• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Kredit Perumahan Menurut Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 (Studi Pada Perumahan Alamanda Indah Medan Selayang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Kredit Perumahan Menurut Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 (Studi Pada Perumahan Alamanda Indah Medan Selayang)"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

Vadea Oktari 110200186

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

2

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA

KREDIT PERUMAHAN MENURUT UNDANG-

UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999

(Studi Pada Perumahan Alamanda Indah Medan Selayang)

Oleh

Vadea Oktari 110200186

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

NIP. 196603031985081001

Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Hasim Purba,S.H.,M.Hum Dr. Rosnidar Sembiring,S.H.,M.Hum NIP. 196603031985081001 NIP. 196602021991032002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

**H. Hasim Purba ***Rosnidar Sembiring

Kepemilikan rumah dapat dijadikan tolak ukur terpenuhinya kebutuhan primer individu, bahkan rumah dipandang sebagai bentuk investasi yang sangat memiliki nilai ekonomis tinggi. Mengingat rumah merupakan kebutuhan yang tidak murah untuk dijangkau semua anggota masyarakat, maka kemudian kepemilikan rumah dapat ditempuh melalui proses kredit perumahan yang dikenal luas dengan singkatan Kredit Kepemilikan Rumah. Permasalahan dalam penelitian ini adalah perlindungan hukum terhadap pengguna jasa kredit perumahan Alamanda Indah Medan Selayang ditinjau dari KUHPerdata dan UU Perlindungan Konsumen, kendala upaya mengatasinya dalam pelaksanaan kredit pada Perumahan Alamanda Indah Medan Selayang dan Penyelesaian Sengketa Dalam Pelaksanaan Perjanjian Kredit Perumahan Pada Perumahan Alamanda Indah Medan Selayang.

Penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.Penelitian ini juga menggunakan pendekatan yuridis empiris, yaitu penelitian yang menitikberatkan perilaku individu atau masyarakat dalam kaitannya dengan hukum.

Perlindungan hukum terhadap pengguna jasa kredit perumahan Alamanda Indah Medan Selayang ditinjau dari KUHPerdata dan UU Perlindungan Konsumen.Dalam UUP tidak ada ketentuan yang secara khusus mengatur masalah perlindungan hukum terhadap simpanan nasabah.Dalam UUP hanya disebutkan, pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia Pasal 29 ayat (1).Kendala dan upaya mengatasinya dalam pelaksanaan kredit pada perumahan Alamanda Indah Medan Selayang.Kendala-kendala yang sering terjadi dalam pemberian kredit pemilikan rumah adalah terjadinya wanprestasi dari pihak debitur. Keadaan-keadaan yang dapat dikatakan debitur wanprestasi adalah dimana debitur tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana yang diperjanjikan, seperti debitur tidak membayar angsuran bulanannya ataupun jumlah angsuran bulanannya kurang dari jumlah yang telah ditetapkan dalam perjanjian kredit dan atau tidak melunasi kewajiban angsuran bulanannya menurut batas waktu yang ditetapkan sedangkan upaya mengatasi kendala-kendala yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian kredit pemilikan rumah pihak Bank Mandiri selaku kreditur berupaya untuk menghubungi dan menyurati debitur yang menunggak, baik menggunakan alamat pada saat pengajuan permohonan kredit maupun alamat rumah KPR- Bank Mandiri yang dimohonkan kreditnya untuk datang memenuhi panggilan ke kantor cabang Medan dengan tujuan menyelesaikan masalah tunggakan kredit pemilikan rumah secara negosiasi. Penyelesaian Sengketa Dalam Pelaksanaan Perjanjian Kredit Perumahan Pada perumahan Alamanda Indah Medan Selayang yaitu melalui Musyawarah, Mediasi perbankan, Melalui Badan Arbitrase, Melalui pengadilan dalarn lingkungan Peradilan Umum.

Kata Kunci :Perlindungan Hukum, Pengguna Jasa Kredit * Mahasiswa

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmad

dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul dari skripsi ini

adalahPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA

KREDIT PERUMAHAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 (STUDI PADA PERUMAHAN ALAMANDA INDAH MEDAN SELAYANG)

Untuk penulisan skripsi ini penulis berusaha agar hasil penulisan skripsi

ini mendekati kesempurnaan yang diharapkan, tetapi walaupun demikian

penulisan ini belumlah dapat dicapai dengan maksimal, karena ilmu pengetahuan

penulis masih terbatas. Oleh karena itu, segala saran dan kritik akan penulis

terima dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan penulisan skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari

berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan

terima kasih kapada :

1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum selaku Pembantu Dekan I Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafrudin Hasibuan, SH, MH,DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas

(5)

Keperdataan sekaligus dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan

waktu dalam penyelesaian skripsi ini

6. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring, SH., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II, yang

telah meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk dan bimbingan pada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Seluruh staf dan pengajar Fakultas Hukum USU yang dengan penuh dedikasi

menuntun dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan sampai

dengan menyelesaikan skripsi ini.

8. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis ayahanda

Sunyoto, SH dan Ibunda Sabarina yang telah banyak memberikan dukungan

moril, materil, dan kasih sayang mereka yang tidak pernah putus sampai

sekarang dan selamanya.

9. Buat teman-teman stambuk 011, yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu

terima kasih atas dukung dan motivasinya sehingga terselesaikan skripsi ini.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, semoga apa yang telah kita

lakukan mendapatkan Balasan dari Allah SWT. Penulis memohon maaf kepada

Bapak atau Ibu dosen pembimbing, dan dosen penguji atas sikap dan kata yang

tidak berkenan selama penulisan skripsi ini.

Medan, April 2015 Penulis,

110200186

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 5

C. Tujuan Penulisan ... 5

D. Manfaat Penulisan ... 6

E. Keaslian Penulisan ... 6

F. Metode Penelitian ... 7

G. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN ... 13

A. Pengertian dan Syarat-syarat Sahnya Perjanjian ... 13

1.Pengertian Perjanjian ... 13

2.Syarat-syarat Sahnya Perjanjian ... 14

B. Asas-asas dalam Hukum Perjanjian ... 17

C. Jenis-jenis Perjanjian ... 22

1. Perjanjian Timbal Balik ... 23

2. Perjanjian Cuma – Cuma ... 23

3. Perjanjian Atas Beban ... 23

(7)

7. Perjanjian Kebendaan ( Zakelijk ) ... 24

8. Perjanjian Konsensual ... 24

9. Perjanjian Real ... 24

10.Perjanjian Liberatoir... 24

11.Perjanjian Pembuktian ( Bewijsovereenkomts ) ... 24

12.Perjanjian Untung – untungan ... 25

13.Perjanjian Publik ... 25

14.Perjanjian Campuran ... 25

D. Perjanjian Kredit dan Fungsi Kredit ... 25

E. Syarat Sahnya Perjanjian Kredit dan Bentuk-bentuk Perjanjian Kredit ... 30

F. Bentuk-bentuk Perjanjian Kredit ... 34

BAB III PERJANJIAN KREDIT PERUMAHAN ALAMANDA INDAH MEDAN SELAYANG ... 37

A. Isi Perjanjian Kredit Perumahan Alamanda Indah Medan Selayang ... 37

B. Hak dan Kewajiban Pemberi dan Penerima Kredit Pada Perumahan Alamanda Indah Medan Selayang ... 50

C. Fasilitas yang di Berikan oleh Pihak Pemberi Kredit Kepada ... 51

D. Pihak Penerima Kredit Perumahan Alamanda Indah

(8)

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA KREDIT PERUMAHAN ALAMANDA INDAH

MEDAN SELAYANG ... 53

A. Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Kredit Perumahan Alamanda Indah Medan Selayang ditinjau

dari KUHPerdata dan UU Perlindungan Konsumen ... 53

B. Kendala dan Upaya Mengatasinya Dalam Pelaksanaan Kredit Pada Perumahan Alamanda Indah Medan Selayang ... 56

C. Penyelesaian sengketa dalam pelaksanaan perjanjian kredit perumahan pada perumahan Alamanda Indah

Medan Selayang ... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...

A. Kesimpulan ...

(9)

**H. Hasim Purba ***Rosnidar Sembiring

Kepemilikan rumah dapat dijadikan tolak ukur terpenuhinya kebutuhan primer individu, bahkan rumah dipandang sebagai bentuk investasi yang sangat memiliki nilai ekonomis tinggi. Mengingat rumah merupakan kebutuhan yang tidak murah untuk dijangkau semua anggota masyarakat, maka kemudian kepemilikan rumah dapat ditempuh melalui proses kredit perumahan yang dikenal luas dengan singkatan Kredit Kepemilikan Rumah. Permasalahan dalam penelitian ini adalah perlindungan hukum terhadap pengguna jasa kredit perumahan Alamanda Indah Medan Selayang ditinjau dari KUHPerdata dan UU Perlindungan Konsumen, kendala upaya mengatasinya dalam pelaksanaan kredit pada Perumahan Alamanda Indah Medan Selayang dan Penyelesaian Sengketa Dalam Pelaksanaan Perjanjian Kredit Perumahan Pada Perumahan Alamanda Indah Medan Selayang.

Penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.Penelitian ini juga menggunakan pendekatan yuridis empiris, yaitu penelitian yang menitikberatkan perilaku individu atau masyarakat dalam kaitannya dengan hukum.

Perlindungan hukum terhadap pengguna jasa kredit perumahan Alamanda Indah Medan Selayang ditinjau dari KUHPerdata dan UU Perlindungan Konsumen.Dalam UUP tidak ada ketentuan yang secara khusus mengatur masalah perlindungan hukum terhadap simpanan nasabah.Dalam UUP hanya disebutkan, pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia Pasal 29 ayat (1).Kendala dan upaya mengatasinya dalam pelaksanaan kredit pada perumahan Alamanda Indah Medan Selayang.Kendala-kendala yang sering terjadi dalam pemberian kredit pemilikan rumah adalah terjadinya wanprestasi dari pihak debitur. Keadaan-keadaan yang dapat dikatakan debitur wanprestasi adalah dimana debitur tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana yang diperjanjikan, seperti debitur tidak membayar angsuran bulanannya ataupun jumlah angsuran bulanannya kurang dari jumlah yang telah ditetapkan dalam perjanjian kredit dan atau tidak melunasi kewajiban angsuran bulanannya menurut batas waktu yang ditetapkan sedangkan upaya mengatasi kendala-kendala yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian kredit pemilikan rumah pihak Bank Mandiri selaku kreditur berupaya untuk menghubungi dan menyurati debitur yang menunggak, baik menggunakan alamat pada saat pengajuan permohonan kredit maupun alamat rumah KPR- Bank Mandiri yang dimohonkan kreditnya untuk datang memenuhi panggilan ke kantor cabang Medan dengan tujuan menyelesaikan masalah tunggakan kredit pemilikan rumah secara negosiasi. Penyelesaian Sengketa Dalam Pelaksanaan Perjanjian Kredit Perumahan Pada perumahan Alamanda Indah Medan Selayang yaitu melalui Musyawarah, Mediasi perbankan, Melalui Badan Arbitrase, Melalui pengadilan dalarn lingkungan Peradilan Umum.

Kata Kunci :Perlindungan Hukum, Pengguna Jasa Kredit * Mahasiswa

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kepemilikan rumah dapat dijadikan tolak ukur terpenuhinya kebutuhan

primer individu, bahkan rumah dipandang sebagai bentuk investasi yang sangat

tinggi nilai ekonomis. Mengingat rumah merupakan kebutuhan yang tidak murah

untuk dijangkau semua anggota masyarakat, maka kemudian kepemilikan rumah

dapat ditempuh melalui proses kredit perumahan yang dikenal luas dengan

singkatan Kredit Kepemilikan Rumah (selanjutnya KPR).

Properti biasa dihubungkan dengan bangunan, ruko, rumah dan sejenisnya.

Potensi pertumbuhan properti lebih disebabkan oleh adanya keinginan dari pada

konsumen yang ingin membeli tempat tinggal di tengah kota.1Bisnis properti

semakin marak dan diminati oleh banyak kalangan belakangan ini, hal ini

dikarenakan adanya kemanfaatan dari properti itu sendiri.2

1

www.http,Artikel Properti”, dalam

Perkembangan sektor

properti di Indonesia akhir-akhir ini kian pesat, sejalan dengan kondisi ekonomi

makro yang terus tumbuh, sektor properti pun ikut berkembang. Jika program

pengadaan perumahaan dapat direalisasikan, maka efeknya akan lebih menggigit

untuk menggerakkan ekonomi nasional. Pemerintah sebenarnya punya alat untuk

menggerakkan sektor properti, jika pemerintah dapat merealisasikan target 7,5

juta unit rumah untuk rakyat hingga tahun 2014 maka efeknya tentu akan luar

(diunduh

pada tanggal 29 Januari 2015). 2

(11)

biasa. Demikian pula pihak swasta yang terus mengembangkan kota-kota baru di

sekitar kota besar.3

3

Yuliana Rini DY, Mendorong Sektor Properti, Kompas, Senin, 18Januari 2015, hal. 12.

Perbankan sebagai lembaga intermediasi keuangan (financial intermediary

institution) memegang peranan penting dalam proses pembangunan nasional.

Kegiatan usaha utama bank berupa menarik dana langsung dari masyarakat dalam

bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk

kredit dan/atau pembiayaan membuatnya sarat akan pengaturan baik melalui

peraturan undangan di bidang perbankan sendiri maupun

perundang-undangan lain yang terkait. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UUPK) juga sangat terkait,

khususnya dalam hal perlindungan hukum bagi nasabah bank selaku konsumen.

Antara lain dengan adanya perjanjian kredit atau pembiayaan bank yang

merupakan perjanjian standar (standard contract).

Adapun ratio diundangkannya UUPK adalah dalam rangka

menyeimbangkan daya tawar konsumen terhadap perilaku usaha dan mendorong

pelaku usaha untuk bersikap jujur dan bertanggung jawab dalam menjalankan

kegiatannya. UUPK mengacu pada filosofi pembangunan nasional, yakni bahwa

pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum memberikan perlindungan

terhadap konsumen adalah dalam rangka membangun manusia Indonesia

seutuhnya berlandaskan pada falsafah kenegaraan Republik Indonesia, yaitu dasar

(12)

3

Pengaturan melalui Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang sangat

terkait dengan perlindungan hukum bagi nasabah selaku konsumen perbankan

adalah ketentuan mengenai tata cara pencantuman klausula baku. Klausula baku

adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan

ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan

dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh

konsumen.

Menurut Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 jo

Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan

kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bankdengan

pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah

jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Pada aspek ini, momentum

yuridis yang melatarbelakangi hubungan hukum antara bank dan nasabah debitur

adalah asas konsensualisme. Sejumlah prinsip atau asas hukum merupakan dasar

bagi hukum kontrak.Dari sejumlah prinsip hukum tersebut perhatian dicurahkan

kepada tiga prinsip atau asas utama. Prinsip-prinsip atau asas-asas utama dapat

memberikan sebuah gambaran mengenai latar belakang cara berpikir yang

menjadi dasar hukum kontrak.

Prinsip-prinsip atau asas-asas fundamental yang menguasai hukum

kontrak adalah: prinsip atau asas konsensualitas di mana persetujuan-persetujuan

(13)

persetujuanpersetujuan itu dapat dibuat secara “bebas bentuk” dan dibuat

tidaksecara formal melainkan konsensual.

Asas konsensualitas dalam hukum perdata Indonesia dapat disimpulkan

dari Pasal 1320 juncto Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Jadi pada dasarnya

berdasarkan asas konsensualitas maka perjanjian dianggap sudah terbentuk karena

adanya perjumpaan kehendak (consensus) dari pihak-pihak.Perjanjian pada

pokoknya dapat dibuat bebas tidak terikat bentuk dan tercapai tidak secara formil,

tetapi cukup melalui konsensus belaka.

Prinsip atau asas “kekuatan mengikat persetujuan” menegaskan bahwa

para pihak harus memenuhi apa yang telah diperjanjikan sehingga merupakan

ikatan para pihak satu sama lain.

Asas kekuatan mengikat dapat ditemukan landasannya dalam ketentuan

Pasal 1374 ayat (1) BW (lama) atau Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata:“Semua

persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka

yang membuatnya.”

Di dalam Pasal 1339 KUH Perdata dimasukkan prinsip kekuatan mengikat

ini: “Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan

tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat

perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.”prinsip

atau asas kebebasan berkontrak yakni di mana para pihak diperkenankan membuat

suatu persetujuan sesuai dengan pilihan bebas masing-masing dan setiap orang

mempunyai kebebasan untuk membuat kontrak dengan siapa saja yang

(14)

5

persyaratan-persyaratan suatu persetujuan dengan pembatasan bahwa persetujuan

tersebut tidak boleh bertentangan dengan sebuah ketentuan undang-undang yang

bersifat memaksa, kesusilaan, dan ketertiban umum.4

Rumusan yang diberikan dalam Pasal 1313 KUHPerdata tersebut

menegaskan bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya

terhadap orang lain. Ini berarti dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau

prestasi dari satu orang atau lebih orang (pihak) kepada satu atau lebih orang

(pihak) lainnya, yang berhak atas prestasi tersebut. Rumusan tersebut memberikan

konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak,

dimana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi (debitur) dan pihak lainnya

adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditur). Masing-masing pihak

tersebut dapat terdiri dari satu atau lebih orang, bahkan dalam perkembangannya

pihak tersebut dapat juga terdiri dari satu atau lebih badan hukum.

Pemberian kredit oleh bank merupakan salah satu upaya bank untuk

memperoleh keuntungan, karena dengan pemberian kredit, bank dapat

memperoleh bunga dari pemberian kredit. Pemberian kredit tersebut haruslah

berdasarkan prosedur yang telah di tetapkan oleh pemerintah dan melalui analisis

kredit yang ketat untuk mencegah resiko yang timbul dikemudian hari.

Dalam perjanjian kredit, hubungan antara pihak bank dengan nasabah

pemohon atau penerima kredit harus mengacu pada ketentuan Pasal 1313

KUHPerdata, yakni perjanjian sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang

atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

4

(15)

Perumahana Alamanda Indah merupakan salah satu developer real estatae

yang beralamat di jalan Sakura Raya Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan

Medan Selayang.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan

penelitian mengenai Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Kredit Perumahan Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 (Studi Pada Perumahan Alamanda Indah Medan Selayang).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang penelitian diatas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap perumahan Alamanda Indah

Medan Selayang ditinjau dari KUHPerdata dan Undang-Undang

Perlindungan Konsumen?

2. Apakendala yang dihadapidalam pelaksanaan kredit pada perumahan

Alamanda Indah Medan Selayang dan bagaimana solusinya?

3. Bagaimana Penyelesaian Sengketa Dalam Pelaksanaan Perjanjian Kredit

Perumahan Pada Perumahan Alamanda Indah Medan Selayang.?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap perumahan Alamanda

Indah Medan Selayang ditinjau dari KUHPerdata dan Undang-Undang

(16)

7

2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kredit pada

perumahan Alamanda Indah Medan Selayang dan bagaimana solusinya

3. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa dalam pelaksanaan perjanjian

kredit perumahan pada perumahan Alamanda Indah Medan Selayang

D. Manfaat Penelitian

1. Segi teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi

perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu hukum yang berkaitan

dengan Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Kredit Perumahan

Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999.

2. Dari segi praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai

Perlindungan hukum terhadap pengguna jasa kredit ditinjau dari Undang –

Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

E. Keaslian Penulisan

Sepanjang penelusuran di perpustakaan Fakultas hukum USU skripsi

dengan judul Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Kredit Perumahan

Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 (Studi Pada Perumahan

Alamanda Indah Medan Selayang), belum pernah diteliti dalam bentuk skripsi

(17)

Adapun judul-judul yang ada diperpustakaan Universitas Sumatera Utara

antara lain:

1. Muhammad Zaki Nasution (2015) dengan judul Analisis Terhadap

Klausula-Klausula Baku Dalam Perjanjian Dibidang Properti (Studi CV.

Bahari Mandiri) adapun permasalahan Bagaimanakah pelaksanaan

perjanjian klausula baku dalam perjanjian dibidang properti pada CV.

Bahari Mandiri? Bagaimanakah klausula baku yang bertentangan dengan

perlindungan hak konsumen dibidang properti?Bagaimanakah

penyelesaian jika terjadi wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian

jual-beli perumahan klausula baku?

Dengan demikian penulisan skripsi ini tidaklah sama dengan penulisan

skripsi yang pernah ada, karena skripsi ini dibuat sendiri dengan menggunakan

berbagai litelatur, sehingga penulisan skripsi ini masih asli dan dapat

dipertanggungjawabkan secara akademik.

F. Metode Penelitian

Diperlukan metodepenulisansebagai suatu tipe pemikiransecara

sistematisyangdipergunakandalampenelitiandanpenilaianskripsiini,yang pada

akhirnyabertujuanmencapaikeilmiahandaripenulisanskripsiini.Dalam penulisan

skripsi ini, metodeyangdipakaiadalahsebagai berikut:

(18)

9

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis

normatif.Penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada

norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan

perundang-undangan.5Penelitian ini juga menggunakan pendekatan yuridis empiris, yaitu

penelitian yang menitikberatkan perilaku individu atau masyarakat dalam

kaitannya dengan hukum.6

Penelitian dalam skripsi ini bersifat deskriptif analitis.Penelitian yang

bersifat deskriptif analitis merupakan suatu penelitian yang menggambarkan,

menelaah, menjelaskan, dan menganalisis peraturan hukum. 7 Dengan

menggunakan sifat deskriptif ini, maka peraturan hukum dalam penelitian ini

dapat dengan tepat digambarkan dan dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian ini.

Pendekatan masalah mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku

(Statute Approach)8

2. Sumber data

terhadap aspek hukum penanganan kreditbermasalah serta

data empiris lapangan yang terjadi pada Perumahan Alamanda Indah Medan

Selayang

Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek

yang diteliti, antara lain; buku-buku literatur, laporan penelitian, tulisan para ahli,

peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan objek yang diteliti. Dalam

penelitian ini yang merupakan penelitian yuridis normatif, sebagai bahan dasar

5

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2009), hal 1.

6

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010), hal 87.

7

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op. cit., hal 10. 8

(19)

penelitiannya, menggunakan data sekunder, yakni bahan-bahan yang diperoleh

dari bahan pustaka lazimnya. Data sekunder yang digunakan sebagai bahan dasar

penelitian ini terdiri atas:

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum

yang terdapat pada peraturan perundang-undangan atau berbagai perangkat

hukum, seperti Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945,

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, UUPK dan Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata), dalam penelitian semacam ini,

hukum ditempatkan sebagai terikat dan faktor-faktor non-hukum yang

mempengaruhi hukum dipandang sebagai variabel bebas dan peraturan

lainnya.9Selain itu, hasil wawancara yang didapatkan melalui studi lapangan

Perumahan Alamanda Indah Medan Selayang menjadi bahan hukum primer yang

membantu dalam mengkaji masalah dalam penelitian ini.10

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku

teks, jurnal-jurnal, karya ilmiah, pendapat sarjana, dan hasil-hasil penelitian, dan

bahan lainnya yang dapat dan berfungsi untuk memberikan penjelasan lebih lanjut

atas bahan hukum primer.11

c. Bahan hukum tersier

9Ibid

10

(20)

11

Bahan hukum tersier memberikan petunjuk/penjelasan bermakna

terhadapbahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia,

dan lainnya.12

3. Pengumpulan data

Pendekatan yuridis empiris yaitu melalui wawancara dengan

Perumahan Alamanda Indah Medan Selayang.

Data sekunder yang dipergunakan dalam penelitian ini sebagai bahan dasar

penelitian dikumpulkan dengan menggunakan studi dokumen (documents study)

atau studi kepustakaan (library research) sebagai alat pengumpul data.13

4. Analisis data

Studi

dokumen tersebut merupakan penelitian bahan hukum primer, yaitu peraturan

peraturan perundangan-undangan yang berkaitan dengan hukum perbankan,

khususnya mengenai analisis hukum atas timbulnya kredit macet pada perjanjian

kredit perbankan ditinjau dari segi hukum jaminan.

Selain studi dokumen, penulis juga menggunakan studi lapangan (field

research) melalui alat wawancara sebagai alat pengumpul data guna mendapat

data primer sehingga mampu untuk mendukung dan menguatkan bahan hukum

primer yang telah dipedomani sebelumnya.

Analisa data adalah pengolahan data yang diperoleh baik dari penelitian

pustaka maupun penelitian lapangan.Data primer yang didapat dari lapangan

terlebih dahulu diteliti kelengkapannya dan kejelasannya untuk diklarifikasi serta

dilakukan penyusunan secara sistematis serta konsisten untuk memudahkan

melakukan analisis.Data primer inipun terlebih dahulu diedit untuk menyeleksi

12Ibid

13Ibid.

(21)

data yang paling relevan dengan perumusan permasalahan yang ada dalam

penelitian ini.Data sekunder yang didapat dari kepustakaan dipilih serta dihimpun

secara sistematis sehingga dapat dijadikan acuan dalam melakukan analisis.Dari

hasil data penelitian baik pustaka maupun lapangan ini dilakukan pembahasan

secara deskriptif analisis.Deskriptif adalah pemaparan hasil penelitian dengan

tujuan agar diperoleh suatu gambaran yang menyeluruh namun tetap sistematik

terutama mengenai fakta yang berhubungan dengan permasalahan yang diajukan

dalam skripsi ini.Analisis artinya gambaran yang diperoleh tersebut dilakukan

analisis secara cermat sehingga dapat diketahui tentang tujuan dari penelitian ini

sendiri yaitu membuktikan permasalahan sebagaimana telah dirumuskan dalam

perumusan permasalahan yang ada pada latar belakang penulisan skripsi. Tahap

selanjutnya adalah pengolahan data yaitu analisis dilakukan dengan metode

kualitatif komparatif yaitu penguraian dengan membandingkan hasil penelitian

pustaka (data sekunder) dengan hasil penelitian lapangan (data primer) sehingga

dapat dibuktikan bahwa perjanjian baku jual-beli perumahan adalah tidak sah

ditinjau dari hukum perjanjian serta dapat pula dibuktikan bahwa perjanjian baku

yang mengandung klausula-klausula baku dalam perjanjian dibidang properti dibuat oleh pengembang secara sepihak adalah melanggar ketentuan-ketentuan

sebagaimana di atur dalam Pasal 18 UUPK. Adapun hasil dari membandingkan

tersebut akan menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian ini sehingga

dapat dibuktikan tujuan dari penelitian.

(22)

13

Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan merupakan pengantar. Didalamnya termuat mengenai

gambaran umum tentang penulisan skripsi yang terdiri dari latar

belakang penulisan skripsi, permasalahan, tujuan penulisan,

manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penelitian dan

sistematika penulisan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KREDIT

Bab ini menguraikan pengertian dan syarat-syarat sahnya,

perjanjian, asas-asas dalam hukum perjanjian, jenis-jenis

Perjanjian, perjanjian kredit dan fungsi kredit dan Syarat Sahnya

Perjanjian Kredit dan Bentuk-bentuk Perjanjian Kredit

BAB III PERJANJIAN KREDIT PERUMAHAN ALAMANDA INDAH

MEDAN SELAYANG

Bab ini berisikan isi perjanjian kredit perumahan alamanda indah

medan selayang, hak dan kewajiban pemberi dan penerima Kredit

Pada Perumahan Alamanda Indah Medan Selayang dan Fasilitas

yang di Berikan oleh Pihak Pemberi Kredit Kepada Pihak serta

Penerima Kredit Perumahan Alamanda Indah Medan Selayang

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA KREDIT PERUMAHAN ALAMANDA INDAH MEDAN SELAYANG

Bab ini berisikan mengenai Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna

(23)

KUHPerdata dan UU Perlindungan Konsumen dan Kendala Upaya

Mengatasinya Dalam Pelaksanaan Kredit Pada Perumahan Alamanda

Indah Medan Selayang serta Penyelesaian Sengketa Dalam

Pelaksanaan Perjanjian Kredit Perumahan Pada Perumahan Alamanda

Indah Medan Selayang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bagian terakhir dari penulisan skripsi ini.Bab ini

berisi kesimpulan dari permasalahan pokok dari keseluruhan

isi.Kesimpulan bukan merupakan rangkuman ataupun ikhtisar.Saran

merupakan upaya yang diusulkan agar hal-hal yang dikemukakan

dalam pembahasan permasalahan dapat lebih berhasil guna berdaya

(24)

BAB II

TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN

A. Pengertian dan Syarat-syarat Sahnya Perjanjian 3. Pengertian Perjanjian

Perjanjian menurut Prof. Sri Soedewi Masychoen Sofwan , “bahwa

perjanjian itu adalah suatu perbuatan hukum dimana seorang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap seorang lain atau lebih".14

14

A Qirom Syamsudin Meliala, 1980, hal. 8-11.

Sementara itu pengertian

perjanjian menurut Prof.Subekti tidak memakai istilah perjanjian melainkan yang

dipakai adalah persetujuan . Hal ini tidak menjadi persoalan, sebab suatu

perjanjian disebut juga persetujuan karena kedua belah pihak setuju untuk

melakukan sesuatu .

Kedua Istilah tersebut sama artinya. Tetapi menurut Prof.Dr.R.Wirjono

Prodjodikoro , perjanjian dan persetujuan adalah berbeda . Beliau mengatakan

“Persetujuan”dalam perundang-undangan Hindia Belanda dulu dinamakan

“overeenkomsten”, yaitu suatu kata sepakat antara dua pihak atau lebih mengenai

harta benda kekayaan mereka yang bertujuan mengikat kedua belah pihak ,

sedangkan perjanjian menurut beliau adalah suatu perhubungan hukum mengenai

harta benda kekayaan antar dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau

dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal sedangkan pihak yang lain berhak

(25)

Para sarjana Hukum Perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi

perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan tersebut tidak lengkap dan terlalu

luas. Tidak lengkap karena hanya mengenai perjanjian sepihak saja dan dikatakan

terlalu luas karena dapat mencakup hal-hal yang mengenai janji kawin, yaitu

perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga yang menimbulkan perjanjian juga,

tetapi, bersifat istimewa karena diatur dalam ketentuan-ketentuan tersendiri

sehingga Buku III KUHPerdata secara langsung tidak berlaku terhadapnya. Juga

mencakup perbuatan melawan hukum, sedangkan di dalam perbuatan melawan

hukum ini tidak ada unsur persetujuan.15

R. M. Sudikno Mertokusumo mengemukakan bahwa perjanjian adalah

hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk

menimbulkan akibat hukum.16

Menurut Salim HS, Perjanjian adalah "hubungan hukum antara subjek

yang satu dengan subjek yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek

hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain

berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah

disepakatinya.”17

15

Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, (Bandung: Alumi. 2005), hal. 89.

16

RM. Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty, 1988), hal. 97.

17

(26)

17

4. Syarat-syarat Sahnya Perjanjian

Di dalam suatu perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur yaitu:18

a. Pihak-pihak, paling sedikit ada dua orang. Para pihak yang bertindak

sebagai subjek perjanjian, dapat terdiri dari orang atau badan hukum.

Dalam hal yang menjadi pihak adalah orang, harus telah dewasa dan cakap

untuk melakukan hubungan hukum. Jika yang membuat perjanjian adalah

suatu badan hukum, maka badan hukum tersebut harus memenuhi

syarat-syarat badan hukum yang antara lain adanya harta kekayaan yang terpisah,

mempunyai tujuan tertentu, mempunyai kepentingan sendiri, ada

organisasi;19

b. Persetujuan antara para pihak, sebelum membuat suatu perjanjian atau

dalam membuat suatu perjanjian, para pihak memiliki kebebasan untuk

mengadakan tawar-menawar diantara mereka;

c. Adanya tujuan yang akan dicapai, baik yang dilakukan sendiri maupun

oleh pihak lain, selaku subjek dalam perjanjian tersebut. Dalam mencapai

tujuannya, para pihak terikat dengan ketentuan bahwa tujuan tersebut tidak

boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban

umum;

d. Ada prestasi yang harus dilaksanakan, para pihak dalam suatu perjanjian

mempunyai hak dan kewajiban tertentu, yang satu dengan yang lainnya

18

Mohd.Syaufii Syamsuddin, Perjanjian-Perjanjian dalam Hubungan Industrial, (Jakarta:Sarana Bhakti Persada, 2005), hal 5-6.

19

(27)

saling berlawanan. Apabila pihak yang satu berkewajiban untuk memenuhi

prestasi, bagi pihak lain hal tersebut merupakan hak, dan sebaliknya;

e. Ada bentuk tertentu, suatu perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun

tertulis. Dalam hal suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis, dibuat

sesuai dengan ketentuan yang ada;

Syarat-syarat tertentu, dalam suatu perjanjian, isinya harus ada syarat-syarat

tertentu, karena suatu perjanjian yang sah, mengikat sebagai undang-undang bagi

mereka yang membuatnya. Agar suatu perjanjian dapat dikatakan sebagai suatu

perjanjian yang sah, perjanjian tersebut telah memenuhi syarat-syarat tertentu

Syarat-syarat Sahnya menurut KUHPerdata adalah empat syarat yang

harus ada pada setiap perjanjian, sebab dengan dipenuhinya syarat-syarat inilah

suatu perjanjian itu baru dinyatakan sah . Adapun keempat syarat-syarat sahnya

perjanjian yaitu :

1. Kata sepakat dari mereka yang mengikatkan dirinya

Kata sepakat mereka harus diberikan secara bebas .walaupun syarat kata

sepakat ini sudah dirasakan atau dianggap telah dipenuhi , mungkin

terdapat suatu kekhilapan di mana suatu perjanjian yang telah terjadi itu ,

pada dasarnya ternyata bukan perjanjian, apabila kedua belah pihak

beranggapan menghendaki sesuatu yang sama akan tetapi tidak . Keadaan

ini kita jumpai bilamana terjadi kekhilafan.Perjanjian yang timbul secara

demikian dalam beberapa hal dapat dibatalkan.

(28)

19

Orang yang cakap adalah Mereka yang telah berumur 21 tahun atau yang

belum berumur 21 tahun tetapi sudah pernah menikah .Tidak termasuk

orang-orang yang sakit ingatan atau bersifat pemboros yang karena itu

oleh pengadilan diputuskan berada di bawah pengampunan dan seorang

perempuan yang masih bersuami.20

3. Suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu maksudnya adalah sedikit-dikit macam atau jenis benda

dalam perjanjian itu sudah di tentukan , misalnya jual beli beras sebanyak

100 kilogram adalah dimungkinkan asal disebutkan macam atau jenis dan

rupanya sedangkan jual beli beras 100 kilogram tanpa disebutkan macam

atau jenis , warna dan rupanya dapat dibatalkan .

Perjanjian mengenai suatu barang yang akan diterima kelak (hasil

panenan) diperkenankan . Satu sama lain kalau mengenai barang-barang

harus barang-barang yang di dalam perdagangan

4. Suatu sebab yang halal

Dengan syarat ini dimaksudkan adalah tujuan dari perjanjian itu sendiri .

Sebab yang tidak halal adalah berlawanan dengan undang-undang ,

kesusilaan dan ketertiban umum .

Tiap-tiap perjanjian yang dibuat adalah sah apabila telah memenuhi

syarat-syarat ini . Apabila salah satu syarat-syarat atau lebih syarat-syarat itu tidak dipenuhi ,

maka perjanjian tersebut tidak sah sehingga akibat-akibat hukumnya pun

sebagaimana dimaksudkan tidak terjadi pula .

20

(29)

Di dalam suatu perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur yaitu:21

f. Pihak-pihak, paling sedikit ada dua orang. Para pihak yang bertindak

sebagai subjek perjanjian, dapat terdiri dari orang atau badan hukum.

Dalam hal yang menjadi pihak adalah orang, harus telah dewasa dan cakap

untuk melakukan hubungan hukum. Jika yang membuat perjanjian adalah

suatu badan hukum, maka badan hukum tersebut harus memenuhi

syarat-syarat badan hukum yang antara lain adanya harta kekayaan yang terpisah,

mempunyai tujuan tertentu, mempunyai kepentingan sendiri, ada

organisasi;22

g. Persetujuan antara para pihak, sebelum membuat suatu perjanjian atau

dalam membuat suatu perjanjian, para pihak memiliki kebebasan untuk

mengadakan tawar-menawar diantara mereka;

h. Adanya tujuan yang akan dicapai, baik yang dilakukan sendiri maupun

oleh pihak lain, selaku subjek dalam perjanjian tersebut. Dalam mencapai

tujuannya, para pihak terikat dengan ketentuan bahwa tujuan tersebut tidak

boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban

umum;

i. Ada prestasi yang harus dilaksanakan, para pihak dalam suatu perjanjian

mempunyai hak dan kewajiban tertentu, yang satu dengan yang lainnya

saling berlawanan. Apabila pihak yang satu berkewajiban untuk memenuhi

prestasi, bagi pihak lain hal tersebut merupakan hak, dan sebaliknya;

21

Mohd.Syaufii Syamsuddin, Perjanjian-Perjanjian dalam Hubungan Industrial, (Jakarta:Sarana Bhakti Persada, 2005), hal 5-6.

22

(30)

21

j. Ada bentuk tertentu, suatu perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun

tertulis. Dalam hal suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis, dibuat

sesuai dengan ketentuan yang ada;

k. Syarat-syarat tertentu, dalam suatu perjanjian, isinya harus ada

syarat-syarat tertentu, karena suatu perjanjian yang sah, mengikat sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Agar suatu perjanjian

dapat dikatakan sebagai suatu perjanjian yang sah, perjanjian tersebut telah

memenuhi syarat-syarat tertentu

B.Asas-asas dalam Hukum Perjanjian

Asas-asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar yang ada di dalam dan

belakang tiap-tiap sistem hukum, yang telah mendapat bentuk sebagai

perundang-undangan atau putusan pengadilan, dan ketentuan-ketentuan dan keputusan itu

dapat dipandang sebagai penjabarannya. Dengan demikian, asas-asas hukum

selalu merupakan fenomena yang penting dan mengambil tempat yang sentral

dalam hukum positif.23

Asas-asas hukum berfungsi sebagai pendukung bangunan hukum,

menciptakan harmonisasi, keseimbangan dan mencegah adanya tumpang tindih

diantara semua norma hukum yang ada. Asas hukum juga menjadi titik tolak

pembangunan sistem hukum dan menciptakan kepastian hukum yang

diberlakukan dalam masyarakat. Berdasarkan teori, di dalam suatu hukum kontrak

terdapat lima asas yang dikenal menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu

antaralain adalah: asas kebebasan berkontrak (freedom of contract), asas

23

(31)

konsensualisme (concsensualism), asas kepastian hukum (pacta sunt servanda),

asas itikad baik (good faith) dan asas kepribadian (personality).24

1. Asas kebebasan berkontrak

Asas kebebasan berkontrak ini adalah setiap orang bebas mengadakan

suatu perjanjian apa saja baik perjanjian itu sudah diatur dalam undang-undang

maupun belum diatur dalam undang-undang .

2. Asas itikad baik

Tiap orang yang membuat suatu perjanjian harus dilakukakan dengan

itikad baik . Atas itikad baik ini dapat dibedakan antara itikad baik yang subyektif

dan itikad baik yang obyektif .

Itikad baik dalam pengertiaan yang subyektif dapat diartikan sebagai

kejujuran seseorang dalam melakukan suatu perbuatan hukum yaitu apa yang

terletak pada sikap bathin seseorang pada waktu diadakan perbuatan hukum .

Sedangkan itikad baik dalam pengertian yang obyektif , maksudnya bahwa

pelaksanaan suatu perjanjian itu harus didasarkan pada norma kepatutan atau

apa-apa yang dirasakan sesuai dengan yang patut dalam masyarakat .

3. Asas pacta sun servanda

Pacta sun servanda ini merupakan asas dalam perjanjian yang

berhubungan dengan mengikatnya suatu perjanjian . Perjanjian yang dibuat secara

sah oleh para pihak adalah mengikat bagi mereka yang membuat seperti

24

(32)

23

undang . Maksudnya bahwa perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak

akan mengikat mereka seperti undang-undang .

Jadi dengan demikian maka pihak ketiga tidak bias mendapatkan kerugian

karena perbuatan mereka dan juga pihak ketiga tidak mendapatkan keuntungan

karena perbuatan mereka itu, kecuali kalau perjanjian itu dimaksudkan untuk

pihak ketiga .

Maksud asas pacta sun servanda ini dalam suatu perjanjian , tidak lain

adalah untuk mendapatkan kepastian hukum bagi para pihak yang telah membuat

perjanjian itu.

4. Asas konsensuil

Maksud dari asas konsensuil adalah dalam suatu perjanjian cukup ada

suatu kata sepakat dari mereka yang membuat perjanjian itu tanpa diikuti dengan

perbuatan hukum lain kecuali perjanjian yang bersifat formil.

Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1)

KUHPerdata. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya

perjanjian adalah adanya kata sepakat antara kedua belah pihak. Asas ini

merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak

diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah

pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang

dibuat oleh kedua belah pihak.Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum

Romawi dan hukum Jerman. Dalam hukum Jerman tidak dikenal istilah asas

konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian

(33)

nyata (dalam hukum adat disebut secara kontan). Sedangkan perjanjian formal

adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik

berupa akta otentik maupun akta bawah tangan). Dalam hukum Romawi dikenal

istilah contractus verbis literis dan contractus innominat. Artinya bahwa

terjadinya perjanjian apabila memenuhi bentuk yang telah ditetapkan. Asas

konsensualisme yang dikenal dalam KUHPerdata adalah berkaitan dengan bentuk

perjanjian.25

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Asas konsensualitas dapat kita lihat dalam pasal 1320 KUHPerdata , yang

berbunyi : untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat,yaitu:

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Jadi karena dalam pasal 1329 KUHPerdata tidak disebutkan suatu

formalitas tertentu disamping sepakat yang telah tercapai itu, maka disimpulkan

bahwa setiap perjanjian itu adalah sah dalam arti mengikat apabila sudah tercapai

kata sepakat mengenai hal-hal yang pokok dari apa yang diperjanjikan itu.

Terhadap asas konsensualitas ini ada pengecualiannya, yaitu: apabila

ditentukan suatu formalitas tertentu untuk beberapa macam perjanjian dengan

ancaman batal apabila tidak dipenuhi formalitas tersebut, seperti misalnya

perjanjian penghibahan, jika mengenai benda tidak bergerak harus dilakukan

(34)

25

dengan akta Notaris, perjanjian perdamaian harus diadakan secara tertulis.

Perjanjian ini dinamakan perjanjian formal.

5. Asas berlakunya suatu perjanjian

Maksud dari asas ini adalah bahwa suatu perjanjian itu hanya berlaku bagi

para pihak yang membuatnya. Jadi pada asasnya semua perjanjian itu hanya

berlaku bagi para pihak yang membuatnya saja, tak ada pengaruhnya bagi pihak

ketiga dan pihak ketiga pun tak bisa mendapatkan keuntungan karena adanya

suatu perjanjian tersebut, kecuali yang telah diatur dalam undang-undang ,

misalnya perjanjian garansi dan perjanjian untuk pihak ketiga .

Asas berlakunya suatu perjanjian ini diatur dalam pasal 1315 KUHPerdata

yang berbunyi : Pasal 1315 KUHPerdata : Pada umumnya tak seorang pun dapat

mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkan suatu janji daripada

untuk dirinya sendiri . “Persetujuan-persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak

yang membuatnya .Persetujuan-persetujuan itu tak dapat membawa rugi kepada

pihak-pihak ketiga; tidak dapat pihak ketiga mendapat manfaat karenanya; selain

dalam hal yang diatur dalam pasal 1317”.

e. Asas kepribadian (personality)

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang

yang akan melakukan perjanjian hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal

ini dapat dikatakan dari isi Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata. Dalam Pasal

1315 KUHPerdata dinyatakan bahwa: Pada umumnya seseorang tidak dapat

mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri. 26

26Ibid

(35)

ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang

tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri. Dalam Pasal 1340 KUHPerdata

dinyatakan bahwa, “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.”

Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya

berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian, ketentuan itu ada

pengecualiannya sebagaimana diintridusir dalam Pasal 1317 KUHPerdata

dinyatakan bahwa “dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak

ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian

kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.” Pasal ini

mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian/kontrak untuk

kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang ditentukan.Sedangkan

di dalam Pasal 1318 KUHPerdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri

sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang

yang memperoleh hak daripadanya.

Jika dibandingkan kedua Pasal itu maka Pasal 1317 KUHPerdata

mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318

KUHPerdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-orang

yang memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan demikian, Pasal 1317

KUHPerdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318

KUHPerdata memiliki ruang lingkup yang luas.27

27Ibid

(36)

27

Perjanjian ini diatur dalam Buku IIIKUHPerdata, peraturan-peraturan yang

tercantum dalam KUHPerdata ini disebut juga dengan peraturan pelengkap, bukan

peraturan memaksa, yang berarti bahwa para pihak dapat mengadakan perjanjian

dengan menyampingkan peraturan-peraturan perjanjian yang ada. Oleh karena itu

di sini dimungkinkan para pihak untuk mengadakan perjanjian-perjanjian.

Muhamad Djumhana, bahwa perjanjian kredit pada hakikatnya adalah

perjanjian pinjam meminjam sebagaimana yang diatur di dalam KUHPerdata

Pasal 1754.28

Menurut Mariam Darus Badrulzaman sebagaimana dikutip oleh Maris

Feriyadi dalam tesisnya bahwa berdasarkan kriterianya terdapatbeberapa jenis

perjanjian, antara lain:

Pasal 1754 KUHPerdata menyebutkan bahwa: “Pinjam-meminjam

ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memebrikan kepada pihak yang lain

suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan

syarat bahwa pihak-pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah

yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”.

29

a. Perjanjian bernama, yaitu merupakan perjanjian-perjanjian yang diatur

dalam KUHPerdata. Yang termasuk ke dalam perjanjian ini, misalnya: jual

beli, tukar menukar, sewa menyewa, dan lain-lain.

b. Perjanjian-perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPerdata. Jadi dalam hal

ini para pihak yang menentukan sendiri perjanjian itu. Dan

28

Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000, hal. 385.

29

(37)

ketentuan yang ditetapkan oleh para pihak, berlaku sebagai

undang-undang bagi masing-masing pihak.30

c. Dalam KUH Perdata Pasal 1234, perikatan dapat dibagi 3 (tiga) macam,

yaitu:

1) Perikatan untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang

2) Perikatan untuk berbuat sesuatu

3) Perikatan untuk tidak berbuat sesuatu

Jenis-jenis perjanjian dibagi dalam lima jenis, yaitu :

a. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak

Perjanjian timbal balik (Bilateral Contract) adalah perjanjian yang

memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak.Jenis perjanjian

ini yang paling umum terjadi dalam kehidupan masyarakat.

Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban

kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya.Pihak yang satu

berkewajiban menyerahkan benda yang menjadi objek perikatan dan pihak

lainnya berhak menerima benda yang diberikan itu.31

b. Perjanjian percuma dan perjanjian dengan atas hak yang membebani

Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan

keuntungan kepada satu pihak saja.Perjanjian dengan alas hak yang

membebani adalah perjanjian dalam mana terhadap prestasi dari pihak

30

R. M. Suryodiningrat, Perikatan-Perikatan Bersumber Perjanjian, Bandung: Tarsito, 1998, hal. 10.

(38)

29

yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan

antara prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.32

c. Perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama

sendiri, yang dikelompokkan sebagai perjanjian khusus, dan jumlahnya

terbatas. Sedangkan perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak

mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.

d. Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligator

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak

milik dalam perjanjian jual beli.Perjanjian kebendaan ini sebagai

pelaksanaan perjanjian obligator.Perjanjian obligator adalah perjanjian

yang menimbulkan perikatan, artinya sejak terjadinya perjanjian, timbullah

hak dan kewajiban pihak-pihak.Pembeli berhak untuk menuntut

penyerahan barang, penjual berhak atas pembayaran harga, penjual

berkewajiban untuk menyerahkan barang.Pentingnya pembedaan ini

adalah untuk mengetahui apakah dalam perjanjian itu ada penyerahan

(leverning) sebagai realisasi perjanjian dan penyerahan itu sah menurut

hukum atau tidak.

e. Perjanjian konsensual dan perjanjian real

Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karena ada

persamaan kehendak antara pihak-pihak.Perjanjian real adalah perjanjian

(39)

di samping ada persetujuan kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan

nyata dari barangnya.

1. Perjanjian Timbal Balik

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban

pokok bagi kedua belah pihak.

2 Perjanjian Cuma – Cuma

Menurut ketentuan Pasal 1314 KUHPerdata, suatu persetujuan yang dibuat

dengan cuma-cuma adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

memberikan suatu keuntungan kepada, pihak yang lain, tanpa menerima suatu

manfaat bagi dirinya sendiri.

3 Perjanjian Atas Beban

Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak

yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi

itu ada hubungannya menurut hukum.

4 Perjanjian Bernama (Benoemd)

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama

sendiri, maksudnya adalah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi

nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak

terjadi sehari-hari. Perjanjian khusus terdapat dalam Bab V sampai dengan Bab

XVIII KUHPerdata.

(40)

31

Perjanjian tak bernama adalah perjanjian-perjanjian yang tidak diatur di

dalam KUHPerdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat. Jumlah perjanjian ini

tidak terbatas dengan nama yang disesuaikan dengan kebutuhan pihak- pihak yang

mengadakannya.

6 Perjanjian Obligatoir

Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan

kewajiban diantara para pihak.

7 Perjanjian Kebendaan ( Zakelijk )

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang

menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang membebankan

kewajiban (oblilige) pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak

lain (levering, transfer).

8 Perjanjian Konsensual

Perjanjian konsensual adalah perjanjian dimana antara kedua belah pihak

telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perjanjian.Menurut

KUHPerdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat (Pasal 1338).

9 Perjanjian Real

Yaitu suatu perjanjian yang terjadinya itu sekaligus dengan realisasi tujuan

perjanjian, yaitu pemindahan hak.

10 Perjanjian Liberatoir

Perjanjian dimana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang

ada(Pasal 1438 KUHPerdata).

(41)

Suatu perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah

yangberlaku di antara mereka.

12 Perjanjian Untung – untungan

Menurut Pasal 1774 KUHPerdata, yang dimaksud dengan perjanjian

untunguntungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya,

baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung pada suatu

kejadianyang belum tentu.

13 Perjanjian Publik

Perjanjian publik yaitu suatu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya

dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah

pemerintah, dan pihak lainnya swasta. Diantara keduanya terdapat hubungan

atasan dengan bawahan (subordinated), jadi tidak dalam kedudukan yang

sama(co-ordinated).

14 Perjanjian Campuran

Perjanjian campuran adalah suatu perjanjian yang mengandung berbagai

unsurperjanjian di dalamnya.

D. Perjanjian Kredit dan Fungsi Kredit

1. Perjanjian Kredit

Perjanjian Kredit merupakan salah satu jenis perjanjian sehingga sebelum

membahas secara khusus mengenai perjanjian kredit perlu dibahas secara garis

(42)

33

dalam kitab undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) karena ketentuan

umum dalam KUHPerdata tersebut menjadi dasar atau asas umum yang konkrit

dalam membuat semua perjanjian apapun. KUHPerdata buku III Bab I s/d Bab IV

Pasal 1319 menegaskan: Semua perjanjian baik yang mempunyai suatu nama

khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama khusus maupun yang tidak

dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum yang

termuat dalam Bab II dan Bab I KUHPerdata.33

33

Sutarno, SH., MM. 2009, hal. 68-69.

Ada bermacam-macam mengenai perjanjian baik yang telah diatur secara

khusus dalam kitab undnag-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang disebut

perjanjian khusus atau perjanjian perjanjian bernama maupun perjanjian bernama

diluar KUHPerdata. Disebut perjanjian khusus atau perjanjian bernama karena

jenis-jenis perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata tersebut oleh pembentuk

undang-undang sudah diberikan namanya misalnya perjanjian jual beli, perjanjian

sewa menyewa, perjanjiann hibah, perjanjian pinjam meminjam dan lain-lain.

Namun dalam perkembangannya jenis-jenis perjanjian dalam KUHPerdata tidak

dapat memenuhi kebutuhan kehidupan masyarakat dalam bidang ekonomi dan

perdagangan sehingga tumbuh atau muncul berbagai jenis perjanjian bernama

yang tidak diatur dalam KUHPerdata seperti misalnya perjanjian sewa beli atau

leasing , perjanjian distributor, perjanjian kredit , perjanjian membangun bangun

dan lain-lain. Perjanjian bernama di luar KUHPerdata tersebut diatur oleh

pemerintah melalui berbagai keputusan seperti leasing diatur dengan Menteri

(43)

Dalam membuat perjanjian bernama yang telah diatur dalam

KUHPerdata-Dagang atau yang diatur diluar KUHPerdata-KUHPerdata-Dagang, atau apapun jenis dan nama

perjanjian itu maka syarat dan ketentuan dari perjanjian tersebut harus mengacu

pada ketentuan umum hukum perikatan.

Mengenai istilah perjanjian dalam hukum perdata Indonesia yang berasal

dari istilah Belanda sebagai sumber aslinya sampai saat ini belum ada kesamaan

dan kesatuan dalam menyalin ke dalam bahasa Indonesia dengan kata lain belum

ada kesatuan terjemahan untuk satu istilah asing ke dalam istilah teknis yuridis

dari istilah Belanda ke dalam istilah Indonesia. Para ahli hukum perdata Indonesia

menterjemahkan atau menyalin istilah perjanjian yang berasal dari istilah

Belandan didasarkan pada pandangan dan tinjauan masing-masing.

Dalam hukum perdata Nederland dalam hubungannya dengan istilah

perjanjian dikenal dua istilah yaitu VERBINTENIS dan OVEREENKOMST.dan

dua istilah tersebut para ahli hukum perdata Indonesia berbeda-beda dalam

menafsirkan ke dalam istilah hukum Indonesia. Diantara para ahli hukum yang

berusaha menafsirkan dua istilah tersebut ke dalam istilah hukum Indonesia.

Prof.Utrecht,SH verbintenis diterjemahkan dengan perutangan dan

overrnkomst menggunakan istilah perjan jian. Achmat Ichsan,SH menggunakan

istilah perjanjian untuk verbintenis dan persetujuan untuk overeenkomst.

verbintenis diterjemahkan perikatan dan perjanjian untuk menterjemahkan

overeenkomst. KUHPerdata terjemahan Prof.R.Subekti,dan Tjitro Sudibio

menggunakan istilah perikatan untuk verbintenis dan istilah persetujuan

(44)

35

Setelah kita memahami perjanjian pada umumnya yang diuraikan secara

global seperti diatas maka kita memperoleh materi perjanjian pada umumnya yang

dapat digunakan sebagai dasar untuk memahami dan menyusun mengenai

perjanjian kredit.Perjanjian kredit tidak secara khusus diatur dalam KUHPerdata

tetapi termasukperjanjian bernama diluar KUHPerdata.

Beberapa Sarjana Hukum berpendapat bahwa Perjanjian kredit dikuasai

oleh ketentuan-ketentuan KUHPerdata Bab XIII Buku III karena perjanjian kredit

mirip dengan perjanjian pinjam uang menurut KUHPerdata pasal 1754 yang

berbunyi: Pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu

memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang

habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan

mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis mutu yang sama pula. Namun

Sarjana Hukum yang lain berpendapat bahwa perjanjian kredit tidak dikuasai

KUHPerdata tetapi perjanjian kredit memiliki identitas dan karekteristik sendiri.

Menurut hemat penulis perjanjian kredit sebagian dikuasai atau mirip perjanjian

pinjam uang seperti diatur dalam KUHPerdata, sebagian lainnya tunduk pada

peraturan lain yaitu undang-undang perbankan. Jadi perjanjian kredit dapat

dikatakan memiliki identitas sendiri tetapi dengan memahami rumusan pengertian

kredit yang diberikan oleh undang-undang perbankan maka dapat disimpulkan

dasar perjanjian kredit sebagian masih bisa mengacu pada ketentuan kitab

undang-undang hukum perdata bab XIII.

(45)

Fungsi Kredit secara umum pada dasarnya ialah pemenuhan jasa untuk

melayani kebutuhan masyarakat (to serve the society) dalam rangka mendorong

dan melancarkan perdagangan, mendorong dan melancarkan perdagangan,

mendorong dan melancarkan produksi, jasa-jasa dan bahkan konsumsi yang

kesemuanya itu pada akhirnya ditujukan untuk menaikkan taraf hidup rakyat

banyak.

Kalau dijabarkan lebih rinci,maka fungsi-fungsi kredit adalah sebagai

berikut:

1. Kredit dapat memajukan arus tukar menukar barang-barang dan jasa-jasa.

Andaikata suatu saat belum tersedia uang sebagai alat pembayar, maka

dengan adanya kredit, lalu lintas pertukaran barang dan jasa dapat terus

berlangsung.

2. Kredit dapat mengaktifkan alat pembayaran yang idle Sebagaimana

dikemukakan pada uraian terdahulu bahwa terjadinya kredit disebabkan

oleh adanya golongan yang berlebihan (Y>E) dan golongan yang

kekurangan (Y<E), maka dari golongan yang berlebihan ini akan

terkumpul sejumlah dana yang tidak digunakan (idle). Dana yang idle

tersebut jika dipindahkan atau lebih tepatnya dipinjamkan kepada

golongan yang kekurangan, maka akan berubah menjadi dana yang efektif.

3. Kredit dapat menciptakan alatb pembayaran yang baru. Dalam hal ini yang

dimaksud adalah salah satu jenis kredit yang diberikan oleh bank umum

(commercial bank), yaitu kredit Rekening Koran. Dalam kredit R/K,

(46)

37

terpenuhi,maka pada dasarnya pada saat itu telah beredar uang giral baru

di masyarakat sejumlah kredit R/K tersebut. Hal tersebut disebabkan

karena debitur mempunyai hak tarik atas sejumlah dana yang ada pada

rekening Koran tersebut, yang pada dasarnya adalah rekening giro.

4. Kredit sebagai alat pengendalian harga

Dalam hal ini andaikata diperlukan adanya perluasan jumlah uang yang

beredar di masyarakat, maka salah satu caranya ialah dengan jalan mempermudah

dan mempermurah pemberian kredit perbankan kepada masyarakat.

5. Kredit dapat mengaktifkan dan meningkatkan manfaat/faedah/kegunaan

potensi ekonomi-ekonomi yang ada. Dengan adanya bantuan permodalan yang

berupa kredit, maka seorang pengusaha baik industriawan, petani dan lain

sebagainya bisa memproduksi atau meningkatkan produksi dari

potensi-potensi yang dimilikinya.

E. Syarat Sahnya Perjanjian Kredit dan Bentuk-bentuk Perjanjian Kredit

1. Syarat Sahnya Perjanjian Kredit

Untuk membuat suatu perjanjian harus memenuhi syarat-syarat supaya

perjanjian diakui dan mengikat para pihak yang membuatnya. Pasal 1320

KUHPerdata menentukan syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan

empat syarat yaitu :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian

(47)

d. Suatu sebab (causal) yang halal Syarat pertama dan kedua disebut syarat

subyektif karena menyangkut orang-orang atau pihak-pihak yang membuat

perjanjian. Orang-orang atau pihak-pihak ini sebagai subyek yang

membuat perjanjian. Sedangkan syarat ke tiga dan ke empat disebut

sebagai syarat obyektif karena menyangkut mengenai obyek yang

diperjanjikan oleh orang-orang atau subyek yang membuat perjanjian.

Apabila syarat subyektif tidak dipenuhi maka perjanjian itu dapat

dibatalkan (cancelling) oleh salah satu pihak yang tidak cakap.Dapat dibatalkan

oleh salah satu pihak artinya salah satu pihak dapat melakukan pembatalan atau

tidak melakukan pembatalan.Apabila salah satu pihak tidak membatalkan

perjanjian itu maka perjanjian yang telah dibuat tetap sah.Yang dimaksud salah

satu pihak yang membatalkan disini adalah pihak yang tidak cakap menurut

hukum.yaitu orang tuanya atau walinya atau orang yang tidak cakap itu apabila

suatu saat menjadi cakap atau orang yang membuat perjanjian itu bila pada saat

membuat perjanjian tidak bebas atau karena tekanan pemaksaan.

Syarat pertama adalah sepakat artinya orang-orang yang membuat

perjanjian tersebut harus sepakat atau setuju mengenai hal-hal yang pokok dari

perjanjian yang dibuat dan juga sepakat mengenai syarat-syarat lain untuk

mendukung sepakat mengenai hal-hal yang pokok.Contohnya dalam perjanjian

jual beli, pihak penjual menghendaki uang sebagai harga jual sedangkan pihak

pembeli menghendaki barang yang dibeli. Harga jual dan barang tersebut

(48)

39

sedangkan dimana barang harus diserahkan dan kapan penyerahannya merupakan

kesepakatan diluar sepakat mengenai hal-hal yang pokok.

Syarat kedua cakap dalam membuat perjanjian.Cakap artinya orang-orang

yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum.Seorang telah dewasa atau

akil balik, sehat jasmani dan rohani dianggap cakap menurut hukum sehingga

dapat membuat suatu perjanjian. Orang-orang yang dianggap tidak cakap menurut

hukum ditentukan dalam pasal 1330 KUHPerdata yaitu:

a. Orang-orang yang belum dewasa

b. Orang-orang yang ditaruh dibawah perempuan

c. Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan

semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat

perjanjian-perjanjian tertentu. Ketentuan ke tiga ini telah dikoreksi Mahkamah

Agung melalui surat edaran No.3/1963 tanggal 4 agustus 1963 yang

ditunjukkan kepada Ketua Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri di

seluruh Indonesia bahwa perempuan adalah cakap sepanjang memenuhi syarat

telah dewasa tidak dibawah pengampuan.

Syarat ketiga mengenai suatu hal atau obyek tertentu artinya dalam

membuat perjanjian, apa yang diperjanjikan harus jelas sehingga hak dan

kewajiban para pihak bisa ditetapkan. Misalnya perjanjian hutang piutang harus

jelas berapa besarnya hutang, berapa jangka waktu pengembalian dan bagaimana

(49)

Syarat ke empat suatu sebab atau causa yang halal artinya suatu perjanjian

harus berdasarkan sebab yang halal atau yang diperbolehkan oleh undang-undang.

Kriteria atau ukuran sebab yang halal adalah:

1. Perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan undang-undang.

Misalnya perjanjian yang menyanggupi untuk melakukan pembunuhan

dengan imbalan tertentu. Ini perjanjian yang didasarkan sebab atau causa

tidak halal bertentangan dengan undang-undang pidana pasal 338

KUHPidana. Sebab atau causa yang bertentang dengan undang-undang

jelas dan mudah tampak perjanjian seperti ini adalah batal demi hukum

artinya sejak semula perjanjian dianggap tidak pernah ada, para pihak

tidak terikat untuk melaksanakan isi perjanjian ini.

2. Perjanjian tidak bertentangan dengan kesusilaan. Lebih mudah untuk

menentukan sebab atau causa yang bertentangan dengan undang-undang

karena sifatnya jelas dan Nampak tetapi sebab atau causa yang

bertentangan dengan kesusilaan adalah relatif tidak sama wujudnya

diseluruh dunia,mungkin di Indonesia suatu perbuatan tertentu

bertentangan dengan kesusilaan tetapi di negeri barat perbuatan tersebut

dianggap tidak bertentangan dengan kesusilaan. Jadi tergantung pada

anggapan masyarakat terhadap perbuatan itu. perjanjian yang bertentangan

dengan kesusilaan misalnya perjanjian dengan seorang penyanyi yang

berpakaian minim dan porno.

3. Perjanjian tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum. Tidak

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan Pasal 46 ayat (2) KUHAP ditentukan bahwa, apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada

When the number L of levels of quantization is high, the optimum partition and the quantization error power can be obtained as a function of the probability density function p X( x

Zombie.js runs on top of Node.js, uses JSDOM to provide a DOM API on top of any HTML document, and simulates browser-like functionalities with a simple API that you can use to

merupakan Sistem operasi berbasis Debian yang dapat bebas dioptimalkan untuk perangkat keras Raspberry Pi , yang dirilis pada bulan Juli 2012.. Gambar 2.2 Diagram blok arsitektur

Tugas Akhir Mahasiswa ini disusun untuk memenuhi syarat meraih gelar Ahli Madya Program Studi Diploma Tiga Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

SensorQ TM juga merupakan salah satu merek komersial yang merupakan kemasan cerdas yang dapat mendeteksi kebusukan pada daging segar yang disimpan dalam kemasan,

serebral tidak efektif b.d peningkatan TIK Ditandai dengan : Ds :  Klien mengeluh pusing apabila bangun dari tempat tidur, pusing seperti berputar Do :.  Td 130\90

Hal semacam ini masih terdapat pada sistem tata naskah Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur Seperti halnya dalam proses peminjaman surat yang mengharuskan Bagian Tata