• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini merupakan bagian terakhir dari penulisan skripsi ini.Bab ini berisi kesimpulan dari permasalahan pokok dari keseluruhan isi.Kesimpulan bukan merupakan rangkuman ataupun ikhtisar.Saran merupakan upaya yang diusulkan agar hal-hal yang dikemukakan dalam pembahasan permasalahan dapat lebih berhasil guna berdaya guna.

BAB II

TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN

A. Pengertian dan Syarat-syarat Sahnya Perjanjian 3. Pengertian Perjanjian

Perjanjian menurut Prof. Sri Soedewi Masychoen Sofwan , “bahwa perjanjian itu adalah suatu perbuatan hukum dimana seorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seorang lain atau lebih".14

14

A Qirom Syamsudin Meliala, 1980, hal. 8-11.

Sementara itu pengertian perjanjian menurut Prof.Subekti tidak memakai istilah perjanjian melainkan yang dipakai adalah persetujuan . Hal ini tidak menjadi persoalan, sebab suatu perjanjian disebut juga persetujuan karena kedua belah pihak setuju untuk melakukan sesuatu .

Kedua Istilah tersebut sama artinya. Tetapi menurut Prof.Dr.R.Wirjono Prodjodikoro , perjanjian dan persetujuan adalah berbeda . Beliau mengatakan “Persetujuan”dalam perundang-undangan Hindia Belanda dulu dinamakan “overeenkomsten”, yaitu suatu kata sepakat antara dua pihak atau lebih mengenai harta benda kekayaan mereka yang bertujuan mengikat kedua belah pihak , sedangkan perjanjian menurut beliau adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antar dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal sedangkan pihak yang lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu .

Para sarjana Hukum Perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan tersebut tidak lengkap dan terlalu luas. Tidak lengkap karena hanya mengenai perjanjian sepihak saja dan dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup hal-hal yang mengenai janji kawin, yaitu perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga yang menimbulkan perjanjian juga, tetapi, bersifat istimewa karena diatur dalam ketentuan-ketentuan tersendiri sehingga Buku III KUHPerdata secara langsung tidak berlaku terhadapnya. Juga mencakup perbuatan melawan hukum, sedangkan di dalam perbuatan melawan hukum ini tidak ada unsur persetujuan.15

R. M. Sudikno Mertokusumo mengemukakan bahwa perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.16

Menurut Salim HS, Perjanjian adalah "hubungan hukum antara subjek yang satu dengan subjek yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.”17

15

Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, (Bandung: Alumi. 2005), hal. 89.

16

RM. Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty, 1988), hal. 97.

17

Salim HS, Hukum Kontrak, Teori & Tekriik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 27

17

4. Syarat-syarat Sahnya Perjanjian

Di dalam suatu perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur yaitu:18 a. Pihak-pihak, paling sedikit ada dua orang. Para pihak yang bertindak

sebagai subjek perjanjian, dapat terdiri dari orang atau badan hukum. Dalam hal yang menjadi pihak adalah orang, harus telah dewasa dan cakap untuk melakukan hubungan hukum. Jika yang membuat perjanjian adalah suatu badan hukum, maka badan hukum tersebut harus memenuhi syarat-syarat badan hukum yang antara lain adanya harta kekayaan yang terpisah, mempunyai tujuan tertentu, mempunyai kepentingan sendiri, ada organisasi;19

b. Persetujuan antara para pihak, sebelum membuat suatu perjanjian atau dalam membuat suatu perjanjian, para pihak memiliki kebebasan untuk mengadakan tawar-menawar diantara mereka;

c. Adanya tujuan yang akan dicapai, baik yang dilakukan sendiri maupun oleh pihak lain, selaku subjek dalam perjanjian tersebut. Dalam mencapai tujuannya, para pihak terikat dengan ketentuan bahwa tujuan tersebut tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum;

d. Ada prestasi yang harus dilaksanakan, para pihak dalam suatu perjanjian mempunyai hak dan kewajiban tertentu, yang satu dengan yang lainnya

18

Mohd.Syaufii Syamsuddin, Perjanjian-Perjanjian dalam Hubungan Industrial, (Jakarta:Sarana Bhakti Persada, 2005), hal 5-6.

19

Herman Rasyid, Syarat Sahnya Suatu Perjanjian,http://hermansh.blogspot.com/2012/02 Syarat-Sahnya-Suatu-Perjanjian.html, diakses tanggal 2 Juli 2014.

saling berlawanan. Apabila pihak yang satu berkewajiban untuk memenuhi prestasi, bagi pihak lain hal tersebut merupakan hak, dan sebaliknya; e. Ada bentuk tertentu, suatu perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun

tertulis. Dalam hal suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis, dibuat sesuai dengan ketentuan yang ada;

Syarat-syarat tertentu, dalam suatu perjanjian, isinya harus ada syarat-syarat tertentu, karena suatu perjanjian yang sah, mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Agar suatu perjanjian dapat dikatakan sebagai suatu perjanjian yang sah, perjanjian tersebut telah memenuhi syarat-syarat tertentu

Syarat-syarat Sahnya menurut KUHPerdata adalah empat syarat yang harus ada pada setiap perjanjian, sebab dengan dipenuhinya syarat-syarat inilah suatu perjanjian itu baru dinyatakan sah . Adapun keempat syarat-syarat sahnya perjanjian yaitu :

1. Kata sepakat dari mereka yang mengikatkan dirinya

Kata sepakat mereka harus diberikan secara bebas .walaupun syarat kata sepakat ini sudah dirasakan atau dianggap telah dipenuhi , mungkin terdapat suatu kekhilapan di mana suatu perjanjian yang telah terjadi itu , pada dasarnya ternyata bukan perjanjian, apabila kedua belah pihak beranggapan menghendaki sesuatu yang sama akan tetapi tidak . Keadaan ini kita jumpai bilamana terjadi kekhilafan.Perjanjian yang timbul secara demikian dalam beberapa hal dapat dibatalkan.

19

Orang yang cakap adalah Mereka yang telah berumur 21 tahun atau yang belum berumur 21 tahun tetapi sudah pernah menikah .Tidak termasuk orang-orang yang sakit ingatan atau bersifat pemboros yang karena itu oleh pengadilan diputuskan berada di bawah pengampunan dan seorang perempuan yang masih bersuami.20

3. Suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu maksudnya adalah sedikit-dikit macam atau jenis benda dalam perjanjian itu sudah di tentukan , misalnya jual beli beras sebanyak 100 kilogram adalah dimungkinkan asal disebutkan macam atau jenis dan rupanya sedangkan jual beli beras 100 kilogram tanpa disebutkan macam atau jenis , warna dan rupanya dapat dibatalkan .

Perjanjian mengenai suatu barang yang akan diterima kelak (hasil panenan) diperkenankan . Satu sama lain kalau mengenai barang-barang harus barang-barang yang di dalam perdagangan

4. Suatu sebab yang halal

Dengan syarat ini dimaksudkan adalah tujuan dari perjanjian itu sendiri . Sebab yang tidak halal adalah berlawanan dengan undang-undang , kesusilaan dan ketertiban umum .

Tiap-tiap perjanjian yang dibuat adalah sah apabila telah memenuhi syarat-syarat ini . Apabila salah satu syarat-syarat atau lebih syarat-syarat itu tidak dipenuhi , maka perjanjian tersebut tidak sah sehingga akibat-akibat hukumnya pun sebagaimana dimaksudkan tidak terjadi pula .

20

Di dalam suatu perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur yaitu:21 f. Pihak-pihak, paling sedikit ada dua orang. Para pihak yang bertindak

sebagai subjek perjanjian, dapat terdiri dari orang atau badan hukum. Dalam hal yang menjadi pihak adalah orang, harus telah dewasa dan cakap untuk melakukan hubungan hukum. Jika yang membuat perjanjian adalah suatu badan hukum, maka badan hukum tersebut harus memenuhi syarat-syarat badan hukum yang antara lain adanya harta kekayaan yang terpisah, mempunyai tujuan tertentu, mempunyai kepentingan sendiri, ada organisasi;22

g. Persetujuan antara para pihak, sebelum membuat suatu perjanjian atau dalam membuat suatu perjanjian, para pihak memiliki kebebasan untuk mengadakan tawar-menawar diantara mereka;

h. Adanya tujuan yang akan dicapai, baik yang dilakukan sendiri maupun oleh pihak lain, selaku subjek dalam perjanjian tersebut. Dalam mencapai tujuannya, para pihak terikat dengan ketentuan bahwa tujuan tersebut tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum;

i. Ada prestasi yang harus dilaksanakan, para pihak dalam suatu perjanjian mempunyai hak dan kewajiban tertentu, yang satu dengan yang lainnya saling berlawanan. Apabila pihak yang satu berkewajiban untuk memenuhi prestasi, bagi pihak lain hal tersebut merupakan hak, dan sebaliknya;

21

Mohd.Syaufii Syamsuddin, Perjanjian-Perjanjian dalam Hubungan Industrial, (Jakarta:Sarana Bhakti Persada, 2005), hal 5-6.

22

Herman Rasyid, Syarat Sahnya Suatu Perjanjian,http://hermansh.blogspot.com/2012/02 Syarat-Sahnya-Suatu-Perjanjian.html, diakses tanggal 2 Juli 2014

21

j. Ada bentuk tertentu, suatu perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun tertulis. Dalam hal suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis, dibuat sesuai dengan ketentuan yang ada;

k. Syarat-syarat tertentu, dalam suatu perjanjian, isinya harus ada syarat-syarat tertentu, karena suatu perjanjian yang sah, mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Agar suatu perjanjian dapat dikatakan sebagai suatu perjanjian yang sah, perjanjian tersebut telah memenuhi syarat-syarat tertentu

B.Asas-asas dalam Hukum Perjanjian

Asas-asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar yang ada di dalam dan belakang tiap-tiap sistem hukum, yang telah mendapat bentuk sebagai perundang-undangan atau putusan pengadilan, dan ketentuan-ketentuan dan keputusan itu dapat dipandang sebagai penjabarannya. Dengan demikian, asas-asas hukum selalu merupakan fenomena yang penting dan mengambil tempat yang sentral dalam hukum positif.23

Asas-asas hukum berfungsi sebagai pendukung bangunan hukum, menciptakan harmonisasi, keseimbangan dan mencegah adanya tumpang tindih diantara semua norma hukum yang ada. Asas hukum juga menjadi titik tolak pembangunan sistem hukum dan menciptakan kepastian hukum yang diberlakukan dalam masyarakat. Berdasarkan teori, di dalam suatu hukum kontrak terdapat lima asas yang dikenal menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antaralain adalah: asas kebebasan berkontrak (freedom of contract), asas

23

konsensualisme (concsensualism), asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik (good faith) dan asas kepribadian (personality).24

1. Asas kebebasan berkontrak

Asas kebebasan berkontrak ini adalah setiap orang bebas mengadakan suatu perjanjian apa saja baik perjanjian itu sudah diatur dalam undang-undang maupun belum diatur dalam undang-undang .

2. Asas itikad baik

Tiap orang yang membuat suatu perjanjian harus dilakukakan dengan itikad baik . Atas itikad baik ini dapat dibedakan antara itikad baik yang subyektif dan itikad baik yang obyektif .

Itikad baik dalam pengertiaan yang subyektif dapat diartikan sebagai kejujuran seseorang dalam melakukan suatu perbuatan hukum yaitu apa yang terletak pada sikap bathin seseorang pada waktu diadakan perbuatan hukum .

Sedangkan itikad baik dalam pengertian yang obyektif , maksudnya bahwa pelaksanaan suatu perjanjian itu harus didasarkan pada norma kepatutan atau apa-apa yang dirasakan sesuai dengan yang patut dalam masyarakat .

3. Asas pacta sun servanda

Pacta sun servanda ini merupakan asas dalam perjanjian yang berhubungan dengan mengikatnya suatu perjanjian . Perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak adalah mengikat bagi mereka yang membuat seperti

24

S. Imran, Asas-Asas Dalam Berkontrak: Suatu Tinjauan Historis Yuridis Pada HukumPerjanjian (Artikel Hukum Perdata: www.legalitas.org, 2007), diakses tanggal 1 Mei 2014

23

undang . Maksudnya bahwa perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak akan mengikat mereka seperti undang-undang .

Jadi dengan demikian maka pihak ketiga tidak bias mendapatkan kerugian karena perbuatan mereka dan juga pihak ketiga tidak mendapatkan keuntungan karena perbuatan mereka itu, kecuali kalau perjanjian itu dimaksudkan untuk pihak ketiga .

Maksud asas pacta sun servanda ini dalam suatu perjanjian , tidak lain adalah untuk mendapatkan kepastian hukum bagi para pihak yang telah membuat perjanjian itu.

4. Asas konsensuil

Maksud dari asas konsensuil adalah dalam suatu perjanjian cukup ada suatu kata sepakat dari mereka yang membuat perjanjian itu tanpa diikuti dengan perbuatan hukum lain kecuali perjanjian yang bersifat formil.

Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata sepakat antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman. Dalam hukum Jerman tidak dikenal istilah asas konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal. Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara

nyata (dalam hukum adat disebut secara kontan). Sedangkan perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta otentik maupun akta bawah tangan). Dalam hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis literis dan contractus innominat. Artinya bahwa terjadinya perjanjian apabila memenuhi bentuk yang telah ditetapkan. Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUHPerdata adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian.25

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Asas konsensualitas dapat kita lihat dalam pasal 1320 KUHPerdata , yang berbunyi : untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat,yaitu:

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian 3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Jadi karena dalam pasal 1329 KUHPerdata tidak disebutkan suatu formalitas tertentu disamping sepakat yang telah tercapai itu, maka disimpulkan bahwa setiap perjanjian itu adalah sah dalam arti mengikat apabila sudah tercapai kata sepakat mengenai hal-hal yang pokok dari apa yang diperjanjikan itu.

Terhadap asas konsensualitas ini ada pengecualiannya, yaitu: apabila ditentukan suatu formalitas tertentu untuk beberapa macam perjanjian dengan ancaman batal apabila tidak dipenuhi formalitas tersebut, seperti misalnya perjanjian penghibahan, jika mengenai benda tidak bergerak harus dilakukan

25Ibid

25

dengan akta Notaris, perjanjian perdamaian harus diadakan secara tertulis. Perjanjian ini dinamakan perjanjian formal.

5. Asas berlakunya suatu perjanjian

Maksud dari asas ini adalah bahwa suatu perjanjian itu hanya berlaku bagi para pihak yang membuatnya. Jadi pada asasnya semua perjanjian itu hanya berlaku bagi para pihak yang membuatnya saja, tak ada pengaruhnya bagi pihak ketiga dan pihak ketiga pun tak bisa mendapatkan keuntungan karena adanya suatu perjanjian tersebut, kecuali yang telah diatur dalam undang-undang , misalnya perjanjian garansi dan perjanjian untuk pihak ketiga .

Asas berlakunya suatu perjanjian ini diatur dalam pasal 1315 KUHPerdata yang berbunyi : Pasal 1315 KUHPerdata : Pada umumnya tak seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkan suatu janji daripada untuk dirinya sendiri . “Persetujuan-persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya .Persetujuan-persetujuan itu tak dapat membawa rugi kepada pihak-pihak ketiga; tidak dapat pihak ketiga mendapat manfaat karenanya; selain dalam hal yang diatur dalam pasal 1317”.

e. Asas kepribadian (personality)

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan perjanjian hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dikatakan dari isi Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata. Dalam Pasal 1315 KUHPerdata dinyatakan bahwa: Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri. 26

26Ibid

ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri. Dalam Pasal 1340 KUHPerdata dinyatakan bahwa, “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.” Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian, ketentuan itu ada pengecualiannya sebagaimana diintridusir dalam Pasal 1317 KUHPerdata dinyatakan bahwa “dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.” Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian/kontrak untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang ditentukan.Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUHPerdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya.

Jika dibandingkan kedua Pasal itu maka Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUHPerdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan demikian, Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUHPerdata memiliki ruang lingkup yang luas.27

27Ibid

27

Perjanjian ini diatur dalam Buku IIIKUHPerdata, peraturan-peraturan yang tercantum dalam KUHPerdata ini disebut juga dengan peraturan pelengkap, bukan peraturan memaksa, yang berarti bahwa para pihak dapat mengadakan perjanjian dengan menyampingkan peraturan-peraturan perjanjian yang ada. Oleh karena itu di sini dimungkinkan para pihak untuk mengadakan perjanjian-perjanjian.

Muhamad Djumhana, bahwa perjanjian kredit pada hakikatnya adalah perjanjian pinjam meminjam sebagaimana yang diatur di dalam KUHPerdata Pasal 1754.28

Menurut Mariam Darus Badrulzaman sebagaimana dikutip oleh Maris Feriyadi dalam tesisnya bahwa berdasarkan kriterianya terdapatbeberapa jenis perjanjian, antara lain:

Pasal 1754 KUHPerdata menyebutkan bahwa: “Pinjam-meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memebrikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak-pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”.

29

a. Perjanjian bernama, yaitu merupakan perjanjian-perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata. Yang termasuk ke dalam perjanjian ini, misalnya: jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, dan lain-lain.

b. Perjanjian-perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPerdata. Jadi dalam hal ini para pihak yang menentukan sendiri perjanjian itu. Dan

28

Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000, hal. 385.

29

Badrulzaman, Mariam Darus, Syahdeini, Sutan Remy, Soepraptomo, Heru,Djamil, Faturrahman, Soenandar, Taryana. Kompilasi HukumPerikatan. Citra Aditya Bakti. Bandung.2001:66

ketentuan yang ditetapkan oleh para pihak, berlaku sebagai undang-undang bagi masing-masing pihak.30

c. Dalam KUH Perdata Pasal 1234, perikatan dapat dibagi 3 (tiga) macam, yaitu:

1) Perikatan untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang

2) Perikatan untuk berbuat sesuatu

3) Perikatan untuk tidak berbuat sesuatu

Jenis-jenis perjanjian dibagi dalam lima jenis, yaitu : a. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak

Perjanjian timbal balik (Bilateral Contract) adalah perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak.Jenis perjanjian ini yang paling umum terjadi dalam kehidupan masyarakat.

Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya.Pihak yang satu berkewajiban menyerahkan benda yang menjadi objek perikatan dan pihak lainnya berhak menerima benda yang diberikan itu.31

b. Perjanjian percuma dan perjanjian dengan atas hak yang membebani Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan kepada satu pihak saja.Perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah perjanjian dalam mana terhadap prestasi dari pihak

30

R. M. Suryodiningrat, Perikatan-Perikatan Bersumber Perjanjian, Bandung: Tarsito, 1998, hal. 10.

29

yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan antara prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.32

c. Perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan sebagai perjanjian khusus, dan jumlahnya terbatas. Sedangkan perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.

d. Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligator

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli.Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan perjanjian obligator.Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan, artinya sejak terjadinya perjanjian, timbullah hak dan kewajiban pihak-pihak.Pembeli berhak untuk menuntut penyerahan barang, penjual berhak atas pembayaran harga, penjual berkewajiban untuk menyerahkan barang.Pentingnya pembedaan ini adalah untuk mengetahui apakah dalam perjanjian itu ada penyerahan

(leverning) sebagai realisasi perjanjian dan penyerahan itu sah menurut

hukum atau tidak.

e. Perjanjian konsensual dan perjanjian real

Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karena ada persamaan kehendak antara pihak-pihak.Perjanjian real adalah perjanjian

32Ibid.

di samping ada persetujuan kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata dari barangnya.

1. Perjanjian Timbal Balik

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak.

2 Perjanjian Cuma – Cuma

Menurut ketentuan Pasal 1314 KUHPerdata, suatu persetujuan yang dibuat dengan cuma-cuma adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

memberikan suatu keuntungan kepada, pihak yang lain, tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.

3 Perjanjian Atas Beban

Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.

4 Perjanjian Bernama (Benoemd)

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri, maksudnya adalah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian khusus terdapat dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII KUHPerdata.

31

Perjanjian tak bernama adalah perjanjian-perjanjian yang tidak diatur di dalam KUHPerdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat. Jumlah perjanjian ini tidak terbatas dengan nama yang disesuaikan dengan kebutuhan pihak- pihak yang mengadakannya.

6 Perjanjian Obligatoir

Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak.

7 Perjanjian Kebendaan ( Zakelijk )

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang

Dokumen terkait