• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Kesimpulan

Rekonstruksi bahan ajar IPA terpadu dengan model MER menghasilkan bahan ajar dengan karakteristik yang memuat konsep yang utuh dan kaya materi yang mendukung peningkatan literasi sains siswa. Karakteristik bahan ajar seperti ini dihasilkan dengan menggunakan analogi, menambahkan pengetahuan yang relevan dengan konsep yang dibahas, dan menyisipkan gambar. Ketiga hal tersebut memberikan pengalaman pembelajaran yang lebih kongkret kepada siswa. Diperlukan beberapa disiplin ilmu untuk menjaga keutuhan konsep yang membangun tema. Oleh sebab itu, tema-tema kontekstual merupakan cara yang tepat untuk menerapkan IPA terpadu. Pada tema lemari pendingin, konsep tentang kalor (fisika) paling banyak muncul pada bahan ajar, diantaranya tentang bagaimana proses yang terjadi pada siklus pendinginan. Konsep adaptasi (biologi) muncul saat menjelaskan bagaimana suhu dingin menyebabkan makanan lebih awet. Konsep-konsep dalam IPBA muncul saat membahas bagaimana kerusakan atmosfer yang disebabkan oleh lemari pendingin. Di dalam bahan ajar, siswa juga telah dikenalkan pada penggunaan rumus kimia beberapa zat.

Produk bahan ajar yang dihasilkan dari rekonstruksi tidak cukup dengan hanya memuat konsep-konsep yang akurat. Bahan ajar harus divalidasi, setidaknya dari tiga aspek utama, yaitu aspek materi, penyajian, dan bahasa serta keterbacaan. Nilai CVI bahan ajar pada setiap aspek menunjukan bahwa setiap aspek valid, dan dapat diterima.

Persentase kemampuan literasi sains siswa berdasarkan hasil pretes menunjukan bahwa siswa memiliki kemampuan literasi sains yang rendah. Siswa belum dapat menjelaskan fenomena dan teknologi yang ditemui pada

77

Efik Firmansah, 2014

Rekonstruksi bahan ajar IPA terpadu pada tema lemari pendingin berbasis literasi sains Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kehidupan sehari-hari. Melalui bahan ajar IPA terpadu pada tema lemari pendingin yang dikembangkan dengan model MER, kemampuan literasi sains siswa dapat meningkat. Hal ini dibuktikan dengan nilai N-gain yang termasuk kategori sedang. Rata-rata kemampuan kognitif sebesar 63% merupakan nilai yang cukup tinggi bagi siswa di tempat penelitian dilaksanakan.

Bahan ajar IPA terpadu tidak hanya meningkatkan kemampuan akademis siswa, tetapi juga mendapatkan tanggapan positif dari siswa. Kegiatan praktikum merupakan komponen pembelajaran yang mendapat nilai tanggapan terbesar. Hal ini mengindikasikan bahwa memperbanyak kegiatan praktikum merupakan upaya terbaik untuk meningkatkan ketertarikan siswa dalam pembelajaran.

B. Saran

Bertolak dari adanya peningkatan kemampuan akademis siswa setelah pembelajaran, peneliti menyarankan kepada penyelenggara pendidikan untuk membantu mewujudkan pembelajaran IPA secara terpadu. Mengembangkan bahan ajar sendiri merupakan suatu cara untuk meningkatkan pengetahuan guru, baik dari segi konten IPA maupun dari segi pedagogik. Guru harus selalu mengembangkan kemampuannya. Merancang praktikum, menjelaskan fenomena-fenomena sekitar, dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan bagian dari aktivitas guru sebagai bekal mengembangkan bahan ajar sekaligus mengajarkan konsep–konsep IPA.

Penelitian seperti ini akan lebih baik jika dilakukan dengan menyertakan aspek sikap dalam evaluasi. Aspek sikap sains merupakan salah satu aspek dari literasi sains yang penting, yang hanya disentuh dalam diskusi kelas dalam penelitian ini. Penelitian selanjutnya harus mengembangkan instrumen yang mengukur aspek sikap sains.

Dari aktivitas siswa saat pembelajaran, guru menyadari adanya peningkatan minat siswa dalam belajar, khususnya dalam mengikuti kegiatan

praktikum. Hal ini diperkuat dengan hasil tanggapan siswa tentang bahan ajar, yang menunjukan sikap positif dengan persentase tertinggi pada kegiatan praktikum. Sangat baik jika penelitian selanjutnya menjadikan kegiatan praktikum sebagai variabel penelitian yang diukur.

Berdasarkan hasil ujicoba, pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar IPA terpadu yang mengangkat tema kontekstual dapat meningkatkan literasi sains siswa. Akan tetapi dalam penelitian ini, hasil tersebut tidak menguji signifikansi hipotesis. Sangat baik jika penggunaan bahan ajar diterapkan pada penelitian sebenarnya, dimulai dengan langkah pemilihan subjek penelitian yang benar. Dengan demikian, penelitian dapat dilakukan hingga menguji hipotesis, sehingga taraf signifikansi peningkatan prestasi dapat diuji secara statistik.

Berdasarkan hasil validasi bahan ajar, terdapat dua hal yang menjadi perhatian peneliti untuk pengembangan bahan ajar berikutnya. Kedua hal tersebut diantaranya :

1. Peneliti merasakan sulitnya merangkaikan kata yang sesuai dengan perkembangan siswa SMP. Oleh sebab itu, penjelasan konsep dalam bahan ajar yang akan dikembangkan harus memperbanyak gambar yang menarik dan memperjelas konsep.

2. Walaupun terdapat penjelasan untuk setiap istilah baru, akan tetapi masih ada siswa yang kesulitan dalam mencarinya. Untuk itu, penambahan daftar istilah di bagian akhir dari bahan ajar penting untuk dilakukan.

79

Efik Firmansah, 2014

Rekonstruksi bahan ajar IPA terpadu pada tema lemari pendingin berbasis literasi sains Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Daftar Pustaka

Arikunto, S. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (edisi revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

Bahriah, E.S. (2012). Pengembangan Multimedia Interaktif Keseimbangan

Kimia Untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa. Tesis pada SPS UPI

Bandung : tidak diterbitkan.

Bell, T., Urhahne, D., Schanze, S., Ploentzer, R. (2010). “Collaborative

Inquiry Learning: Models, Tools, and Challenges”. International

Journal of Science Education. 32 (3), 349-377.

Bybee, R., Mc Crae, B., Laurie, R. (2009). “PISA 2006 : An Assessment of

Science Literacy”. Journal Research in Science Teaching. 46 (8),

865-883.

Dahar, R.W. (2006). Teori Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.

Depdiknas. (2006). Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu

Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah. Jakarta:

Depdiknas.

Dikti. ( ). Bahan Ajar, [Online]. Tersedia: www.dikti.go.id/files/atur/KTSP-SMK/11.ppt [16 Februari 2013]

Djaali., Muljono, P. (2008). Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: PT Grasindo.

Duit, R. (2007). “Science Education Research Internationally: Conceptions,

Research Methods, Domains of Research”. Eurasia Journal of

Mathematics, Science & Technology Education. 3(1), 3–15.

Duit, R., Gropengiesser, H., Kattmann, U., Komorek, M., Parchmann, I. (2012). The Model Of Educational Reconstruction – A Framework For Improving Teaching And Learning Sciences. Eurasia Journal of

Mathematics, Science & Technology Education. 5, 13-38.

Hake, R.R., (1999). Analyzing Change/Gain Scores, [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf [12 Desember 2013]

Holbrook, J., Rannikmae, M. (2008). The Meaning of Scientific Literacy.

International Journal of Enviroment & Science Education. 5(3),

275-288.

Ismunandar, Permanasari, A. (2004). Pedoman Penilaian Buku Pelajaran

Kimia Sekolah Mengah Atas. Jakarta: Depdiknas.

Karno To. (1996). Mengenal Analisis Tes. Bandung: FIP IKIP Bandung.

Lawshe, C. H. (1975). “A Quantitative Approach to Content Validity”.

Personnel Psychology. 28, 563-575.

Niebert, K., Gropengiesser, H. (2013). “The Model of Educational

Reconstruction: A framework for the Design of Theory Based Content

Specific Interventions. The Example of Climate Change”. Netherlands

Institute for Curriculum Depelopement. __(__), 511-531.

Oh, P. S. (2009). “How Can Teacher Help Student Formulate Scientific

Hypotheses? Some Strategy Found in Abductive Inquiry Activities of

Earth Science”. International Journal of Science Education. 32 (4),

541-560.

Panuju, R. (2000). [Online]. Tersedia: http://elib.unikom.ac.id/

files/disk1/587/jbptunikompp-gdl-titaadisuk-29345-9-unikom_t-i.pdf. [15 Februari 2013].

Priatna, B. A. (2008). Instrumen Penelitian, [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/ JUR._PEND._MATEMATIKA/ 196412051990031-BAMBANG_AVIP_PRIATNA M/Makalah_ November_2008.pdf [18 Desember 2013].

Puslitjaknov. (2008). Metode Penelitian Pengembangan, Jakarta: Depdiknas.

Ramdani, Y. (2012). “Pengembangan Instrumen Dan Bahan Ajar Untuk

Meningkatkan Kemampuan Komunikasi, Penalaran, Dan Koneksi Matematis dalam Konsep Integral” Jurnal Penelitian Pendidikan.

13(1), 44-52.

Slavin, R. E. (2005). Cooperative Learning Teori Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

81

Efik Firmansah, 2014

Rekonstruksi bahan ajar IPA terpadu pada tema lemari pendingin berbasis literasi sains Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sukardi, MM.S. (2011). Evaluasi Pendidikan Prinsip & Operasionalnya. Jakarta: Bumi Aksara.

Surya, M. (2008). Mendidik Guru Berkualitas Untuk Pendidikan Berkualitas.

___________. 1(3), 197-211.

Syaadah, E. (2013). Implementasi Pebelajaran IPA Terpadu Pada Tema air

dan Kesehatan Untuk Meningkatkan Literasi Sains Peserta Didik SMP. Skripsi pada UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Wang, H. C., Hsu, C. W. (2006). “Teaching-Material Design Center: An

Ontology-Based System For Customizing Reusable E-Materials”.

46( ) 458–470.

Yager, R.E., Hamid, N.H., Akcay, H. ( 2005). “The Effect of Varied Inquiry

Experiences and Student Question and Action in STS Classrooms”.

Buletin of Science, Tecnology, & Society. 25 (5), 426-434.

Dokumen terkait