamatan profil tanah perlu didukung dengan rekaman visual menggunakan kamera dalam rangka dokumentasi dan komunikasi data serta untuk diskusi yang terkait. Perkembangan teknologi fotografi yang sangat pesat memungkinkan untuk melakukan perekaman visual profil tanah dengan sangat baik. Kecanggihan teknologi ini juga dapat dimanfaatkan untuk pemotretan objek mikroskop pada pengamatan mikroskop.

Penelitian ini dilakukan dalam rangka mengetahui cara terbaik pemotretan profil tanah dan pemotretan objek mikroskop. Pemotretan profil dilakukan pada dua kondisi, kondisi pertama pada lubang profil tanah dengan tanpa naungan dan kondisi kedua pada lubang profil tanah dengan naungan (kelapa sawit). Pemotretan objek mikroskop dilakukan dengan memotret objek mikroskop berupa fauna tanah dan mineral pada bidang pandang mikroskop. Pemotretan menggunakan kamera DSLR (Digital Single Lens Reflex) karena jenis kamera ini yang lebih cocok dibandingkan jenis kamera yang lainnya.

Pemotretan pada lubang profil tanah pada kondisi tanpa naungan didasarkan pada tiga kualitas cahaya matahari, yaitu: cahaya terik/keras, cahaya lembut, dan cahaya menyebar. Setiap kualitas cahaya tersebut dapat dilihat dari pembentukan bayangan yang terjadi pada suatu objek. Pemotretan pada lubang profil dengan kondisi di bawah naungan hanya didasarkan pada dua kualitas cahaya, yaitu: cahaya terik dan cahaya lembut atau menyebar pada kondisi cuaca sedang mendung. Penggunaan gray card diperlukan dalam memotret profil tanah agar memperlihatkanwhite balanceyang sesuai kondisi.

(4)

SUMMARY

PRASETYO DIBYO RAHARJO. Visual Recording of Soil Profile and Microscope Object using Photographic Technology. Under Supervision of BASUKI SUMAWINATAandDARMAWAN.

Soil morphology is a very important diagnostic characteristic in relation to formation and development of soil as well as for identification and classification. Identification of soil morphology by soil profile description need to be supported by visual record using camera for documentation and data communication as well as for related discussions. Advanced development of photographic technology make good visual recording of soil profile is possible. This sophisticated technology can also be used to shoot objects on the microscope.

This research about visual recording of soil aimed to get best technique for takingphotograph of soil profile and microscope objects. Shooting the soil profile was done at two conditions, the first condition was that the soil profile with no shade and the second condition was that the soil profile is shaded by palm oil trees. Shooting of the microscopic object was performed to mineral and soil fauna in the field of microscope view. All shootings were done using a DSLR camera (Digital Single Lens Reflex) because this type of cameras is more suitable than the other types of cameras.

Shooting of the soil profile without shade was carried out based on three conditions of light quality, i.e. bright light, soft light, and spreaded light. Each of the quality of light can be seen from the formation of shadows that occur onthe object. Shooting the profile with shade conditions was based on two qualities of lightonly, i.e. bright and spreadedsoft light of cloudy weather. The use of gray card is required in order to capture the soil profile showing the appropriate white balance conditions.

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Perekaman Visual Profil Tanah dan Objek Mikroskop dengan Menggunakan Teknologi Fotografi

Nama Mahasiswa : Prasetyo Dibyo Raharjo

NRP : A14060899

Mayor : Manajemen Sumberdaya Lahan

Departemen : Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Disetujui :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr Dr. Ir. Darmawan, MSc

19570610 198130 1 003 19631103 199002 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc 19621113 198703 1 003

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Maospati, Jawa Timur pada tanggal 15 Agustus

1987. Penulis adalah putra tunggal dari Bapak Wachid Sardono dan almarhumah

Ibu Sriyati.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2000 di SD Negeri

Sukamaju 3 Depok, Jawa Barat. Kemudian pada tahun 2003 menyelesaikan studi

di SLTP Perintis Depok, Jawa Barat. Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan

di SMA Negeri 2 Depok, Jawa Barat dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun yang

sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan

Seleksi Mahasiswa IPB). Pada tahun 2007 penulis diterima di Departemen Ilmu

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberi karuniaNya sehingga

penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi. Skripsi yang

berjudul “Perekaman Visual Profil Tanah dan Objek Mikroskop Menggunakan

Teknologi Fotografi” ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar

sarjana di Program Studi Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian,

Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr selaku pembimbing pertama skripsi

yang telah membimbing, memberikan ide penelitian, memberikan arahan

dalam penelitian, penyelesaian skripsi dan membagi pengalaman hidup

yang bermanfaat bagi penulis.

2. Dr. Ir. Darmawan, M.Sc selaku pembimbing kedua skripsi, yang telah

membimbing, mengarahkan dalam penelitian, penulisan skripsi dan

penyelesaian skripsi.

3. Kepada seluruh keluarga atas segala dukungan, kesabaran, dan kasih

sayang yang diberikan hingga sekarang.

4. Teman – teman satu bimbingan atas kebersamaan, motivasi, dan

pengertiannya.

5. Semua pihak yang telah banyak membantu menulis selama penelitian dan

penyelesaian skripsi yang tidak dapat disebutkan satu–persatu.

Ucapan ini mungkin tidak dapat membalas semua yang telah penulis

dapatkan, semoga Allah SWT yang akan membalasnya. Penulis berharap tulisan

(8)

DAFTAR ISI

4.1.1. Kondisi Profil Tanah Tanpa Naungan ...12

4.1.2. Kondisi Profil Tanah di Bawah Naungan ...19

4.2. Jarak Pemotretan Profil Tanah ...23

4.3.Aperture/Diafragma kamera ...23

4.4. Pemotretan Objek Mikroskop ...24

(9)

DAFTAR GAMBAR

1. Aperture/diafragma, diagramaperturedari setiap nilai ...5 2. Nilaiwhite balancepada berbagai kondisi cahaya...7 3. Penempatan lensa pada lubang pandang mikroskop dan dapat disambungkan ke laptop...11

4. Foto profil tanah pada kondisi cahaya keras/terik tanpa naungan ( A gambar profil tanah sebelum dikalibrasiwhite balancedengangray carddan B gambar profil tanah setelah dikalibrasi dengangray card) ...14 5. Foto profil tanah pada kondisi cahaya lembut tanpa naungan ( A gambar

profil tanah sebelum dikalibrasiwhite balancedengangray carddan B gambar profil tanah setelah dikalibrasi dengangray card) ...16 6. Foto profil tanah pada kondisi cahaya menyebar tanpa naungan ( A gambar

profil tanah sebelum dikalibrasiwhite balancedengangray carddan B gambar profil tanah setelah dikalibrasi dengangray card) ...18 7. Foto profil tanah pada kondisi cahaya keras/terik di bawah naungan ( A foto

profil tanah sebelum dikalibrasiwhite balancedengangray carddan B foto profil tanah setelah dikalibrasi dengan gray card) ...20 8. Foto profil tanah pada kondisi lembut atau menyebar di bawah naungan ( A

foto profil tanah sebelum dikalibrasiwhite balancedengangray carddan B foto profil tanah setelah dikalibrasi dengangray card)...22 9. Foto mineral Augit yang difoto dengan tepat melalui mikroskop (objek

difoto dengan perbesaran 10X)...26

10. Foto mineral Augit difoto dengan penempatan lensa yang kurang tepat (objek difoto dengan perbesaran 10X) ...26

11. Foto fauna tanah (Acari) tanpa pengubahan filter (objek difoto dengan perbesaran 4X)...27

12. Foto fauna tanah (Acari) dengan pengubahan filter (objek difoto dengan perbesaran 4X)...27

13. Foto mineral plagioklas yang difoto dengan filter cross nikolperbesaran 10X) ...28

(10)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Morfologi tanah merupakan cabang dari ilmu tanah atau pedologi.

Morfologi tanah mempelajari susunan dan sifat – sifat horizon serta gejala –

gejala lain dalam profil tanah yang dapat menunjukan ciri – ciri khas dari suatu

jenis tanah. Berdasarkan ciri – ciri yang didapat dari morfologi maka suatu jenis

tanah dapat diklasifikasikan. Klasifikasi ini dapat digunakan untuk inventarisasi

sumberdaya lahan untuk berbagai tujuan, seperti: menaksir sifat tanah dan

produktivitasnya, menentukan lokasi penelitian, dan menentukan kualitas lahan.

Morfologi tanah ditentukan secara deskriptif di lapang melalui

pengamatan profil tanah. Data morfologi tanah yang terekam dalam deskripsi

profil tanah akan lebih mudah dipahami oleh sesama peneliti atau pengguna data

morfologi tanah jika didukung perekaman visual profil tanah melalui pemotretan.

Penggunaan kamera untuk memotret profil tanah dalam menentukan

morfologi suatu tanah tidak terlepas dari kemajuan fotografi digital yang lebih

baik dibandingkan fotografi analog (film). Fotografi digital memiliki banyak

keunggulan dibandingkan fotografi analog, seperti: dapat dilihat langsung (instan)

hasil setelah pemotretan, hasil foto dengan kualitas yang lebih baik, dan dapat

langsung menyempurnakan hasil foto. Jenis kamera yang berbasis digital ini

dikenal sebagai DSLR, yaitu singkatan dari Digital Single Lens Reflex. Penggunaan kamera ini memungkinkan teknik pemotretan dilakukan dengan

prinsiptrial and error secara lebih leluasa oleh pengguna kameranonprofesional sekalipun. Beberapa prinsip dasar pengambilan foto profil tanah dalam berbagai

kondisi cuaca atau cahaya perlu dipelajari sehingga prinsip dasar ini dapat

dipelajari oleh surveyor dan pelaku ilmu tanah lainnya.

Selain untuk perekaman visual morfologi tanah kamera DSLR dapat

dimanfaatkan untuk memotret objek mikroskop. Selama ini pemotret objek

(11)

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kendala dalam memotret suatu

profil tanah dan objek mikro melalui lubang pandang mikroskop serta untuk

mempelajari cara – cara terbaik pengambilan foto profil tanah dan objek pada

mikroskop sehingga didapatkan gambar profil tanah dan objek mikroskop yang

sesuai dengan kondisi yang sama seperti yang dilihat mata dan profil tanah

(12)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Profil Tanah

Profil tanah atau penampang tanah digunakan untuk mempelajari sifat –

sifat morfologi tanah. Pembuatan profil tanah hendaknya dibuat pada tempat

representatif dari seluruh cakupan wilayah yang dipelajari. Profil tanah dibuat

dengan cara menggali tanah dengan ukuran tertentu dengan persyaratan lokasi

tertentu.

Selain dari profil tanah, pengamatan tanah dapat dilakukan pada singkapan

tanah dipinggir jalan atau bekas galian tanah. Sebelum dilakukan pengamatan,

singkapan atau galian tanah yang telah lama perlu dilakukan penyegaran terlebih

dahulu dengan mengupas sekitar 10 sampai 25 cm pada permukaan penampang.

Pengamatan tanah harus dilakukan pada penampang tanah yang segar.

Profil tanah yang sesuai untuk studi genesis dan klasifikasi tanah adalah

profil yang dibuat pada tempat alami yang belum dirusak oleh aktivitas manusia.

Untuk menghindari hal–hal yang tidak alami, profil tanah hendaknya:

1. Jauh dari jalan besar atau saluran air untuk menghindari adanya bekas

urugan atau galian saat pembuatan jalan atau saluran air.

2. Bukan bekas jalan setapak, timbunan tanah, bekas bangunan, tempat

pembuangan sampah, dan sebagainya. Untuk menghindari pemadatan

artifisial.

3. Tidak terlalu dekat dengan pohon yang besar karena perakaran pohon

dapat menyulitkan pembuatan profil tanah.

Pengamatan yang teliti perlu dilakukan untuk meyakinkan bahwa lokasi tersebut

benar – benar alami. Ciri – ciri tanah yang sudah terganggu adalah sebagai

berikut:

1. Horisonisasi tanah sudah tidak teratur, lapisan gelap dan lapisan – lapisan

(13)

2.2 Karakteristik Latosol

Di Indonesia, Latosol umumnya berada pada ketinggian 0 – 900 meter di

atas permukaan laut, di sekeliling kipas volkan dan kerucut volkan. Area Latosol

umumnya beriklim tropikal dan basah, curah hujan antara 2500 mm sampai 7000

mm (Dudal dan Soepraptohardjo, 1957). Di daerah Bogor, Latosol dapat dijumpai

di daerah Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Daerah Darmaga memiliki

ketinggian 220 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan memiliki curah hujan

3552 mm/tahun. Latosol coklat kemerahan Darmaga Bogor termasuk ke dalam

order Inceptisols menurut sistem klasifikasi USDA, terletak pada zona fisiografi

Bogor bagian barat, dengan bahan induk vulkanik kuarter berasal dari Gunung

Salak (Yogaswara, 1977).

Latosol merupakan kelompok tanah yang mengalami proses pencucian dan

pelapukan lanjut, perbedaan horizon tidak jelas, dengan kandungan mineral

primer dan hara rendah, pH rendah 4.5 - 5.5, kandungan bahan organiknya relatif

rendah, konsistensinya lemah dan stabilitas agregatnya tinggi, terjadi akumulasi

seskuioksida dan pencucian silika. Warna tanah merah, coklat kemerah–merahan

atau kekuning – kuningan atau kuning tergantung dari komposisi bahan induk,

umur tanah, iklim dan elevasi (Dudal dan Soepraptohardjo, 1957). Latosol

memiliki dengan batas – batas horizon yang kabur, solum dalam (lebih dari 150

cm), kejenuhan basa kurang dari 50%, umumnya mempunyai epipedon umbrik

dan horizon kambik (Hardjowigeno, 2003). Batasan untuk membedakan Latosol

adalah berdasarkan warna horizon B seperti Latosol merah, Latosol kekuningan,

Latosol kekuningan, Latosol coklat (Subardja dan Buurman, 1990).

Kapasitas tukar kation tanah Latosol tergolong rendah, hal ini disebabkan

oleh kadar bahan organik yang kurang dan sebagian lagi oleh sifat liat hidro –

oksida. Latosol juga mempunyai kandungan basa–basa yang dapat dipertukarkan

dan hara yang tersedianya rendah (Soepraptohardjo dan Suhardjo, 1978).

2.3 Teknik Fotografi 2.3.1 ISO

ISO adalah ukuran kepekaan sensor kamera (digital) dalam menangkap

(14)

yang dihasilkan menjadi terang (bila pengaturan lainnya tidak berubah) (Tjin,

2011). Namun, semakin tinggi ISO makagrain/noisesemakin terlihat pada foto.

2.3.2Aperture/Diafragma

Dalam bidang fotografi, bukaan (en: f-number, focal ratio, f-ratio,

relative aperture) adalah bilangan yang menunjukkan korelasi panjang fokus

lensaterhadap diafragma. Pada semua lensa (tidak tergantung dari panjang fokus lensa tersebut), akan meneruskan intensitas cahaya yang sama. Sebagai contoh,

lensa dengan panjang fokus 100mm, pada pengaturan diafragma 4 (nilai F/4),

mempunyai arti bahwa diafragma pada lensa tersebut sedang terbuka dengan

diameter diafragma 25mm. Biasanya dilambangkan dengan huruf F. Nilai

diafragma umumnya merupakan urutan F/1, F/1.2, F/1.4, F/2, F/2.8, F/4, F/5.6,

F/8, F/11, F/16, dan seterusnya (Anonim (a), 2012).

Semakin besar angka diafragma, berarti semakin kecil diameter lubang

diafragma di bagian dalam lensa. Besarnya diameter terbukanya diafragma akan

membuat cahaya yang masuk menjadi lebih banyak, sehingga paparan cahaya

bertambah dan akibatnya tingkat kecerahan foto bertambah, demikian pula

sebaliknya. Pengaruh lain dari bukaan adalah terjadinya perbedaan ruang

ketajaman. Angka bukaan yang kecil menyebabkan ruang ketajaman memiliki

jarak yang sempit. Sebaliknya angka bukaan yang kecil akan menyebabkan ruang

ketajaman luas (Freeman, 2004).

Gambar 1.Aperture/diafragma, diagramaperturedari setiap nilai.

(15)

cahaya yang dapat terekam pada sensor atau film. Ukuranshutter speed/kecepatan rana biasa diberi nilai 1/1000s, 1/500s, 1/250s, 1/125s, 1/60s, 1/30s, 1/15s, 1/8s,

1/4s, 1/2s, 1s.

Kecepatan rana dibagi menjadi dua macam berdasarkan lama kecepatan

rana terbuka. Pertama adalah fast shutter speeds (kecepatan rana cepat) adalah kecepatan rana yang cukup cepat saat terbuka hingga tertutup yang terjadi dalam

sepersekian detik. Kecepatan rana yang cepat dapat menjadikan gambar yang

bergerak membeku secara tidak alami. Kecepatan rana cepat juga mengurangi

efek shake (guncangan) terhadap gambar yang menjadikan gambar menjadi buram. Kedua adalahslow shutter speeds(kecepatan rana lambat), kecepatan rana ini memiliki waktu yang lama dalam membuka rana hingga rana tertutup. Hal ini

memungkinkan objek terekam dalam waktu yang lama. Kecepatan rana yang

lambat dapat membuat gambar terekam dalam jangka waktu lama sehingga

gambar yang dihasilkan memiliki efekblur(buram) (Anonim (b), 2012). 2.3.4White Balance

Setiap kamera digital memiliki pengaturan white balance. White balance pada kamera digital membantu memastikan obyek yang seharusnya berwarna

putih tetap berwarna putih pada hasil akhir gambar. Perbedaan sumber cahaya

akan mengakibatkan warna yang seharusnya putih menjadi berbeda. Misalnya

cahaya lilin menciptakan cahaya jingga, sementara senja memberikan nuansa

kebiruan dan dingin. Mata manusia mampu mengkompensasi terhadap perubahan

berbagai cahaya sehingga warna putih akan tetap berwarna putih pada kondisi

cahaya lilin maupun kondisi cahaya senja. Sementara kamera digital mengalami

kesulitan secara otomatis mengkompensasi hal tersebut (Anonim (c), 2012).White balancediukur dengan satuan suhu yaitu kelvin (K).

Semua kamera digital biasanya telah memiliki fungsi auto white balance (AWB) yang akan secara otomatis mengukur suhu cahaya yang ada dan

(16)

Saatauto white balance atau opsi –opsi white balance lainnya gagal, ada cara yang lebih akurat dalam menentukan white balance. Caranya adalah dengan menentukan custom white balance. Cara ini tidak terlalu praktis, namun membantu dalam menentukan hasil yang akurat.

Gambar 2. Nilaiwhite balancepada berbagai kondisi cahaya

2.3.5Gray Card

Gray card (kartu abu – abu) merupakan kartu yang digunakan sebagai acuan dalam mengkoreksi eksposur atau warna secara konsisten pada fotografi.

Bentuk dari gray cardbisa berupa kertas maupun plastik. Sebagai contoh, Kodak R-27 yang terdiri dari gray card dengan ukuran 8x10” (2 buah) dan 4x5” (1 buah). Selain untuk mengkoreksi eksposur, gray carddigunakan dapat digunakan mengkoreksiWhite Balance(Anonim (d), 2012).

Penggunaan gray card sebagai white balance dapat dilakukan baik sebelum maupun sesudah pemotretan. Sebagian besar jenis kamera digital, apalagi

(17)

2.3.6Metering(Mengukur Cahaya)

Kamera mengukur cahaya dan mengatur eksposur yang optimal dengan

mengukur cahaya yang dipantulkan oleh subjek, kemudian merata – ratakannya

dengan fungsi algoritma tertentu (reflective light meter). Kamera digital saat ini melakukan metering berdasarkan kecepatan rana, ISO, dan aperture/diafragma. Berikut merupakan beberapa pilihanmeteringpada kamera:

Evaluative/Matrix/Multi-Zone Metering

Metering ini mempertimbangkan, menghitung, dan merata – ratakan

intensitas cahaya dari seluruh pemandangan yang akan dipotret. Mode ini cukup

akurat bila digunakan pada pemandangan dengan kondisi cahaya yang sama rata

dan untuk banyak kondisi cahaya. Kelemahan mode ini saat adanya perbedaan

intensitas cahaya yang kontras.

Spot Metering

Kamera hanya mengukur sebagian kecil (sekitar 1 - 5%) dari

pemandangan, dihitung dari mulai titik fokus. Spot metering digunakan saat pencahayaan kontras. Seperti saat di konser musik atau acara – acara kesenian

yang latar belakangnya jauh lebih gelap dari objek yang dipotret.

CenterWeighteddanPartial Metering

Kamera menitikberatkan sebagian besar perhitungan cahaya di bagian

tengah pemandangan. Mode ini cocok digunakan bila ada sebagian dari

pemandangan yang terlalu terang atau terlalu gelap dibandingkan dengan subjek

foto (Tjin, 2011).

2.4 Mikroskop

Berdasarkan sumber iluminasi yang dipakai, dikenal dua kelompok utama

mikroskop, yaitu mikroskop cahaya dan mikroskop elektron. Mikroskop cahaya

menggunakan gelombang cahaya sebagai sumber iluminasinya; tergolong ke

(18)

mikroskop elektron menggunakan elektron untuk iluminasinya. Ada dua macam

mikroskop elektron, yaitu tipe transmisi dan tipe payar (scanning) (Hadioetomo, 1993). Pada penelitian mikroskop yang digunakan adalah mikroskop cahaya.

Mikroskop cahaya atau dikenal juga dengan nama Compound light microscope adalah sebuah mikroskop yang menggunakan cahaya lampu sebagai pengganti cahaya matahari sebagaimana yang digunakan pada mikroskop

konvensional. Pada mikroskop konvensional, sumber cahaya masih berasal dari

sinar matahari yang dipantulkan dengan suatu cermin datar ataupun cekung yang

terdapat di bawah kondensor. Cermin ini akan mengarahkan cahaya dari luar ke

dalam kondensor.

Mikroskop cahaya mempunyai perbesaran maksimum 1000 kali.

Mikroskop mempunyai kaki yang berat dan kokoh dengan tujuan agar dapat

berdiri dengan stabil. Mikroskop cahaya memiliki tiga sistem lensa, yaitu lensa

obyektif, lensa okuler, dan kondensor. Lensa obyektif dan lensa okuler terletak

pada kedua ujung tabung mikroskop. Lensa okuler pada mikroskop bisa berbentuk

lensa tunggal (monokuler) atau ganda (binokuler). Pada ujung bawah mikroskop terdapat tempat dudukan lensa obyektif yang bisa dipasangi tiga lensa atau lebih.

Di bawah tabung mikroskop terdapat meja mikroskop yang merupakan tempat

preparat. Sistem lensa yang ketiga adalah kondensor. Kondensor berperan untuk

menerangi obyek dan lensa-lensa mikroskop yang lain.

Contoh sehari – hari menggambarkan masalah utama mikroskop cahaya.

Ketika digunakan dalam biologi sel modern, kluster padat ribuan sel

menghamburkan cahaya sehingga kuat bahwa sel-sel yang terletak di belakang

sebuah objek tidak dapat dilihat. Meskipun lebih dikenal dari fiksi ilmiah, konsep

diri merekonstruksi sinar laser menawarkan solusi yang menjanjikan untuk

(19)

III.

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan sejak bulan November 2011 hingga Mei

2012. Pemotretan profil tanah dilakukan di Kebun Percobaan Cikabayan dan

pemotretan objek mikroskop di Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik

Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian,

Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan meliputi: Kamera DSLR Canon 40D, Lensa

EFS 18 – 55 mm F/3.5 – 5.6 (pemotretan profil), Lensa EF 50mm F/1.8

(pemotretan mikroskop), tripod, mikroskop (Olympus BX50), cangkul, pisau,

Munsell Soil Chart, bak ukur, dangray card(Kartu Abu–Abu).

Bahan yang digunakan untuk pemotretan objek mikro: fauna tanah yaitu

Acari dan mineral fraksi pasir yaitu Augit yang diperoleh dari contoh tanah pasir yang berasal dari Cimangkok, Cianjur, Jawa Barat.

3.3 Metode Penelitian

Pemotretan profil tanah, dilakukan pada dua kondisi yang berbeda.

Kondisi yang pertama profil dipotret pada kondisi tanpa naungan. Cahaya pada

kondisi tanpa naungan memiliki cahaya alami (matahari) yang melimpah. Cahaya

alami dibagi menjadi tiga kualitas, yaitu: kondisi matahari terik (cahaya keras),

berawan (cahaya lembut), dan cuaca mendung atau sangat berawan (cahaya

menyebar). Berdasarkan tiga kualitas cahaya yang berbeda akan dapat dilihat

perbedaan seberapa baik cahaya yang terpapar pada bagian profil tanah yang

diamati.

Kondisi yang kedua ialah pemotretan profil dengan kondisi di bawah

naungan (tegakan kelapa sawit). Hal ini dimaksudkan untuk melihat perbedaan

hasil dari pemotretan tanpa naungan dengan yang ada naungan. Berdasarkan

pengamatan yang dilakukan sebelum melakukan pemotretan di bawah naungan

dibagi lagi atas keadaan: terik (cahaya keras) dan mendung (cahaya lembut atau

(20)

Pengaturan kamera pada pemotretan profil tanah dilakukan dengan dua

tipe pengaturan. Pertama kamera diatur dalam posisiautodan yang kedua kamera diatur agar dapat mendapatkan hasil yang maksimal sehingga didapat hasil foto

yang lebih baik. Lensa yang digunakan adalah lensa standar, yaitu 18–55 mm.

Pemotretan objek mikroskop dilakukan di dalam ruangan (laboratorium).

Cahaya yang digunakan berasal langsung dari mikroskop. Seluruh pengaturan

cahaya dilakukan dari mikroskop langsung. Mikroskop yang digunakan (Olympus

BX50) dapat diatur kekuatan intensitas cahayanya dan memiliki beberapa filter

yang digunakan. Filter yang terdapat pada mikroskop terdiri dari LBD, ND6, dan

ND25. Perbesaran yang digunakan sebesar 4X/0.10P dan 10X/0.25P. Pemotretan

dilakukan untuk merekam secara visual apa yang dilihat di bidang pandang

mikroskop sesuai dengan yang dilihat mata. Kamera diatur pada diafragma

terbesar karena objek berada pada jarak yang sempit. Pengaturan fokus sendiri

dilakukan dari kamera dan mikroskop. Kamera diatur pada posisi paling dekat ke

lensa. Sedangkan pengaturan fokus pada mikroskop dapat diatur disesuaikan agar

objek dapat terlihat jelas. Lensa yang digunakan berbeda dengan yang digunakan

pada pemotretan profil, lensa pada pemotretan objek mikroskop menggunakan

lensa 50 mm. Kamera pada saat pemotretan objek mikroskop dihubungkan

melalui komputer agar lebih mudah dalam pengamatan. Pada Gambar 3 dapat

dilihat bagaimana penempatan lensa ke lubang pandang mikroskop dan kamera

dapat disambungkan ke laptop.

Gambar 3: Penempatan lensa pada lubang pandang mikroskop dan dapat disambungkan

(21)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan Wahyuningtyas (2011) jenis tanah di Kebun Percobaan

Cikabayan merupakan Latosol. Tanah ini memiliki ciri – ciri batas horizon yang

samar, warna 7.5YR,4/4 (brown), remah sampai gumpal, dan gembur, memiliki

tekstur, dan terdapat distribusi kadar liat tinggi.

4.1 Pemotretan Profil Tanah

4.1.1 Kondisi Profil Tanah Tanpa Naungan

Kondisi tanpa naungan mendapatkan cahaya matahari yang melimpah

dibandingkan dengan naungan. Cahaya matahari ini memiliki kualitas cahaya

yang berbeda – beda berdasarkan intensitasnya. Kualitas cahaya matahari dapat

bersifat keras, lembut, dan menyebar. Kualitas cahaya dapat terlihat dari

pembentukan bayangan pada suatu objek yang terkena sinar matahari.

4.1.1.1 Kondisi Cahaya Terik/Keras

Hasil pemotretan profil tanah pada kondisi cahaya keras/terik disajikan

pada Gambar 4. Gambar 4A merupakan profil tanah yang dipotret dengan

programauto. Program ini membiarkan kamera yang memilih pengaturan sendiri tanpa ada campur tangan dari pengguna. Gambar 4B merupakan gambar dari hasil

pengaturan kamera yang dilakukan oleh pengguna. Gambar ini berbeda dengan

Gambar 4A karena memakai custom white balance dengan menggunakan gray card.

Cahaya yang keras pada kondisi alami terbentuk ketika cahaya matahari

bersinar tanpa adanya penutupan awan. Contohnya adalah cahaya matahari pada

terik siang hari saat langit tidak berawan. Dari Gambar 4A hasil pemotretan pada

cahaya terik, dapat dilihat bahwa cahaya terik/keras itu mengakibatkan timbulnya

flare(pijar lensa) atau ghosting dan terjadi perbedaan kontras sinar yang terpapar (gelap-terang yang jelas). Efek dari cahaya keras ini memang lebih mudah terlihat

dibandingkan dengan dua kondisi cahaya yang lain. Begitu juga pada Gambar 4B

(22)

flare.Ghostingterlihat seperti kabut putih atau seperti hantu yang berwarna putih. Hal ini dapat terlihat pada bagian bawah profil di atas.

Cara yang dilakukan agar mengurangi efek lens flare (pijar lensa) atau ghosting adalah tidak memotret dengan sinar matahari menyinari langsung atau terpantul langsung dari arah matahari. Cara lain yang biasa dilakukan dengan

(23)

A B

(24)

4.1.1.2 Kondisi Cahaya Lembut

Hasil pemotretan profil tanah kondisi cahaya lembut disajikan pada

Gambar 5. Gambar 5A merupakan gambar dengan program auto dari kamera. Area pada kanan bagian bawah terlihat sedikit gelap karena penyebaran cahaya

yang kurang merata. Gambar 5B pada area kanan bagian bawah menjadi lebih

sedikit terlihat karena white balance telah dikalibrasi sehingga warna tanah asli dan kamera menjadikan bagian yang gelap pada Gambar 5A menjadi lebih sedikit

terang dibandingkan sebelumnya.

Pemotretan pada kondisi cahaya lembut tidak terlalu menyulitkan

dibandingkan kondisi cahaya keras (terik). Cahaya lembut masih tergolong

kondisi cahaya yang cocok untuk dilakukan pemotretan terhadap lubang profil.

Hasil penelitian pada kondisi cahaya lembut terbentuk dari sumber cahaya

yang relatif besar. Sumber cahaya ini tidak langsung meradiasikan sinarnya

langsung kepada objek tapi sinar tersebut dibiaskan oleh medium tertentu.

Sebagai contoh cahaya matahari yang tertutup awan yang menyelubungi bumi.

Jarak awan yang relatif dekat dengan bumi akan memberikan sinar yang telah

dibiaskan dari matahari sehingga cahaya yang terbentuk menjadi lembut.

Bayangan yang terjadi pada kondisi cahaya yang demikian memiliki intensitas

yang lebih rendah dibandingkan kondisi cahaya keras.

Kondisi cahaya lembut masih terdapat kekurangan, pada bagian bawah

kanan masih terlihat adanya daerah gelap (shadow) seperti yang terlihat pada Gambar 5A. Area ini masih kurang terpapar sinar matahari secara merata. Hal ini

dapat diatasi dengan penggunaan reflektor agar dapat memantulkan sedikit cahaya

(25)

A B

(26)

4.1.1.3 Kondisi Cahaya Menyebar

Hasil pemotretan profil tanah kondisi cahaya menyebar disajikan pada

Gambar 6. Gambar 6A pada posisi kamera pada program auto, tanah terlihat pada kondisi apa yang dibaca kamera tanpa mengetahui warna sebenarnya dari tanah.

Penggunaan gray card sebagai custom white balance akan membuat kamera mengetahui warna sebenarnya dari tanah. Hal ini terlihat pada Gambar 6B.

Cahaya yang menyebar terjadi karena sumber cahaya yang menjadi sangat

besar, jauh lebih besar dari subjek foto. Di lapang, cahaya yang menyebar itu bisa

ditemukan ketika cuaca sangat mendung atau sangat berawan. Hal ini disebabkan

sumber cahaya, yaitu cahaya matahari disaring oleh awan. Ukuran awan yang

relatif besar mengakibatkan cahaya akan terdistribusi secara merata menerangi

(27)

A B

(28)

4.1.2 Kondisi Profil Tanah di Bawah Naungan

Kondisi pemotretan profil yang lain dilakukan pada profil tanah berada

pada naungan, yaitu naungan kelapa sawit. Pemotretan profil tanah pada naungan

kelapa sawit di areal kebun percobaan Cikabayan. Pemotretan profil dalam

kondisi naungan memiliki kendala pada kebutuhan cahaya alami (matahari).

Cahaya alami tidak menyinari sepenuhnya karena terhalang oleh dedaunan.

Hasil pemotretan profil tanah kondisi terik di bawah naungan disajikan

pada Gambar 7. Saat kondisi cahaya matahari bersinar terik tanpa adanya

penutupan awan, cahaya matahari menembus melalui dedaunan. Saat cahaya

matahari menembus dedaunan, cahaya tidak seluruhnya menyinari lubang profil.

Cahaya yang sebagian menembus dedaunan menyebabkan wilayah yang

mendapat cahaya matahari mengalami clipping. Clipping merupakan hilangnya detail suatu wilayah pada foto yang dikarenakan cahaya yang berlebihan

(overexposed) atau cahaya yang memiliki intensitas yang sangat rendah (underexposed). Hal ini terlihat dari Gambar 7A yang kurang terkena cahaya sehingga detail profil tanahnya tidak terlalu terlihat.

Gambar 7A bagian yang gelap tidak terlalu terlihat dibandingkan gambar

(29)

A B

(30)

Kondisi yang kedua adalah kondisi saat cahaya matahari tertutup oleh

awan (mendung). Hasil pemotretan profil tanah kondisi mendung disajikan pada

Gambar 8. Penutupan awan di atmosfir sangat tinggi sehingga cahaya matahari

menyebar secara merata dan intensitasnya menjadi berkurang. Kamera tidak

begitu mengalami kesulitan dalam melakukan metering cahaya yang mengenai profil tanah.

Walaupun pada kondisi mendung namun karena profil tanah berada di

bawah naungan, cahaya yang dibutuhkan untuk menyinari masih kurang. Hal ini

terlihat pada Gambar 8A dan 8B, bagian bawah profil tanah masih terlihat gelap.

(31)

A B

(32)

4.2 Jarak Pemotretan Profil Tanah

Jarak pemotretan ini berhubungan dengan kedalaman lubang profil dan

focal length (jarak fokal) dari kamera. Dalam fotografi focal length menjelaskan jarak antara sensor atau film dari kamera dengan objek yang melalui lensa dalam

satuan milimeter (mm). Jarak ini menentukan sudut pandang area akan yang

ditangkap kamera. Jarak fokal kamera hanya menentukan ukuran gambar yang

dibentuk oleh lensa, jarak tertentu akan menghasilkan gambar yang berbeda

dengan jarak lainnya. Area yang tertangkap ini tergantung juga dari ukuran sensor

(atau film).

DSLR (Digital Single Lens Reflex) sekarang pada umumnya menggunakan sensor dengan format ukuran lebih kecil dari ukuran 35 mm (36 mm x 24 mm).

Ukuran sensor kamera yang digunakan merupakan tipe APS-C (Advanced Photo System type-C) yang memiliki nilai crop factor 1,6X. Hal ini mengakibatkan adanya crop factor, crop factor ini menjadikan focal length kamera dikalikan dengan nilaicrop factoryang dimiliki oleh sensor kamera. Misalnya kamera yang digunakan untuk penelitian ini memiliki nilaicrop factorsebesar 1,6X, maka jika lensa yang digunakan memilikifocal length 18– 55 mm akan menjadi 28.8– 88 mm karena nilai focal length lensa dikali dengan nilai crop factor(18 x 1.6 = 28.8mm dan 55 x 1.6 = 88mm). Jadi, pada pemotretan dengan jarak 1,8 meter

dengan lensa 18–55 mm dapat memotret kedalaman profil 1,6 meter.

4.3 Aperture/Diafragma kamera

Modus pemotretan yang digunakan adalah modus Av maka hal yang diperlukan adalah hanya mengatur diafragma. Pada modus diafragma (Av) kecepatan rana akan otomatis menyesuaikan dengan pilihan diafragma yang

digunakan. Pada setiap pemotretan pada cahaya yang berbeda menggunakan

pengaturan diafragma yang sama disesuaikan dengan jarak ruang tajam yang

dibutuhkan

(33)

dengan ruang tajam yang diinginkan. Berdasarkan perhitungan ruang tajam yang

dilakukan di situs tersebut, didapatkan diafragma yang bernilai F/8 (jarak ruang

tajam antara 1.187–1.870 meter) cocok untuk mendapatkan jarak ruang tajam 1,8

meter.

4.4 Pemotretan Objek Mikroskop

Objek yang dilihat pada mikroskop perlu dipotret agar dapat

terdokumentasi dengan baik. Mikroskop yang biasa digunakan untuk memotret

obyek melalui mikroskop adalah mikroskop trinokular. Mikroskop ini memiliki

lubang pengamatan berjumlah tiga. Dua lubang untuk mata pengamat dan satu

lubang untuk kamera. Kamera ini dapat langsung dihubungkan ke layar monitor

sehingga selain pengamat dapat melihat langsung objek seperti apa yang diamati.

Namun, mikroskop ini memiliki harga yang mahal dan resolusi kamera rendah.

Hasil pemotretan objek mikroskop disajikan pada Gambar 9 dan 10.

Pemotretan objek pada mikroskop tidak mengalami kesulitan yang banyak

dibandingkan memotret profil. Hal ini dikarenakan cahaya dari mikroskop dapat

diatur sedemikian rupa sesuai dengan keinginan. Kendala pada pemotretan di

mikroskop adalah pada posisi lensa dengan lubang pandang mikroskop. Posisi

yang kurang tepat pada lubang pandang akan mengakibatkan kurang tepatnya

objek yang dapat ditangkap dari lubang intip mikroskop dan mengganggu hasil

pemotretan pada mikroskop. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 10. Penempatan

yang tepat akan menghasilkan gambar yang lebih baik, seperti pada Gambar 9.

Kamera DSLR pada saat ini bisa langsung terhubung dengan komputer

langsung dengan menggunakan kabel yang tersedia saat membeli kamera. Hal ini

dapat mempermudah pengamat dalam melihat objek pada mikroskop. Selain itu,

dengan cara demikian dapat dijadikan sebagai bahan ajar saat perkuliahan dan

praktikum yang berhubungan dengan mikroskop.

Diafragma (aperture) kamera untuk pemotretan melalui mikroskop diatur pada diafragma maksimum (diafragma dengan nilai paling kecil). Hal ini

dikarenakan ruang tajam pada mikroskop sangat pendek sehingga diafragma

dengan nilai maksimum lebih tepat digunakan. Untuk mendapatkan fokus,

(34)

jarak sempit. Selain itu, fokus dapat diatur melalui pengaturan fokus pada

mikroskop sendiri.

Hasil pemotretan fauna tanah (Acari) disajikan pada Gambar 11 dan 12. Pada Gambar 11 Acaridifotopada kondisi tanpa adanya pengubahan filter. Untuk memperjelas hasil gambar maka dilakukan maka dilakukan pengubahan filter

(35)

Gambar 9: Foto mineral Augit yang difoto dengan tepat melalui mikroskop (objek difoto dengan perbesaran 10X).

(36)
(37)

Gambar 13: Foto mineral plagioklas yang difoto dengan filter cross nikol perbesaran 10X).

(38)

V.KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa

pemotretan profil tanah pada kondisi terbuka tanpa naungan (lahan terbuka) harus

melihat bagaimana kondisi cahaya matahari pada saat dilakukan pemotretan.

Apabila kondisi cahaya matahari tidak sesuai dengan kondisi yang diinginkan

maka diperlukan alat– alat pendukung sehingga kondisi cahaya yang dibutuhkan

untuk memotret profil dapat dicapai. Pemotretan profil tanah pada kondisi dengan

naungan (kelapa sawit) memiliki kelemahan dengan kebutuhan akan cahaya.

Cahaya yang dibutuhkan untuk menyinari profil tanah tidak merata dan dengan

intensitas yang kurang. Pemotretan objek mikro melalui mikroskop tidak memiliki

banyak kendala, hanya kesulitan dalam menempatkan lensa dengan lubang

pandang mikroskop.

5.2 Saran

Disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang teknik

pemotretan profil dengan peralatan yang lebih baik. Alat yang lebih baik akan

menghasilkan kualitas foto yang lebih baik pula. Selain itu, jenis tanah untuk

pemotretan profil juga ditambah agar dapat dilihat perbedaan yang signifikan dari

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim (a). 2012.Depth of Field.

http://www.dpreview.com/learn/?/Glossary/Optical/Depth_of_Field_01.htm . [15 Juni 2012].

Anonim (b). 2012.Shutter (photography).

http://en.wikipedia.org/wiki/Shutter_(photography). [ 15 Juni 2012 ]

Anonim (c). 2012, Juli.Memahami White Balance. Digital Camera Indonesia. Edisi 35. 46-48.

Anonim (d). 2012.Gray Card. http://en.wikipedia.org/wiki/Gray_card. [15 Juni 2012].

Anonim (e). 2012.Gray Card Instructions.

http://www.digitalartsphotography.com/instructions.htm. [15 Juni 2012]

Anonim (f). 2012.Mikroskop.

http://aguskrisnoblog.wordpress.com/2011/01/14/perkembangan-mikroskop-sebagai-penemu-sejarah-mikrobiologi. [29 Agustus 2012]

Dudal, R. dan M. Soepraptohardjo. 1957. Soil Classification in Indonesia. Pemberian Balai Besar Penyelidik Pertanian. Bogor.

Freeman, Michael. 2004.Light & Lighting. London: Ilex.

Hadioetomo, Ratna Siri. 1993.Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Hardjowigeno, S. 2003.Ilmu Tanah.Akademika Pressindo. Jakarta.

Rachim, Djunaedi A. dan Suwardi. 2002. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Bogor: Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Subardja dan P. Buurman. 1990. A troposequence of latosol on volcanic rocks in the Bogor Jakarta area. In red soil in Indonesia. Ed. P. Buurman. Soil Research Institute Bogor. Bogor.

Suwardi dan Hidayat W. 2000. Penuntun Praktikum Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Bogor: Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tjin, Enche. 2011.Lighting itu Mudah!. Jakarta: Bukune.

Wahyuningtyas, Anggraini Widdhi. 2011. Pengaruh Pupuk Organik Cair pada Produksi dan Serapan Hara Tanaman Caisim (Brassica juncea) Varietas Tosakan pada Latosol Darmaga.[skripsi]. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. IPB.

(40)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Morfologi tanah merupakan cabang dari ilmu tanah atau pedologi.

Morfologi tanah mempelajari susunan dan sifat – sifat horizon serta gejala –

gejala lain dalam profil tanah yang dapat menunjukan ciri – ciri khas dari suatu

jenis tanah. Berdasarkan ciri – ciri yang didapat dari morfologi maka suatu jenis

tanah dapat diklasifikasikan. Klasifikasi ini dapat digunakan untuk inventarisasi

sumberdaya lahan untuk berbagai tujuan, seperti: menaksir sifat tanah dan

produktivitasnya, menentukan lokasi penelitian, dan menentukan kualitas lahan.

Morfologi tanah ditentukan secara deskriptif di lapang melalui

pengamatan profil tanah. Data morfologi tanah yang terekam dalam deskripsi

profil tanah akan lebih mudah dipahami oleh sesama peneliti atau pengguna data

morfologi tanah jika didukung perekaman visual profil tanah melalui pemotretan.

Penggunaan kamera untuk memotret profil tanah dalam menentukan

morfologi suatu tanah tidak terlepas dari kemajuan fotografi digital yang lebih

baik dibandingkan fotografi analog (film). Fotografi digital memiliki banyak

keunggulan dibandingkan fotografi analog, seperti: dapat dilihat langsung (instan)

hasil setelah pemotretan, hasil foto dengan kualitas yang lebih baik, dan dapat

langsung menyempurnakan hasil foto. Jenis kamera yang berbasis digital ini

dikenal sebagai DSLR, yaitu singkatan dari Digital Single Lens Reflex. Penggunaan kamera ini memungkinkan teknik pemotretan dilakukan dengan

prinsiptrial and error secara lebih leluasa oleh pengguna kameranonprofesional sekalipun. Beberapa prinsip dasar pengambilan foto profil tanah dalam berbagai

kondisi cuaca atau cahaya perlu dipelajari sehingga prinsip dasar ini dapat

dipelajari oleh surveyor dan pelaku ilmu tanah lainnya.

Selain untuk perekaman visual morfologi tanah kamera DSLR dapat

dimanfaatkan untuk memotret objek mikroskop. Selama ini pemotret objek

(41)

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kendala dalam memotret suatu

profil tanah dan objek mikro melalui lubang pandang mikroskop serta untuk

mempelajari cara – cara terbaik pengambilan foto profil tanah dan objek pada

mikroskop sehingga didapatkan gambar profil tanah dan objek mikroskop yang

sesuai dengan kondisi yang sama seperti yang dilihat mata dan profil tanah

(42)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Profil Tanah

Profil tanah atau penampang tanah digunakan untuk mempelajari sifat –

sifat morfologi tanah. Pembuatan profil tanah hendaknya dibuat pada tempat

representatif dari seluruh cakupan wilayah yang dipelajari. Profil tanah dibuat

dengan cara menggali tanah dengan ukuran tertentu dengan persyaratan lokasi

tertentu.

Selain dari profil tanah, pengamatan tanah dapat dilakukan pada singkapan

tanah dipinggir jalan atau bekas galian tanah. Sebelum dilakukan pengamatan,

singkapan atau galian tanah yang telah lama perlu dilakukan penyegaran terlebih

dahulu dengan mengupas sekitar 10 sampai 25 cm pada permukaan penampang.

Pengamatan tanah harus dilakukan pada penampang tanah yang segar.

Profil tanah yang sesuai untuk studi genesis dan klasifikasi tanah adalah

profil yang dibuat pada tempat alami yang belum dirusak oleh aktivitas manusia.

Untuk menghindari hal–hal yang tidak alami, profil tanah hendaknya:

1. Jauh dari jalan besar atau saluran air untuk menghindari adanya bekas

urugan atau galian saat pembuatan jalan atau saluran air.

2. Bukan bekas jalan setapak, timbunan tanah, bekas bangunan, tempat

pembuangan sampah, dan sebagainya. Untuk menghindari pemadatan

artifisial.

3. Tidak terlalu dekat dengan pohon yang besar karena perakaran pohon

dapat menyulitkan pembuatan profil tanah.

Pengamatan yang teliti perlu dilakukan untuk meyakinkan bahwa lokasi tersebut

benar – benar alami. Ciri – ciri tanah yang sudah terganggu adalah sebagai

berikut:

1. Horisonisasi tanah sudah tidak teratur, lapisan gelap dan lapisan – lapisan

(43)

2.2 Karakteristik Latosol

Di Indonesia, Latosol umumnya berada pada ketinggian 0 – 900 meter di

atas permukaan laut, di sekeliling kipas volkan dan kerucut volkan. Area Latosol

umumnya beriklim tropikal dan basah, curah hujan antara 2500 mm sampai 7000

mm (Dudal dan Soepraptohardjo, 1957). Di daerah Bogor, Latosol dapat dijumpai

di daerah Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Daerah Darmaga memiliki

ketinggian 220 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan memiliki curah hujan

3552 mm/tahun. Latosol coklat kemerahan Darmaga Bogor termasuk ke dalam

order Inceptisols menurut sistem klasifikasi USDA, terletak pada zona fisiografi

Bogor bagian barat, dengan bahan induk vulkanik kuarter berasal dari Gunung

Salak (Yogaswara, 1977).

Latosol merupakan kelompok tanah yang mengalami proses pencucian dan

pelapukan lanjut, perbedaan horizon tidak jelas, dengan kandungan mineral

primer dan hara rendah, pH rendah 4.5 - 5.5, kandungan bahan organiknya relatif

rendah, konsistensinya lemah dan stabilitas agregatnya tinggi, terjadi akumulasi

seskuioksida dan pencucian silika. Warna tanah merah, coklat kemerah–merahan

atau kekuning – kuningan atau kuning tergantung dari komposisi bahan induk,

umur tanah, iklim dan elevasi (Dudal dan Soepraptohardjo, 1957). Latosol

memiliki dengan batas – batas horizon yang kabur, solum dalam (lebih dari 150

cm), kejenuhan basa kurang dari 50%, umumnya mempunyai epipedon umbrik

dan horizon kambik (Hardjowigeno, 2003). Batasan untuk membedakan Latosol

adalah berdasarkan warna horizon B seperti Latosol merah, Latosol kekuningan,

Latosol kekuningan, Latosol coklat (Subardja dan Buurman, 1990).

Kapasitas tukar kation tanah Latosol tergolong rendah, hal ini disebabkan

oleh kadar bahan organik yang kurang dan sebagian lagi oleh sifat liat hidro –

oksida. Latosol juga mempunyai kandungan basa–basa yang dapat dipertukarkan

dan hara yang tersedianya rendah (Soepraptohardjo dan Suhardjo, 1978).

2.3 Teknik Fotografi 2.3.1 ISO

ISO adalah ukuran kepekaan sensor kamera (digital) dalam menangkap

(44)

yang dihasilkan menjadi terang (bila pengaturan lainnya tidak berubah) (Tjin,

2011). Namun, semakin tinggi ISO makagrain/noisesemakin terlihat pada foto.

2.3.2Aperture/Diafragma

Dalam bidang fotografi, bukaan (en: f-number, focal ratio, f-ratio,

relative aperture) adalah bilangan yang menunjukkan korelasi panjang fokus

lensaterhadap diafragma. Pada semua lensa (tidak tergantung dari panjang fokus lensa tersebut), akan meneruskan intensitas cahaya yang sama. Sebagai contoh,

lensa dengan panjang fokus 100mm, pada pengaturan diafragma 4 (nilai F/4),

mempunyai arti bahwa diafragma pada lensa tersebut sedang terbuka dengan

diameter diafragma 25mm. Biasanya dilambangkan dengan huruf F. Nilai

diafragma umumnya merupakan urutan F/1, F/1.2, F/1.4, F/2, F/2.8, F/4, F/5.6,

F/8, F/11, F/16, dan seterusnya (Anonim (a), 2012).

Semakin besar angka diafragma, berarti semakin kecil diameter lubang

diafragma di bagian dalam lensa. Besarnya diameter terbukanya diafragma akan

membuat cahaya yang masuk menjadi lebih banyak, sehingga paparan cahaya

bertambah dan akibatnya tingkat kecerahan foto bertambah, demikian pula

sebaliknya. Pengaruh lain dari bukaan adalah terjadinya perbedaan ruang

ketajaman. Angka bukaan yang kecil menyebabkan ruang ketajaman memiliki

jarak yang sempit. Sebaliknya angka bukaan yang kecil akan menyebabkan ruang

ketajaman luas (Freeman, 2004).

Gambar 1.Aperture/diafragma, diagramaperturedari setiap nilai.

(45)

cahaya yang dapat terekam pada sensor atau film. Ukuranshutter speed/kecepatan rana biasa diberi nilai 1/1000s, 1/500s, 1/250s, 1/125s, 1/60s, 1/30s, 1/15s, 1/8s,

1/4s, 1/2s, 1s.

Kecepatan rana dibagi menjadi dua macam berdasarkan lama kecepatan

rana terbuka. Pertama adalah fast shutter speeds (kecepatan rana cepat) adalah kecepatan rana yang cukup cepat saat terbuka hingga tertutup yang terjadi dalam

sepersekian detik. Kecepatan rana yang cepat dapat menjadikan gambar yang

bergerak membeku secara tidak alami. Kecepatan rana cepat juga mengurangi

efek shake (guncangan) terhadap gambar yang menjadikan gambar menjadi buram. Kedua adalahslow shutter speeds(kecepatan rana lambat), kecepatan rana ini memiliki waktu yang lama dalam membuka rana hingga rana tertutup. Hal ini

memungkinkan objek terekam dalam waktu yang lama. Kecepatan rana yang

lambat dapat membuat gambar terekam dalam jangka waktu lama sehingga

gambar yang dihasilkan memiliki efekblur(buram) (Anonim (b), 2012). 2.3.4White Balance

Setiap kamera digital memiliki pengaturan white balance. White balance pada kamera digital membantu memastikan obyek yang seharusnya berwarna

putih tetap berwarna putih pada hasil akhir gambar. Perbedaan sumber cahaya

akan mengakibatkan warna yang seharusnya putih menjadi berbeda. Misalnya

cahaya lilin menciptakan cahaya jingga, sementara senja memberikan nuansa

kebiruan dan dingin. Mata manusia mampu mengkompensasi terhadap perubahan

berbagai cahaya sehingga warna putih akan tetap berwarna putih pada kondisi

cahaya lilin maupun kondisi cahaya senja. Sementara kamera digital mengalami

kesulitan secara otomatis mengkompensasi hal tersebut (Anonim (c), 2012).White balancediukur dengan satuan suhu yaitu kelvin (K).

Semua kamera digital biasanya telah memiliki fungsi auto white balance (AWB) yang akan secara otomatis mengukur suhu cahaya yang ada dan

(46)

Saatauto white balance atau opsi –opsi white balance lainnya gagal, ada cara yang lebih akurat dalam menentukan white balance. Caranya adalah dengan menentukan custom white balance. Cara ini tidak terlalu praktis, namun membantu dalam menentukan hasil yang akurat.

Gambar 2. Nilaiwhite balancepada berbagai kondisi cahaya

2.3.5Gray Card

Gray card (kartu abu – abu) merupakan kartu yang digunakan sebagai acuan dalam mengkoreksi eksposur atau warna secara konsisten pada fotografi.

Bentuk dari gray cardbisa berupa kertas maupun plastik. Sebagai contoh, Kodak R-27 yang terdiri dari gray card dengan ukuran 8x10” (2 buah) dan 4x5” (1 buah). Selain untuk mengkoreksi eksposur, gray carddigunakan dapat digunakan mengkoreksiWhite Balance(Anonim (d), 2012).

Penggunaan gray card sebagai white balance dapat dilakukan baik sebelum maupun sesudah pemotretan. Sebagian besar jenis kamera digital, apalagi

(47)

2.3.6Metering(Mengukur Cahaya)

Kamera mengukur cahaya dan mengatur eksposur yang optimal dengan

mengukur cahaya yang dipantulkan oleh subjek, kemudian merata – ratakannya

dengan fungsi algoritma tertentu (reflective light meter). Kamera digital saat ini melakukan metering berdasarkan kecepatan rana, ISO, dan aperture/diafragma. Berikut merupakan beberapa pilihanmeteringpada kamera:

Evaluative/Matrix/Multi-Zone Metering

Metering ini mempertimbangkan, menghitung, dan merata – ratakan

intensitas cahaya dari seluruh pemandangan yang akan dipotret. Mode ini cukup

akurat bila digunakan pada pemandangan dengan kondisi cahaya yang sama rata

dan untuk banyak kondisi cahaya. Kelemahan mode ini saat adanya perbedaan

intensitas cahaya yang kontras.

Spot Metering

Kamera hanya mengukur sebagian kecil (sekitar 1 - 5%) dari

pemandangan, dihitung dari mulai titik fokus. Spot metering digunakan saat pencahayaan kontras. Seperti saat di konser musik atau acara – acara kesenian

yang latar belakangnya jauh lebih gelap dari objek yang dipotret.

CenterWeighteddanPartial Metering

Kamera menitikberatkan sebagian besar perhitungan cahaya di bagian

tengah pemandangan. Mode ini cocok digunakan bila ada sebagian dari

pemandangan yang terlalu terang atau terlalu gelap dibandingkan dengan subjek

foto (Tjin, 2011).

2.4 Mikroskop

Berdasarkan sumber iluminasi yang dipakai, dikenal dua kelompok utama

mikroskop, yaitu mikroskop cahaya dan mikroskop elektron. Mikroskop cahaya

menggunakan gelombang cahaya sebagai sumber iluminasinya; tergolong ke

(48)

mikroskop elektron menggunakan elektron untuk iluminasinya. Ada dua macam

mikroskop elektron, yaitu tipe transmisi dan tipe payar (scanning) (Hadioetomo, 1993). Pada penelitian mikroskop yang digunakan adalah mikroskop cahaya.

Mikroskop cahaya atau dikenal juga dengan nama Compound light microscope adalah sebuah mikroskop yang menggunakan cahaya lampu sebagai pengganti cahaya matahari sebagaimana yang digunakan pada mikroskop

konvensional. Pada mikroskop konvensional, sumber cahaya masih berasal dari

sinar matahari yang dipantulkan dengan suatu cermin datar ataupun cekung yang

terdapat di bawah kondensor. Cermin ini akan mengarahkan cahaya dari luar ke

dalam kondensor.

Mikroskop cahaya mempunyai perbesaran maksimum 1000 kali.

Mikroskop mempunyai kaki yang berat dan kokoh dengan tujuan agar dapat

berdiri dengan stabil. Mikroskop cahaya memiliki tiga sistem lensa, yaitu lensa

obyektif, lensa okuler, dan kondensor. Lensa obyektif dan lensa okuler terletak

pada kedua ujung tabung mikroskop. Lensa okuler pada mikroskop bisa berbentuk

lensa tunggal (monokuler) atau ganda (binokuler). Pada ujung bawah mikroskop terdapat tempat dudukan lensa obyektif yang bisa dipasangi tiga lensa atau lebih.

Di bawah tabung mikroskop terdapat meja mikroskop yang merupakan tempat

preparat. Sistem lensa yang ketiga adalah kondensor. Kondensor berperan untuk

menerangi obyek dan lensa-lensa mikroskop yang lain.

Contoh sehari – hari menggambarkan masalah utama mikroskop cahaya.

Ketika digunakan dalam biologi sel modern, kluster padat ribuan sel

menghamburkan cahaya sehingga kuat bahwa sel-sel yang terletak di belakang

sebuah objek tidak dapat dilihat. Meskipun lebih dikenal dari fiksi ilmiah, konsep

diri merekonstruksi sinar laser menawarkan solusi yang menjanjikan untuk

(49)

III.

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan sejak bulan November 2011 hingga Mei

2012. Pemotretan profil tanah dilakukan di Kebun Percobaan Cikabayan dan

pemotretan objek mikroskop di Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik

Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian,

Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan meliputi: Kamera DSLR Canon 40D, Lensa

EFS 18 – 55 mm F/3.5 – 5.6 (pemotretan profil), Lensa EF 50mm F/1.8

(pemotretan mikroskop), tripod, mikroskop (Olympus BX50), cangkul, pisau,

Munsell Soil Chart, bak ukur, dangray card(Kartu Abu–Abu).

Bahan yang digunakan untuk pemotretan objek mikro: fauna tanah yaitu

Acari dan mineral fraksi pasir yaitu Augit yang diperoleh dari contoh tanah pasir yang berasal dari Cimangkok, Cianjur, Jawa Barat.

3.3 Metode Penelitian

Pemotretan profil tanah, dilakukan pada dua kondisi yang berbeda.

Kondisi yang pertama profil dipotret pada kondisi tanpa naungan. Cahaya pada

kondisi tanpa naungan memiliki cahaya alami (matahari) yang melimpah. Cahaya

alami dibagi menjadi tiga kualitas, yaitu: kondisi matahari terik (cahaya keras),

berawan (cahaya lembut), dan cuaca mendung atau sangat berawan (cahaya

menyebar). Berdasarkan tiga kualitas cahaya yang berbeda akan dapat dilihat

perbedaan seberapa baik cahaya yang terpapar pada bagian profil tanah yang

diamati.

Kondisi yang kedua ialah pemotretan profil dengan kondisi di bawah

naungan (tegakan kelapa sawit). Hal ini dimaksudkan untuk melihat perbedaan

hasil dari pemotretan tanpa naungan dengan yang ada naungan. Berdasarkan

pengamatan yang dilakukan sebelum melakukan pemotretan di bawah naungan

dibagi lagi atas keadaan: terik (cahaya keras) dan mendung (cahaya lembut atau

(50)

Pengaturan kamera pada pemotretan profil tanah dilakukan dengan dua

tipe pengaturan. Pertama kamera diatur dalam posisiautodan yang kedua kamera diatur agar dapat mendapatkan hasil yang maksimal sehingga didapat hasil foto

yang lebih baik. Lensa yang digunakan adalah lensa standar, yaitu 18–55 mm.

Pemotretan objek mikroskop dilakukan di dalam ruangan (laboratorium).

Cahaya yang digunakan berasal langsung dari mikroskop. Seluruh pengaturan

cahaya dilakukan dari mikroskop langsung. Mikroskop yang digunakan (Olympus

BX50) dapat diatur kekuatan intensitas cahayanya dan memiliki beberapa filter

yang digunakan. Filter yang terdapat pada mikroskop terdiri dari LBD, ND6, dan

ND25. Perbesaran yang digunakan sebesar 4X/0.10P dan 10X/0.25P. Pemotretan

dilakukan untuk merekam secara visual apa yang dilihat di bidang pandang

mikroskop sesuai dengan yang dilihat mata. Kamera diatur pada diafragma

terbesar karena objek berada pada jarak yang sempit. Pengaturan fokus sendiri

dilakukan dari kamera dan mikroskop. Kamera diatur pada posisi paling dekat ke

lensa. Sedangkan pengaturan fokus pada mikroskop dapat diatur disesuaikan agar

objek dapat terlihat jelas. Lensa yang digunakan berbeda dengan yang digunakan

pada pemotretan profil, lensa pada pemotretan objek mikroskop menggunakan

lensa 50 mm. Kamera pada saat pemotretan objek mikroskop dihubungkan

melalui komputer agar lebih mudah dalam pengamatan. Pada Gambar 3 dapat

dilihat bagaimana penempatan lensa ke lubang pandang mikroskop dan kamera

dapat disambungkan ke laptop.

Gambar 3: Penempatan lensa pada lubang pandang mikroskop dan dapat disambungkan

(51)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan Wahyuningtyas (2011) jenis tanah di Kebun Percobaan

Cikabayan merupakan Latosol. Tanah ini memiliki ciri – ciri batas horizon yang

samar, warna 7.5YR,4/4 (brown), remah sampai gumpal, dan gembur, memiliki

tekstur, dan terdapat distribusi kadar liat tinggi.

4.1 Pemotretan Profil Tanah

4.1.1 Kondisi Profil Tanah Tanpa Naungan

Kondisi tanpa naungan mendapatkan cahaya matahari yang melimpah

dibandingkan dengan naungan. Cahaya matahari ini memiliki kualitas cahaya

yang berbeda – beda berdasarkan intensitasnya. Kualitas cahaya matahari dapat

bersifat keras, lembut, dan menyebar. Kualitas cahaya dapat terlihat dari

pembentukan bayangan pada suatu objek yang terkena sinar matahari.

4.1.1.1 Kondisi Cahaya Terik/Keras

Hasil pemotretan profil tanah pada kondisi cahaya keras/terik disajikan

pada Gambar 4. Gambar 4A merupakan profil tanah yang dipotret dengan

programauto. Program ini membiarkan kamera yang memilih pengaturan sendiri tanpa ada campur tangan dari pengguna. Gambar 4B merupakan gambar dari hasil

pengaturan kamera yang dilakukan oleh pengguna. Gambar ini berbeda dengan

Gambar 4A karena memakai custom white balance dengan menggunakan gray card.

Cahaya yang keras pada kondisi alami terbentuk ketika cahaya matahari

bersinar tanpa adanya penutupan awan. Contohnya adalah cahaya matahari pada

terik siang hari saat langit tidak berawan. Dari Gambar 4A hasil pemotretan pada

cahaya terik, dapat dilihat bahwa cahaya terik/keras itu mengakibatkan timbulnya

flare(pijar lensa) atau ghosting dan terjadi perbedaan kontras sinar yang terpapar (gelap-terang yang jelas). Efek dari cahaya keras ini memang lebih mudah terlihat

dibandingkan dengan dua kondisi cahaya yang lain. Begitu juga pada Gambar 4B

(52)

flare.Ghostingterlihat seperti kabut putih atau seperti hantu yang berwarna putih. Hal ini dapat terlihat pada bagian bawah profil di atas.

Cara yang dilakukan agar mengurangi efek lens flare (pijar lensa) atau ghosting adalah tidak memotret dengan sinar matahari menyinari langsung atau terpantul langsung dari arah matahari. Cara lain yang biasa dilakukan dengan

(53)

A B

(54)

4.1.1.2 Kondisi Cahaya Lembut

Hasil pemotretan profil tanah kondisi cahaya lembut disajikan pada

Gambar 5. Gambar 5A merupakan gambar dengan program auto dari kamera. Area pada kanan bagian bawah terlihat sedikit gelap karena penyebaran cahaya

yang kurang merata. Gambar 5B pada area kanan bagian bawah menjadi lebih

sedikit terlihat karena white balance telah dikalibrasi sehingga warna tanah asli dan kamera menjadikan bagian yang gelap pada Gambar 5A menjadi lebih sedikit

terang dibandingkan sebelumnya.

Pemotretan pada kondisi cahaya lembut tidak terlalu menyulitkan

dibandingkan kondisi cahaya keras (terik). Cahaya lembut masih tergolong

kondisi cahaya yang cocok untuk dilakukan pemotretan terhadap lubang profil.

Hasil penelitian pada kondisi cahaya lembut terbentuk dari sumber cahaya

yang relatif besar. Sumber cahaya ini tidak langsung meradiasikan sinarnya

langsung kepada objek tapi sinar tersebut dibiaskan oleh medium tertentu.

Sebagai contoh cahaya matahari yang tertutup awan yang menyelubungi bumi.

Jarak awan yang relatif dekat dengan bumi akan memberikan sinar yang telah

dibiaskan dari matahari sehingga cahaya yang terbentuk menjadi lembut.

Bayangan yang terjadi pada kondisi cahaya yang demikian memiliki intensitas

yang lebih rendah dibandingkan kondisi cahaya keras.

Kondisi cahaya lembut masih terdapat kekurangan, pada bagian bawah

kanan masih terlihat adanya daerah gelap (shadow) seperti yang terlihat pada Gambar 5A. Area ini masih kurang terpapar sinar matahari secara merata. Hal ini

dapat diatasi dengan penggunaan reflektor agar dapat memantulkan sedikit cahaya

(55)

A B

(56)

4.1.1.3 Kondisi Cahaya Menyebar

Hasil pemotretan profil tanah kondisi cahaya menyebar disajikan pada

Gambar 6. Gambar 6A pada posisi kamera pada program auto, tanah terlihat pada kondisi apa yang dibaca kamera tanpa mengetahui warna sebenarnya dari tanah.

Penggunaan gray card sebagai custom white balance akan membuat kamera mengetahui warna sebenarnya dari tanah. Hal ini terlihat pada Gambar 6B.

Cahaya yang menyebar terjadi karena sumber cahaya yang menjadi sangat

besar, jauh lebih besar dari subjek foto. Di lapang, cahaya yang menyebar itu bisa

ditemukan ketika cuaca sangat mendung atau sangat berawan. Hal ini disebabkan

sumber cahaya, yaitu cahaya matahari disaring oleh awan. Ukuran awan yang

relatif besar mengakibatkan cahaya akan terdistribusi secara merata menerangi

(57)

A B

Gambar

Gambar 2. Nilai white balance pada berbagai kondisi cahaya
Gambar 4: Foto profil tanah pada kondisi cahaya keras/terik tanpa naungan ( A foto profil tanah sebelum dikalibrasi white balance dengan gray carddan B foto profil tanah setelah dikalibrasi dengan gray card).
Gambar 5: Foto profil tanah pada kondisi cahaya lembut tanpa naungan ( A foto profil tanah sebelum dikalibrasi white balance dengan gray card dan Bfoto profil tanah setelah dikalibrasi dengan gray card)
Gambar 6: Foto profil tanah pada kondisi cahaya menyebar ( A foto profil tanah sebelum dikalibrasi white balance dengan gray card dan B foto profil
+7

Referensi

Dokumen terkait

Limbah sayuran sawi telah dibuat menjadi pupuk kompos dengan menggunakan perbandingan antara bakteri EM4, tanah gambut, dan tanpa starter, difermentasi selama 10

Alhamdulillahirobbil alamin Skripsi dengan Judul Sistem Pemantauan Tanah Jarak Jauh Dengan Teknologi IDAS dan SMS Gateway dapat terselesaikan dengan baik dan mudah mudahan

Limbah sayuran sawi telah dibuat menjadi pupuk kompos dengan menggunakan perbandingan antara bakteri EM4, tanah gambut, dan tanpa starter, difermentasi selama 10

Limbah sayuran sawi telah dibuat menjadi pupuk kompos dengan menggunakan perbandingan antara bakteri EM4, tanah gambut, dan tanpa starter, difermentasi selama 10

Limbah sayuran sawi telah dibuat menjadi pupuk kompos dengan menggunakan perbandingan antara bakteri EM4, tanah gambut, dan tanpa starter, difermentasi selama 10

Limbah sayuran sawi setelah dikomposkan selama 10 hari (dengan starter EM4 dan tanah gambut). Limbah sayuran sawi tanpa starter

Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis beranggapan bahwa problematika yang terjadi pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tanah Pasir terhadap

Alhamdulillahirobbil alamin Skripsi dengan Judul Sistem Pemantauan Tanah Jarak Jauh Dengan Teknologi IDAS dan SMS Gateway dapat terselesaikan dengan baik dan mudah mudahan