• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Kadar C, N, P, dan K Dalam Kandungan Pupuk Kompos dari Limbah Sayuran Sawi dengan Menggunakan Bakteri EM4, Tanah Gambut, dan Tanpa Starter

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan Kadar C, N, P, dan K Dalam Kandungan Pupuk Kompos dari Limbah Sayuran Sawi dengan Menggunakan Bakteri EM4, Tanah Gambut, dan Tanpa Starter"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Perhitungan

Sebelum pengomposan (Hari-0)

1. 3mL bakteri EM4

a. Kadar Karbon (C)

Kadar Air =

Kadar Air =

Kadar Abu =

Kadar Abu =

100 = 5,62 %

Kadar C = 100% - (Kadar Air + Kadar Abu)

Kadar C = 100 % - ( 5,62 %)= 18,59 %

Keterangan :

W1 : Berat sampel + wadah sebelum di oven

W2 : Cawan kosong

W3 : Berat sampel + cawan setelah di oven

W4 : Berat sampel + cawan setelah diabukan

b. Kadar Nitrogen

Nitrogen = Keterangan :

W : Berat sampel (g)

Vs : Volume titrasi sampel (mL)

Vb : Volume titrasi blanko (mL)

Fp : Faktor pengenceran

0,014 : BM Nitrogen / 1000

(3)
(4)
(5)

Kadar C = 100 % - ( 9,83 %)= 6,05 %

Dengan penambahan starter tanah gambut, kadar C, N, P, dan K yang terkandung

dalam kompos limbah sayuran sawi sebelum pengomposan (hari-0) dan sesudah

pengomposan (hari-10), diperoleh hasil yaitu, starter tanah gambut 100 g (C

23,26% : 10,56% ; N 1,21% : 0,56% ; P 0,22% : 0,10% ; K 1,54% : 1,32%), tanah

gambut 200 g (C 24,29% : 10,43% ; N 1,47% : 0,61% ; P 0,23% : 0,13% ; K

1,73% : 1,54%), tanah gambut 300 g (C 26,99% : 9,84% ; N 1,53% : 0,64% ; P

0,25% : 0,14% ; K 1,95% : 1,78%), diperoleh berdasarkan dari hasil perhitungan

(6)
(7)
(8)

d. Kadar Kalium (K2O)

Pada pengomposan limbah sayuran sawi tanpa starter, diperoleh hasil kandungan

unsur C, N, P, dan K, sebelum pengomposan (hari-0) dan sesudah pengomposan

(hari-10), yaitu: tanpa starter (C 18,40% : 10,58% ; N 0,31: 0,16% ; P 0,15% : 0,

09% ; K 0,9% : 0,7%), diperoleh dari hasil perhitungan sebagai berikut:

(9)

c. Kadar Posfor (P2O5) (%)

Kadar Posfor =

= 0,15 %

d. Kadar Kalium (K2O)

Kadar Kalium =

0,9 %

Setelah pengomposan (hari-10)

a. Kadar Karbon (C)

Kadar air =

100 = 88,92 %

Kadar abu =

100 = 0,50 %

Kadar C = 100 % - (88,92 % + 0,50 %) = 10,58 %

b. Kadar Nitrogen (N)

Kadar Nitrogen 100 = 0,16 % c. Kadar Posfor (P2O5)

Kadar Posfor =

= 0,90 %

d. Kadar Kalium (K2O)

Kadar Kalium =

(10)

Lampiran 1.

Limbah sayuran sawi yang telah dirajang dan di keringanginkan

Lampiran 2. Fermentasi Starter a. Bakteri EM4

(11)

Lampiran 3

Limbah sayuran sawi sebelum pengomposan ( dengan starter EM4 dan tanah gambut)

Limbah sayuran sawi setelah dikomposkan selama 10 hari (dengan starter EM4 dan tanah gambut)

Limbah sayuran sawi tanpa starter sebelum pengomposan

(12)

Lampiran-4 Standar kualitas kompos menurut SNI 19 – 7030 – 2004

NO PARAMETER SATUAN MINIMUM MAKSIMUM

1 Kadar Air % - 50

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Afifudin. 2011. Pengaruh Berbagai Aktivator Terhadap C/N Rasio Kompos Kotora. Bogor:Penerbit CV. Sinar Indah.

Demse, P. 2008. Pembuatan Material Selulosa Bakteri Dalam Medium Kelapa Melalui Penambahan Sukrosa kitosan dan Gliserol Menggunakan Acetobacter xylinum. Medan: Sekolah Pasca Sarjana USU

Eviati. 2009. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Bogor: Balai Penelitian Tanah

Ewing, G.W. 1975. Instrumental Methodes of Chemical Analysis. 4 th edition. New York: McGraw-Hill Kogakhusya. Ltd.

Hanafiah, A. K. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Penerbit Raja Grafindo Perkasa.

Haris, D. C. 1978. Quantitative Chemical Analysis. New York: W. H. Freeman and Company.

Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Kuswandi. 1993. Pengapuran Tanah Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Langer, U. 2004. Classification of Soil Microorganism Based on Growth Properties: a Critical View of Some Commonlyused Terms. Journal Plant Nutrition Soil Science.

Leiwakabessy. 2003. Kesuburan Tanah. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Maria, B. 2010. Biokimia: Metode Penelitian. Jakarta: Erlangga.

Marsono, P. S. 2001. Pupuk Akar, Jenis dan Aplikasi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Mukhlis. 2007. Analisis Tanah Tanaman. Medan: USU Press.

Nainggolan, M. 2010. Enumerasi Total Populasi Mikroba Pada Lahan Gambut di Cagar Biosfer GSK-BB. [Skripsi].Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNRI, Program Sarjana.

Noor, M. 2001. Pertanian Lahan Gambut. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

(14)

Rohman, A. 2007. Analisis Makanan. Yogyakarta: Penerbit UGM.

Simamora, S. 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. Jakarta: Agro Medan Pustaka.

Suhardjo, H. dan Widjaja Adhi, IPG.1976. Chemical Characteristics of the Upper 30 cms of Peat Soils from Riau. Dalam: Proc. Peat and Podzolic soils and Their Potensial for Agriculture in Indonesia. Bogor: Soil Res. Inst.

Sutejo, M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Yovita, H. I. 2005. Membuat Kompos Secara Kilat. Jakarta: Penebar Swadaya.

(15)

BAB 3

- Alat Kjeldahl Destilation Unit Velp

- Statif

- Klemp

- Kertas saring W40

- Spektrofotometer UV-Visible Welltech

- Spektrofotometer Serapan Atom Shimadzu

3.2. Bahan-bahan

- Limbah sayuran pasar

(16)

- Tanah gambut

- Bakteri EM4

- Asam borat 1%

- Indikator Conway

- NaOH 40%

- H2SO4 (p)

- H2SO40,0500 N

- HCl p.a

- HNO3 p.a

- Pereaksi Ammonium Vanadat

- Aquades

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Penyediaan sampel limbah padat sayuran sawi

Limbah sayuran sawi, dirajang menjadi potongan kecil-kecil, kemudian dikering

anginkan selama 3 hari.

3.3.2. Pengaktifan starter Effective Microorganism 4 (EM4)

Ke dalam beaker gelas dimasukkan bakteri dimasukkan EM4 sebanyak 3 mL,

kemudian ditambahkan akuades sebanyak 250 mL, selanjutnya ditambahkan gula

pasir sebanyak 4 g. Diaduk sampai homogen, ditutup dengan aluminium foil, dan

dibiarkan selama 24 jam. (Dilakukan perlakuan yang sama untuk 5mL dan 10 mL

bakteri EM4).

3.3.3. Pengaktifan bakteri tanah gambut

Ke dalam beaker gelas dimasukkan tanah gambut sebanyak 100 g, kemudian

ditambahkan aquades sebanyak 250 mL, selanjutnya ditambahkan gula pasir

sebanyak 4 g. Diaduk sampai homogen, ditutup dengan aluminium foil, dan

dibiarkan selama 24 jam. (Dilakukan perlakuan yang sama untuk 200 g dan 300 g

(17)

3.3.4. Pembuatan kompos limbah sayuran sawi

- Kompos sayuran sawi dengan starter EM4

Disiapkan limbah sayuran sawi yang sudah dikeringkan sebanyak 1 Kg,

disiapkan wadah tong plastik yang bertutup, diberi lubang pada tutup tong

plastik, lubang ini untuk memperlancar sirkulasi udara dalam tong, kemudian

sayuran dimasukkan kedalam tong plastik, lalu ditambahkan fermentasi starter

3 mL bakteri EM4 kedalam tong plastik, diaduk, ditentukan C, N, P, dan K

campuran sebelum fermentasi (0 hari), di tutup tong plastik, diaduk sekali

sehari. (Dilakukan perlakuan yang sama untuk kompos sayuran sawi dengan

fermentasi starter 5 mL dan 10 mL bakteri EM4). Dan dikomposkan selama 10

hari. Kemudian dianalisa kadar C, N, P, dan K kompos limbah sayuran sawi.

- Kompos limbah sayuran sawi dengan tanah gambut

Disiapkan limbah sayuran sawi yang sudah dikeringkan sebanyak 1 Kg,

disiapkan wadah tong plastik yang bertutup, diberi lubang pada tutup tong

plastik, lubang ini untuk memperlancar sirkulasi udara dalam tong, kemudian

sayuran dimasukkan kedalam tong plastik, lalu ditambahkan fermentasi 100 g

tanah gambut ke dalam tong plastik, diaduk, ditentukan C, N, P, dan K

campuran sebelum fermentasi (0 hari), di tutup tong plastik, diaduk sekali

sehari. (Dilakukan perlakuan yang sama untuk kompos limbah sayuran sawi

dengan fermentasi starter 200 g dan 300 g tanah gambut) dan dikomposkan

selama 10 hari, kemudian dianalisa kadar C, N, P, dan K kompos limbah

sayuran sawi.

- Kompos limbah sayuran sawi tanpa starter

Disiapkan limbah sayuran sawi yang sudah dikeringkan sebanyak 1 Kg,

disiapkan wadah tong plastik yang bertutup, diberi lubang pada tutup tong

plastik, lubang ini untuk memperlancar sirkulasi udara dalam tong, kemudian

sayuran dimasukkan kedalam tong plastik, di tutup tong plastik, diaduk sekali

sehari. Dan dikomposkan selama 10 hari. Kemudian dianalisa kadar C, N, P,

(18)

3.3.5. Penentuan Kadar Karbon, Nitrogen, Fosfor, dan Kalium

- Penetapan kadar Karbon

Ditimbang ± 5 gram sampel ke dalam cawan porselen yang telah diketahui

bobot kosongnya, dipanaskan dalam oven dengan suhu 105 oC selama 3 jam,

kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang hingga

bobot tetap, kemudian panaskan dalam tanur dengan suhu 550 oC sampai

menjadi abu, dinginkan dalam desikator selama 30 menit dan timbang hingga

bobot tetap.

- Penetapan kadar Nitrogen

Ditimbang ± 5 gram sampel ke dalam labu Kjeldahl, ditambahkan tablet

selenium dan asam sulfat teknik 30 mL, dipanaskan hingga asap putih hilang

dan larutan menjadi jernih, kemudian ditepatkan ke dalam labut takar 250 mL

dengan aquades, dipipet sebanyak 25 mL larutan ke dalam tabung kjeldhal,

disiapkan penampung 25 mL asam borat 1% dan indikator Conway,

dipasangkan ke dalam alat UDK, ditambahkan 50 mL aquades dan 50 mL

NaOH 40%, kemudian di destilasi selama 4,4 menit, lalu dititrasi hasil destilasi

dengan H2SO40,0500 N (TA= hijau menjadi jingga).

- Penetapan kadar Fosfor

Masukkan abu hasil penetapan karbon ke dalam beaker gelas, ditambahkan 30

mL HCl dan 10 mL HNO3, dipanaskan hingga sisa larutan ± 10 mL, tepatkan

dalam labu ukur 100 mL, disaring dengan W40, dipipet larutan sebanyak 10

mL ke dalam labu ukur 100 mL (Larutan A), ditambahkan pereaksi

Ammonium molibdo vanadat 10 mL, ditepatkan dengan aquades, baca dengan

spektrofotometer pada gelombang 400 nm, dan dibuat deret standard dengan

konsentrasi 0, 5, 10, 15, 20, 25 ppm.

- Penetapan kadar Kalium

Dipipet 10 mL larutan A, tepatkan dalam labu ukur 100 mL, baca dengan SSA

pada gelombang 766,5 nm, lalu buat deret standard dengan konsentrasi 0, 5,

(19)

3.4. Bagan penelitian 3.4.1. Pengaktifan Starter 3.4.1.1. Pengaktifan starter EM4

Dimasukkan ke dalam beaker gelas 250 mL

Ditambahkan 250 mL aquades

Ditambahkan 4 g gula pasir

Diaduk hingga homogen

Ditutup dengan aluminium foil

Dibiarkan selama 24 jam

Catatan : dilakukan perlakuan yang sama untuk pengaktifan starter 5 mL

dan 10 mL EM4

3.4.1.2.Pengaktifan bakteri Tanah Gambut

Dimasukkan ke dalam beaker gelas 250 mL

Ditambahkan 250 mL aquades

Ditambahkan 4 g gula pasir

Diaduk hingga homogen

Ditutup dengan aluminium foil

Dibiarkan selama 24 jam

Catatan : dilakukan perlakuan yang sama untuk pengaktifan bakteri 200 g

dan 300 g tanah gambut

Hasil 3 mL starter EM4

100 g tanah gambut

(20)
(21)

3.4.3. Pengomposan Limbah Sayuran Sawi Tanpa Starter

3.4.4. Penetapan kadar C, N, P, dan K dalam Kompos Limbah Sayuran Sawi 3.4.4.1. Penetapan kadar Abu

Ditimbang ± 5 gram sampel ke dalam cawan

porselen yang telah diketahui bobot kosongnya

Dipanaskan dalam oven suhu 105 oC selama 3 jam

Didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan

timbang hingga bobot tetap

Dipanaskan dalam tanur pada suhu 550 oC sampai

menjadi abu

Didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan

ditimbang hingga bobot tetap

Sampel

Hasil

1 Kg limbah sayur

Diaduk sekali sehari

Hasil fermentasi

Hasil

Di fermentasi selama 10 hari

Ditentukan C, N, P, K sebelum fermentasi (hari 0) Dimasukkan ke dalam tong plastik

Diaduk hingga homogen

(22)

3.4.4.2.Penetapan kadar Nitrogen

Ditimbang ± 5 gram sampel ke dalam labu

Kjeldahl

Ditambahkan tablet selenium + Asam sulfat

teknis 30 mL

Dipanaskan hingga asap putih hilang dan

larutan menjadi jernih

Ditepatkan ke dalam labu takar 250 mL

dengan aquades

Dipipet 25 mL larutan ke dalam labu

Kjedhal

Disiapkan penampung 25 mL asam borat 1%

+ indikator Conway

Dipasangkan ke dalam alat UDK

Ditambahkan 50 mL aquades + 50 mL

NaOH 40%, di destilasi selama 4,4 menit

Di titrasi hasil destilasi dengan H2SO4

0,0500 N (TA=hijau menjadi jingga)

(23)

3.4.4.3. Penetapan Kadar Fosfor

Dimasukkan abu hasil penetapan C ke dalam beaker

gelas

Ditambahkan 30 mL HCl + 10 mL HNO3

Dipanaskan hingga sisa larutan ± 10 mL

Ditepatkan dalam labu ukur 100 mL

Disaring dengan W40

Dipipet larutan sebanyak 10 mL ke dalam labu ukur

100 mL (Larutan A)

Ditambahkan pereaksi Ammonium molibdo vanadat

10 mL

Ditepatkan dengan aquades, baca dengan

Spektrofotometer UV-Visible pada gelombang 400

nm

Buat deret standard dengan konsentrasi 0, 5, 10, 15,

20, 25 ppm

3.4.4.4. Penetapan Kadar Kalium

Dipipet 10 mL larutan A, tepatkan dalam labu ukur

100 mL

Di tentukan dengan SSA pada gelombang 766,5 nm

Buat deret standard dengan konsentrasi 0, 5, 10, 15,

20, 25 ppm

Sampel

Hasil

Sampel

(24)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Data perbandingan kadar C, N, P, dan K dalam kandungan pupuk kompos limbah

sayuran sawi.

A.Kadar C, N, P, dan K dalam pupuk kompos limbah sayuran sawi dengan

penambahan bakteri EM4

1. Sebelum pengomposan (hari ke-0)

Volume Bakteri EM4 C (%) N (%) P (%) K (%)

3 mL 18,59 0,83 0,24 1,13

5 mL 20,00 0,85 0,25 1,21

10 mL 23,05 0,90 0,27 1,51

2. Setelah pengomposan (hari ke-10)

Volume Bakteri EM4 C (%) N (%) P (%) K (%)

3 mL 6,71 0,67 0,07 0,86

5 mL 6,05 0,75 0,12 0,89

10 mL 5,93 0,79 0,15 0,97

B.Kadar C, N, P, dan K dalam pupuk kompos limbah sayuran sawi dengan

penambahan Tanah Gambut

1. Sebelum pengomposan (hari ke-0)

Berat Tanah Gambut C (%) N (%) P (%) K (%)

100 g 22,26 1,21 0,22 1,54

200 g 24,29 1,47 0,23 1,73

300 g 26,99 1,53 0,25 1,95

2. Setelah pengomposan (hari ke-10)

(25)

C.Kadar C, N, P, dan K dalam pupuk kompos limbah sayuran sawi tanpa starter 1. Sebelum pengomposan (Hari ke-0)

Tanpa Starter C (%) N (%) P (%) K (%)

Sampel 18,40 0,31 0,15 0,9

2. Setelah pengomposan (Hari ke-10)

Tanpa Starter C (%) N (%) P (%) K (%)

Sampel 10,58 0,16 0,09 0,7

4.2.Pembahasan

Kompos limbah sayuran sawi merupakan hasil akhir dari proses dekomposisi

atau fermentasi, yang dilakukan selama 10 hari yaitu tanpa starter, dengan

penambahan bakteri EM4, dan tanah gambut.

Gambar 1. Limbah sayuran sawi sebelum pengomposan (hari ke-0)

(26)

4.2.1. Kadar Unsur C, N, P, dan K yang terkandung dalam pupuk kompos limbah sayuran sawi

A.Dengan penambahan bakteri EM4

Dari limbah sayuran sawi dengan penambahan bakteri EM4 3 mL sebelum

pengomposan (hari - 0) dan setelah dikomposkan (hari-10), diperoleh hasil (C

18,59% : 6,71% ; N 0,83% :0,67% ; P 0,24% : 0,07% ; K 1,13% : 0,86%),

bakteri EM4 5 mL (C 20,00% : 6,05% ; N 0,85% : 0,75% ; P 0,25% : 0,12% ; K

1,21% : 0,89%), bakteri EM4 10 mL (C 23,05% : 5,93 ; N 0,90% : 0,79% ; P

0,27% : 0,15% ; K : 1,51% : 0,97%) diperoleh berdasarkan dari hasil perhitungan

berikut:

Sebelum pengomposan (Hari-0)

3mL bakteri EM4

a. Kadar Karbon (C)

Kadar Air =

Kadar Air =

Kadar Abu =

Kadar Abu =

100 = 5,62 %

Kadar C = 100% - (Kadar Air + Kadar Abu)

Kadar C = 100 % - ( 5,62 %)= 18,59 %

Keterangan :

W1 : Berat sampel + wadah sebelum di oven

W2 : Cawan kosong

W3 : Berat sampel + cawan setelah di oven

(27)

Keterangan :

Dengan penambahan starter tanah gambut, kadar C, N, P, dan K yang terkandung

dalam kompos limbah sayuran sawi sebelum pengomposan (hari-0) dan sesudah

(28)

23,26% : 10,56% ; N 1,21% : 0,56% ; P 0,22% : 0,10% ; K 1,54% : 1,32%), tanah

gambut 200 g (C 24,29% : 10,43% ; N 1,47% : 0,61% ; P 0,23% : 0,13% ; K

1,73% : 1,54%), tanah gambut 300 g (C 26,99% : 9,84% ; N 1,53% : 0,64% ; P

0,25% : 0,14% ; K 1,95% : 1,78%).

C.Tanpa Starter

Pada pengomposan limbah sayuran sawi tanpa starter, diperoleh hasil kandungan

unsur C, N, P, dan K, sebelum pengomposan (hari-0) dan sesudah pengomposan

(hari-10), yaitu: tanpa starter (C 18,40% : 10,58% ; N 0,31: 0,16% ; P 0,15% : 0,

09% ; K 0,9% : 0,7%).

(Untuk memperoleh data di atas, dilakukan perhitungan yang sama untuk

penentuan kadar C, N, P, dan K pada kompos limbah sayuran sawi dengan

penambahan 5 mL bakteri EM4, 10 mL bakteri EM4, 100 g tanah gambut, 200 g

tanah gambut, 300 g tanah gambut, dan tanpa starter. Dapat dilihat pada

lampiran).

Dari data di atas menunjukkan bahwa kenaikan kadar C, N, P,dan K

berbanding lurus dengan jumlah starter yang ditambahkan ke dalam kompos

limbah sayuran sawi, dimana semakin besar jumlah bakteri EM4 dan tanah

gambut yang ditambahkan, maka semakin pula kadar C, N, P, dan K nya.

Sehingga kadar C, N, P, dan K yang terkandung dalam kompos limbah sayuran

sawi dengan penambahan bakteri EM4 dan tanah gambut lebih besar

dibandingkan dengan kadar C, N, P, dan K pada kompos limbah sayuran sawi

tanpa starter.

Menurut (Suhardjo dan Widjaja, 1976) kadar unsur utama (% bobot) lahan

gambut (0 cm – 30 cm) Riau, yaitu dengan ketebalan gambut (gambut dangkal 0,5

– 1 m) mengandung N 1,13%, P 0,05%, K 0,13%, dan 12% bobot karbon organik. Kadar N pada tanah gambut relative tinggi, sedangkan kadar P beragam. Kadar C

(29)

Perubahan yang terjadi terhadap kadar unsur C, N, P, dan K pada kompos limbah

sayuran sawi dengan penambahan bakteri EM4

Gambar 3. Kadar unsur C, N, P, dan K sebelum Pengomposan (Hari-0)

Gambar 4. Kadar unsur C, N, P, dan K sesudah Pengomposan (Hari-10)

0 1 2 3 4 5 6 7 8

C % N % P % K %

sesudah pengomposan (hari ke-10)

(30)

Dari grafik data pengomposan Gambar 3 dan Gambar 4 yaitu

pengomposan limbah sayuran sawi dengan penambahan starter EM4 mengalami

penurunan kadar Karbon sekitar 12% - 19%, kadar Nitrogen sekitar 0,1% - 0,3 %,

kadar Fosfor sekitar 0,1% - 0,2%, kadar Kalium sekitar 0,2% - 0,5%.

Perubahan yang terjadi terhadap kadar unsur C, N, P, dan K pada kompos

limbah sayuran sawi dengan penambahan starter tanah gambut

Gambar 5. Kadar unsur C, N, P, dan K sebelum Pengomposan (Hari-0)

0 5 10 15 20 25 30

C % N % P % K %

sebelum pengomposan (hari ke-0)

100 g 200 g 300 g

0 2 4 6 8 10 12

C % N % P % K %

(31)

Dari grafik data pengomposan Gambar 5 dan Gambar 6 yaitu

pengomposan limbah sayuran sawi dengan penambahan starter tanah gambut

mengalami penurunan kadar Karbon sekitar 12% - 17%, kadar Nitrogen sekitar

0,6% - 0, %, kadar Fosfor sekitar 0,1% - 0,2%, kadar Kalium sekitar 0,2% - 0,5%.

Perubahan yang terjadi terhadap kadar unsur C, N, P, dan K pada kompos limbah

sayuran sawi tanpa starter

Gambar 7. Kadar unsur C, N, P, dan K sebelum pengomposan (hari-0) dan

sesudah pengomposan (hari-10)

Dari grafik data pengomposan Gambar 7 yaitu pengomposan limbah

sayuran sawi tanpa starter mengalami penurunan kadar Karbon sekitar 8% kadar

Nitrogen sekitar 0,2 %, kadar Fosfor sekitar 0,06%, kadar Kalium sekitar 0,2%.

Dari data di atas menunjukkan bahwa adanya perubahan kadar unsur C, N,

P, dan K sebelum dan sesudah pengomposan limbah sayuran sawi. Pada

pembuatan kompos dari limbah sayuran sawi dengan menggunakan penambahan

bakteri EM4, tanah gambut dan tanpa starter, kadar C pada hari 0 sudah

memenuhi. Karena sudah berada pada kisaran Karbon 9,8-32. Setelah di

komposkan selama 10 hari, unsur Karbon mengalami penurunan. sehingga

nilainya <9,8. Hal ini disebabkan karena Karena limbah sayuran sawi mengalami

pembusukan atau penguraian, dengan adanya aktivitas mikroba yang merombak

(32)

dan disebabkan karena adanya penguapan sebagian besar senyawa-senyawa

hilang ke udara pada saat pengomposan. Menurut (Lingga, 2002) bila tanah cukup

mengandung udara dan air, peruraian bahan organik akan berlangsung cepat.

Akibatnya jumlah CO2 akan meningkat dengan cepat.Sehingga kandungan kadar

C akan menurun dan semakin banyak jumlah mikroba yang terkandung dalam

starter, maka akan semakin banyak pula unsur karbon yang akan hilang pada saat

proses pengomposan, sehingga nilai karbon akan semakin kecil. Berdasarkan hasil

yang diperoleh, kandungan unsur karbon pada pengomposan limbah sayuran sawi

dengan menggunakan starter EM4 lebih kecil dibandingkan dengan kandungan

unsur karbon pada kompos limbah sayuran dengan menggunakan starter tanah

gambut dan tanpa starter, hal ini disebabkan karena jumlah mikroba yang

terkandung dalam kompos dengan starter EM4 lebih banyak dibandingkan dengan

kompos yang menggunakan starter tanah gambut dan tanpa starter.

Kadar unsur Nitrogen mengalami penurunan setelah dikomposkan selama

10 hari. Terjadinya penurunan kadar Nitrogen dalam sampel pada saat proses

pengomposan disebabkan karena Nitrogen sangat jarang ditemui menjadi

komponen oleh karena sifatnya yang mudah larut air. Amonium akan diubah

menjadi nitrit, kemudian menjadi nitrat oleh bakteri nitrifikasi. Nitrat dan nitrit

sebagian akan lenyap di dalam air dan sebagian mengalami denitrifikasi menjadi

gas N2 dan N2O akan memasuki sistem atmosfir kembali. (Poerwowidodo, 1992).

Kandungan Posfor dan Kalium dalam kompos limbah sayuran sawi tidak

terlalu mengalami penurunan yang signifikan, hal disebabkan karena Posfor dan

Kalium mengalami penghancuran dan peruraian yang lambat oleh karena daya

(33)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

1. Pembuatan pupuk kompos dari limbah sayuran sawi dengan penambahan

bakteri EM4, tanah gambut, dan tanpa starter selama 10 hari. Kemudian kadar

C di tentukan dengan metode gravimetri, kadar N ditentukan dengan metode

Kjeldhal, kadar P ditentukan dengan metode Spektrofotometri UV-Visibel, dan

kadar K ditentukan dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom.

2. Hasil analisa menunjukkan bahwa setelah pengomposan (hari ke 10),

kandungan unsur hara makro yang paling besar adalah kompos limbah sayuran

sawi dengan penambahan starter tanah gambut variasi 300 g yaitu kadar C

9,84%, N 0,64%, P 0,14%, dan K 1,78%.

5.2.Saran

(34)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Unsur-Unsur Hara Penyusun Tanaman

Limbah sayuran adalah bagian dari sayuran atau sayuran yang sudah tidak dapat

digunakan atau dibuang. Limbah pasar yang mudah untuk dikomposkan adalah

limbah sayuran. Karena limbah sayuran memiliki kadar air yang relatif lebih

rendah jika dibandingkan dengan limbah buah-buahan. Hasil penelitian para ahli

telah menunjukkan bahwa tanaman itu terdiri dari air 90% dan bahan kering (dry

matter) 10%. Bahan kering terdiri dari bahan-bahan organik dan anorganik, terdiri

dari:

- Karbon sekitar 47%

- Hidrogen sekitar 7%

- Oksigen sekitar 44%

- Nitrogen sekitar 0,2% - 2%

Unsur hara makro terdiri dari karbon, oksigen, dan hidrogen, nitrogen, fosfor,

kalium, kalsium, magnesium, dan sulfur. Sedangkan unsur hara mikro yaitu besi,

mangan, tembaga, seng, molibdenum, dan khlor. (Kuswandi, 1993)

Fosfor (P) merupakan salah satu unsur hara makro yang dibutuhkan oleh

tanaman. Fosfor di dalam tanah berperan penting bagi tanaman dan proses

metabolisme sel. Namun kandungan P di dalam tanah lebih rendah dibandingkan

dengan unsur hara makro lainnya, seperti Nitrogen (N), Kalium (K), dan Kalsium

(Ca). Hal ini disebabkan oleh tingginya retensi terhadap unsur P, sehingga

konsentrasi P di dalam tanah berkurang. (Leiwakabessy et al., 2003)

(35)

nitrogen yang tersimpan dalam tubuh jasad. Nitrogen sangat jarang ditemui

menjadi komponen oleh karena sifatnya yang mudah larut air. Nitrogen atmosfir

(N2) memasuki tanah melalui perantaraan jasad renik penambat-N, hujan, dan

kilat. Jasad renik penambat akan mengubah bentuk N2 menjadi senyawa N-asam

amino dan N-protein. Jika jasad renik itu mati, bakteri pembusuk melepaskan

asam amino dari protein, dan bakteri amonifikasi melepaskan amonium dari

gugus amino, yang selanjutnya akan larut dalam tanah dan dapat diserap oleh

tanaman dan sisa amonium akan diubah menjadi nitrit, kemudian menjadi nitrat

oleh bakteri nitrifikasi, dan dapat langsung diserap tanaman. Nitrat dan nitrit yang

tidak termanfaatkan sebagian akan lenyap di dalam air dan sebagian mengalami

denitrifikasi menjadi gas N2 dan N2O akan memasuki sistem atmosfir kembali.

(Poerwowidodo, 1992).

2.1.2. Sumber Fosfor

Sumber dan cadangan fosfor (P) alam adalah kerak bumi yang kandungannya

mencapai 0,12 % P, dalam bentuk batuan fosfat, endapan guano, dan endapan

fosil tulang. fosfor alam memasuki sistem tanah melalui penghancuran dan

peruraian yang lambat oleh karena daya larutnya yang rendah. Sebagian besar

senyawa P dalam tanah berbentuk senyawa organik. Bahan organik tanah

cenderung meningkatkan ketersediaan P. Asam nukleat merupakan sumber P dari

kelompok senyawa organik. Komponen organik tanah yang mengandung P antara

lain: asam nukleat, fosfolida, fosfoprotein, dan fosfat metabolik. (Poerwowidodo,

1992).

2.1.3. Sumber Kalium

Takaran bahan potasium atau kalium (K) menempatkannya pada urutan ke-7 di

antara penyusun kerak bumi. Kalium pada umumnya cukup banyak ditemui dalam

tanah, namun kisaran kandungan K-total pada umumnya berada dalam pelikan

tanah liat dan pelikan yang mengandung K. Kalium atau potasium di serap

(36)

masa, konveksi, difusi, dan serapan langsung dari permukaan tanah. Laju

pengambilan K banyak diatur oleh kepekatan K dalam larutan tanah yang

mengelilingi permukaan akar. Kebutuhan K dan pola pengambilan K tergantung

pada jenis tanaman dan tingkat tanaman. Adanya saling tindak positif antara

kalium dan nitrogen pada keharaan tanaman. Keberadaan K yang meningkat,

meningkatkan keberadaan nitrogen dalam tanaman. (Poerwowidodo, 1992)

Fungsi unsur makro Nitrogen, Fosfat, dan Kalium antara lain:

1. Nitrogen

Secara umum fungsi Nitrogen adalah :

a. Merangsang pertumbuhan akar, batang, dan daun.

b. Membuat daun lebih tampak hijau, karena Nitrogen meningkatkan

butir-butir hijau daun.

c. Memperbanyak anakan.

d. Meningkatkan mutu dan jumlah hasil.

2. Fosfat

Fungsi unsur Fosfat adalah:

a. Memperpanjang akar sehingga batang kuat.

b. Mempercepat pemasakan buah.

c. Memperbaiki mutu dan jumlah hasil.

3. Kalium

Fungsi Kalium :

a. Memperbaiki pertumbuhan tanaman.

b. Meningkatkan ketahanan serangan hama.

c. Memperbaiki mutu hasil.

(Nugroho, 2010)

2.2. Pemupukan

Pupuk adalah setiap bahan organik atau anorganik, alam atau buatan, mengandung

(37)

pabrik pupuk. Pada umumnya pupuk ini bersifat organik karena tediri dari

senyawa-senyawa organik. Meskipun demikian ada juga pupuk alam yang

berbentuk senyawa anorganik misalnya Fosfat alam. Pupuk alam dibedakan

menjadi pupuk alam organik dan pupuk alam anorganik. Pupuk alam organik

berperan dalam hal perbaikan sifat-sifat fisik tanah, sedangkan pupuk alam

anorganik berperan dalam penambahan hara tanah. Pupuk organik mempunyai

keunggulan dan kelemahan. Beberapa keunggulan dari pupuk organik adalah

sebagai berikut:

1. Meningkatkan kandungan bahan organik dalam tanah

2. Memperbaiki struktur tanah

3. Meningkatkan kemampuan tanah menyimpan air (water holding capacity)

4. Meningkatkan aktivitas kehidupan biologi tanah

5. Meningkatkan kapasitas tukar kation tanah

6. Mengurangi fiksasi fosfat oleh Al dan Fe pada tanah masam dan

7. Meningkatkan ketersediaan hara di dalam tanah

Beberapa kelemahan dari pupuk alam (organik) adalah sebagai berikut:

1. Kandungan haranya rendah

2. Relatif sulit memperolehnya dalam jumlah banyak

3. Tidak dapat diaplikasikan secara langsung ke dalam tanah, tetapi harus

melalui suatu proses dekomposisi

4. Pengangkutan dan aplikasinya mahal karena dibutuhkan dalam jumlah

banyak.

Jenis-jenis pupuk organik yaitu pupuk kandang, pupuk hijau, pupuk kompos,

guano, tepung tulang, night soil, tepung ikan, dan tepung darah. (Sutedjo, 2002)

2.2.1. Kompos

Pupuk kompos merupakan hasil akhir dari dekomposisi atau fermentasi dari

(38)

ataupun yang berasal dari hewan. Ada beberapa alasan pentingnya pembuatan

kompos, antara lain:

1. Untuk memenuhi keperluan bahan organik yang cukup akibat aktivitas

atau kegiatan pertanian maka pemakaian pupuk kandang dan

memperolehnya dalam jumlah yang cukup banyak cukup sulit, selain itu

penanaman pupuk hijau selalu kurang berhasil.

2. Petani agak enggan atau merasa keberatan bila harus mengorbankan

tanahnya untuk tidak ditanami tanaman utama yang dapat memberikan

hasil

3. Sumber bahan organik untuk dibuat kompos seperti sampah-sampah kota

dan limbah pertanian.

Beberapa kegunaan kompos adalah:

 Memperbaharui struktur tanah

 Memperkuat daya ikat agregat (zat hara) tanah pesisir

 Meningkatkan daya tahan dan daya serap air

 Memperbaharui drainase dan pori-pori dalam tanah

 Menambah dan mengaktifkan unsur hara.

(Nugroho, 2010)

Bahan organik dari sampah-sampah kota dan limbah pertanian dalam jumlah yang

banyak tidak dapat digunakan langsung sebagai pupuk tetapi harus terlebih dahulu

didekomposisikan sehingga melapuk dengan tingkat C/N yang rendah (10-12).

(Sutedjo, 2002)

2.2.2. Pengolahan Limbah Organik untuk Kompos

Pengomposan merupakan praktek tertua untuk menyiapkan pupuk organik yang

selanjutnya dikembangkan menjadi kunci teknologi daur ulang limbah

pemukiman dan perkotaan. Pengomposan diartikan sebagai proses biologi oleh

kegiatan mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik menjadi bahan

(39)

1. Proses pengomposan

Kompos dibuat dari bahan organik yang berasal dari macam-macam sumber.

Dengan demikian kompos merupakan sumber bahan organik dari nutrisi tanaman.

Kemungkinan bahan dasar kompos mengandung selulosa 15-60%, hemiselulosa

10-30%, lignin 5-30%, protein 5-40%, bahan mineral 3-5%, disamping itu

terdapat bahan larut air panas dan dingin (gula, asam amino, urea, garam

amonium) sebanyak 2-30% dan 1-5% lemak yang larut eter dan alkohol.

Komponen organik ini mengalami proses dekomposisi dibawah kondisi mesofilik

dan termofilik. Pengomposan dengan metode timbunan di permukaan tanah akan

memakan waktu 3-4 bulan.

2. Proses Mikrobiologis

Konversi biologi bahan organik dilaksanakan oleh bermacam-macam

organisme heterotropik seperti bakteri, fungi, Actinomycetes, dan protozoa.

Organisme tersebut mewakili flora dan fauna.

Selama proses pengomposan berlangsung, perubahan secara kualitatif dan

kuantitatif, terjadi pada tahap awal akibat perubahan lingkungan beberapa spesies

flora menjadi aktif dan berkembang dalam waktu yang relatif singkat, dan

kemudian hilang untuk memberikan kesempatan kepada jenis lain untuk

berkembang. Pada minggu kedua dan ketiga, kelompok yang berperan aktif pada

proses pengomposan dapat diidentifikasi yakni: bakteri amonifikasi, bakteri

proteolitik, bakteri pektonilitik, dan bakteri penambat nitrogen. Mulai hari ketujuh

kelompok mikroba meningkat dan setelah hari keempat belas terjadi penurunan

jumlah kelompok. Kemudian terjadi kenaikan populasi kembali selama minggu

keempat. Mikroorganisme yang berperan adalah mikroorganisme selulopatik,

lignolitik, dan fungi. (Sutanto, R.2002)

Pembuatan kompos adalah dengan menumpukkan bahan-bahan organik

dan membiarkannya terurai menjadi bahan-bahan yang mempunya nisbah C/N

yang rendah (telah melapuk). Beberapa alasan pengomposan bahan organik antara

lain:

1. Kita tidak selalu mempunyai pupuk kandang atau bahan-bahan organik

lain pada saat kita memerlukannya. Seringkali kita harus membiarkannya

(40)

pupuk kompos merupakan cara penyimpanan bahan organik sebelum

dipergunakan sebagai pupuk.

2. Struktur bahan organik sangat kasar dan daya ikatnya terhadap air kecil.

Bila bahan ini langsung dibenamkan ke dalam tanah akan terjadi

persaingan unsur N atau bakteri pengurai N dan tanaman yang tumbuh di

atasnya. Selain itu tanah akan terdispersi. Hal ini mungkin baik pada

tanah yang mengadung liat tinggi, tapi tidak demikian pada

tanah-tanah berpasir.

3. Bila tanah cukup mengandung udara dan air, peruraian bahan organik akan

berlangsung cepat. Akibatnya jumlah CO2 di dalam tanah akan meningkat

dengan cepat, dan hal ini dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.

4. Pada pembuatan kompos biji-biji gulma, benih, hama dan penyakit bisa

mati karena panas.

5. Seringkali dilakukan pembakaran bahan organik sebagai usaha

mempercepat proses mineralisasi. Dengan cara ini tidak akan diperoleh

penambahan humus dan N ke dalam tanah, karena habis terbakar. Oleh

karena itu diperlukan pembuatan kompos.

Bahan organik tidak dapat langsung digunakan atau dimanfaatkan oleh tanaman

karena perbandingan C/N dalam bahan baku tersebut relative tinggi atau tidak

sama denga C/N tanah. Nilai C/N tanah sekitar 10-12. Apabila bahan organik

mempunyai kandungan C/N mendekati atau sama dengan C/N tanah maka bahan

tersebut dapat digunakan atau diserap tanaman. Prinsip pengomposan adalah

menurunkan C/N rasio bahan organik sehingga sama dengan tanah. (Lingga,

2002)

2.3.Starter Kompos

2.3.1. Effective Microorganism 4 (EM4)

Effective mikroorganism 4 merupakan kultur campuran dari mikroorganisme yang

(41)

membantu penyerapan unsur hara. EM4 mengandung mikroorganisme fermentasi

dan sintetik yang terdiri dari bakteri asam laktat (lactobacillus sp.), bakteri

fotosintetik (Rhodopseudomonas sp.), Actinomycetes sp., Streptomyces sp., dan

ragi (yeast).

Efek EM4 bagi tanaman tidak terjadi secara langsung. Penggunaan EM4

akan lebih efisien bila terlebih dahulu ditambahkan bahan organik yang berupa

pupuk organik ke dalam tanah. EM4 akan mempercepat fermentasi bahan organik

sehingga unsur hara yang terkandung akan cepat terserap dan tersedia bagi

tanaman. Selain bermanfaat bagi peningkatan kesuburan tanah dan tanaman, EM4

juga sangat efektif digunakan sebagai pestisida hayati yang bermanfaat untuk

meningkatkan kesehatan tanaman, EM4 juga bermanfaat untuk sektor perikanan

dan peternakan. (Marsono, 2005)

Fungsi Effective Microorganism 4 (EM4)

1. Bakteri Fotosintetik

Bakteri ini merupakan bakteri bebas yang dapat mensintesis senyawa

nitrogen, gula, dan substansi bioaktif lainnya. Hasil metabolit yang

diproduksi dapat diserap secara langsung oleh tanaman dan tersedia

sebagai sumber substrat untuk perkembangbiakan yang menguntungkan.

2. Lactobacillus sp.

Bakteri yang memproduksi asam laktat sebagai hasil penguraian gula dan

karbohidrat lain yang bekerja sama dengan bakteri fotosintesis dan ragi.

Asam laktat ini merupakan bahan sterilisasi yang kuat dapat menekan

mikroorganisme berbahaya dan dapat menguraikan bahan organik dengan

cepat.

3. Streptomyces sp.

Streptomyces sp. mengeluarkan enzim streptomisin yang bersifat racun

terhadap hama dan penyakit yang merugikan.

4. Ragi/Yeast

Ragi memproduksi substansi yang berguna bagi tanaman dengan cara

fermentasi. Substansi bioaktif yang dihasilkan oleh ragi berguna untuk

pertumbuhan sel. Ragi ini juga berperan dalam perkembangbiakan atau

(42)

5. Actinomycetes

Actinomycetes merupakan mikroorganisme peralihan antara bakteri dan

jamur yang mengambil asam amino dan zat serupa yang diproduksi bakteri

fotosintesis dan mengubahnya menjadi antibiotik untuk mengendalikan

patogen, menekan jamur dan bakteri berbahaya dengan cara

menghancurkan kitin yaitu zat esensial untuk pertumbuhannya.

Actinomycetes juga dapat menciptakan kondisi yang baik bagi

perkembangan mikroorganisme lain. (Yovita. 2005)

2.3.2. Tanah Gambut

Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara Negara tropis yang tersebar

terutama di Sumatera, Kalimantan, dan Papua (BB Litbang SDLP, 2008). Lahan

gambut di Riau memiliki luas sekitar 45% dari total wilayah yang ada (Darajat,

2006). Tanah gambut memiliki beberapa fungsi strategis, seperti fungsi

hidrologis, sebagai penambat (sequester) karbon dan biodiversitas yang penting

untuk kenyamanan lingkungan dan kehidupan satwa. (Bellamy, 1955)

Kisaran nilai total populasi mikroba tanah gambut Riau dapat dilihat pada

Tabel 1. Secara umum total populasi bakteri lebih tinggi jika dibandingkan

dengan total populasi jamur dan Actinomycetes. Menurut penelitian Nainggolan

(2010) total bakteri lebih mendominasi dari total populasi jamur dan

Actinomycetes di Cagar Biosfer.

Tabel 1. Kisaran nilai mikroba tanah gambut dari delapan lokasi pengambilan

sampel di Teluk Meranti, Riau

Kelompok Mikroba Kisaran Nilai Populasi Mikroba

(CFU/g tanah)

Bakteri Oligotrof 0,5x105-1,4x105

Bakteri Kopiotrof 0,6x105-1,8x105

Jamur 0,4x105-1,0x105

(43)

Berdasarkan kebutuhan nutrisi, bakteri dibedakan menjadi dua kelompok yaitu,

bakteri kopiotrof yang mampu hidup pada kondisi yang miskin nutrisi. (Langer et

al., 2004)

Menurut (Noor, M. 2001) Jumlah mikroorganisme dipengaruhi oleh faktor

lingkungan seperti keasaman tanah. Jumlah total mikrobia dalam tanah digunakan

sebagai indeks kesuburan tanah tanpa mempertimbangkan hal-hal lain, karena

pada tanah subur jumlah mikrobianya tinggi. Populasi yang menggambarkan

adanya suplai makanan atau energi yang cukup ditambah temperatur yang sesuai,

ketersediaan air yang cukup, dan kondisi ekologi yang lain yang mendukung.

Namun demikian dua jenis tanah yang mempunyai produktivitas yang berbeda,

karena pada tanah yang satu kandungan unsur hara makro dan mikro yang ada

hanya cukup menunjang kehidupan mikrobia. Oleh karena itu, jumlah mikrobia

tanah harus dipertimbangkan sebagai penciri (deskriptif) dan tidak digunakan

sebagai indeks kesuburan tanah semata. (Hanafiah, 2005)

Warna tanah merupakan indikator sifat kimia tanah. Tanah yang berwarna

gelap berarti banyak mengandung bahan organik tanah atau belum mengalami

pelindian (leaching) hara secara intensif, sehingga relative subur. (Poerwowidodo,

2005)

Mikroorganisme perombak bahan organik terdiri dari jamur dan

bakteri.Pada kondisi aerob, mikroorganisme perombak bahan organik dalam

kondisi anaerob sebagian besar adalah bakteri. Macam mikroorganisme yang

berperan dalam perombakan bahan organik antara lain atas Trichoderma, Fomes,

Armillaria, Achromobacter, Nocardia, Streptomyces, sedang perombak secara

anaerob antara lain terdiri atas Clostridium, dan Mechanococcus. (Mukhlis, 2007)

Faktor yang Mempengaruhi Pengomposan

1. Rasio C/N

Kecepatan dekomposisi bahan organik ditujukan oleh perubahan rasio C/N.

Selama proses demineralisasi, rasio C/N bahan-bahan yang mengandung N akan

berkurang menurut waktu. Kecepatan kehilangan C akan lebih besar daripada N

(44)

mencapai angka tersebut, artinya proses dekomposisi sudah mencapai tingkat

akhir kompos sudah matang.

2. Suhu pengomposan

Faktor suhu sangat berpengaruh terhadap pengomposan. Suhu optimum bagi

pengomposan adalah 40-60 oC. Jika suhu pengomposan menjadi 40oC, aktivitas

mikroorganisme mesofil akan digantikan oleh mikroorganisme termofil. Jika suhu

mencapai 60 oC, fungi akan berhenti bekerja dan proses perombakan dilanjutkan

oleh Actinomycetes serta strain bakteri pembentuk spora.

3. Tingkat Keasaman (pH)

Salah satu faktor bagi pertumbuhan mikroorganisme yaitu terlibat dalam proses

pengomposan adalah tingkat keasaman. Karena itu, pengaturan pH selama proses

pengomposan perlu dilakukan. Pada awal pengomposan, reaksi cenderung agak

asam karena bahan organik yang dirombak menghasilkan asam-asam organik

sederhana. Namun pH akan mulai naik sejalan dengan waktu pengomposan dan

akhirnya akan stabil pada pH sekitar netral.

4. Jenis Mikroorganisme yang terlibat

Proses pengomposan bila dipercepat dengan menambahkan starter atau aktivator

yang kandungannya berupa mikroorganisme (kultur bakteri), enzim, dan asam

humat. Mikroorganisme yang ada di dalam bahan kompos sehingga cepat

berkembang. Akibatnya, mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan

semakin banyak dalam proses dekomposisi akan semakin cepat.

5. Aerasi

Aerasi yang baik sangat dibutuhkan agar proses dekomposisi (pengomposan)

bahan organik berjalan lancar. Pada umumnya pengaturan aerasi dilakukan

dengan cara membalik-balikkan tumpukan bahan kompos secara teratur.

6. Kelembapan

Kelembapan optimum untuk proses pengomposan secara aerobik 50-60% setelah

bahan organik dicampur. Selama proses pengomposan berlangsung, kelembapan

(45)

7. Ukuran bahan baku

Ukuran bahan baku kompos akan mempengaruhi kecepatan proses pengomposan.

Semakin kecil ukuran bahan proses pengomposan akan semakin cepat

berlangsung. (Simamora S. 2006)

2.4. Penetapan Kadar Karbon, Nitrogen, Fosfor, dan Kalium 2.4.1. Penetapan Karbon dengan metode Gravimetri

Penetapan Karbon dapat dilakukan dengan penetapan kadar abu. Dimana kadar

abu/sisa pijar ditetapkan dengan cara pengabuan pada suhu 550-600 oC, sehingga

bahan organik menjadi CO2 dan logam menjadi oksida logamnya. Bobot bahan

yang hilang merupakan bahan organik yang dapat dikonversi menjadi kadar

karbon setelah dikalikan faktor 0,58. (Eviati, 2009)

2.4.2. Penentuan Nitrogen dengan metode Kjeldahl

Metode Kjeldahl digunakan untuk menentukan jumlah N organik dan N ammonia

bebas. Metode ini pada umumnya hanya dilakukan pada sampel yang diduga

mengandung zat organik seperti air buangan industri, air buangan penduduk serta

sungai yang tercemar. Zat organik yang mengandung N diubah menjadi amonia,

nitrogen amonia akan menjadi amonium sulfat setelah pemanasan sampel didalam

larutan sulfat. Zat organik tersebut berubah menjadi CO2 dan H2O serta

melepaskan ammonia yang di dalam suasana asam kuat terikat menjadi amonium

sulfat. Kemudian tambahan basa NaOH akan melepaskan NH4 sekaligus

ditentukan secara spektrofotometri, ortofosfat yang terlarut direaksikan dengan

(46)

sulfat yang berwarna kuning. Intensitas warna yang terbentuk diukur pada

panjang gelombang 400 nm. (SNI 2803, 2010).

2.4.4.Penetapan Kadar Kalium

Kadar kalium dapat ditetapkan dengan berdasarkan adanya serapan/absorpsi

cahaya ultra violet atau visible oleh atom-atom suatu unsur dalam keadaan dasar

yang berada dalam nyala api. Dimana kalium akan menyerap cahaya pada panjang

gelombang 766,5 nm. (SNI 2803, 2010).

2.5. Prinsip Analisa 2.5.1. Metode Gravimetri

Penetapan Karbon dapat dilakukan dengan penetapan kadar abu. Dimana kadar

abu/sisa pijar ditetapkan dengan cara pengabuan pada suhu 550-600 oC, sehingga

bahan organik menjadi CO2 dan logam menjadi oksida logamnya. Bobot bahan

yang hilang merupakan bahan organik yang dapat dikonversi menjadi kadar

karbon setelah dikalikan faktor 0,58. (Eviati, 2009)

2.5.2. Metode Kjeldahl

Metode Kjeldahl Prinsip metode Kjeldahl adalah mula–mula bahan didekstruksi

dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran

Zn. Ammonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator.

Metode Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitu cara makro

dan semimikro. Cara makro–Kjeldahl digunakan untuk sampel yang sukar

dihomogenisasi dan besarnya 1–3 gram, sedangkan semimikro–Kjeldahl

dirancang untuk sampel yang berukuran kecil, yaitu kurang dari 300 mg dari

bahan yang homogen. (Maria Bintang, 2010).

2.5.3. Spektrofotometri UV-Visible

Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis adalah dimana sinar/cahaya dilewatkan

(47)

Spektrofotometri serapan adalah pengukuran serapan radiasi elektromagnetik

panjang gelombang tertentu yang sempit, mendekati monokromatik, yang diserap

zat. Spektrofotometer pada dasarnya terdiri atas sumber sinar monokromator,

tempat sel untuk zat yang diperiksa, detektor, penguat arus dan alat ukur atau

pencatat. (Rohman, 2007).

2.5.4. Analisa Spektrofotometri Serapan Atom

Prinsip penentuan metode ini didasarkan pada penyerapan energi radiasi oleh

atom-atom netral pada keadaan dasar, dengan panjang gelombang tertentu yang

menyebabkan tereksitasinya dalam berbagai tingkat energi. Keadaan eksitasi ini

tidak stabil dan kembali ke tingkat dasar dengan melepaskan sebagian atau

seluruh energi eksitasinya dalam bentuk radiasi. Sumber radiasi tersebut lampu

katoda berongga.

Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom

A B C D E F

Gambar 1.1. Sistematis Ringkas dari Alat SSA

A : Lampu katoda berongga

B : Chopper

C : Tungku

D : Monokromator

E : Detektor

(48)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan dan pertumbuhan penduduk yang pesat di daerah perkotaan

mengakibatkan daerah pemukiman semakin luas dan padat. Peningkatan aktivitas

manusia, lebih lanjut menyebabkan bertambahnya sampah. Sampah (refuse)

adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang

harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan manusia (termasuk kegiatan

industri), tetapi bukan biologis (karena human waste tidak termasuk di dalamnya)

dan umumnya bersifat padat. Sumber sampah bisa bermacam-macam, diantaranya

adalah dari rumah tangga, pasar, warung, kantor, bangunan umum, industri, dan

jalan. Sampah sayur-sayuran merupakan bahan buangan yang biasanya dibuang

secara open dumping tanpa pengelolaan lebih lanjut sehingga akan meninggalkan

gangguan lingkungan dan bau tidak sedap. (Afifudin, 2011)

Saat ini juga banyak tempat-tempat pertanian dan perkebunan yang

mengalami masalah dengan tanah yang digunakan untuk tanaman tersebut

tumbuh. Kandungan hara yang sudah mulai berkurang akibat pemakaian pupuk

kimia menjadi salah satu penyebabnya. (Nugroho, 2010)

Sekarang petani sudah mulai menyadari kondisi ini dan mulai beralih

menggunakan pupuk organik yang ramah lingkungan serta dapat di buat

sendirimenggunakan bahan-bahan yang mudah diperoleh dari lingkungan di

sekitar mereka. Proses pembuatan tidak rumit dan biaya lebih murah dibanding

membeli pupuk kimia. (Chen, 1993)

Pupuk organik adalah hasil dari pembusukan bahan-bahan organik yang

berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan, dan manusia yang kandungan unsur

(49)

sampah buah (anggur, kulit jeruk, apel, tidak termasuk kulit buah yang keras,

misalnya kulit buah salak). Jadi pupuk ialah bahan yang diberikan ke dalam tanah

baik yang organik maupun anorganik dengan maksud untuk mengganti

kehilangan unsur hara dari dalam tanah bertujuan untuk meningkatkan produksi

tanaman. (Sutedjo, 2002)

Pembuatan pupuk organik alami memakan waktu 6 bulan hingga setahun

(tergantung bahan yang digunakan). Oleh karena itulah saat ini telah banyak

dikembangkan bioaktivator/agen dekomposer yang diproduksi secara komersial

untuk meningkatkan kecepatan dekomposisi, meningkatkan penguraian materi

organik, dan dapat meningkatkan kualitas produk akhir.Salah satu bioaktivator

yang digunakan adalah EM4 (Effective Microorganism). Larutan ini berisi

mikroorganisme fermentasi. (Wasto, 2011)

Efektif Mikroorganisme merupakan kultur campuran berbagai jenis

mikroorganisme yang bermanfaat (bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, ragi

aktinomisetes dan jamur fermentasi) yang dapat meningkatkan keragaman

mikroba tanah. Pemanfaatan EM4 dapat memperbaiki pertumbuhan dan hasil

tanaman. (Marsono, 2005)

Gambut adalah tanah organik (organic soils), yang telah mengalami

perombakan secara sempurna sehingga bagian tumbuhan aslinya tidak dikenali

lagi dan kandungan mineralnya tinggi. Gambut adalah timbunan bahan organik

yang mempunyai laju perombakan lambat. Lambatnya perombakan pada tanah

gambut karena aktivitas mikroorganisme yang rendah. Mikroorganisme yang

terlibat dalam tahap perombakan awal dari keadaan asli. Dalam hal ini

kebanyakan golongan jamur dan bakteri yang berperan dalam menghancurkan

selulosa, hemiselulosa, dan beberapa protein. (Noor, M. 2001)

Beberapa peneliti sebelumnya telah meneliti yaitu menurut (Rahmi, 2012),

Enumerasi Total Populasi Mikroba Tanah Gambut Di Teluk Meranti Kabupaten

Riau. Dimana tanah gambut Riau mengandung mikroba tanah, dengan kelompok

mikroba bakteri oligotrof dengan kisaran 0,5x105-1,4x105(CFU/g tanah), bakteri

kopiotrof 0,6x105-1,8x105(CFU/g tanah), Jamur 0,4x105-1,0x105(CFU/g tanah),

(50)

H.2010), yaitu pembuatan pupuk kompos dari limbah eceng gondok dapat dengan

menggunakan bakteri EM4 sebagai starter pengomposan.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, penulis tertarik untuk

membuat kompos dari limbah sayuran sawi dengan menggunakan bakteri EM4

dan tanah gambut sebagai starter, dan membandingkannya dengan kompos tanpa

starter.

1.2. Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah dari limbah sayur dapat dibuat

pupuk kompos dan bagaimana pengaruh penambahan EM4 (variasi 3 mL, 5 mL,

dan 10 mL) dibandingkan dengan penambahan tanah gambut (variasi 100 g, 200

g, dan 300 g) dan tanpa starter terhadap kadar unsur C, N, P, dan K. Manakah

yang lebih efisien, pembuatan kompos dengan starter EM4 dibandingkan dengan

tanah gambut dan tanpa starter.

1.3. Pembatasan Masalah

1. Pembuatan kompos limbah sayuran sawi dengan penambahan bakteri EM4

(variasi 3 mL, 5 ml, dan 10 mL) dibandingkan dengan penambahan tanah

gambut (variasi 100 g, 200 g, dan 300 g) dan tanpa starter.

2. Penetapan kadar C dengan metode Gravimetri

3. Penetapan kadar Nitrogen dengan metode Kjeldahl

4. Penetapan kadar Posfor dengan metode Spektrofotometri UV-Visible

5. Penentuan kadar Kalium dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom

1.4. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pembuatan kompos limbah sayuran sawi dengan

(51)

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber informasi yang berguna

dalam upaya pemanfaatan limbah sayuran sawi, sehingga masyarakat setempat

dapat mempergunakannya dan menambah penghasilan, serta turut ambil bagian

dalam upaya pembersihan sampah kota Medan khususnya.

1.6. Lokasi Penelitian

Pengaktifan starter EM4 dan tanah gambut dilakukan di Laboratorium Biokimia

Universitas Sumatera Utara dan untuk analisa C, N, P, dan K di lakukan di Balai

Riset dan Standardisasi (BARISTAND) Medan.

1.7. Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan eksperimen laboratorium, pengambilan sampel limbah

padat sayuran dari Pajak Sore Padang Bulan Medan, dikering anginkan selama 3

hari. Kompos limbah sayur dibuat dengan penambahan starter EM4 yang

volumenya di variasi (3 mL, 5 mL, dan 10 mL) yang dibandingkan dengan tanah

gambut yang beratnya di variasi (100 g, 200 g, dan 300 g), dan tanpa starter yang

di fermentasi selama 10 hari. Selanjutnya ditentukan kadar C, N, P, dan K yang

terdapat pada kompos tersebut. Penentuan kadar C dengan metode gravimetri,

penetapan kadar Nitrogen dengan metode Kjeldahl, penetapan kadar Posfor

dengan metode Spektrofotometri UV-Visible, dan penetapan kadar Kalium

(52)

PERBANDINGAN KADAR C, N, P, DAN K DALAM KANDUNGAN PUPUK KOMPOS DARI LIMBAH SAYURAN SAWI DENGAN MENGGUNAKAN

BAKTERI EM4, TANAH GAMBUT, DAN TANPA STARTER

ABSTRAK

Limbah sayuran sawi telah dibuat menjadi pupuk kompos dengan menggunakan perbandingan antara bakteri EM4, tanah gambut, dan tanpa starter, difermentasi selama 10 hari, kemudian dianalisa kadar unsur C, N, P, dan K. Kadar Karbon ditentukan dengan metode Gravimetri, yaitu dengan penentuan kadar air dan kadar abu, Kadar Nitrogen ditentukan dengan metode Kjeldhal, Posfor ditentukan dengan metode Spektrofotometri UV-Visible, Kadar Kalium ditentukan dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom. Kadar C, N, P, dan K yang terkandung dalam pupuk kompos limbah sayuran sawi (hari ke-10) dengan penambahan bakteri EM4 3 mL ( C 6,71% ; N 0,67% ; P 0,07% ; K 0,86%), bakteri EM4 5 mL (C 6,05% ; N 0,75% ; P 0,12% ; K 0,89%), bakteri EM4 10 mL (C 5,93 ; N 0,79% ; P 0,15% ; K 0,97%), tanah gambut 100 g (C 10,56% ; N 0,56% ; P 0,10% ; K 1,32%), tanah gambut 200 g (C 10,43% ; N 0,61% ; P 0,13% ; K 1,54%), tanah gambut 300 g (C 9,84% ; N 0,64% ; P 0,14% ; K 1,78%), tanpa starter (C 10,58% ; N 0,16% ; P 0, 09% ; K 0,7%). Kandungan unsur hara makro terbesar adalah kompos limbah sayuran sawi dengan penambahan 300 g starter tanah gambut.

(53)

COMPARISON THE CONTENS OF C, N, P, AND K IN THE WOMB COMPOST FROM VEGETABLE WASTE MUSTARD USING A

BACTERIUM EM4, PEAT SOIL, AND WITHOUT STARTER

ABSTRACT

Mustard vegetable waste has been made into compost by using a comparison between bacterium EM4, peat soil, and without starter, fermented for 10 days, then analyzed for content of the elements c, N, P, and K. Carbon content determined by gravimetric method, with determination of moisture content and ash content. Nitrogen content determined by Kjeldahl method, Phosporus determined using Spectrophotometry UV-Visible method. And potassium content were determined by Atomic Absorption Spectrophotometry method. Contens of C, N, P, and K in the womb compost from vegetable waste mustard (day 10) dengan penambahan bacterium EM4 3 mL ( C 6,71% ; N 0,67% ; P 0,07% ; K 0,86%), bacterium EM4 5 mL (C 6,05% ; N 0,75% ; P 0,12% ; K 0,89%), bacterium EM4 10 mL (C 5,93 ; N 0,79% ; P 0,15% ; K 0,97%), peat soil 100 g (C 10,56% ; N 0,56% ; P 0,10% ; K 1,32%), peat soil 200 g (C 10,43% ; N 0,61% ; P 0,13% ; K 1,54%), peat soil 300 g (C 9,84% ; N 0,64% ; P 0,14% ; K 1,78%), without starter (C 10,58% ; N 0,16% ; P 0, 09% ; K 0,7%). The biggest contens in womb of compost from vegetable waste mustard is with added 300 g peat soil starter.

(54)

PERBANDINGAN KADAR C, N, P, DAN K DALAM

KANDUNGAN PUPUK KOMPOS DARI LIMBAH

SAYURAN SAWI DENGAN MENGGUNAKAN

BAKTERI EM4, TANAH GAMBUT, DAN

TANPA STARTER

SKRIPSI

YUSVENTINA SITUMORANG 130822023

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(55)

PERBANDINGAN KADAR C, N, P, DAN K DALAM

KANDUNGAN PUPUK KOMPOS DARI LIMBAH

SAYURAN SAWI DENGAN MENGGUNAKAN

BAKTERI EM4, TANAH GAMBUT, DAN

TANPA STARTER

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

YUSVENTINA SITUMORANG 130822023

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(56)

PERSETUJUAN

Judul : Perbandingan Kadar C, N, P, dan K Dalam

Kandungan Pupuk Kompos Dari Limbah Sayuran Sawi Dengan Menggunakan Bakteri EM4, Tanah Gambut, dan Tanpa Starter.

Kategori : Skripsi

Nama : Yusventina Situmorang

Nomor Induk Mahasiswa : 130822023

Program Studi : Sarjana (S1) Kimia

Dapartemen : Kimia

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Desember 2015

Komisi Pembimbing

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Dra. Saur Lumbanraja, M.Si. Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si.

NIP: 195506231986011002 NIP.195512181987012001

Disetujui Oleh

Dapartemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(57)

PERNYATAAN

PERBANDINGAN KADAR C, N, P, DAN K DALAM KANDUNGAN PUPUK KOMPOS DARI LIMBAH SAYURAN SAWI DENGAN MENGGUNAKAN

BAKTERI EM4, TANAH GAMBUT, DAN TANPA STARTER

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa ini adalah hasil karya saya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Desember 2015

Yusventina Situmorang

(58)

PENGHARGAAN

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberi segalanya dan juga memampukan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjana sains di Fakultas MIPA USU. Adapun judul skripsi ini adalah “PERBANDINGAN KADAR C, N, P, DAN K DALAM KANDUNGAN PUPUK KOMPOS DARI LIMBAH SAYURAN SAWI DENGAN MENGGUNAKAN BAKTERI EM4, TANAH

GAMBUT, DAN TANPA STARTER.”

Ada pun rasa terimakasih yang ingin penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr.Rumondang Bulan, MS dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU.

3. Bapak Dr. Darwin Yunus, MS selaku Ketua Bidang Kimia Ekstensi FMIPA USU.

4. Ibu Dra. Emma Zaidar, Nst, M.Si. selaku pembimbing 1 dan kepada Ibu Dra. Saur Lumbanraja, M.Si. selaku pembimbing ke 2 yang telah meluangkan waktu selama penulis melakukan penelitian dan memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.

5. Bapak Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc. yang meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi.

6. Bapak dan Ibu Staff pengajar FMIPA USU serta pegawai Departemen Kimia FMIPA USU.

7. Sahabat-sahabat penulis Nova Kristina, Sony Deby, Nael, Farman, Yohana,

(59)

PERBANDINGAN KADAR C, N, P, DAN K DALAM KANDUNGAN PUPUK KOMPOS DARI LIMBAH SAYURAN SAWI DENGAN MENGGUNAKAN

BAKTERI EM4, TANAH GAMBUT, DAN TANPA STARTER

ABSTRAK

Limbah sayuran sawi telah dibuat menjadi pupuk kompos dengan menggunakan perbandingan antara bakteri EM4, tanah gambut, dan tanpa starter, difermentasi selama 10 hari, kemudian dianalisa kadar unsur C, N, P, dan K. Kadar Karbon ditentukan dengan metode Gravimetri, yaitu dengan penentuan kadar air dan kadar abu, Kadar Nitrogen ditentukan dengan metode Kjeldhal, Posfor ditentukan dengan metode Spektrofotometri UV-Visible, Kadar Kalium ditentukan dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom. Kadar C, N, P, dan K yang terkandung dalam pupuk kompos limbah sayuran sawi (hari ke-10) dengan penambahan bakteri EM4 3 mL ( C 6,71% ; N 0,67% ; P 0,07% ; K 0,86%), bakteri EM4 5 mL (C 6,05% ; N 0,75% ; P 0,12% ; K 0,89%), bakteri EM4 10 mL (C 5,93 ; N 0,79% ; P 0,15% ; K 0,97%), tanah gambut 100 g (C 10,56% ; N 0,56% ; P 0,10% ; K 1,32%), tanah gambut 200 g (C 10,43% ; N 0,61% ; P 0,13% ; K 1,54%), tanah gambut 300 g (C 9,84% ; N 0,64% ; P 0,14% ; K 1,78%), tanpa starter (C 10,58% ; N 0,16% ; P 0, 09% ; K 0,7%). Kandungan unsur hara makro terbesar adalah kompos limbah sayuran sawi dengan penambahan 300 g starter tanah gambut.

(60)

COMPARISON THE CONTENS OF C, N, P, AND K IN THE WOMB COMPOST FROM VEGETABLE WASTE MUSTARD USING A

BACTERIUM EM4, PEAT SOIL, AND WITHOUT STARTER

ABSTRACT

Mustard vegetable waste has been made into compost by using a comparison between bacterium EM4, peat soil, and without starter, fermented for 10 days, then analyzed for content of the elements c, N, P, and K. Carbon content determined by gravimetric method, with determination of moisture content and ash content. Nitrogen content determined by Kjeldahl method, Phosporus determined using Spectrophotometry UV-Visible method. And potassium content were determined by Atomic Absorption Spectrophotometry method. Contens of C, N, P, and K in the womb compost from vegetable waste mustard (day 10) dengan penambahan bacterium EM4 3 mL ( C 6,71% ; N 0,67% ; P 0,07% ; K 0,86%), bacterium EM4 5 mL (C 6,05% ; N 0,75% ; P 0,12% ; K 0,89%), bacterium EM4 10 mL (C 5,93 ; N 0,79% ; P 0,15% ; K 0,97%), peat soil 100 g (C 10,56% ; N 0,56% ; P 0,10% ; K 1,32%), peat soil 200 g (C 10,43% ; N 0,61% ; P 0,13% ; K 1,54%), peat soil 300 g (C 9,84% ; N 0,64% ; P 0,14% ; K 1,78%), without starter (C 10,58% ; N 0,16% ; P 0, 09% ; K 0,7%). The biggest contens in womb of compost from vegetable waste mustard is with added 300 g peat soil starter.

(61)

DAFTAR ISI

2.1.Unsur-Unsur Penyusun Tanaman 5

2.1.1. Sumber Nitrogen 5

2.1.2.Sumber Posfor 6

2.1.3. Sumber Kalium 6

2.2.Pemupukan 7

2.2.1. Kompos 8

2.2.2. Pengolahan Limbah Organik Untuk Kompos 9

2.3. Starter Kompos 11

2.3.1. Effective microorganism 4 (EM4) 11

2.3.2. Tanah Gambut 13

(62)

BAB 3. METODE PENELITIAN

Gambar

Gambar 1. Limbah sayuran sawi sebelum pengomposan (hari ke-0)
Gambar 3. Kadar unsur C, N, P, dan K sebelum Pengomposan (Hari-0)
Gambar 5. Kadar unsur C, N, P, dan K sebelum Pengomposan (Hari-0)
Gambar 7. Kadar unsur C, N, P, dan K sebelum pengomposan (hari-0) dan sesudah pengomposan (hari-10)
+3

Referensi

Dokumen terkait

TUJUAN MATA KULIAH : Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa dapat mengetahui, memahami, mendesain, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi tentang bangunan

[r]

[r]

The results show that: the semi-analytical optimization model based on genetic algorithm has good results in our study area;the accuracy of estimated bathymetry in the 0-20

Pembina Utama

In this work, the aerosol radiative impact was investigated comparing the reflectance obtained by applying the CHRIS@CRI algorithm with different aerosol models:

Untuk rnemperoleh keyakinan yang memadai atas kewajaran laporan keuangan tersebut,. SPS jtsg1 melakukan pemerik$an teriradap sistem pengendaliaa intem dan

While the synergy between thermal, optical and passive microwave spectra observations is well known for vegetation parameters and soil moisture retrievals, the experiment aimed