• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam bab terakhir ini merupakan kesimpulan dan saran yang dapat dikemukakan oleh penulis setelah mengadakan kajian tentang pertanggung jawaban pidana terhadap tindak pidana penyeludupan (studi komperasi uu no. 10 tahun 1995 dan uu no. 17 tahun 2006) berdasarkan literatur kepustakaan dan media cetak, elektronik serta artikel-artikel yang terkait terhadap pembahasan tersebut. Penulis jua menguraikan beberapa saran sebagai jawaban dari pokok permasalahan penulisan skripsi ini.

Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan (Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006), 2008.

USU Repository © 2009

BAB II

DASAR PERTIMBANGAN PERUBAHAN UU NO. 10 TAHUN 1995 MENJADI UU NO. 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN

Dengan memperhatikan bentuk perundang-undangan yang ada dan kasus-kasus penyeludupan yang terjadi, maka penyeludupan dapat terjadi dalam hal impor, ekspor dan inter-insuler, sedangkan terjadinya dapat melalui laut, udara, maupun darat, disamping itu dari hasil-hasil penelitian yang dilakukan ternyata bahwa motif utama dari perbuatan penyeludupan adalah:

A. Motif komersil dan ekonomis. B. Motif politis/ subversif.

C. Motif komersil/ ekonomi dan poloitis/ subversif.

Di satu pihak, maka penyeludupan tersebut dilakukan untuk mendapatkan keuntungan material yang semaksimal mungkin, apabila dengan adanya gejala resesi dewasa ini. Disamping mendapatkan keuntungan material yang sebesar-besarnya, maka penyeludupan mungkin juga dilakukan untuk mengacaukan sistem ekonomi negara dan masyarakat. Dengan demikian, maka tidak mustahil bahwa motif ekonomi dan politis berlangsung bersamaan.

Sebagai akibat terjadinya penyeludupan, maka pendapatan yang seharusnya diterima negara, dimanfaatkan oleh golongan-golongan tertentu, secara pribadi. Disamping itu, maka proses industrialisasi terhambat oleh karena tidak kuat bersaing dengan hasil industri luar negeri yang diseludupkan. Dengan demikian, maka pasaran untuk berang-barang industri dalam negeri sangat dipersempit. Pengusaha-pengusaha bonafide menghadapi persaingan yang tidak seimbang dengan pengusaha-pengusaha yang curang. Masalah tersebut hanya

Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan (Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006), 2008.

USU Repository © 2009

dapat diatasi, apabila ada perbaikan di bidang perundang-undangan, mentalitas penegak hukum, fasilitas maupun kesadaran warga masyarakat sendiri.

A. Tentang Jenis–jenis Barang Kepabeanan

1. Penyeludupan impor/ ekspor malului laut: 1

a. Memasukan atau mengeluarkan barang-barang yang sama sekali tidak memakai dokumen. Biasanya perbuatan demikian dilakukan dengan tidak maluai instansi resmi dan pelabuhan resmi tetapi dilakukan di pantai-pantai (sungai-sungai) tertentu dan sering-sering dilakukan pada wartu malam hari.

b. Pemasukan dan pengeluaran barang-barang tidak melalui instansi-instansi resmi tetapi malului pelabuhan resmi, dengan tidak memakai dokumen-dokumen, atau memakai dokumen-dokumen tetapi dokumen-dokumen tidak sempurna. Biasanya perbuatan demikian dilakukan oleh atau dengan bantuan oknum-oknum tertentu yang secara langsung maupun tidak langsung menyalah-gunakan kekuasaan yang ada padanya, tidak mengindahkan petunjuk-petunjuk petugas Douane dipelabuhan yang akan memeriksa barang-barang yang dibawanya. Petugas-petugas Douane biasanya berusaha untuk memeriksa, tetapi tidak diindahkan oleh oknum-oknum yang bersangkutan.

c. Pemasukan atau pengeluaran barang-barang melaui instansi-instansi resmi dan pelabuhan-pelabuhan resmi dengan memakai dokumen-dokumen yang diperlukan, tetapi seluruhnya atau sebagainya yang tercatat dalam dokumen-dokumen itu, tidak sesuai dengan kenyataan barang atau harga barang. Pada kasus ini terjadi manipulasi kuantitas, misalnya dalam dokumen tercatat 100 kilo, kenyataan barang 150 kilo atau manipulasi kualitas yaitu dokumen tercatat kain-kain poplin kasar tetapi kenyataan barang adalah kain-kain wool. Adakalanya juga tercatat dalam dokumen PU (AA) atau invoerpas adalah obat-obat nyamuk tapi kenyataan barang adalah gelas-gelas lux yang mahal-mahal. Dan seperti pernah disnyalir di pelabuhan-pelabuhan besar di Indonesia (Jakarta, Medan, Surabaya, dan lain-lain) telah sering-sering diseludupkan juga obat-obat bius dan barang-barang berbahaya lainnya, padahal dalam dokumen-dokumennya tercatat roti atau gula-gula.

1

Baharuddin Lopa, Tindak Pidana Ekonomi Pembahasan Tindak Pidana Penyeludupan, Cet II (Jakarta: Pradnya Paramita,1973), hal 93-94

Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan (Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006), 2008.

USU Repository © 2009

d. Pemasukan dan pengeluaran barang-barang maluai instansi resmi dan pelabuhan resmi dan dokumen-dokumennya pun ada, malahan cocok dengan kenyataan barang, tapi dahulu melakukan overship di lautan. Kasus demikian ini sudah sangat sering juga terjadi dan pengusutannya sangat rumit, karena pada waktu pengecekan barang-barang di pelabuhan, biasanya kenyataannya barang-barang cocok dengan dokumen. Bahkan ada kalanya jumlah barang yang dibongkar lebih sedikit daripada yangh tercatat dalam dokomen karena sebagiannya telah dipindahkan ke kapal/ ke perahu lain di lautan.2

e. Pemasukan yang memakai dokumen-dokumen yang seolah-olah sempurna (nampaknya sempurna) tapi sesunggunya palsu semua, karena dokumken pertama yang dijadikan dasar membuat dokumen-dokumen pemasukannya, adalah palsu. Kasus penyeludpan ini melalui juga pelabuhan-pelabuhan dan instansi-isntansi resmi.3

2. Penyeludupan impor/ ekspor melalui darat (asalnya barang impor atau akan diekspor)

Barang-barang yang sudah selesai dimasukan ke peredaran bebas kemudian di dalam peredaran bebas, misalnya sudah berada di gudang-gudang, di toko-toko atau sementara diangkut dari satu tempat lain, setelah diperiksa, ternyata dokumen yang melindunginya yaitu Invoerpasnya tidak sesuai dengan jumlah, kualitas atau harga barang yang dilindunginya. Perlu diingat barang-barang yang sudah dalam peredaran bebas dokumen invoerpasnyalah yang terutama menjadi sasaran pemeriksaan. Apabila ditemukan barang-barang impor tapi tak dapat dibuktikan adanya invoerpas yang melindunginya, maka terhadap barang-barang itu dapat diusut karena kemungkinan adalah barang-barang seludupan. Ditekankan ”dapat diusut ” bukan ” harus diusut ”, karena petugas - petugas

2

Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan (Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006), 2008.

USU Repository © 2009

pengusut perlu berhati-hati jangan sampai pihai pihak ketiga (orang banyak) dirugikan akibat pengusutan itu.Seperti misalnya kalau barang -barang itu sudah beberapa kali berpindah tangan karena sudah diperjual-belikan di pasar umum, maka dalam menghadapi keadaan yang demikian benar-benar perlu dilakukan penelitian dengan seksama apakah barang-barang perlu dilakukan penelitian dengan seksama apakah barang-barang yang diduga hasil seludupan masih dapat dipisahkan dari barang-barang umum lainya yang sudah bercampur baur dan sama jenisnya. 3

3. Penyeludupan impor/ekspor melaui udara

Pada peristiwa ini, penyeludupan ditemukan di pelabuhan-pelabuhan udara seperti seorang yang mau berangkat dengan pesawat udara dengan membawa barang-barang dagangan tanpa dilindingi dokumen-dokumen pabean. Misalnya penyeludupan emas yang pernah terjadi di Pelabuhan Udara Kemayoran sebagai mana telah kami singgung di bagian muka.

Dengan uraian-uraian di atas dapatlah kami simpulkan bahwa dengan berlakunya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perhubungan tersebut maka penyeludupan impor setidak-tidaknya percobaan penyeludupan impor sudah terjadi, apabila syarat-syarat douane formaliteiten telah dilanggar dalam pengimporan barang-barang itu, dan barang-barang yang diangkut di

3

Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan (Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006), 2008.

USU Repository © 2009

luar negeri itu telah melewati masuk periaran 12 mil. Dapat saja pelanggaran terjadi, ialah kesalahan menifest (dokumen yang melindungi barang - barang sedang diangkut), atau AA (dukumen pada saat tibanya kapal dan pembongkaran) atau kesalahan PPUD (invoerpas), dokumen untuk memasukan barang-barang itu keperairan bebas. Apabila sudah sampai pada taraf pengejuan PPUD berarti syarat-syarat yang mendahuluinya telah diselesaikan. Dalam hal ini sering terjadi kelailaian para petugas atau sebagai hasil kerjasama diam-diam antara petugas-petugas dengan para penyeludup, barang-barang dimasukan dalam peredaran bebas dengan dilindungi PPUD yang dipalsukan (seperti kasus pemasukan mobil-mobil mewah). Hal-hal demikian inilah yang sering-sering terjadi, sehingga ada alasan untuk sewaktu-waktu para petugas mengadakan razia guna mengecek barang-barang impor yang sudah ada di peredaran bebas itu. Menyinggung lebih lanjut mengenai razia ini, perlu diperhatikan hendaknya tidak semau-maunya diadakan, kalau tidak benar-benar lebih dahulu ada petunjuk kuat bahwa dalam peredaran sudah banyak barang-barang seludupan yang disampan/ditimbun. Kerena terlalu sering mengadakan razia, lebih-legih kalu fakta-fakta terjadinya penyeludupan tak dapat dibuktikan, maka dapat saja menggoncangkan masyarakat pedagang yang justru keadaan ini perlu dihindari agar flow of goods selalu dapat dijamin kelancarannya.

Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan (Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006), 2008.

USU Repository © 2009

Lebih lanjut menguraikan tentang terjadinya penyeludupan maka penyeludupan ekspor atau percobaan penyeludupan ekspor telah terjadi, apabila penyerehan dokumen-dokumen pabean telah diserahkan kepada Bea Cukai untuk siperiksa guna pemuatannya ke kapal dan pada saat itu telah terdapat pelanggaran misalnya didapati selisih jumlah, kwalitas atau harga antara yang dicatat dalam dokumen dengan kenyataan barang-barang yang akan diekpor. Perlu dijelaskan bahwa kini penyeludupan ekspor tidak begitu banyak lagi terjadi. Berlainan pada waktu Deviezen Ordonnantie masih berlaku, penyeludupan ekspor ramai dilakukan orang, satu dan lain bertujuan mendapatkan devisa gelap di luar negeri.

Kemudian bagaiman pelanggaran di bidang interinsular ?

Pelanggaran-pelanggaran di bidang interinsular telah terjadi, apabila kapal-kapal atau perahu-perahu yang mengangkut barang-barang dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain dalam wilayah Indonesia (dalam daerah Pebean) tidak memenuhi formalitas pebean yang ditentukan dalam RO khususnya pada Reglemen B. Pada pelanggaran interinsular ini timbul karaguan apakah tepat dinamakan telah terjadi penyeludupan seperti halnya pada impor dan ekspor, dengan alasan, sesungguhnya pada intersular tidaklah terjadi invoer, tapi yang terjadi hanyalah vervoer antar pulau atau antar pelabuhan dalam daerah pabean sendiri.

Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan (Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006), 2008.

USU Repository © 2009

Perlu juga diperhatikan atas beberapa jenis barang-barang tertentu ekspor yang di antar pulaukan, maka atas barang-barang itu masih tetap dibebankan kewajiban membayar bea-bea masuk dan lain-lain, apabila ternyata pada pengimporannya semula belum dibayar bea-bea masuk dan pungutan-pungutan lainnya dan jenis barang-barang itu ialah sebagai berikut:

a. Tekstil segalah jenis. b. Susu dalam kaleng. c. Vetsin dan sejenis itu. d. Gula-gula (suiker werk).

e. Makanan/minuman dalam kaleng, botol dan sebaginya. f. Gelas minum dari gelas.

g. Sabun mandi.

h. Batu baterai segala jenis/ukuran. i. Tapal Gigi (tanpasta).

Perlu juga diperhatikan adanya Barang-barang Dalam Pengawasan yang kalau akan diantar-pulaukan, diharuskan mamakai Surat Izin Pengangkutan Antar Pulau (SIPAP).

Ke 6 (enam) macam barang tersebut ialah:

1. karet (kecuali barang-barang jadi dari karet) 2. kopra 3. kopi biji 4. lada 5. tembakau lembaran 6. timah.4 4 Ibid, hal.112,113,119,121,122,123

Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan (Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006), 2008.

USU Repository © 2009

B. Tentang Sanksi Pidana

Menurut ketentuan dalam Pasal 5 UUTPE, sanksi Tindak Pidana Penyeludupan mangikuti sanksi yang berlaku bagi Tindak Pidana Ekonomi. Sehingga dengan demikian, sejak dimasukkannya Ordonansi Bea ke dalam UUTPE melalui Undang-undang No. 8 Tahun 1958, maka detik yang terkandung di dalam ordonansi Bea tersebut berubah sifat, dari peraturan perundang-undangan administrasi yang bersanksi pidana menjadi paraturan perundang-undangan pidana.

Setelah Tindak Pidana Penyeludupan menjadi Tindak Pidana Ekonomi, maka sanksinyapun menjadi lebih Ordonansi Bea sendiri. Yaitu yang tadinya pidana selama-lamanya 2 tahun atau dengan denda setinggi-tingginya aepuluh ribu rupiah, sesudah menjadi undang-undang tindak pidana ekonomi manjadi pidana selama 6 tahun dan denda 30 X 1 juta rupiah = 30 juta rupiah.

Adapun sanksi pidana ekonomi tersebut dimuat dalam Bab II UUTPE, yaitu berupa Hukuman Pidana dan Tindakan Tata Tertib. Sedangkan tindakan tata tertib sendiri dapat bersifat tetap (berdasarkan putusan hakim) dan dapat bersifat sementara, yang dikanakan pada waktu pemeriksaan pendahuluan (sebelum pemeriksaan di muka pengedilan dimulai) oleh jaksa maupun hakim.

Terhadap hukuman pidana tindak pidana ekonomi sama dengan yang tercantum dalam Pasal 10 KUHP, hanya saja di dalam UUTPE terdapat lebih banyak tambahan dibandingkan dengan yang tercantum di dalam KUHP.

Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan (Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006), 2008.

USU Repository © 2009

Seperti diketahui, di dalam Pasal 10 KUHP disebutkan macam-macam pidana, yaitu: a. Pidana Pokok; 1. Pidana mati 2. Pidana penjara 3. Pidana kurungan 4. Pidana denda 5. Pidana tutupan. b. Pidana Tambahan:

1. Pencabutan hak-hak tertentu. 2. Pencabutan barang-barang tertentu. 3. Pengumuman keputusan hakim.

Di samping tindak pidana tambahan sebagaimana disebutkan di atas, UUTPE manganal pula pidana tambahan sebagai tercantum dalam Pasal 7 UUTPE, yaitu:

(1) a. Pencabutan hak-hak tersebut dalam Pasal 35 KUHP untuk waktu sekurang-kurangnya 6 bulan dan selam-lamanya 6 tahun. b. Penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan si pidana di

mana tindak pidana ekonomi dilakukan, untuk waktu selama-lamanya 1 tahun.

c. Perampasan barang-barang tak tetap yang berwujud dan yang tak terwujud, dengan mana atau mengenai mana tindak pidana ekonomi itu dilakukan, atau yang seluruhnya atau sebagian diperolehnya dengan tidak pidana ekonomi itu, baitu pula harga lawan barang-barang itu, tak peduli apakah barang-barang atau harga lawan itu kepunyaan si terhukum atau bukan. Dalam hal ini, perampasan dalam tidak pidana ekonomi di sini lebih luas daripada yang tercantum dalam Pasal 10 sampai 19 KUHP. d. Perampasan barang-barang tak tetap yang berwujud dan yang

tak berwujud, yang termasuk perusahaan si terhukum, di mana tindak pidana ekonomi itu dilakukan, begitu pula harga lawan barang-barang itu yang menggantikan barang-barang itu, tak peduli apakah barang-barang atau harga barang-barang itu kepunyaan si terhukum atau bukan, akan tetapi hanya sekedar barang-barang itu sejenis, dan tindak pidannya bersangkutan

Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan (Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006), 2008.

USU Repository © 2009

dengan barang-barang yang dapat dirampas menurut ketentuan tersebut sub c di atas.

e. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan kepada si terhukum oleh Pemerintah berhubungan dengan perusahaannya, untuk waktu selama-lamanya dua tahun.

f. Pengumuman Putusan Hakim.

Dalam hal pengumuman putusan hakim ini tidak terdapat penyimpangan/perbedaan seperti yang ditentukan dalam KUHP. Atau dengan kata lain, ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam KUHP sama dengan ketentuan dalam UUTPE.

(2) Perampasan barang-barang yang bukan kepunyaan si terhukum tidak dijatuhkan, sekedar hak-hak pihak ketiga dengan itikad baik akan terganggu.

(3) Dalam hal perampasan barang-barang, maka Hakim dapat memerintahkan, bahwa hasil seluruhnya atau sebagian akan diberikan kepada si terhukum.

Terhadap perluasan pidana tambahan berupa perampasan barang, Pasal 7 ayat (2) UUTPE mengadakan pembatasan, yaitu bahwa perampasan barang-barang yang bukan kepunyaan si terpidana tidak dijatuhkan, sepanjang hak-hak pihak ketiga dengan itikad baik akan terganggu. Umpanya terhadap mereka yang telah membeli barang asal seludupan di pasaran bebas dengan itikad baik, yang sama sekali tidak menggangu bahwa barang yang telah dibelinya tersebut berasal dari seludupan.

Sebagaimanadikemukakan sebelumnya, bahwa pidana pokok di dalam UUTPE sama jenisnya dengan pidana pokok yang tercantum dalam Pasal 10 KUHP. Bedanya bukanlah pada jenis pidana pokoknya, malainkan pada penjatuhan pidana. Yaitu secara kumulatif, artinya hanya salah satu saja di antara pidana pokok itu yang dapat dijatuhkan, misalnya apabila

Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan (Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006), 2008.

USU Repository © 2009

telah dijatuhkan pidana penjara, tidak dimungkinkan lagi untuk menjatuhkan pidana penjara atau kurungan (kumulatif) dengan pidana denda (Pasal 6 ayat (1) UUTPE). Ketentuan dimngkinkannya kumulasi pidana penjara atau kurungan dengan pidana denda tersebut secara diam-diam telah diubah oleh undang-undang (prp) Nomor 21 Tahun 1959 menjadi imperatif sebagaimana yang dimuat di dalam Pasal 1 ayat (1) nya. Sehingga dengan adanya ketentuan ini, bikan saja dimungkinkan, tetapi diharuskan pidana penjara atau kurungan dijatuhkan bersama-sama dengan pidana denda.5

C. Tentang Hal-hal Yang Baru Yang Diatur Dalam UU No. 17 Tahun 2006 Beberapa ketentuan yang terdapat dalam UU no. 10 tahun 1995 tentang kepabeanan sudah tidak sesuai dengan penyelenggaraan kepabeanandan sebagai upaya untuk lebih menjamin kepastian hukm keadilan transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik, menjdai faktor yang diangga penulis penting dalam perubahan UU no.10 tahun 1995 menjadi UU no. 17 tahun 2006 tentang kepabeanan. Dimana perubahan tersebut terdeskripsi dengan adanya ketentuan-ketentuan baru dalam UU no. 17 tahun 2006 yang tidak terdapat dalam UU no. 10 tahun 1995. Sebagai berikut: 6

1. Ketentuan Pasal 1 angka 1 dan angka 17 diubah dan ditambah 4 (empat) angka yaitu angka 15a; angka 19; angka 20, dan angka 21, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:

5

Soufnir Chibro, Pengaruh Tindak Pidana Penyelundupan Terhadap pembangunan, (Jakarta, Sinar Grafika,1992),hal.15-18

6

Undang-undang Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-undang No. 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, Terlampir, hal.181-247.

Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan (Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006), 2008.

USU Repository © 2009

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :

1. Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar.

2. Daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliput i wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang ini.

3. Kawasan pabean adalah kawasan dengan batasan-batasan tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Dierektorat Jenderal Bea dan Cukai.

4. Kantor pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kawajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.

5. Pos pengawasan pabean adalah tempat yang digunakan oleh pejabat bea dan cukai untuk melakukan pengawasan terhadap lalu lintas barang impor dan ekspor.

6. Kewajiban pabean adalah semua kegiatan di bidang kepabeanan uang wajib dilakukan untuk memenuhi ketentuan dalam Undang-undang ini.

7. Pemberitahuan pabeanan adalah pernyataan yang dibuat oleh orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.

8. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.

9. Direktorat jenderal adalahh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai 10. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah unsur pelaksanaan tugas

pokok dan fungsi Departemen Keuangan di bidang kepabeanan dan cukai.

11. Pejabat bea dan cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-undang ini.

Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan (Studi Komperasi UU NO. 10 Tahun 1995 Dan UU NO. 17 Tahun 2006), 2008.

USU Repository © 2009

13. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam pabean. 14. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean. 15. Bea masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-Undang

ini yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.

16. tempat penimbunan sementara adalah bengunan dan/ atau lapangan atau tempat lain yang dimasukan dengan itu di kawasan pabean untuk menimbun barang, sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.

17. Tempat penimbunan berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.

18. Tempat penimbunan pabean adalah bengunan dan/ atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu, yang disediakan oleh pemerintah di kantor pebean, yang berada di bawah pengelolaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk menyimpan barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai negara, dan barang yang menjadi milik Negara berdasarkan Undang_undang ini. 19. Barang tertentu adalah barang yang ditetapkan oleh instansi teknis

terkait sebagai barang yang pengengkutannya di dalam daerah pabean diawasi.

20. Audit kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, surat yang berkaitan dengan kagiatan di bidang kepabeanan, dan/ atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. 21. Tarif adalah klasifikasi barang dan pembebanan bea dan masuk

atau bea keluar.

2. Ketentuan Pasal 2 ayat (2) diubah sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 2

(1) Barang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean diperlakukan sebagai barang impor dan terutang bea masuk.

Melani Sari Nasution : Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan (Studi Komperasi

Dokumen terkait