• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh dari semua hasil penelitian yang menjawab tujuan dilakukannya penelitian dan juga berisi saran untuk penelitian guna pengembangan penelitian selanjutnya.

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Implan Gigi Biomaterial

Biomaterial merupakan bahan sintetis yang telah direkayasa untuk menggantikan fungsi jaringan hidup yang telah rusak [2]. Material yang digunakan sebagai aplikasi biomedis harus memiliki tingkat kekuatan serta ketangguhan yang optimal, biokompatibel, dan stabil secara kimiawi, karena implan tersebut akan menghadapi lingkungan yang agresif di mulut dengan pH air liur bervariasi mulai dari 5,2 hingga 7,8. Klasifikasi utama implan gigi adalah implan endosseous yang ditempatkan di dalam tulang dan implan subperiosteal yang ditempatkan di bagian atas tulang [9].

Gambar 2. 1 Implan gigi berbahan Titanum [9].

Logam merupakan salah satu biomaterial yang paling sering digunakan untuk aplikasi kesehatan khususnya sebagai implan yang berfungsi menggantikan material jaringan keras yang rusak. Logam yang paling sering digunakan adalah stainless steel, paduan cobalt-chromium, paduan titanium, dan lain-lain. Diantara logam-logam tersebut, paduan titanium telah menghadirkan ketahanan korosi yang

8

paling tinggi karena adanya lapisan oksida yang terbentuk pada permukaan titanium [10].

Proses biologi yang terlibat dalam pencapaian dan pemeliharaan implan, tergantung pada faktor-faktor biomaterial dan biokompatibilitas, desain implan (seperti panjang, diameter, bentuk dan permukaan), faktor tulang, dan proses pembedahan. Namun tidak semua bahan dapat diadikan implan, karena implan itu sendiri dianggap benda asing dalam tubuh. Tubuh menganggap semua logam yang ditanamkan sebagai logam yang tidak normal, dimana logam tersebut berkontak dengan cairan pada jaringan dan cenderung terdegradasi yang menyebabkan terjadinya korosi, dimana pertukaran proton dengan molekul biologis mengarah pada pembentukan antigen. Reaksi ini dapat menimbulkan toksik pada sel yang dapat menghambat pertumbuhan dan fungsi sel. Misalnya sel-sel fibroblas dan osteoblast menunjukan penghambatan pertumbuhan dengan sebagian besar logam selain titanium, dengan demikian titanium dianggap telah menjadi standar osseointegrasi pada implan [11]. Kekuatan dan Modulus Young dari paduan titanium adalah sifat material yang sangat penting untuk daya tahan jangka panjangnya ketika digunakan sebagai implan untuk aplikasi [12].

Titanium murni dan paduan titanium yang banyak digunakan untuk aplikasi implan memiliki Modulus Young sekitar 110 GPa, nilai tersebut lebih kecil dibandingkan dengan stainless steel 316L dan paduan cobalt-chromium yang digunakan sebagai perangkat implan ortopedik yaitu sekitar 180 GPa dan 210 GPa. Namun nilai Modulus Young yang dimiliki titanium dan paduannya tetap lebih tinggi dibanding Modulus Young tulang dan dentin yang hanya sekitar 20 hingga

9

80 GPa, untuk itu upaya terus dilakukan untuk memodifikasi paduan titanium tanpa menghilangkan sifat mekanik lainnya [13].

Titanium murni digunakan dalam dunia kesehatan, tetapi memiliki beberapa kerugian yaitu kekuatan yang rendah, sulit dalam proses pemolesan, dan daya tahan aus yang buruk, karena itu titanium murni komersial tidak cukup untuk aplikasi stress tinggi seperti untuk implan dalam jangka panjang [14]. Paduan titanium Ti-6Al-4V, mulanya dikembangkan sebagai material implan pengganti titanium murni yang kekuatannya lebih tinggi dan ketahanan korosi yang mencukupi, diketahui pula bahwa penguraian titanium secara kimia sangat rendah sehingga memiliki sifat osseointegrasi yang baik. [15]. Namun, paduan titanium Ti-6Al-4V dirasa kurang ekonomis dan toksisitas dari vanadium dipertanyakan sehingga dikembangkanlah paduan titanium Ti-6Al-7Nb yang telah dievaluasi sebagai paduan baru untuk aplikasi implan gigi. Dalam hal ini niobium (Nb) menunjukan efek yang mirip dengan vanadium (V) dalam menstabilkan fase beta dalam sistem biner yang diperlukan untuk membentuk struktur dua fase alfa-beta [16].

2.2. Klasifikasi Titanium

Titanium diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu titanium murni dan paduan titanium. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai jenis-jenis titanium:

2.2.1 Titanium Murni

Titanium (Ti) merupakan unsur kimia pada golongan 4 dan periode IVa dalam table periodik dengan nomor atom 22. Titanium termasuk kedalam logam transisi yang memiliki warna putih kelabu dan berkilau, sifatnya yang kuat seperti

10

baja tetapi lebih ringan dari pada baja (sekitar 45% lebih ringan). Titanium stabil hingga suhu 400ºC, ketahanan korosi yang tinggi, memiliki berat jenis sebesar 4,5 kg/dm3, serta titik leleh sebesar 1660ºC [17]. Titanium digunakan sebagai unsur pemurni pada baja serta sebagai bahan paduan dengan aluminium dan logam lainnya. Titanium memiliki sifat biokompatibel yang baik untuk aplikasi dibidang medis yang dijadikan implan tulang, dimana logam titanium dapat diterima oleh tubuh manusia jika dipasangkan didalam tubuh dan tidak menyebabkan inflamasi [18].

Titanium bersifat allotropy karena memiliki dua bentuk kristalografi, yaitu struktur kristal hexagonal close packed (HCP) dan body centered cubic (BCC). Pada struktur kristal Titanium murni, pada suhu kamar membentuk struktur kristal HCP yang disebut sebagai fase alfa (α) dan stabil sampai temperatur 882ºC sebelum struktur kristalnya berubah, sedangkan pada suhu 883ºC sampai batas titik lelehnya (1660ºC) berubah menjadi struktur kristal BCC yang dikenal sebagai fase beta (β) [19].

11

Pada temperatur tinggi titanium akan membentuk oksida, nitrida atau hidrida. Reaksi oksidasi diatas temperatur 593ºC akan menghasilkan lapisan oksidasi dipermukaan titanium yang bersifat kontinyu, sehingga meyebabkan titanium bersifat pasif terhadap larutan dan lingkungannya. Karakteristik ini menyebabkan ketahanan korosi dari titanium dan paduannya menjadi lebih baik [21].

2.2.2 Paduan Titanium

Karakteristik fisik dan mekanik pada titanium dapat diubah dengan menambahkan elemen paduan untuk mendapatkan paduan titanium yang berbeda. Elemen paduan dapat meningkatkan atau mengurangi suhu transformasi, dengan demikian dapat terbagi menjadi dua yaitu α-stabilisator dan β-stabilisator. Fase α

dapat distabilkan dengan menambahkan elemen sepeti aluminium (Al), Galium (Ga), oksigen (O), nitrogen (N), dan karbon (C) [22]. Elemen-elemen ini dapat menaikan suhu transformasi dan memungkinkan fase α tetap stabil bahkan pada suhu yang lebih tinggi, dengan demikian elemen tersebut dikenal dengan

α-stabilisator. Aluminium sebagai salah satu α-stabilisator berperan sebagai penstabil α yang akan meningkatkan temperatur beta transus, serta akan memberikan kekuatan yang tinggi pada temperatur yang tinggi. Suhu transformasi dapat dikurangi dan jumlah fase β dapat meningkat pula dengan menambahkan elemen-elemen seperti vanadium (V), molibdenum (Mo), niobium (Nb), besi (Fe), kromium (Cr), dan lain-lain yang dikenal sebagai β-stabilisator yang terbagi menjadi dua yaitu β-eutectoid dan β-isomorphous. Material tersebut dapat

12

dari α menjadi β disebut β transus, setiap paduan titanium memiliki β transus yang berbeda, sebagai contoh β transus untuk titanium murni yaitu 910ºC ± 15º dan untuk Ti-6Al-7Nb yaitu pada 1010ºC ± 20º [17]. Secara garis besar paduan titanium terbagi menjadi tiga kategori yaitu tipe α, tipe β, dan tipe α+β.

a. Tipe Alfa (α)

Dalam paduan tipe α, fase β berubah sepenuhnya menjadi fase α selama proses pendinginan kisaran suhu tranformasi, dan terbentuklah α tipe martensit. Struktur martensit yang terbentuk selama pendinginan cepat disebut sebagai alfa primer (α’), struktur tersebut merupakan kesetimbangan komposisi ketika paduan diberikan perlakuan pendinginan cepat dari suhu diatas beta transus, sehingga menyebabkan paduan tipe α tidak responsif terhadap perlakuan panas. Paduan α merupakan paduan titanium dengan pemadu berupa penstabil α, seperti aluminium dan timah [23]. Unsur aluminium berfungsi sebagai penstabil α, yang dapat menaikkan temperatur

beta transus dengan menstabilkan fase α. Paduan α sebagian besar memiliki struktur kristal HCP dan merupakan salah satu jenis dari paduan titanium near alpha. Sebagai elemen paduan interstisial, paduan α memiliki ketahanan korosi dan kekuatan yang baik namun keuletannya (ductility) rendah, serta tidak dapat ditingkatkan kekerasannya walaupun dengan pengerjaan panas.

b. Tipe Beta (β)

Pada tipe β memiliki stabilisator seperti kobalt, molibdenum, nikel, niobium, tembaga, paladium, tantalum, dan vanadium, menyebabkan

13

transformasi dari fase β ke fase α pada pendinginana dengan suhu yang lebih

rendah, paduan ini memiliki kekerasan dan keuletan yang baik. Penstabil β merupakan elemen β-isomorph atau β-eutectoid yang bekerja dengan menurunkan suhu transisi. Elemen β-isomorph dapat larut sempurna dalam titanium-β diantaranya ialah niobium, molibdenum, dan vanadium. Sedangkan, elemen β-eutectoid memiliki kelarutan yang terbatas dalam titanium-β seperti silikon atau tembaga dapat meningkatkan sifat mekanik. Paduan yang mengandung penstabil-β yang didinginkan secara cepat (quenching) dapat membentuk fase α martensit dari fase β [24].

c. Tipe Alfa-Beta (α+β)

Paduan titanium α+β merupakan paduan bifasik dimana partikel α menjadi endapan dalam fase β. Aluminium biasanya ditambahkan ke titanium sebagai penstabil α yang akan meningkatkan kekuatan dan ketangguhan

titanium [14]. Paduan α+β bersifat metastabil dan mengandung beberapa kombinasi stabilisator α dan β. Sifat paduan tipe ini dapat dikontrol melalui

perlakuan panas yang digunakan untuk menyesuaikan jumlah dan tipe β yang ditambahkan. Penstabil α berfungsi sebagai penguat matriks paduan, sedangkan penstabil β akan mempermudah pembentukan paduan. Sifatnya

yang seimbang dan ketahanan korosinya yang tinggi membuat paduan ini paling sering digunakan dalam dunia kesehatan khususnya dalam pembuatan implan [23] . Proses pendinginan paduan titanium tipe α+β menghasilkan martensit alfa (α’), beberapa fase β akan dipertahankan dalam

14

mendekati suhu kritis. Paduan titanium tipe ini dapat ditingkatkan sifat mekaniknya ketika dilakukan perlakuan panas seperti solution treatment dan diikuti dengan aging.

Secara umum, paduan titanium tipe α lebih kuat tetapi kurang ulet dibandingkan dengan tipe β. Sedangkan paduan titanium tipe α+β memiliki sifat

mekanik yang berada diantar tipe α maupun tipe β [12]. Titanium memiliki ketahanan korosi yang sangat baik, ringan dan kuat sehingga sangat menjanjikan apabila diaplikasikan dalam kedokteran gigi. Namun penerapannya membutuhkan sistem pengecoran yang tepat, karena titik leleh kereaktivitasan oksidasi yang tinggi sehingga menimbulkan tantangan yang lebih.

Tabel 2. 1 Jenis-jenis paduan Titanium [20].

α and near α α + β β and near β

Commercial pure Ti Ti-5Al-2.5Fe Ti-3Al-8V-6Cr-4Mo-4Zr Ti-5Al-2.5Sn Ti-Al-2Mo-2Fe Ti-4.5Al-3V-2Mo-2Fe Ti-5Al-6Sn-2Zr-1mo Ti-5Al-3Mo-4Zr Ti-5Al-2Sn-2Zr-4Mo-4Cr Ti-6Al-2Sn-4Zr-2Mo Ti-5Al-2.5Fe Ti-6Al-6Fe-3Al

Ti-8Al-1Mo-1V Ti-6Al-7Nb Ti-10V-2Fe-3Al

Ti-6Al-4V Ti–13V–11Cr–3Al Ti-6Al-6V-2sn Ti–15V–3Cr–3Al–3Sn Ti-6Al-2Sn-4Zr-6Mo Ti–35V–15Cr Ti–8Mo–8V–2Fe–3Sn Ti–11.5Mo–6Zr–4.5Sn Ti–30Mo, Ti–40Mo Ti–13Nb–13Zr Ti–25Pd–5Cr Ti–20Cr–0.2Sn

Proses pengecoran untuk implan pada material titanium maupun paduan titanium memiliki tiga jenis mesin yaitu pengecoran dengan tekanan vakum satu ruang, pengecoran dengan tekanan vakum dua ruang ataupun pengecoran sentrifugal. Mesin pengecoran sentrifugal memiliki castability terbaik

15

dibandingkan kedua mesin lainnya yang meninggalkan impuritas paling sedikit ketika proses pengecoran [14].

2.3. PaduanTitanium Ti-6Al-7Nb

Paduan Ti-6Al-7Nb merupakan paduan titanium tipe α+β yang banyak digunakan dalam pengobatan sendi panggul buatan, fixator tulang belakang hingga implan gigi [25]. Paduan tersebut telah dikembangkan sebagai pengganti untuk paduan Ti-6Al-4V, karena vanadium yang terkandung dalam paduan Ti-6Al-4V menunjukan toksisitas yang kuat. Paduan Ti-6Al-7Nb yang telah dibuat dengan mengganti V dengan Nb di konsentrasi atom yang sama yang berperan sebagai penstabil β [26]. Sama halnya dengan titanium murni, paduan Ti-6Al-7Nb memiliki dua fase yaitu membentuk fase α heksagonal (distabilkan dengan aluminium) dan membentuk fase β kubik (distabilkan dengan niobium) [27]. Aluminimun pada

paduan Ti-6Al-7Nb berperan sebagai penstabil α yang penting dalam membentuk konstituen dari sebagian besar paduan titanium, elemen aluminium biasanya dibatasi hingga 7% untuk menghindari pengendapan fase Ti3Al yang akan mengarah ke ambrittlement tinggi [22]. Berikut ini merupakan komposisi kimia dari bahan baku paduan Ti-6Al-7Nb.

Tabel 2. 2 Komposisi kimia dari bahan baku (As-received) paduan Ti-6Al-7Nb[28].

Element C N O Al Nb Ta Fe H V Ti

Weight

16

Paduan Ti-6Al-7Nb menunjukan kepasifan yang lebih tinggi dibandingkan dengan paduan Ti-6Al-4V dalam larutan fisiologis yang disimulasikan, menurut Metikos dkk, ketahanan korosi Ti-6Al-7Nb meningkat karena penggabungan kation Nb ke dalam matriks TiO2 [29]. Suhu transformasi α menjadi β pada paduan Ti-6Al-7Nb ialah antara 1010ºC hingga 1020ºC, dan untuk meningkatkan sifat mekanik diperlukan pengerjaan panas pada suhu dibawah β transus.

Gambar 2. 3 Diagram fase paduan titanium [30].

Diagram fase pada Gambar 2.3 menunjukan bahwa Ti-6Al-7Nb yang memiliki β transus sekitar 1010ºC (1283K) termasuk kedalam paduan titanium tipe α+β, dimana dapat membentuk dua jenis struktur kristal yaitu HCP (heksagonal)

dan BCC (kubik). T em p er ature ( K ) Persen Massa Nb 7

17 2.4. Perlakuan Panas

Paduan titanium yang umumnya digunakan sebagai material implan ialah paduan titanium tipe α+β seperti Ti-6Al-4V, Ti-6Al-6Nb, ataupun Ti-6Al-7Nb.

Akan tetapi paduan tersebut masih memiliki nilai modulus elastisitas yang tinggi sekitar 110 Gpa, sehingga perlu dilakukan perawatan panas (solution treatment) yang dapat menurunkan modulus elastisitasnya. Kandungan niobium sebagai elemen penstabil fase β yang dapat menurukan modulus elastisitas. [31]. Menurut

penelitian yang dilakukan oleh Wang dkk, proses solution treatment yang diberikan pada paduan Ti-5Al-2Fe-3Mo yang merupakan paduan tipe α+β yaitu dengan memanaskan pada suhu β transus dengan pendinginan cepat akan meningkatkan fraksi fase β yang dapat menurunkan modulus elastisitas [32]. Titanium dan

paduannya perlu dilakukan perlakukan panas seperti age hardening, annealing, ataupun stress relieving yang berguna untuk meningkatkan kekuatan material, keuletan yang optimal, struktur yang stabil, serta mengurangi tegangan sisa yang terjadi ketika proses fabrikasi [33]. Namun, perlakuan panas yang umum digunakan untuk paduan titanium α+β ialah age hardening dan annealing yang akan secara signifikan meningkatkan kekuatan mekanik paduan. Proses age hardening yang dilakukan terbagi menjadi dua yaitu temperatur solution treatment dan aging.

Solution treatment pada paduan titanium umumnya melibatkan pemanasan pada suhu sedikit diatas atau sedikit dibawah suhu β transus, tergantung pada jenis paduannya. Pemilihan suhu solution treatment paduan tipe α -beta didasarkan pada kombinasi sifat mekanik yang diinginkan setelah dilakukan aging, Untuk mendapatkan kekuatan yang tinggi dengan keuletan yang memadai, solution

18

treatment dilakukan pada suhu 25ºC-85ºC dibawah suhu β transusnya. Jika dilakukan diatas β transusnya, maka sifat tarik paduan α+β (terutama keuletannya)

berkurang dan tidak dapat sepenuhnya dipulihkan dengan perlakuan termal lainnya [34].

Quenching atau pendinginan secara cepat yang dilakukan pada paduan setelah mengalami perlakuan panas (solution treatment). Jenis media pendinginan yang digunakan tergantung pada tingkat pendinginan yang diperlukan, dimana dalam paduan tipe α+β yang distabilkan beta lemah, pedinginan cukup menggunakan air, media pendinginan yang paling sering digunakan ialah air, oli, dan gas. Quenching hanya akan memperjelas struktur lamelar, tetapi struktur butirnya masih relative kasar [33], [34].

Langkah akhir yang dilakukan dalam perlakuan panas (heat treatment) paduan titanium untuk meningkatkan nilai kekuatannya ialah aging. Aging biasanya dilakukan dalam kisaran suhu 480ºC-600ºC. Namun proses aging harus disesuaikan dengan paduan titanium tersebut, apabila paduan mengalami over aging, kekuatan paduan akan meningkat ke nilai maksimum, lalu secara bertahap menurun. Menurut Ajeel dkk. setelah satu jam, specimen didinginkan pada berbagai tingkat, pendinginan air, pendinginan udara dan pendinginan lambat pada tungku. Semua perlakuan panas dilakukan dalam suasana argon inert, specimen yang didinginkan dengan air maupun dengan udara, dilakukan penuaan (aging) di tungku udara terbuka pada suhu 550ºC selama 4 jam [35]. Sedangkan, menurut penelitian yang dilakukan Damisih dkk. paduan Ti-6Al-4V dilakukan temperatur solution treatment selama 30 menit, setelah dilakukan solution treatment sampel di

19

quenching dengan air sebagai media pendinginnya dan kemudian dilakukan aging pada suhu 500ºC selama 4 jam [36]. Berikut ini merupakan proses heat treatment pada sampel paduan titanium Ti-6Al-4V.

Gambar 2. 4 Skema proses perlakuan panas (heat treatment) untuk paduan Ti-6Al-4V [36]. Annealing yang merupakan bagian dari perlakuan panas umumnya juga dilakukan untuk paduan tipe α dan tipe α+β dalam kisaran 650ºC-790ºC. perlakuan

panas ini harus sepenuhnya menghasilkan bagian yang bebas dari tegangan. Annealing pada titanium dan paduan titanium berfungsi terutama untuk meningkatkan ketangguhan patahan, keuletan material pada suhu ruang, stabilitas dimensi dan termal, serta ketahanan mulur. Umumnya annealing terbagi menjadi empat, yaitu mill annealing, duplex annealing, recrystallization annealing, dan beta annealing[37].

2.5. Struktur Mikro

Struktur mikro dari paduan titanium sangat dipengaruhi oleh pemrosesan dan perlakuan panas. Menurut Sutowo dkk, temperatur solution treatment mempengaruhi struktur mikro suatu material, dimana semakin tinggi temperatur solution treatment maka membuat butiran α primer semakin besar [30]. Hal tersebut

20

juga diperkuat dengan penelitian Cheng-li dkk, yang menunjukan bahwa solution treatment mengontrol stabilitas dari matriks dan ukuran butir, dengan meningkatnya temperatur solution treatment, maka daktilitas akan meningkat tetapi kekuatannya berkurang [5]. Struktur mikro suatu paduan dapat diubah dari equaxial melalui struktur mikro bi-modal menjadi struktur mikro fully lamellar. Untuk pengaplikasian implan diharapkan struktur yang terbentuk ialah fully lamellar, hal tersebut dikarenakan struktur fully lamellar memberikan sifat mekanik yang baik seperti resistensi perambatan retak, resisten kelelahan yang tinggi serta ketangguhan patah yang tinggi [38].

Struktur membentuk fully lamellar α ketika diberikan perlakuan panas dibawah beta transus dan struktur beta pun berkembang [39] . Paduan titanium dengan kekuatan tinggi untuk aplikasi struktural, pada umumnya menggunakan paduan titanium dua fase (tipe α+β), dimana terdapat dua jenis struktur mikro yang

paling penting yaitu bi-modal microstructure dan fully lamellar microstructure [40]. Struktur mikro bi-modal yang terbentuk membuat material memiliki kekuatan luluh, kekuatan tarik, kekuatan tarik, daktilitas, serta ketahanan lelah yang baik. Sedangkan struktur mikro fully lamellar dikarakterisasi agar memiliki ketahanan retak dan ketangguhan yang baik. Untuk mendapatkan sifat mekanik yang lebih spesifik, perlu diperhatikan parameter seperti ukuran butir fase β, ukuran koloni lamellar α, serta ketebalan lamellar alfa [41] .

Secara umum, struktur α terbagi menjadi dua yaitu α primer yang terbentuk ketika proses pengerjaan panas dan α sekunder yang terbentuk dari transformasi β ketika pendinginan diatas beta transus. Ketika laju pendinginan meningkat, α

21

lamellar menjadi lebih halus. Struktur fully lamellar α saat diberi perlakuan panas dibawah β transus dan struktur β berkembang dengan beberapa residu α, sedangkan apabila dipanaskan kemudian didinginkan strukturnya sepenuhnya menjadi β [39].

Gambar 2. 5 Struktur mikro Ti-6Al-7Nb yang diberi perlakuan panas [42], [43].

Menurut Cahya Sutowo, struktur mikro pada paduan titanium α+β akan membentuk dua gradasi warna, warna yang lebih terang (putih) merupakan butir α, sedangkan bagian warna yang lebih gelap (hitam) merupakan butir β. Bagian berwarna putih berbentuk seperti jarum yang pipih merupakan butir α sekunder[30]. Karakterisasi struktur mikro suatu material dapat dilakukan dengan menggunakan mikroskop optik, mikroskop elektron maupun difraksi sinar-x. Bentuk struktur mikro permukaan sampel dapat diketahui dengan pengujian metalografi yang dapat diamati dengan menggunakan mikroskop optik, sebelum dilakukan pengujian sampel dipreparasi agar sesuai dengan standar material uji. Beberapa langkah yang dilakukan dalam preparasi diantaranya pemotongan menggunakan abrasive cutting, pembingkaian atau mounting, pengamplasan atau grinding, pemolesan atau polishing, serta pengetsaan atau etching [44]. Larutan yang digunakan untuk pengetsaan disesuaikan dengan jenis material ujinya, untuk paduan titanium dapat

22

menggunakan larutan etsa Dix Keller Reagen. Larutan tersebut dapat mengikis permukaan material sehingga dapat terlihat struktur mikro seperti batas butir yang terlihat ketika dilakukan pengujian metalografi menggunakan mikroskop optik.

Tabel 2. 3 Komposisi larutan Dix Keller Reagent [44]. Komposisi bahan (gram) Konsentrasi (ml)

Aquades 95

HNO3 2,5

HCl 1,5

HF 1,0

Selain mikroskop optik, dapat pula dilakukan karakterisasi x-ray diffraction untuk mengetahui struktur fase yang terbentuk dari paduan titanium tersebut. Pada paduan titanium, fase α atau α’ dan fase β akan meningkat setelah diberikan

perlakuan panas (solution treatment). Peningkatan pada fase β terjadi karena proses pemanasan diatas suhu β transus dalam wilayah fase β, sehingga fase α menurun dan fase β akan meningkat [45].

23

Gambar 2.6 menunjukan pola XRD sebelum dan sesudah dilakukan solution heat treatment, ditemukan adanya pergeseran puncak dalam setiap proses. Pergeseran ini terjadi karena unsur interstitial dan subtitusi pada struktur kristal yang mengubah parameter kisi pada kristal. Pada penelitian yang dilakukan oleh Alfirano dkk, intensitas fase α tertinggi pada suhu 850ºC karena suhu pemanasan masih di bawah β transus, sehingga fase α belum melewati transformasi alotropik ke fase β [45].

Menurut Manjumdar dkk. dalam studinya mengatakan bahwa fase β pada titanium dapat menurunkan modulus elastisitas sehingga nilai kekerasannya pun akan menurun yang disajikan dalam grafik dibawah ini [46].

Gambar 2. 7 Grafik hubungan antara intensitas fase dan modulus elastisitas dengan perlakuan

panas paduan Ti-6Al-6Mo [45].

Intensitas fase α berkurang dengan naiknya suhu solution heat treatment, dengan semakin tinggi suhu solution heat treatment maka semakin banyak fase α yang bertransformasi menjadi fase β saat pemanasan. Ketika fase α berkurang,

24 2.6. Sifat Mekanik

Sifat mekanik dari suatu material merupakan kriteria penting yang harus diperhatikan untuk mendapatkan material yang sesuai dengan kegunaan material itu sendiri. Struktur mikro dari paduan menjadi salah satu faktor yang dapat mengendalikan sifat mekaniknya seperti kekuatan, kelelahan, kekerasan, ketangguhan, dan lain-lain. Sifat-sifat tersebut dapat didapatkan dengan pemvariasian proses perlakuan panas ataupun perawatan termo mekanis dan dapat diketahui dengan beberapa pengujian yang dilakukan seperti uji kekerasan, uji tarik, uji korosi, dan lain-lain [47].

Sifat mekanik dasar suatu material adalah kekerasannya. Tes kekerasan adalah tes penting dan banyak digunakan untuk tujuan mengevaluasi dengan cepat sifat mekanik dari logam monolitik, padanan paduannya, dan bahkan bahan komposit berdasarkan matriks logam. Proses tes kekerasan lebih mudah

Dokumen terkait