Berisi kesimpulan dari hasil pembahasan dan analisa data yang telah dikerjakan dan saran yang dianjurkan untuk pertimbangan perusahaan di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1 Distribusi
Distribusi adalah bagian yang bertanggung jawab terhadap perencanaan,
pelaksanaan, dan pengendalian aliran material dari produsen ke konsumen dengan
suatu keuntungan. Sedangkan persediaan merupakan semua barang dan bahan yang
dipakai dalam proses produksi dan distribusi perusahaan. Jadi distribusi persediaan
adalah suatu aktifitas perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian proses produksi
dan distribusi perusahaan dari produsen hingga sampai ke konsumen untuk
memperoleh suatu keuntungan.
Distribusi sangatlah penting, sebab pada umumnya pemasok pabrikan, dan
pelanggan yang potensial tersebar luas secara geografis dengan meluasnya pasar,
tentunya akan diikuti dengan peningkatan volume produksi, maka biaya pembelian
atau biaya produksi akan berkurang, sehingga akan meningkatkan keuntungan
perusahaan untuk mendukung hal tersebut dibutuhkan sistem distribusi yang baik.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi distribusi adalah saluran distribusi, jenis
pasar yang akan dilayani, karakteristik produk, jenis transportasi yang digunakan.
Salah satu keputusan operasional yang sangat penting dalam manajemen
distribusi adalah penentuan jadwal serta rute pengiriman dari satu lokasi ke beberapa
lokasi tujuan. Dan secara umum permasalahan penjadwalan dan penentuan rute
meminimumkan biaya pengiriman, meminimumkan waktu, atau meminimumkan
jarak tempuh. (Pujawan, 2005)
Saluran distribusi adalah saluran yang digunakan untuk menyalurkan suatu
produk dari produsen ke konsumen (konsumen akhir atau pemakai produk industri).
Fungsi saluran distribusi adalah :
1. Mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk perencanaan dan memudahkan
pertukaran.
2. Mengembangkan dan menyebarkan komunikasi mengenai tawaran.
3. Melakukan pencarian dan berkomunikasi dengan calon pembeli.
4. Mengusahakan perundingan untuk mencapai persetujuan akhir atas harga dan
ketentuan lainnya mengenai tawaran agar perpindahan pemilikan dapat terjadi.
5. Melaksanakan pengangkutan dan penyimpanan produk.
6. Mengatur distribusi dana untuk menutup biaya saluran distribusi.
7. Menerima resiko dalam hubungan dengan pelaksana pekerjaan saluran
pemasaran.
2.2 Fungsi Dasar Manajemen Distribusi dan Transpor tasi
Pujawan (2005) mengemukakan bahwa secara tradisional dikenal manajemen
distribusi dan transportasi dengan berbagai sebutan. Sebagian perusahaan
menggunakan istilah manajemen logistik, sebagian lagi menggunakan istilah
distribusi fisik (physical distribution). Kegiatan transportasi dan distribusi bisa
dilakukan perusahaan manufaktur dengan membentuk bagian distribusi / transportasi
tujuan-tujuan di atas, siapapun yang melaksanakan (internal perusahaan atau mitra pihak
ketiga). Manajemen distribusi dan transportasi pada umumnya melakukan sejumlah
fungsi dasar yang terdiri dari :
1. Melakukan segmentasi dan menentukan target service level.
Segmentasi pelanggan perlu dilakukan karena kontribusi mereka pada revenue
perusahaan sangat bervariasi dan karakteristik tiap pelanggan bisa sangat berbeda
antara satu dengan lainnya. Dari segi revenue, sering kali hukum pareto 20 / 80
berlaku disini. Artinya hanya sekitar 20% dari pelanggan atau area penjualan
menyumbangkan sejumlah 80% dari pendapatan yang diperoleh perusahaan.
Perusahaan tidak bisa menomorsatukan semua pelanggan. Dengan memahami
perbedaan karakteristik dan kontribusi tiap pelanggan atau area distribusi,
perusahaan bisa mengoptimalkan alokasi persediaan maupun kecepatan
pelayanan.
2. Menentukan mode transportasi yang akan digunakan.
Tiap mode transportasi memiliki karakteristik yang berbeda dan mempunyai
keunggulan serta kelemahan yang berbeda juga. Sebagai contoh, transportasi laut
memiliki keunggulan dari segi biaya yang lebih rendah, namun lebih lambat
dibandingkan dengan transportasi udara. Manajemen transportasi harus bisa
menentukan mode apa yang akan digunakan dalam mengirimkan /
mendistribusikan produk-produk mereka ke pelanggan. Kombinasi dua atau lebih
mode transportasi tentu bisa atau bahkan harus dilakukan tergantung pada situasi
3. Melakukan konsolidasi informasi dan pengiriman.
Konsolidasi merupakan kata kunci yang sangat penting dewasa ini. Tekanan
untuk melakukan pengiriman cepat namun murah menjadi pendorong utama
perlunya melakukan konsolidasi informasi maupun pengiriman. Salah satu contoh
konsolidasi informasi adalah konsolidasi data permintaan dari berbagai regional
distribution center oleh central warehouse untuk keperluan pembuatan jadwal
pengiriman. Sedangkan konsolidasi pengiriman dilakukan misalnya dengan
menyatukan permintaan beberapa toko yang berbeda dalam sebuah truk. Dengan
cara ini, truk bisa berjalan lebih sering tanpa harus membebankan biaya lebih
kepada pelanggan atau klien yang menginginkan produk tersebut.
4. Melakukan penjadwalan dan penentuan rute pengiriman.
Salah satu kegiatan operasional yang dilakukan oleh gudang atau distributor
adalah menentukan kapan sebuah truk harus berangkat dan rute mana yang harus
dilalui untuk memenuhi permintaan dari sejumlah pelanggan. Apabila jumlah
pelanggan sedikit, keputusan ini bisa diambil dengan relatif gampang. Namun
perusahaan yang memiliki ribuan atau puluhan ribu toko atau tempat-tempat
penjualan yang harus dikunjungi, penjadwalan dan penentuan rute pengiriman
adalah pekerjaan yang sangat sulit dan kekurangtepatan dalam mengambil dua
keputusan tersebut bisa berimplikasi pada biaya pengiriman dan penyimpanan
yang tinggi.
5. Memberikan pelayanan nilai tambah.
Disamping mengirimkan produk ke pelanggan, jaringan distribusi semakin
tambah tersebut tadinya dilakukan oleh pabrik / manufacturer. Beberapa proses
nilai tambah yang bisa dikerjakan oleh distributor adalah pengepakan, pelabelan
harga, pemberian barcode, dan sebagainya. Untuk mengakomodasi kebutuhan
lokal dengan lebih baik, seperti industri printer, memindahkan proses konfigurasi
akhir dari produknya ke distributor di tiap-tiap negara. Ini meningkatkan
fleksibilitas produk sehingga mengurangi kelebihan stok di suatu negara dan
kekurangan di negara lain.
6. Menyimpan persediaan.
Jaringan distribusi selalu melibatkan proses penyimpanan produk baik di suatu
gudang pusat atau gudang regional, maupun di toko dimana produk tersebut
dipajang untuk dijual. Oleh karena itu manajemen distribusi tidak bisa dilepaskan
dari manajemen pergudangan.
7. Menangani pengembalian (return).
Manajemen distribusi juga punya tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan
pengembalian produk dari hilir ke hulu dalam supply chain. Pengembalian ini
bisa karena produk rusak atau tidak terjual sampai batas waktu penjualannya
habis, seperti produk-produk makanan, sayuran, buah, dan sebagainya. Kegiatan
pengembalian juga bisa terjadi pada produk-produk kemasan seperti botol, yang
akan digunakan kembali dalam proses produksi atau yang harus diolah lebih
lanjut untuk menghindari pencemaran lingkungan. Proses pengembalian produk
2.3 Distribution Requirement Planning (DRP)
Menurut Gaspersz (2004) Distribution Resource Planning (DRP) memberikan
kerangka kerja untuk menerapkan centralized push sistem dalam menejemen
distribusi inventori. Istilah DRP memiliki dua pengertian yang berbeda, yaitu:
distribution requirements planning dan distribution resource planning. Distribution
requirements planning berfungsi menentukan kebutuhan-kebutuhan untuk mengisi
kembali inventori pada branch warehouse. Sedangkan Distribution Resource
Planning merupakan perluasan dari distribution requirements planning yang
mencakup lebih dari sekedar sistem perencanaan dan pengendalian pengisian kembali
inventori, tetapi ditambah dengan perencanaan dan pengendalian dari sumber-sumber
yang terkait untuk meningkatkan performansi sistem.
Distribution Requirement Planning aplikasi dari logika Material Requirement
Planning (MRP) pada persediaan. Bill of Material (BOM) pada MRP diganti dengan
Bill of Distribution (BOD) pada Distribution Requirement Planning. Distribution
Requirement Planning menggunakan logika Time Phased Order Point (TPOP) untuk
menentukan pengadaan kebutuhan pada jaringan. (Tersine, 2003)
Distribution Requirement Planning adalah suatu metode untuk menangani
pengadaan persediaan dalam suatu jaringan distribusi multi eselon. Metode ini
menggunakan demand independent, dimana dilakukan peramalan untuk memenuhi
struktur pengadaannya. Berapapun banyaknya level yang ada dalam jaringan
distribusi, semoga merupakan variabel yang dependent level yang langsung
Distribution Requirement Planning lebih menekankan pada aktivitas
penjadwalan daripada aktivitas pemesanan. DRP mengantisipasi kebutuhan
mendatang dengan perencanaan pada setiap level pada jaringan distribusi. Metode ini
dapat memprediksi masalah sebelum masalah-masalah tersebut terjadi memberikan
titik pandang terhadap jaringan distribusi.
Distribution Requirement Planning didasarkan pada peramalan kebutuhan
pada level terendah dalam jaringan tersebut yang akan menentukan kebutuhan
persediaan pada level yang lebih tinggi. Konsep umum DRP dapat dilihat dalam
Gambar 2.1 menurut Richard J. Tersine (2003) sebagai berikut :
Gambar 2.1 Konsep Umum Distribution Requirement Planning
Logika dasar DRP menurut Richard J. Tersine (2003) adalah sebagai berikut :
1. Dari hasil peramalan distribusi lokal, hitung Time Phased Net Requirement. Net
Requirement tersebut mengidentifikasikan kapan level persediaan (schedule
Receipt + Projected on Hand periode sebelumnya) dipenuhi oleh Gross
Requirement untuk sebuah periode :
Net Requirement = (Gross Requirement + Safety Stock) – ( Schedule Receipts +
Projected on hand sebelumnya). Nilai Net Requirement yang dicatat (recorded)
adalah nilai yang bernilai positif.
2. Setelah itu dihasilkan sebuah planned order sejumlah Net Requirement tersebut
(ukuran lot tertentu) pada periode tersebut.
3. Ditentukan hari dimana harus melakukan pemesanan tersebut (Planned Order
Release) dengan mengurangkan hari terjadwalnya Planned Order Receipts
dengan lead time.
4. Dihitung Projected On Hand pada periode tersebut.
Projected On Hand (Projected On Hand periode sebelumnya + Schedule Receipt
+ Planned Order Receipts) – (Gross Requirement).
5. Besarnya Planned Order Release menjadi Gross Requirement pada periode yang
sama untuk level berikutnya dari jaringan distribusi.
Distribusi Requirement Planning sangat berperan baik untuk sistem distribusi.
Dengan kebutuhan persediaan time phasing pada tiap level jaringan distribusi. DRP
memiliki kemampuan untuk memprediksi suatu problem benar-benar terjadi.
Keuntungan yang didapat dari penerapan metode DRP adalah :
1. Sebuah jaringan distribusi yang lengkap dapat disusun.
2. DRP menyusun kerangka kerja untuk pengendalian logistik total dari distribusi ke
manufaktur untuk pembelian.
3. DRP menyediakan masukan untuk perencanaan penjadwalan distribusi dari
2.4 Lead Time (Waktu Tenggang)
Menurut Yamit (2003), total waktu untuk memperoleh semua bahan baku dan
pembelian komponen, memprosesnya, mengetes, dan pengepakan produk akhir
disebut sebagai siklus waktu produksi (production cycle time). Sedangkan total waktu
yang diperlukan mulai dari kebutuhan operasi hingga penyelesaian akhir disebut
sebagai siklus waktu pabrik (manufacturing cycle time). Siklus waktu pabrik yang
terdiri dari lima elemen, yaitu :
1. Waktu persiapan (setup time), yaitu waktu mempersiapkan bahan baku, mesin,
atau pusat kerja hingga siap untuk dioperasikan.
2. Waktu proses (process time), yaitu waktu operasi yang produktif.
3. Waktu tunggu (wait time), yaitu bahan baku menunggu untuk berpindah pada
lokasi berikutnya.
4. Waktu perpindahan (move time), yaitu waktu yang diperlukan bahan baku untuk
berpindah dari gudang ke gudang berikutnya atau dari satu departemen ke
departemen yang lain atau dari satu pisat kerja ke pusat kerja yang lain.
5. Waktu antri (queue time), yaitu waktu bahan baku menunggu yang disebkan oleh
pesanan yang lain sednag dalam proses dipusat kerja atau departemen.
Waktu proses adalah kegiatan yang menciptakan nilai tambah dan hanya
mewakili sebagian kecil dari siklus waktu pabrik. Bagian waktu yang terbesar adalah
waktu tunggu (wait time) kadang-kadang lebih dari 90% digunakan untuk
mendatangkan hingga waktu antri. Waktu persiapan, waktu tunggu , dan waktu antri
adalah periode waktu yang tidak aktif atau tidak produktif dalam siklus waktu pabrik,
a. Menunggu mesin atau penyiapan pusat kerja
b. Menunggu untuk dipindahkan
c. Menunggu untuk diperiksa
d. Menunggu urutan prioritas
e. Menseleksi peralatan, bahan baku atau informasi
f. Kerusakan mesin
g. Ketidakhadiran
Atas anggapan bahwa biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja adalah cukup
terkontrol, diperlukan penurunan waktu siklus pabrik agar dapat menurunkan tingkat
persediaan dalam proses. Jika siklus waktu dapat diturunkan atau dikurangi, maka
investasi persediaan dalam proses dapat pula dikurangi. Untuk mengurangi
penundaan dibutuhkan perencanaan dan skedul operasi yang lebih efisien.
Lead time adalah bagian dari pemeliharaan jaminan persediaan, oleh karena
itu pengawasan terhadap lead time merupakan pengawasan terhadap jaminan
persediaan. Lead time menjadi lebih baik bila dapat mengurangi periode waktu tidak
produktif atau waktu tidak aktif.
2.5 Economic Order Quantity (EOQ) dan Safety Stock
Economic Order Quantity (EOQ) digunakan untuk menentukan jumlah
pemesanan yang paling ekonomis. Dalam DRP, EOQ disebut juga sebagai lot size.
Lot size adalah jumlah minimum pesanaan, yang didasarkan atas ketentuan pemasok.
Hal ini hanya sebagian yang benar karena sebetulnya lot size ditentukan oleh
pengiriman, ukuran alat angkut, total ukuran berat atau volume. Teknik-teknik
penentuan lot size diantaranya adalah EOQ, Lot For Lot (LFL), Fixed Order Interval
(FOI), Periode Order Quantity (POQ), Least Unit Cost, Least Total Cost, Part
Periode Balancing, Wagner Within Algoritma, Fixed Periode Requirement. Lot size
tidak didasarkan pada minimum biaya penyimpanan dan biaya pemesanan, bila biaya
penyimpanan tidak diidentifikasikan baik secara marginal ataupun incremental.
(Indrajit dan Djokopranoto, 2003)
Rumus EOQ adalah :
EOQ =
H
C
Rm×
×
2
Dimana : Rm = Rata-rata permintaan
C = Biaya kirim
H = Biaya simpan
Dalam hal safety stock, perlu diperhatikan bahwa pengadaan safety stock ini
berbeda antara system distribusi satu tingkat atau tunggal dengan sistem distribusi
multi eselon. Dalam distribusi multi eselon harus dihindari adanya duplikasi
penimbunan safety stock. Ketidakpastian jumlah dan waktu permintaan, lead time dan
jumlah serta penyelesaian produksi merupakan problem yang sering terjadi.
Ketidakpastian ini dapat menyebabkan kehabisan persediaan atau sebaliknya jumlah
persediaan terlalu banyak. Resiko kehabisan persediaan antara lain disebabkan karena
permintaan yang lebih besar, lead time bertambah, permintaan terlalu tinggi dan
Untuk mengantisipasi ketidakpastian tersebut, khususnya dalam permintaan
dan lead time, maka disediakannya jumlah tertentu (safety stock = SS) yang akan
mengurangi resiko kehabisan persediaan. Semakin besar tingkat safety stock-nya
maka kemungkinan kehabisan persediaan semakin kecil. Akan tetapi akibatnya
adalah biaya simpan semakin besar karena jumlah total persediaan meningkat. Bila
demikian, tujuan minimasi total persediaan tidak tercapai karena total biaya dalam
model persediaan tradisional didapatkan pada titik keseimbangan antara kelebihan
dan kehabisan persediaan.
Biaya kelebihan persediaan relative lebih mudah diperkirakan daripada biaya
kehabisna persediaan. Karena sulitnya memperkirakan biaya kehabisan persediaan
secara tepat, maka biasanya manajemen menentukan ukuran safety stock berdasarkan
tingkat pelayanan (service level) tertentu yang harus diberikan kepada konsumen.
Sebagai contoh, bila manajemen menetapkan service level adalah 90%, maka bagian
persediaan harus berusaha agar paling banyak dari 10 permintaan yang datang hanya
1 kali permintaan yang tidak dapat dipenuhi. (Baroto, 2002)
Rumus Safety Stock adalah :
SS =
R−DLDimana :
SS = Safety Stock R = Titik Reorder
D = Rata-rata Demand Harian L = Lead Time
Penentuan titik reorder (R) yang digunakan untuk menentukan safety stock
tingkat servive level yang diinginkan. Formulasinya berdasarkan tingkat service level
yang digunakan.
Tabel 2.1 Rumus Titik Reorder Berdasarkan Distribusi Normal Standart
Titik Reorder Tingkat Service Level
DL + 3,09
α
D L 99.9 % DL + 2,58α
D L 99.5 % DL + 2,33α
D L 99 % DL + 1,96α
D L 97.5 % DL + 1,64α
D L 95 % DL + 1,28α
D L 90 % DL + 1,04α
D L 85 % DL + 0,85α
D L 80 % DL + 0,67α
D L 75 %2.6 Peramalan
Menurut Nasution (2008), peramalan adalah proses untuk memperkirakan
beberapa kebutuhan dimasa datang yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas,
kualitas, waktu dan lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan
barang ataupun jasa.
Peramalan tidak terlalu dibutuhkan dalam kondisi permintaan yang stabil,
karena perubahaan permintaannya relatif kecil. Tetapi, peramalan akan sangat
dibutuhkan bila kondisi permintaan pasar bersifat komplek dan dinamis.
Metode peramalan dibagi menjadi dua yaitu Peramalan subyektif atau
kualitatif dan Metode peramalan kuantitatif. Sedangkan metode peramalan kuantitatif
Sebab Akibat atau Korelasi). Dalam penelitian ini menggunakan metode peramalan
Time Series yang merupakan metode peramalan secara kuantitatif dengan
menggunakan waktu sebagai dasar peramalan. (Ariyani, 2008)
Analisa time series ini sangat tepat dipakai untuk meramalkan permintaan
yang pola permintaan di masa lalunya cukup konsisten dalam periode waktu yang
lama, sehingga diharapkan pola tersebut masih akan tetap berlanjut. (Nasution, 2008)
Dalam melakukan peramalan terdapat beberapa prosedur peramalan
permintaan dengan metode time series adalah sebagai berikut (Baroto, 2002) :
1. Tentukan pola data permintaan. Dilakukan dengan cara memplotkan data secara
grafis dan menyimpulkan apakah data berpola trend, musiman, siklikal, atau
random.
2. Mencoba beberapa metode time series dengan pola permintaan tersebut untuk
melakukan peramalan. Metode yang dicoba semakin banyak semakin baik.
3. Mengevaluasi tingkat kesalahan masing-masing metode yang telah dicoba.
Tingkat kesalahan diukur dengan kriteria MAD, MSE, MAPE atau yang lainnya.
Sebaiknya nilai tingkat kesalahan (apakah MAD, MSE, MAPE) ini ditentukan
dulu. Tidak ada ketentuan mengenai berapa tingkat kesalahan maksimal dalam
peramalan.
4. Memilih metode peramalan terbaik diantara metode yang dicoba. Metode terbaik
adalah metode yang memberikan tingkat kesalahan terkecil dibanding metode
lainnya dan tingkat kesalahan tersebut berada dibawah tingkat kesalahan yang
telah diterapkan.
2.7 Metode Time Series
Metode Time Series adalah metode peramalan secara kuantitatif dengan
menggunakan waktu sebagai dasar peramalan. Perlu dipahami bahwa tidak ada suatu
metode terbaik untuk suatu peramalan. Metode yang memberikan hasil ramalan
secara tepat belum tentu tepat untuk meramalkan data yang lain. Dalam peramalan
Time Series, metode peramalan terbaik adalah metode yang memenuhi kriteria
ketepatan ramalan. Kriteria ini berupa Mean absolute deviation (MAD), Mean square
of error (MSE), atau Mean absolute procentage of error (MAPE).
Peramalan dengan Time Series memiliki prosedur yang harus dilaksanakan
secara utuh. Bila tidak, maka resiko-resiko berikut akan terjadi :
1. Hasil peramalan tidak valid, sehingga tidak dapat diterapkan.
2. Kesulitan mendapatkan/memilih metode peramalan yang akan memberikan
validitas ramalan yang tinggi.
3. Memerlukan waktu dalam melakukan analisis dan peramalan.
Pemilihan metode peramalan yang akan digunakan tergantung pada pola data
dan horison waktu dari peramalan. Menurut Yamit (2003) pola-pola data Time Series
yang umum terjadi yaitu :
1. Pola Stasioner/ Horisontal
Terjadi bila nilai data berfluktuasi disekitar nilai rata-rata yang konstan. Suatu
produk yang tingkat penjualannya tidak meningkat atau menurun selama waktu
tertentu termasuk jenis ini. Menurut Baroto (2002), metode peramalan yang
sesuai untuk pola stasioner/ horisontal ini adalah metode moving average atau
Gambar 2.2 Pola Data Stasioner/ Horisontal
2. Pola Musiman
Terjadi bila suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman (misalnya kuartal tahun
tertentu, bulanan, atau hari-hari pada minggu tertentu). Penjualan dari produk
seperti minuman ringan dan bahan bakar pemanas ruangan, semuanya
menunjukkan jenis pola data ini. Menurut Baroto (2002), metode peramalan yang
sesuai untuk pola musiman adalah metode winter atau moving average.
Gambar 2.3 Pola Data Musiman
3. Pola Siklikal/ Cyclical
Terjadi bila data dipengaruhi fluktuasi ekonomi jangka panjang seperti yang
berhubungan dengan siklus bisnis. Penjualan produk seperti mobil, baja dan
metode peramalan yang sesuai untuk pola siklikal adalah metode moving average
atau exponential smoothing.
Gambar 2.4 Pola Data Siklikal
4. Pola Trend
Terjadi bila terdapat kenaikan atau penurunan sekuler jangka panjang dalam data.
Menurut Baroto (2002), metode peramalan yang sesuai untuk pola trend adalah
metode regresi linear, exponential smoothing, atau double exponential
smoothing.
Menurut Baroto (2002), metode yang digunakan dalam time series adalah
sebagai berikut :
1. Metode Rata-rata Bergerak (Moving Average)
Formula untuk Metode Moving Average adalah :
( )
m f f f t fˆ = t−1 + t−2 + t−mDimana :
tfˆ
= Ramalan permintaan (real untuk periode t)
t
f = Permintaan aktual pada periode t
m = Jumlah periode yang digunakan untuk peramalan (subyektif)
2. Metode Pemulusan Eksponensial Tunggal (Single Exponential Smoothing)
Formula untuk Metode Single Exponential Smoothing (SES) adalah :
(
1)
ˆ 1 ˆ − − + = t t t f f fα α
Dimana :
tfˆ
= Perkiraan permintaan pada periode t
α = Suatu nilai (0<α <1) yang ditentukan secara subyektif
t
f = Permintaan aktual pada periode t
1 ˆ
−
t
f
= Perkiraan permintaan pada periode t-1
Metode SES mengasumsikan peramalan permintaan untuk setiap periode ke
3. Metode Rata-rata Bergerak Tertimbang (Weighted Moving Average)
Formula Metode Weighted Moving Average adalah :
( )
t c ft c ft cmft mfˆ = 1 −1+ 2 −2 + −
Dimana :
t
fˆ
= Ramalan permintaan (real untuk periode t)
t
f = Permintaan actual pada periode t
1
c = Bobot masing-masing data yang digunakan
(∑
c1 =1)
, ditentukan secara
subyektif
m = Jumlah periode yang digunakan untuk peramalan (subyektif)
Pada metode WMA peramalan permintaan untuk setiap periode mendatang
diasumsikan sama.
4. Metode Pemulusan Eksponensial Ganda (Double Exponential Smoothing)
Formula metode Double Exponential Smoothing adalah :
t t
a at e
F' =
0+
1+
Dimana :
1, a
a
oadalah parameter proses dan e mempunyai nilai harapan dari 0 dan sebuah
variasi σ
e2.
Misalkan β =1−α , sehingga :
0 1 1 2 2 ... f f f f Ft =α
t +αβ
t + +αβ
t− +β
t −Persamaaan diatas dapat juga dituliskan ulang sebagai :
∑
− = −+
=
1 0 0 1 t i t t i tf f
F α β β
Double Exponential Smoothing adalah modifikasi dari Single Exponential
Smoothing yang dirumuskan sebagai berikut :
[ ]2
= Xt+ X
[ ]2t−1
Xt α β
Dimana :
[ ]2Xt = F’t = Peramalan Double Exponential Smoothing
α = Faktor Smoothing dan β =1−α
Xt = Ft
5. Metode Winter’s
Metode peramalan Winter’s digunakan untuk suatu data yang berpola musiman.
Formulasi untuk metode Winter’s adalah :
t t a t C a t =( 0, + 1.)