• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skripsi. Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si.) Oleh: TIARA DESTIA RAMADHAN NIM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Skripsi. Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si.) Oleh: TIARA DESTIA RAMADHAN NIM."

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS VARIASI TEMPERATUR SOLUTION

TREATMENT TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR

MIKRO, KEKERASAN DAN KETAHANAN KOROSI PADUAN

Ti-6Al-7Nb UNTUK APLIKASI IMPLAN GIGI

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si.)

Oleh:

TIARA DESTIA RAMADHAN NIM. 11150970000020

PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019 M/1441 H

(2)

i

LEMBAR PERSETUJUAN

Analisis Variasi Temperatur Solution Treatment terhadap Perubahan Struktur Mikro, Kekerasan dan Ketahanan Korosi Paduan Ti-6Al-7Nb

untuk Aplikasi Implan Gigi Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si.)

Oleh:

TIARA DESTIA RAMADHAN NIM: 11150970000020

Menyetujui,

Mengetahui, Pembimbing I,

Arif Tjahjono, M.Si. NIP. 19751107 200701 1 015

Pembimbing II,

Dr. I Nyoman Jujur, M.Eng. NIP . 19620930 198603 1 000

Ketua Program Studi Fisika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tati Zera, M.Si. NIP. 19690608 200501 2 002

(3)

ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN

Skripsi yang berjudul “Analisis Variasi Temperatur Solution Treatment terhadap Perubahan Struktur Mikro, Kekerasan dan Ketahanan Korosi Paduan Ti-6Al-7Nb untuk Aplikasi Implan Gigi” yang ditulis oleh Tiara Destia Ramadhan dengan NIM 11150970000020 telah diuji dan dinyatakan lulus dalam sidang Munaqasyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 18 November 2019. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Fisika.

Jakarta, 18 November 2019 Menyetujui,

Mengetahui, Penguji I,

Dr. Ir. Agus Budiono, M.T. NIP. 19620220 199003 1 002

Penguji II,

Elvan Yuniarti, M.Si. NIP. 19791227 200801 2 015

Pembimbing I,

Arif Tjahjono, M.Si. NIP. 19751107 200701 1 015

Pembimbing II,

Dr. I Nyoman Jujur, M.Eng. NIP . 19620930 198603 1 000

Ketua Program Studi Fisika,

Tati Zera, M.Si. NIP. 19690608 200501 2 002 Dekan Fakultas Sains dan Teknologi,

Prof. Dr. Lily Surraya Eka Putri, M.Env.Stud. NIP. 19690404 200501 2 005

(4)

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan karya saya yang dibuat untuk memenuhi salah satu persyaratan saya memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si.) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil dari karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 18 November 2019

Tiara Destia Ramadhan NIM: 11150970000020

(5)

iv

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian pada paduan Ti-6Al-7Nb yang diaplikasikan sebagai implan gigi. Penelitian ini menggunakan paduan Ti-6Al-7Nb yang telah di casting atau dicor dan diberikan heat treatment berupa solution treatment pada suhu 850ºC, 970ºC, dan 1050ºC, kemudian sampel ditahan selama satu jam, setelah itu diakukan proses quenching didalam gas argon hingga temperatur ruangan dan kembali dipanaskan pada temperatur 550ºC selama 4 jam. Paduan Ti-6Al-7Nb yang digunakan dalam penelitian ini divariasikan berdasarkan proses heat treatment yang diberikan. Proses heat treatment dilakukan dengan variasi solution treatment pada suhu 850ºC, 970ºC, dan 1050ºC. Dari hasil pengamatan struktur mikro diketahui bahwa ukuran butir terbesar terdapat pada sampel tanpa diberikan heat treatment dan ukuran butir meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur solution treatment. Dari hasil karakterisasi x-ray diffraction, terbentuk dua fase dalam sampel Ti-6Al-7Nb yaitu fase α dan fase β dengan dua jenis struktur kristal yaitu hexagonal close packed (HCP) dan body centered cubic (BCC). Sedangkan hasil pengujian sifat mekanik menunjukan bahwa nilai kekerasan tertinggi terdapat pada paduan Ti-6Al-7Nb yang diberi solution teratment pada suhu 850ºC dengan nilai laju korosi terendah terdapat pada paduan Ti-6Al-7Nb yang diberi solution teratment pada suhu 970ºC.

Kata kunci: Heat Treatment, Ketahanan Korosi, Paduan Ti-6Al-7Nb, Sifat Mekanik, Struktur Mikro.

(6)

v

ABSTRACT

In this research, Ti-6Al-7Nb alloys which are applied as dental implants was studied. Casted Ti-6Al-7Nb alloys heat treatment including solution treatment at 850ºC, 970ºC and 1050ºC in one hour. After that, it was quenched in the argon gas until room temperature and reheated at 550ºC for 4 hours. There are two variation of Ti-6Al-7Nb alloys which are given heat treatment and not. Heat treatment process was performed with variation in temperature 850ºC, 970ºC and 1050ºC. from microstructure observation it was known that the largest grain size was given by sample without heat treatment and the grain size increased as solution treatment temperature increased. From characterization using XRD (X-Ray Diffraction) showed that the sample had two phases (α and β) with hexagonal close packed (HCP) and body centered cubic (BCC) crystal structure. Meanwhile mechanical properties testing of Ti-6Al-7Nb alloys showed the highest test value which were given solution treatment at 850ºC with the lowest corrosion at 970ºC.

Keyword: Corrosion Resistance, Heat Treatment, Mechanical Properties, Microstructure, Ti-6Al-7Nb alloys.

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil Alamin. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam atas rahmat dan karunia-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini. Tak lupa shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW, keluarganya, serta para sahabatnya. Laporan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat wajib guna memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si.) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul “Analisis Variasi Temperatur Solution Treatment terhadap Perubahan

Struktur Mikro, Kekerasan dan Ketahanan Korosi Paduan Ti-6Al-7Nb untuk Aplikasi Implan Gigi” dengan baik, benar dan tepat waktu.

Penelitian dan tugas akhir ini dapat berjalan dengan baik karena fasilitas dan dukungan dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta serta dukungan dari Pusat Teknologi Material BPPT, tentu tak lepas pula dari pengarahan dan bimbingan dari berbagai pihak. Maka penulis mengucapkan rasa hormat dan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu, diantaranya sebagai berikut:

a. Orang tua yaitu Mama Marini Yusliyanti dan Bapak Agus Salim, Kakak Ayers, Indira, beserta keluarga besar sebagai pendukung utama yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil.

b. Bapak Arif Tjahjono, MT, M.Si selaku pembimbing di program studi Fisika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah bersedia memberikan arahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran.

(8)

vii

c. Bapak Dr. I Nyoman Jujur, M. Eng selaku pembimbing di PTM-BPPT yang telah bersedia memberikan arahan dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan lancar.

d. Bapak Mirza Wibisono, MT dan Ibu Damisih, M.Sc. selaku pembimbing lapangan yang telah memberikan arahan sehingga penelitian dapat berlangsung dengan lacar.

e. Teman-teman seperjuangan Fisika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ratna Isnanita Admi, Diah Eka Savitri, Adelia Citra Hasanah, Qonita Sarah dan khususnya peminatan Material angkatan 2015 serta Risco Kurnia Putra, Agilia Gunawan, Sita Sarah Aisyiyah, Sindy Fajar Alfipah yang selalu memberikan motivasi kepada penulis.

f. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya laporan ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis telah berusaha menyusun laporan tugas akhir ini dengan sebaik-baiknya. Namun penulis menyadari atas ketidaksempurnaan penyusunan laporan tugas akhir ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa yang akan datang, dan penulis tetap berharap agar laporan ini akan memberikan manfaat bagi para pembaca. Kritik serta saran yang membangun dari pembaca dapat disampaikan melalui alamat surat elektronik penulis, tiara.ramadhan27@gmail.com.

Jakarta, 1 Agustus 2019

(9)

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ………... i

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN ……….... ii

LEMBAR PERNYATAAN ………. iii

ABSTRAK ……… iv

ABSTRACT ………. v

KATA PENGANTAR ………. vi

DAFTAR ISI ……… viii

DAFTAR TABEL ……… x DAFTAR GAMBAR ………... xi BAB I PENDAHULUAN ……… 1 1.1. Latar Belakang ……… 1 1.2. Perumusan Masalah ……… 4 1.3. Batasan Masalah ………. 4 1.4. Tujuan Penelitian ……… 5 1.5. Manfaat Penelitian ………... 5 1.6. Sistematika Penulisan ………. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………. 7

2.1. Implan Gigi Biomaterial ………. 7

2.2. Klasifikasi Titanium ………... 9

2.2.1. Titanium Murni ………... 9

2.2.2. Paduan Titanium ………... 11

2.3. Paduan Titanium Ti-6Al-7Nb ………. 15

2.4. Perlakuan Panas ……….. 17

2.5. Struktur Mikro ……… 19

2.6. Sifat Mekanik ……….. 24

2.7. Ketahanan Korosi ………... 25

BAB III METODE PENELITIAN……….. 31

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ………. 31

(10)

ix

3.3. Diagram Alir Penelitian ……….. 32

3.4. Variabel Penelitian………... 33

3.5. Tahapan Penelitian ……….. 33

3.6. Karakterisasi Sampel ………... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 43

4.1. Hasil Pengamatan Struktur Mikro ……….. 43

4.2. Hasil Pengujian Sifat Mekanik ………... 52

4.3. Hasil Pengujian Ketahanan Korosi ………. 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………... 56

5.1. Kesimpulan ………. 56

4.2. Saran ………... 57

DAFTAR PUSTAKA ……….. 58 LAMPIRAN

(11)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jenis-jenis paduan Titanium ………... 14

Tabel 2.2 Komposisi kimia dari bahan baku (As-received) paduan Ti-6Al-7Nb……… 15

Tabel 2.3 Komposisi larutan Dix Keller Reagent ………. 22

Tabel 2.4 Nilai kekerasan Titanium ……….. 25

Tabel 2.5 Komposisi larutan Artificial Saliva ………... 27

Tabel 2.6 Nilai konstanta dalam Hukum Faraday ………. 30

Tabel 4.1 Hasil analisis parameter struktural paduan Ti-6Al-7Nb yang diperoleh dari pengujian XRD………... 48

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Implan gigi berbahan Titanium ……… 7 Gambar 2.2 Struktur kristal Titanium ……….. 10 Gambar 2.3 Diagram fase paduan titanium ……….. 16 Gambar 2.4 Skema proses perlakuan panas (heat treatment) untuk paduan

Ti-6Al-4V ………. 19

Gambar 2.5 Struktur mikro Ti-6Al-7Nb yang diberi perlakuan panas …… 21 Gambar 2.6 Pola difraksi sinar-x Ti-6Al-6Mo ………. 22 Gambar 2.7 Grafik hubungan antara intensitas fase dan modulus elastisitas

dengan perlakuan panas paduan Ti-6Al-6Mo ……….. 23 Gambar 2.8 Kurva Tafel uji korosi paduan Ti-Nb-Zr menggunakan larutan

artificial saliva dan SBF (Simulated Body Fluid) ……… 28

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian ………. 32

Gambar 3.2 Sampel Ti-6Al-7Nb yang digunakan dalam penelitian ……… 34

Gambar 3.3 Alat abrasive cutting ……… 34

Gambar 3.4 Proses mounting: a) EpoFix resin dan EpoFix Hardener, b)

Sebelum mounting mengering, c) Hasil mounting …………... 35 Gambar 3.5 Proses grinding dan polishing: a) Struers Tegramin-25 alat

untuk grinding dan polishing, b) Proses grinding dan

polishing menggunakan kertas amplas SiC ……….. 36 Gambar 3.6 Hasil pengetsaan: a) Permukaan sampel seperti cermin setelah

di grinding dan polishing, b) Permukaan sampel keruh dan

bertekstur setelah dietsa ……… 37

Gambar 3.7 Proses pembuatan larutan artificial saliva: a) Penimbangan bahan, b) Proses pencampuran seluruh bahan, c) Larutan

artificial saliva yang telah dibuat ………. 38 Gambar 3.8 Mikroskop optik Hirox KH-8700 3D Digital ………... 39 Gambar 3.9 Alat pengujian kekerasan Vickers Struers Durascan 20 ...…… 40 Gambar 3.10 Alat karakterisasi XRD (X-ray Diffraction) ………... 41

(13)

xii

Gambar 3.11 Proses pengujian korosi: a) Zahner Zennium dan media

analisis Thalles XT, b) Rangkaian elektorda ………. 42 Gambar 3.12 Rangkaian kabel penghubung antara arus dan sampel untuk

pengujian korosi ………. 42

Gambar 4.1 Hasil pengujian metalografi sampel Ti-6Al-7Nb tanpa

solution treatment ………. 43

Gambar 4.2 Hasil pengujian metalografi sampel Ti-6Al-7Nb yang diberi Temperatur Solution Treatment 850ºC ………... 44 Gambar 4.3 Hasil pengujian metalografi sampel Ti-6Al-7Nb yang diberi

Temperatur Solution Treatment 970ºC ………... 44 Gambar 4.4 Hasil pengujian metalografi sampel Ti-6Al-7Nb yang diberi

Temperatur Solution Treatment 1050ºC ………... 44 Gambar 4.5 Grafik hubungan antara ukuran butir dengan variasi

temperatur solution treatment paduan Ti-6Al-7Nb ………….. 45 Gambar 4.6 Hasil pengujian metalografi sampel Ti-6Al-7Nb tanpa

solution treatment dengan perbesaran 500x ………. 46 Gambar 4.7 Hasil pengujian metalografi sampel Ti-6Al-7Nb yang diberi

temperatur solution treatment 850ºC dengan perbesaran 500x

………... 46

Gambar 4.8 Hasil pengujian metalografi sampel Ti-6Al-7Nb yang diberi temperatur solution treatment 970ºC dengan perbesaran 500x

………... 47

Gambar 4.9 Hasil pengujian metalografi sampel Ti-6Al-7Nb yang diberi temperatur solution treatment 1050ºC dengan perbesaran

500x………... 47

Gambar 4.10 Grafik pola difraksi XRD dari sampel paduan Ti-6Al-7Nb ... 50 Gambar 4.11 Diagram persentase intensitas fase α dan fase β paduan

Ti-6Al-7Nb ………. 51

Gambar 4.12 Grafik hubungan antara nilai kekerasan dengan variasi

temperatur solution treatment paduan Ti-6Al-7Nb ………... 52 Gambar 4.12 Grafik polarisasi Tafel paduan Ti-6Al7-Nb ………... 55

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan dalam bidang kedokteran dan kesadaran masyarakat akan kesehatan gigi dan mulut, membuat implan gigi menjadi pertimbangan sebagai opsi untuk mengganti gigi yang rusak atau hilang. Kasus kehilangan gigi disebabkan oleh berbagai faktor antara lain kasus penyakit pada gigi seperti karies, abses, gingivitis, hingga periodontitis, kecelakaan, mapun faktor usia. Kemampuan mengunyah pada seseorang yang kehilangan gigi akan menurun, apabila tidak segera mengganti giginya yang hilang maka akan menyebabkan bagian gigi lainnya akan turut rusak bahkan hilang, selain itu akan menurunkan kepercayaan diri orang tersebut. Estetika dan kenyamanan sangat ditekankan pada pemasangan implan gigi tersebut, maka dari itu masih terus dikembangkan implan gigi yang aman untuk kesehatan melihat implan tersebut digunakan dalam jangka waktu yang lama [1].

Berdasarkan penelitian dan uji klinis beberapa desain implan gigi telah dikembangkan dan banyak digunakan untuk memberikan terapi implan yang optimal kepada manusia. Meskipun demikian, pengembangan implan gigi terus dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan implan tersebut. Pengaplikasian dalam dunia medis membutuhkan dukungan teknologi bahan yang tinggi, dimana bahan yang tepat untuk digunakan sebagai aplikasi biomedis disebut biomaterial. Menurut Ratner dkk. biomaterial merupakan bahan sintetis yang digunakan untuk menggantikan suatu bagian dari jaringan hidup [2].

(15)

2

Logam merupakan salah satu material biomedis yang memiliki sifat mekanik seperti kekuatan, kekerasan, keuletan, ketahanan korosi, serta ketahanan retak lebih baik dibandingkan dengan material keramik maupun polimer [3]. Titanium merupakan salah satu material yang paling banyak digunakan dalam aplikasi biomedis khususnya dalam aplikasi implan, hal tersebut dikarenakan beberapa sifatnya yang unggul dibandingkan material lain. Namun, titanium murni dianggap tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan biomaterial yang membutuhkan kekuatan tinggi guna menggantikan jaringan keras [4]. Titanium yang digunakan untuk implan gigi dapat berupa titanium murni maupun paduan titanium, namun biasanya digunakan titanium yang dipadukan dengan aluminium. Lapisan yang terbentuk dalam permukaan implan titanium, berfungsi untuk menghalangi cairan fisiologis, protein, serta jaringan dalam tubuh masuk ke permukaan implan [5].

Penggunaan titanium murni dan paduan titanium untuk aplikasi gigi telah berkembang secara signifikan sejak dipublikasikan secara umum pada tahun 1977. Logam ini dapat digunakan untuk semua logam dan logam-keramik prostesis serta untuk implan ataupun kerangka gigi tiruan sebagian yang dapat dilepas. Titanium memperoleh perlindungan korosinya dari film oksida pasif yang tipis (sekitar ketebalan 10 nm), yang terbentuk secara spontan dengan oksigen disekitarnya. Titanium dianggap sebagai logam yang paling biokompatibel yang digunakan untuk restorasi gigi yang diproduksi dengan prostesis [6]. Prostesis itu sendiri merupakan alat bantuan yang menyerupai bentuk bagian tubuh yang hilang atau rusak akibat trauma, penyakit, atau kondisi prakelahiran [7].

(16)

3

Dibutuhkan paduan titanium untuk memenuhi karakteristik implan dengan sifat mekanik terbaik, maka dari itu terciptalah paduan titanium α+β yang umum

digunakan yaitu Ti-6Al-4V. Namun diketahui bahwa Ti-6Al-4V memiliki kekurangan, dimana paduan tersebut bisa terdegradasi, sehingga dapat membebaskan ion-ion logam yang berpotensi sebagai racun. Selain itu, kandungan vanadium dalam Ti-6Al-4V merupakan unsur yang bersifat toxic sehingga dapat menimbulkan berbagai masalah ketika dipasangkan pada jaringan tubuh. Untuk mengatasi masalah ini, unsur vanadium yang berperan sebagai penstabil β kemudian disubtitusi dengan niobium ataupun ferum sehingga muncul dua jenis paduan α+β baru yaitu Ti-6Al-7Nb dan Ti-5Al-2,5Fe [8].

Dalam penelitian ini digunakan material Ti-6Al-7Nb sebagai sampel uji coba untuk pembuatan implan gigi, dimana titanium dipadukan dengan aluminium dan niobium untuk mendapatkan sifat mekanik yang optimal. Paduan titanium Ti-6Al-7Nb diberikan pelakuan panas berupa temperatur solution treatment yang bervariasi yaitu 850 ºC, 970ºC, dan 1050ºC serta dilakukan aging selama 4 jam. Pada paduan tersebut belum diketahui struktur mikro, jenis fase serta sifat mekanik yang dimiliki tergantung dari proses termomekanikal yang dilakukan. Hal tersebut yang mendasari dilakukannya penelitian untuk mengetahui pengaruh temperatur solution treatment padan Ti-6Al-7Nb terhadap struktur mikro, sifat mekanik serta ketahanan kororsinya sehingga dapat diketahui temperatur solution treatment yang optimum untuk mendapatkan paduan titanium paling baik.

(17)

4 1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari penelitian Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana perubahan struktur mikro dari paduan Ti-6Al-7Nb yang tanpa diberi solution treatment dan paduan yang diberi variasi temperatur solution treatment pada 850ºC, 970ºC, dan 1050ºC dengan aging 4 jam untuk aplikasi sebagai implan gigi?

2. Bagaimana nilai kekerasan dari paduan Ti-6Al-7Nb yang diberi perlakuan berbeda tersebut?

3. Bagaimana ketahanan korosi paduan Ti-6Al-7Nb yang diberi perlakuan berbeda tersebut?

1.3 Batasan Masalah

Batasan-batasan masalah dalam penelitian Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Sampel yang digunakan yaitu paduan Ti-6Al-7Nb yang diberikan perlakuan berbeda yaitu tanpa temperatur solution treatment dan dengan variasi temperatur solution treatment 850ºC, 970ºC, dan 1050ºC.

2. Pengamatan struktur mikro yang dilakukan berupa pengujian metalografi dan karakterisasi x-ray diffraction sebagai penentuan bentuk struktur mikro, ukuran butir, serta fase-fase yang terkandung didalam paduan Ti-6Al-7Nb. 3. Pengujian kekerasan dengan metode Vickers dilakukan untuk mengetahui

(18)

5

4. Pengujian ketahanan korosi menggunakan larutan artificial saliva sebagai pengganti fungsi saliva didalam mulut.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Megetahui hubungan solution treatment terhadap perubahan struktur mikro

paduan Ti-6Al-7Nb melalui pengujian metalografi dan karakterisasi XRD dengan variasi sampel yang tidak diberikan solution treatment dan yang telah diberikan variasi temperatur solution treatment mulai dari temperatur 850 ºC, 970ºC, dan 1050ºC.

2. Mengetahui hubungan ukuran butir dengan sifat mekanik berupa nilai kekerasan paduan Ti-6Al-7Nb.

3. Mengetahui ketahanan korosi paduan Ti-6Al-7Nb menggunakan larutan artificial saliva sebagai pengganti fungsi saliva didalam mulut.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kekerasan dan ketahanan korosi dari paduan Ti-6Al-7Nb yang akan dijadikan sebagai implan gigi. Melalui penelitian ini pula diharapkan menjadi acuan untuk terus dilakukan pengembangan guna meningkatkan keberhasilan implan tersebut sehingga pengunaannya lebih aman jika digunakan dalam jangka waktu yang lama ataupun permanen.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian Tugas Akhir ini terbagi menjadi lima bab, yang secara umum diuraikan sebagai berikut:

(19)

6 BAB I PENDAHULUAN

Bab ini meliputi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Pada bab ini menjelaskan topik yang menjadi landasan teori penelitian yang meliputi titanium, karakteristik implan gigi, temperatur solution treatment dan waktu aging, centrifugal casting, serta prinsip kerja dari alat karakterisasi.

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini dijelaskan mengenai tempat dan waktu pelaksanaan penelitian, peralatan dan bahan penelitian, diagram alir penelitian dan prosedur penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hasil dan pembahasan data berdasarkan data yang telah diperoleh dari hasil pengujian seperti pengujian metalografi, uji kekerasan, uji ketahanan korosi, dan karakterisasi x-ray diffraction. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh dari semua hasil penelitian yang menjawab tujuan dilakukannya penelitian dan juga berisi saran untuk penelitian guna pengembangan penelitian selanjutnya.

(20)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Implan Gigi Biomaterial

Biomaterial merupakan bahan sintetis yang telah direkayasa untuk menggantikan fungsi jaringan hidup yang telah rusak [2]. Material yang digunakan sebagai aplikasi biomedis harus memiliki tingkat kekuatan serta ketangguhan yang optimal, biokompatibel, dan stabil secara kimiawi, karena implan tersebut akan menghadapi lingkungan yang agresif di mulut dengan pH air liur bervariasi mulai dari 5,2 hingga 7,8. Klasifikasi utama implan gigi adalah implan endosseous yang ditempatkan di dalam tulang dan implan subperiosteal yang ditempatkan di bagian atas tulang [9].

Gambar 2. 1 Implan gigi berbahan Titanum [9].

Logam merupakan salah satu biomaterial yang paling sering digunakan untuk aplikasi kesehatan khususnya sebagai implan yang berfungsi menggantikan material jaringan keras yang rusak. Logam yang paling sering digunakan adalah stainless steel, paduan cobalt-chromium, paduan titanium, dan lain-lain. Diantara logam-logam tersebut, paduan titanium telah menghadirkan ketahanan korosi yang

(21)

8

paling tinggi karena adanya lapisan oksida yang terbentuk pada permukaan titanium [10].

Proses biologi yang terlibat dalam pencapaian dan pemeliharaan implan, tergantung pada faktor-faktor biomaterial dan biokompatibilitas, desain implan (seperti panjang, diameter, bentuk dan permukaan), faktor tulang, dan proses pembedahan. Namun tidak semua bahan dapat diadikan implan, karena implan itu sendiri dianggap benda asing dalam tubuh. Tubuh menganggap semua logam yang ditanamkan sebagai logam yang tidak normal, dimana logam tersebut berkontak dengan cairan pada jaringan dan cenderung terdegradasi yang menyebabkan terjadinya korosi, dimana pertukaran proton dengan molekul biologis mengarah pada pembentukan antigen. Reaksi ini dapat menimbulkan toksik pada sel yang dapat menghambat pertumbuhan dan fungsi sel. Misalnya sel-sel fibroblas dan osteoblast menunjukan penghambatan pertumbuhan dengan sebagian besar logam selain titanium, dengan demikian titanium dianggap telah menjadi standar osseointegrasi pada implan [11]. Kekuatan dan Modulus Young dari paduan titanium adalah sifat material yang sangat penting untuk daya tahan jangka panjangnya ketika digunakan sebagai implan untuk aplikasi [12].

Titanium murni dan paduan titanium yang banyak digunakan untuk aplikasi implan memiliki Modulus Young sekitar 110 GPa, nilai tersebut lebih kecil dibandingkan dengan stainless steel 316L dan paduan cobalt-chromium yang digunakan sebagai perangkat implan ortopedik yaitu sekitar 180 GPa dan 210 GPa. Namun nilai Modulus Young yang dimiliki titanium dan paduannya tetap lebih tinggi dibanding Modulus Young tulang dan dentin yang hanya sekitar 20 hingga

(22)

9

80 GPa, untuk itu upaya terus dilakukan untuk memodifikasi paduan titanium tanpa menghilangkan sifat mekanik lainnya [13].

Titanium murni digunakan dalam dunia kesehatan, tetapi memiliki beberapa kerugian yaitu kekuatan yang rendah, sulit dalam proses pemolesan, dan daya tahan aus yang buruk, karena itu titanium murni komersial tidak cukup untuk aplikasi stress tinggi seperti untuk implan dalam jangka panjang [14]. Paduan titanium Ti-6Al-4V, mulanya dikembangkan sebagai material implan pengganti titanium murni yang kekuatannya lebih tinggi dan ketahanan korosi yang mencukupi, diketahui pula bahwa penguraian titanium secara kimia sangat rendah sehingga memiliki sifat osseointegrasi yang baik. [15]. Namun, paduan titanium Ti-6Al-4V dirasa kurang ekonomis dan toksisitas dari vanadium dipertanyakan sehingga dikembangkanlah paduan titanium Ti-6Al-7Nb yang telah dievaluasi sebagai paduan baru untuk aplikasi implan gigi. Dalam hal ini niobium (Nb) menunjukan efek yang mirip dengan vanadium (V) dalam menstabilkan fase beta dalam sistem biner yang diperlukan untuk membentuk struktur dua fase alfa-beta [16].

2.2. Klasifikasi Titanium

Titanium diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu titanium murni dan paduan titanium. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai jenis-jenis titanium:

2.2.1 Titanium Murni

Titanium (Ti) merupakan unsur kimia pada golongan 4 dan periode IVa dalam table periodik dengan nomor atom 22. Titanium termasuk kedalam logam transisi yang memiliki warna putih kelabu dan berkilau, sifatnya yang kuat seperti

(23)

10

baja tetapi lebih ringan dari pada baja (sekitar 45% lebih ringan). Titanium stabil hingga suhu 400ºC, ketahanan korosi yang tinggi, memiliki berat jenis sebesar 4,5 kg/dm3, serta titik leleh sebesar 1660ºC [17]. Titanium digunakan sebagai unsur pemurni pada baja serta sebagai bahan paduan dengan aluminium dan logam lainnya. Titanium memiliki sifat biokompatibel yang baik untuk aplikasi dibidang medis yang dijadikan implan tulang, dimana logam titanium dapat diterima oleh tubuh manusia jika dipasangkan didalam tubuh dan tidak menyebabkan inflamasi [18].

Titanium bersifat allotropy karena memiliki dua bentuk kristalografi, yaitu struktur kristal hexagonal close packed (HCP) dan body centered cubic (BCC). Pada struktur kristal Titanium murni, pada suhu kamar membentuk struktur kristal HCP yang disebut sebagai fase alfa (α) dan stabil sampai temperatur 882ºC sebelum struktur kristalnya berubah, sedangkan pada suhu 883ºC sampai batas titik lelehnya (1660ºC) berubah menjadi struktur kristal BCC yang dikenal sebagai fase beta (β) [19].

(24)

11

Pada temperatur tinggi titanium akan membentuk oksida, nitrida atau hidrida. Reaksi oksidasi diatas temperatur 593ºC akan menghasilkan lapisan oksidasi dipermukaan titanium yang bersifat kontinyu, sehingga meyebabkan titanium bersifat pasif terhadap larutan dan lingkungannya. Karakteristik ini menyebabkan ketahanan korosi dari titanium dan paduannya menjadi lebih baik [21].

2.2.2 Paduan Titanium

Karakteristik fisik dan mekanik pada titanium dapat diubah dengan menambahkan elemen paduan untuk mendapatkan paduan titanium yang berbeda. Elemen paduan dapat meningkatkan atau mengurangi suhu transformasi, dengan demikian dapat terbagi menjadi dua yaitu α-stabilisator dan β-stabilisator. Fase α

dapat distabilkan dengan menambahkan elemen sepeti aluminium (Al), Galium (Ga), oksigen (O), nitrogen (N), dan karbon (C) [22]. Elemen-elemen ini dapat menaikan suhu transformasi dan memungkinkan fase α tetap stabil bahkan pada suhu yang lebih tinggi, dengan demikian elemen tersebut dikenal dengan

α-stabilisator. Aluminium sebagai salah satu α-stabilisator berperan sebagai penstabil α yang akan meningkatkan temperatur beta transus, serta akan memberikan kekuatan yang tinggi pada temperatur yang tinggi. Suhu transformasi dapat dikurangi dan jumlah fase β dapat meningkat pula dengan menambahkan elemen-elemen seperti vanadium (V), molibdenum (Mo), niobium (Nb), besi (Fe), kromium (Cr), dan lain-lain yang dikenal sebagai β-stabilisator yang terbagi menjadi dua yaitu β-eutectoid dan β-isomorphous. Material tersebut dapat

(25)

12

dari α menjadi β disebut β transus, setiap paduan titanium memiliki β transus yang berbeda, sebagai contoh β transus untuk titanium murni yaitu 910ºC ± 15º dan untuk Ti-6Al-7Nb yaitu pada 1010ºC ± 20º [17]. Secara garis besar paduan titanium terbagi menjadi tiga kategori yaitu tipe α, tipe β, dan tipe α+β.

a. Tipe Alfa (α)

Dalam paduan tipe α, fase β berubah sepenuhnya menjadi fase α selama proses pendinginan kisaran suhu tranformasi, dan terbentuklah α tipe martensit. Struktur martensit yang terbentuk selama pendinginan cepat disebut sebagai alfa primer (α’), struktur tersebut merupakan kesetimbangan komposisi ketika paduan diberikan perlakuan pendinginan cepat dari suhu diatas beta transus, sehingga menyebabkan paduan tipe α tidak responsif terhadap perlakuan panas. Paduan α merupakan paduan titanium dengan pemadu berupa penstabil α, seperti aluminium dan timah [23]. Unsur aluminium berfungsi sebagai penstabil α, yang dapat menaikkan temperatur

beta transus dengan menstabilkan fase α. Paduan α sebagian besar memiliki struktur kristal HCP dan merupakan salah satu jenis dari paduan titanium near alpha. Sebagai elemen paduan interstisial, paduan α memiliki ketahanan korosi dan kekuatan yang baik namun keuletannya (ductility) rendah, serta tidak dapat ditingkatkan kekerasannya walaupun dengan pengerjaan panas.

b. Tipe Beta (β)

Pada tipe β memiliki stabilisator seperti kobalt, molibdenum, nikel, niobium, tembaga, paladium, tantalum, dan vanadium, menyebabkan

(26)

13

transformasi dari fase β ke fase α pada pendinginana dengan suhu yang lebih

rendah, paduan ini memiliki kekerasan dan keuletan yang baik. Penstabil β merupakan elemen β-isomorph atau β-eutectoid yang bekerja dengan menurunkan suhu transisi. Elemen β-isomorph dapat larut sempurna dalam titanium-β diantaranya ialah niobium, molibdenum, dan vanadium. Sedangkan, elemen β-eutectoid memiliki kelarutan yang terbatas dalam titanium-β seperti silikon atau tembaga dapat meningkatkan sifat mekanik. Paduan yang mengandung penstabil-β yang didinginkan secara cepat (quenching) dapat membentuk fase α martensit dari fase β [24].

c. Tipe Alfa-Beta (α+β)

Paduan titanium α+β merupakan paduan bifasik dimana partikel α menjadi endapan dalam fase β. Aluminium biasanya ditambahkan ke titanium sebagai penstabil α yang akan meningkatkan kekuatan dan ketangguhan

titanium [14]. Paduan α+β bersifat metastabil dan mengandung beberapa kombinasi stabilisator α dan β. Sifat paduan tipe ini dapat dikontrol melalui

perlakuan panas yang digunakan untuk menyesuaikan jumlah dan tipe β yang ditambahkan. Penstabil α berfungsi sebagai penguat matriks paduan, sedangkan penstabil β akan mempermudah pembentukan paduan. Sifatnya

yang seimbang dan ketahanan korosinya yang tinggi membuat paduan ini paling sering digunakan dalam dunia kesehatan khususnya dalam pembuatan implan [23] . Proses pendinginan paduan titanium tipe α+β menghasilkan martensit alfa (α’), beberapa fase β akan dipertahankan dalam

(27)

14

mendekati suhu kritis. Paduan titanium tipe ini dapat ditingkatkan sifat mekaniknya ketika dilakukan perlakuan panas seperti solution treatment dan diikuti dengan aging.

Secara umum, paduan titanium tipe α lebih kuat tetapi kurang ulet dibandingkan dengan tipe β. Sedangkan paduan titanium tipe α+β memiliki sifat

mekanik yang berada diantar tipe α maupun tipe β [12]. Titanium memiliki ketahanan korosi yang sangat baik, ringan dan kuat sehingga sangat menjanjikan apabila diaplikasikan dalam kedokteran gigi. Namun penerapannya membutuhkan sistem pengecoran yang tepat, karena titik leleh kereaktivitasan oksidasi yang tinggi sehingga menimbulkan tantangan yang lebih.

Tabel 2. 1 Jenis-jenis paduan Titanium [20].

α and near α α + β β and near β

Commercial pure Ti Ti-5Al-2.5Fe Ti-3Al-8V-6Cr-4Mo-4Zr Ti-5Al-2.5Sn Ti-Al-2Mo-2Fe Ti-4.5Al-3V-2Mo-2Fe Ti-5Al-6Sn-2Zr-1mo Ti-5Al-3Mo-4Zr Ti-5Al-2Sn-2Zr-4Mo-4Cr Ti-6Al-2Sn-4Zr-2Mo Ti-5Al-2.5Fe Ti-6Al-6Fe-3Al

Ti-8Al-1Mo-1V Ti-6Al-7Nb Ti-10V-2Fe-3Al

Ti-6Al-4V Ti–13V–11Cr–3Al Ti-6Al-6V-2sn Ti–15V–3Cr–3Al–3Sn Ti-6Al-2Sn-4Zr-6Mo Ti–35V–15Cr Ti–8Mo–8V–2Fe–3Sn Ti–11.5Mo–6Zr–4.5Sn Ti–30Mo, Ti–40Mo Ti–13Nb–13Zr Ti–25Pd–5Cr Ti–20Cr–0.2Sn

Proses pengecoran untuk implan pada material titanium maupun paduan titanium memiliki tiga jenis mesin yaitu pengecoran dengan tekanan vakum satu ruang, pengecoran dengan tekanan vakum dua ruang ataupun pengecoran sentrifugal. Mesin pengecoran sentrifugal memiliki castability terbaik

(28)

15

dibandingkan kedua mesin lainnya yang meninggalkan impuritas paling sedikit ketika proses pengecoran [14].

2.3. PaduanTitanium Ti-6Al-7Nb

Paduan Ti-6Al-7Nb merupakan paduan titanium tipe α+β yang banyak digunakan dalam pengobatan sendi panggul buatan, fixator tulang belakang hingga implan gigi [25]. Paduan tersebut telah dikembangkan sebagai pengganti untuk paduan Ti-6Al-4V, karena vanadium yang terkandung dalam paduan Ti-6Al-4V menunjukan toksisitas yang kuat. Paduan Ti-6Al-7Nb yang telah dibuat dengan mengganti V dengan Nb di konsentrasi atom yang sama yang berperan sebagai penstabil β [26]. Sama halnya dengan titanium murni, paduan Ti-6Al-7Nb memiliki dua fase yaitu membentuk fase α heksagonal (distabilkan dengan aluminium) dan membentuk fase β kubik (distabilkan dengan niobium) [27]. Aluminimun pada

paduan Ti-6Al-7Nb berperan sebagai penstabil α yang penting dalam membentuk konstituen dari sebagian besar paduan titanium, elemen aluminium biasanya dibatasi hingga 7% untuk menghindari pengendapan fase Ti3Al yang akan

mengarah ke ambrittlement tinggi [22]. Berikut ini merupakan komposisi kimia dari bahan baku paduan Ti-6Al-7Nb.

Tabel 2. 2 Komposisi kimia dari bahan baku (As-received) paduan Ti-6Al-7Nb[28].

Element C N O Al Nb Ta Fe H V Ti

Weight

(29)

16

Paduan Ti-6Al-7Nb menunjukan kepasifan yang lebih tinggi dibandingkan dengan paduan Ti-6Al-4V dalam larutan fisiologis yang disimulasikan, menurut Metikos dkk, ketahanan korosi Ti-6Al-7Nb meningkat karena penggabungan kation Nb ke dalam matriks TiO2 [29]. Suhu transformasi α menjadi β pada paduan

Ti-6Al-7Nb ialah antara 1010ºC hingga 1020ºC, dan untuk meningkatkan sifat mekanik diperlukan pengerjaan panas pada suhu dibawah β transus.

Gambar 2. 3 Diagram fase paduan titanium [30].

Diagram fase pada Gambar 2.3 menunjukan bahwa Ti-6Al-7Nb yang memiliki β transus sekitar 1010ºC (1283K) termasuk kedalam paduan titanium tipe α+β, dimana dapat membentuk dua jenis struktur kristal yaitu HCP (heksagonal)

dan BCC (kubik). T em p er ature ( K ) Persen Massa Nb 7

(30)

17 2.4. Perlakuan Panas

Paduan titanium yang umumnya digunakan sebagai material implan ialah paduan titanium tipe α+β seperti Ti-6Al-4V, Ti-6Al-6Nb, ataupun Ti-6Al-7Nb.

Akan tetapi paduan tersebut masih memiliki nilai modulus elastisitas yang tinggi sekitar 110 Gpa, sehingga perlu dilakukan perawatan panas (solution treatment) yang dapat menurunkan modulus elastisitasnya. Kandungan niobium sebagai elemen penstabil fase β yang dapat menurukan modulus elastisitas. [31]. Menurut

penelitian yang dilakukan oleh Wang dkk, proses solution treatment yang diberikan pada paduan Ti-5Al-2Fe-3Mo yang merupakan paduan tipe α+β yaitu dengan memanaskan pada suhu β transus dengan pendinginan cepat akan meningkatkan fraksi fase β yang dapat menurunkan modulus elastisitas [32]. Titanium dan

paduannya perlu dilakukan perlakukan panas seperti age hardening, annealing, ataupun stress relieving yang berguna untuk meningkatkan kekuatan material, keuletan yang optimal, struktur yang stabil, serta mengurangi tegangan sisa yang terjadi ketika proses fabrikasi [33]. Namun, perlakuan panas yang umum digunakan untuk paduan titanium α+β ialah age hardening dan annealing yang akan secara signifikan meningkatkan kekuatan mekanik paduan. Proses age hardening yang dilakukan terbagi menjadi dua yaitu temperatur solution treatment dan aging.

Solution treatment pada paduan titanium umumnya melibatkan pemanasan pada suhu sedikit diatas atau sedikit dibawah suhu β transus, tergantung pada jenis paduannya. Pemilihan suhu solution treatment paduan tipe α -beta didasarkan pada kombinasi sifat mekanik yang diinginkan setelah dilakukan aging, Untuk mendapatkan kekuatan yang tinggi dengan keuletan yang memadai, solution

(31)

18

treatment dilakukan pada suhu 25ºC-85ºC dibawah suhu β transusnya. Jika dilakukan diatas β transusnya, maka sifat tarik paduan α+β (terutama keuletannya)

berkurang dan tidak dapat sepenuhnya dipulihkan dengan perlakuan termal lainnya [34].

Quenching atau pendinginan secara cepat yang dilakukan pada paduan setelah mengalami perlakuan panas (solution treatment). Jenis media pendinginan yang digunakan tergantung pada tingkat pendinginan yang diperlukan, dimana dalam paduan tipe α+β yang distabilkan beta lemah, pedinginan cukup menggunakan air, media pendinginan yang paling sering digunakan ialah air, oli, dan gas. Quenching hanya akan memperjelas struktur lamelar, tetapi struktur butirnya masih relative kasar [33], [34].

Langkah akhir yang dilakukan dalam perlakuan panas (heat treatment) paduan titanium untuk meningkatkan nilai kekuatannya ialah aging. Aging biasanya dilakukan dalam kisaran suhu 480ºC-600ºC. Namun proses aging harus disesuaikan dengan paduan titanium tersebut, apabila paduan mengalami over aging, kekuatan paduan akan meningkat ke nilai maksimum, lalu secara bertahap menurun. Menurut Ajeel dkk. setelah satu jam, specimen didinginkan pada berbagai tingkat, pendinginan air, pendinginan udara dan pendinginan lambat pada tungku. Semua perlakuan panas dilakukan dalam suasana argon inert, specimen yang didinginkan dengan air maupun dengan udara, dilakukan penuaan (aging) di tungku udara terbuka pada suhu 550ºC selama 4 jam [35]. Sedangkan, menurut penelitian yang dilakukan Damisih dkk. paduan Ti-6Al-4V dilakukan temperatur solution treatment selama 30 menit, setelah dilakukan solution treatment sampel di

(32)

19

quenching dengan air sebagai media pendinginnya dan kemudian dilakukan aging pada suhu 500ºC selama 4 jam [36]. Berikut ini merupakan proses heat treatment pada sampel paduan titanium Ti-6Al-4V.

Gambar 2. 4 Skema proses perlakuan panas (heat treatment) untuk paduan Ti-6Al-4V [36]. Annealing yang merupakan bagian dari perlakuan panas umumnya juga dilakukan untuk paduan tipe α dan tipe α+β dalam kisaran 650ºC-790ºC. perlakuan

panas ini harus sepenuhnya menghasilkan bagian yang bebas dari tegangan. Annealing pada titanium dan paduan titanium berfungsi terutama untuk meningkatkan ketangguhan patahan, keuletan material pada suhu ruang, stabilitas dimensi dan termal, serta ketahanan mulur. Umumnya annealing terbagi menjadi empat, yaitu mill annealing, duplex annealing, recrystallization annealing, dan beta annealing[37].

2.5. Struktur Mikro

Struktur mikro dari paduan titanium sangat dipengaruhi oleh pemrosesan dan perlakuan panas. Menurut Sutowo dkk, temperatur solution treatment mempengaruhi struktur mikro suatu material, dimana semakin tinggi temperatur solution treatment maka membuat butiran α primer semakin besar [30]. Hal tersebut

(33)

20

juga diperkuat dengan penelitian Cheng-li dkk, yang menunjukan bahwa solution treatment mengontrol stabilitas dari matriks dan ukuran butir, dengan meningkatnya temperatur solution treatment, maka daktilitas akan meningkat tetapi kekuatannya berkurang [5]. Struktur mikro suatu paduan dapat diubah dari equaxial melalui struktur mikro bi-modal menjadi struktur mikro fully lamellar. Untuk pengaplikasian implan diharapkan struktur yang terbentuk ialah fully lamellar, hal tersebut dikarenakan struktur fully lamellar memberikan sifat mekanik yang baik seperti resistensi perambatan retak, resisten kelelahan yang tinggi serta ketangguhan patah yang tinggi [38].

Struktur membentuk fully lamellar α ketika diberikan perlakuan panas dibawah beta transus dan struktur beta pun berkembang [39] . Paduan titanium dengan kekuatan tinggi untuk aplikasi struktural, pada umumnya menggunakan paduan titanium dua fase (tipe α+β), dimana terdapat dua jenis struktur mikro yang

paling penting yaitu bi-modal microstructure dan fully lamellar microstructure [40]. Struktur mikro bi-modal yang terbentuk membuat material memiliki kekuatan luluh, kekuatan tarik, kekuatan tarik, daktilitas, serta ketahanan lelah yang baik. Sedangkan struktur mikro fully lamellar dikarakterisasi agar memiliki ketahanan retak dan ketangguhan yang baik. Untuk mendapatkan sifat mekanik yang lebih spesifik, perlu diperhatikan parameter seperti ukuran butir fase β, ukuran koloni lamellar α, serta ketebalan lamellar alfa [41] .

Secara umum, struktur α terbagi menjadi dua yaitu α primer yang terbentuk ketika proses pengerjaan panas dan α sekunder yang terbentuk dari transformasi β ketika pendinginan diatas beta transus. Ketika laju pendinginan meningkat, α

(34)

21

lamellar menjadi lebih halus. Struktur fully lamellar α saat diberi perlakuan panas dibawah β transus dan struktur β berkembang dengan beberapa residu α, sedangkan apabila dipanaskan kemudian didinginkan strukturnya sepenuhnya menjadi β [39].

Gambar 2. 5 Struktur mikro Ti-6Al-7Nb yang diberi perlakuan panas [42], [43].

Menurut Cahya Sutowo, struktur mikro pada paduan titanium α+β akan membentuk dua gradasi warna, warna yang lebih terang (putih) merupakan butir α, sedangkan bagian warna yang lebih gelap (hitam) merupakan butir β. Bagian berwarna putih berbentuk seperti jarum yang pipih merupakan butir α sekunder[30]. Karakterisasi struktur mikro suatu material dapat dilakukan dengan menggunakan mikroskop optik, mikroskop elektron maupun difraksi sinar-x. Bentuk struktur mikro permukaan sampel dapat diketahui dengan pengujian metalografi yang dapat diamati dengan menggunakan mikroskop optik, sebelum dilakukan pengujian sampel dipreparasi agar sesuai dengan standar material uji. Beberapa langkah yang dilakukan dalam preparasi diantaranya pemotongan menggunakan abrasive cutting, pembingkaian atau mounting, pengamplasan atau grinding, pemolesan atau polishing, serta pengetsaan atau etching [44]. Larutan yang digunakan untuk pengetsaan disesuaikan dengan jenis material ujinya, untuk paduan titanium dapat

(35)

22

menggunakan larutan etsa Dix Keller Reagen. Larutan tersebut dapat mengikis permukaan material sehingga dapat terlihat struktur mikro seperti batas butir yang terlihat ketika dilakukan pengujian metalografi menggunakan mikroskop optik.

Tabel 2. 3 Komposisi larutan Dix Keller Reagent [44]. Komposisi bahan (gram) Konsentrasi (ml)

Aquades 95

HNO3 2,5

HCl 1,5

HF 1,0

Selain mikroskop optik, dapat pula dilakukan karakterisasi x-ray diffraction untuk mengetahui struktur fase yang terbentuk dari paduan titanium tersebut. Pada paduan titanium, fase α atau α’ dan fase β akan meningkat setelah diberikan

perlakuan panas (solution treatment). Peningkatan pada fase β terjadi karena proses pemanasan diatas suhu β transus dalam wilayah fase β, sehingga fase α menurun dan fase β akan meningkat [45].

(36)

23

Gambar 2.6 menunjukan pola XRD sebelum dan sesudah dilakukan solution heat treatment, ditemukan adanya pergeseran puncak dalam setiap proses. Pergeseran ini terjadi karena unsur interstitial dan subtitusi pada struktur kristal yang mengubah parameter kisi pada kristal. Pada penelitian yang dilakukan oleh Alfirano dkk, intensitas fase α tertinggi pada suhu 850ºC karena suhu pemanasan masih di bawah β transus, sehingga fase α belum melewati transformasi alotropik ke fase β [45].

Menurut Manjumdar dkk. dalam studinya mengatakan bahwa fase β pada titanium dapat menurunkan modulus elastisitas sehingga nilai kekerasannya pun akan menurun yang disajikan dalam grafik dibawah ini [46].

Gambar 2. 7 Grafik hubungan antara intensitas fase dan modulus elastisitas dengan perlakuan

panas paduan Ti-6Al-6Mo [45].

Intensitas fase α berkurang dengan naiknya suhu solution heat treatment, dengan semakin tinggi suhu solution heat treatment maka semakin banyak fase α yang bertransformasi menjadi fase β saat pemanasan. Ketika fase α berkurang,

(37)

24 2.6. Sifat Mekanik

Sifat mekanik dari suatu material merupakan kriteria penting yang harus diperhatikan untuk mendapatkan material yang sesuai dengan kegunaan material itu sendiri. Struktur mikro dari paduan menjadi salah satu faktor yang dapat mengendalikan sifat mekaniknya seperti kekuatan, kelelahan, kekerasan, ketangguhan, dan lain-lain. Sifat-sifat tersebut dapat didapatkan dengan pemvariasian proses perlakuan panas ataupun perawatan termo mekanis dan dapat diketahui dengan beberapa pengujian yang dilakukan seperti uji kekerasan, uji tarik, uji korosi, dan lain-lain [47].

Sifat mekanik dasar suatu material adalah kekerasannya. Tes kekerasan adalah tes penting dan banyak digunakan untuk tujuan mengevaluasi dengan cepat sifat mekanik dari logam monolitik, padanan paduannya, dan bahkan bahan komposit berdasarkan matriks logam. Proses tes kekerasan lebih mudah dibandingkan tes-tes lainnya dan dikategorikan sebagai tes yang tidak merusak material. Uji kekerasan terbagi menjadi tiga jenis yaitu Vickers, Brinell, dan Rockwell, yang pemilihannya disesuaikan dengan karakter material uji. Paada umumnya untuk material paduan titanium digunakan pengujian kekerasan Vickers[41].

Nilai kekerasan berkaitan dengan struktur mikro suatu material, dimana pada paduan titanium α+β, kekerasan fase α lebih tinggi dibanding fase β. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa fase α memiliki kekerasan tertinggi dibandingkan dengan kekerasan pada fase lain. Aspek penting yang berkontribusi dengan peningkatan kekerasan adalah metode pendinginan. Metode pendinginan

(38)

25

memungkinkan pembentukan struktur yang teratur dan kekuatan serta kekerasan yang lebih tinggi pada suhu kamar, tetapi dengan daktilitas (keuletan) yang lebih rendah. Beberapa variable seperti fase paduan (α, β, dan α+β). Suhu perawatan ataupun metode pendinginan dibidang fase α+β atau β dapat menentukan sifat mekanik dari paduan titanium [48]. Ukuran butir yang kecil atau halus akan memiliki grain boundaries (batas butir) yang banyak pula, batas butir dapat menghambat difusi atom dan gerak dislokasi sehingga deformasi material akan sulit terjadi, dengan kata lain semakin kecil atau banyak batas butir maka material tersebut akan semakin kuat [49]. Paduan titanium umumnya menunjukan kekerasan yang jauh lebih tinggi dibanding dengan paduan aluminium, mendekati kekerasan paduan baja yang dipanaskan. Ketika dipadukan dan diberi perlakuan panas, titanium dapat mencapai kekerasan di kisaran 250 hingga 500 HVN [33]. Berikut ini merupakan perbandingan nilai kekerasan pada titanium dan paduan titanium yang dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2. 4 Nilai Kekerasan Titanium [33].

Jenis Titanium Nilai kekerasan (HVN)

Titanium Murni 90

CP Ti 160

Paduan Ti-6Al-4V 320

2.7. KetahananKorosi

Korosi merupakan salah satu hal yang mempengaruhi sifat mekanik suatu material haruslah diperhatikan dalam pemilihan material implan yang sesuai dilahat dari tempat implan tersebut diletakan. Korosi dapat diartikan dengan terlepasnya ion dari paduan karena kecenderungan unsur-unsurnya untuk kembali pada bentuk

(39)

26

aslinya. Jika bereaksi dengan air, titanium akan membentuk titanium oksida dan hydrogen. Perubahan-perubahan seperti temperatur dan pH, gesekan pada implan dengan sesuatu yang ada didalam rongga mulut, serta saliva yang menjadi lingkungan elektrolit didalam mulut juga dapat mempengaruhi kecepatan pelepasan elemen logam [50].

Telah diketahui bahwa titanium merupakan material yang tahan terhadap korosi bahkan diseluruh cairan dan jaringan dalam tubuh. Ketahanan korosi yang tinggi tersebut dikarenakan pada titanium dan paduannya terjadi pembentukan lapisan oksida (TiO2) yang stabil secara termodinamik pada permukaannya.

Lapisan oksida bertindak sebagai film pasif secara elektrokimia dan menghambat ion negatif masuk ke matriks paduan [8], [51].

Paduan Ti-6Al-4V dengan struktur α+β merupakan paduan pertama yang terdaftar sebagai bahan implan dalam standar ASTM F13684 yang cukup diminati karena kekuatan kelelahan dan biokompatibilitasnya [52]. Namun setelah dilakukan studi rinci yang menunjukan bahwa paduan Ti-6Al-4V memiliki efek buruk yaitu toksisitas dan beberapa penyakit seperti Alzheimer karena pelepasan aluminium dan ion vanadium dari paduan tersebut. Dalam paduan Ti-6Al-4V, vanadium pada lapisan oksida yang bertindak sebagai film pasif akan larut serta vanadium yang digunakan untuk menstabilkan fase β akan menghasilkan oksida yang berbahaya

bagi tubuh mannusia. Toksisitas vanadium telah mendorong pencarian bahan untuk menggantikan paduan Ti-6Al-4V. paduan Ti yang dimodifikasi mengandung Nb, Zr, Ta, Sn, Pd dengan berbagai persentase. Contoh paduan titanium yang dikembangkan ini ialah Ti-6Al-7Nb, penambahan elemen paduan Nb

(40)

27

meningkatkan film pasif yang stabil di lingkungan tubuh sehingga mengarah pada ketahanan korosi yang tinggi [9].

Material implan di dalam mulut yang terpengaruh kekuatan kimia, biologi, mekanik, termal, dan listrik, secara substansial akan mengurangi daya tahan dengan efek negatif pada karakteristik fungsional dan estetika dari implan. Dengan terpapar reaksi kimia atau elektrokimia daerah sekitarnya, lapisan luar dan dalam dari permukaan logam menjadi rusak. Elektrolit diperlukan untuk reaksi elektrokimia. Air liur memiliki peran elektrolit dalam mulut. Air liur adalah media korosif yang kuat, ketika faktor pH menurun dan konsentrasi klorida meningkat, sehingga peningkatan potensi korosi saliva terjadi [53]. Pengujian laju korosi pada implan gigi dapat dilakukan dengan menggunakan larutan elektrolit yang ada disekitar tempat pemasangan implan. Saliva buatan atau larutan artificial saliva berperan sebagai larutan penyangga atau sebagai pengganti fungsi saliva yang ada didalam rongga mulut yang memiliki pH sebesar 6,7 dengan komposisi campuran pada tabel berikut ini [50], [54].

Tabel 2. 5 Komposisi larutan Artificial Saliva [54].

Komposisi bahan Konsentrasi

NaHCO3 4,9 gr Na2HPO4 • 7H2O 4,0 gr KCl 0,285 gr NaCl 0,235 gr MgSO4 • 7H2O 0,06 gr CaCl2 0,02 gr Aquades 500 ml

Material yang dipilih untuk aplikasi prostetik harus bersifat pasif sehingga memiliki laju korosi yang lebih rendah dibandingkan dengan logam lain yang lebih

(41)

28

reaktif seperti seng, magnesium, ataupun vanadium yang akan mengalami korosi aktif bahkan dalam pH yang relatif netral [13].

Salah satu metode penilaian korosi pada paduan titanium yang lebih informatif ialah pengukuran impedansi menggunakan metode electrochemical impedance spectroscopy (EIS) dengan polarisasi Tafel [52], [55]. Polarisasi tersebut menghasilkan sebuah plot Tafel yang digunakan untuk mengidentifikasi tingkat kerentanan korosi dengan memplot hubungan antara potensial listrik dan kerapatan arus. Sedangkan EIS digunakan untuk menemukan impedansi elektrokimia dari paduan titanium [56]. Berikut ini merupakan contoh grafik polarisasi Tafel paduan Ti-Nb-Zr yang merupakan paduuan titanium tipe α+β menggunakan larutan artificial saliva dan SBF (Simulated Body Fluid).

Gambar 2. 8 Kurva Tafel uji korosi paduan Ti-Nb-Zr menggunakan larutan artificial saliva dan

SBF (Simulated Body Fluid) [57].

Sumbu vertical adalah potensial listrik dan sumbu horizontal adalah logaritma arus absolut, sedangkan garis lengkung merupakan arus total antara jumlah arus anodik dan katodik. Titik tajam dalam kurva merupakan titik dimana arus membalikan polaritas ketika reaksi berubah dari anodik menjadi katodik atau

(42)

29

sebaliknya. Selanjutnya kurva polarisasi katodik dan kurva polarisasi anodik diekstrapolasi dan titik perpotongannya menampilkan nilai Ecorr dan icorr. Nilai Ecorr merupakan potensial sirkuit terbuka dari logam dalam lingkungan cairan dan nilai icorr yang mempengaruhi laju korosi. Nilai arus korosi dapat diperoleh dari pegukuran sel galvanic dan polarisasi, termasuk ekstrapolasi Tafel atau pengukuran resistansi polarisasi. Diasumsikan bahwa arus didistribusikan secara seragam melintasi area yang digunakan dalam perhitungan ini. Perhitungan ini dapat dinyatakan sebagai berikut [58].

𝑖𝑐𝑜𝑟𝑟 =𝐼𝑐𝑜𝑟𝑟

𝐴 ,

(2.1)

dimana:

𝑖𝑐𝑜𝑟𝑟 = kerapatan arus korosi (µA/cm2) 𝐼𝑐𝑜𝑟𝑟 = total arus anodic (µA)

𝐴 = luas area specimen (cm2)

Sedangkan, laju korosi dapat dihitung berdasarkan hukum Faraday yang dapat dinyatakan sebagai berikut.

𝐶𝑅 = 𝐾𝑖𝑐𝑜𝑟𝑟

𝜌 𝐸𝑊,

(2.2)

dimana:

𝐶𝑅 = laju korosi (mm/yr) ketika 𝑖𝑐𝑜𝑟𝑟 (µA/cm2) 𝐾 = konstanta 0,1288 (mpy. g/µA.cm.)

𝜌 = massa jenis (g/cm3) 𝐸𝑊 = berat ekivalen

(43)

30

Berikut ini merupakan tabel nilai konstanta dalam perhitungan laju korosi yang menggunakan hukum Faraday.

Tabel 2. 6 Nilai konstanta dalam Hukum Faraday [58]. Penetration

Rate Unit (CR)

Icor Unit ρ Unit K1 Units of K1

mpy µA/cm2 g/cm3 0.1288 mpy g/µA cm

mm/yrB A/m2B kg/m3B 327.2 mm kg/A m y

(44)

31

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitan “Analisis Sifat Mekanik dan Metalografi Paduan Ti-6Al-7Nb untuk Aplikasi Implan Gigi” dilakukan pada Februari 2019 hingga Agustus 2019

bertempat di Pusat Teknologi Material (PTM), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan serta karakterisasi dilakukan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.2. Alat dan Bahan Penelitian

Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah abrasive cutting Metkon Micracut 152, mesin grinding dan polishing Struers Tegramin-25, botol ukur, pipet, timbangan analitik Ohaus Pioneer, pH Meter Lutron 222, magnetic stirrer, hairdryer, hot plate, lemari asam, gelas breaker, spatula, termometer, kabel, selotip, double tape, kertas amplas SiC dengan grid 100 mesh, 240 mesh, 320 mesh, 500 mesh, 600 mesh, 800 mesh, 1000 mesh, 1200 mesh, hardness Vickers test Struers DuraScan 20, mikroskop optik Hirox KH-8700 3D, Shimadzu X-ray Diffractometer 7000, (Electrochemical Impedance Spectroscopy) test Zahner Zennium.

Selain peralatan diatas, ada pula bahan yang digunakan untuk menunjang penelitian ini diantaranya adalah sampel Ti-6Al-7Nb dimana terdapat empat jenis sampel uji Ti-6Al-7Nb yaitu sampel tanpa diberi solution treatment (As-cast) dan

(45)

32

sampel yang diberi variasi temperatur solution treatment berbeda-beda yaitu 850ºC, 970ºC, 1050ºC, larutan etsa Dix Keller Reagent, larutan Artificial Saliva.

3.3 Diagram Alir penelitian

Pada penelitian ini meliputi beberapa tahapan, yaitu persipan sampel uji yang telah dipreparasi, karakterisasi sampel, dan analisis data. Berikut ini merupakan tahapan penelitian yang diuraikan kedalam diagram alir.

Gambar 3. 1 Diagram alir penelitian [dokumen pribadi].

Kesimpulan Pembahasan

Mulai

Paduan Ti-6Al-7Nb hasil pengecoran yang telah dilakukan proses solution treatment pada temperatur 850 ºC, 970ºC, dan 1050ºC

Pengamatan struktur mikro Pengujian metalografi Karakterisasi XRD Analisis data Selesai Pengujian Sifat mekanik Pengujian ketahanan korosi

(46)

33 3.4 Variabel Penelitian

Variabel pada penelitian ini yaitu menggunakan variasi perlakuan panas (temperatur solution treatment) yang dilakukan pada empat sampel yang berbeda yaitu sampel Ti-6Al-7Nb sampel tanpa diberi solution treatment (As-cast) dan sampel yang diberi variasi temperatur solution treatment berbeda-beda mulai dari 850ºC, 970ºC, dan 1050ºC. Pada penelitian ini mengetahui struktur mikro melalui pengujiaan metalografi dengan menggunakan mikroskop optik serta karakterisasi fase material menggunakan x-ray diffraction, mengetahui sifat mekanik material melalui pengujian kekerasan dengan menggunakan hardness Vickers test serta ketahanan korosi menggunakan EIS (Electrochemical Impedance Spectroscopy) test.

3.5 Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi persiapan sampel uji yang telah dipreparasi, pengujian metalografi, karakterisasi fase, pengujian kekerasan serta pengujian ketahanan korosi. Sebelum dilakukan pengujian, paduan Ti-6Al-7Nb yang telah di casting atau dicor diberikan heat treatment berupa solution treatment pada suhu 850ºC, 970ºC, dan 1050ºC, kemudian sampel ditahan selama satu jam, setelah itu diakukan proses quenching didalam gas argon hingga temperatur ruangan dan kembali dipanaskan hingga temperatur 550ºC, proses heat treatment akhir yang diberikan berupa aging pada pada waktu 4 jam, barulah sampel siap dilakukan penelitian.

(47)

34

Setelah sampel telah dipreparasi, selanjutnya dilakukan persiapan sampel uji untuk mempermudah proses pengamatan struktur mikronya. Persiapan sampel uji dimulai dengan mempersiapkan sampel uji yang akan digunakan yaitu Ti-6Al-7Nb yang terbagi menjadi 4 variasi antara lain paduan Ti-6Al-7Nb sampel tanpa diberi solution treatment (As-cast) dan sampel yang diberi variasi temperatur solution treatment berbeda-beda yaitu 850ºC, 970ºC, 1050ºC.

Gambar 3. 2 Sampel Ti-6Al-7Nb yang digunakan dalam penelitian: a) As-cast b) ST 850ºC, c) ST

970ºC, d) ST 1050ºC [dokumen pribadi].

Selanjutnya, sampel dipotong menggunakan abrasive cutting kurang lebih sebesar 1 cm, dalam pemotongan sampel harus benar-benar diperhatikan tekanan dan aliran air pada mesin abrasive cutting, sehingga tidak membuat sampel tersebut memanas yang dapat menyebabkan perubahan struktur mikro dari sampel tersebut.

Gambar 3. 3 Alat abrasive cutting [dokumen pribadi].

(48)

35

Setelah sampel dipotong sesuai dengan standar yang diinginkan, kemudian sampel di mounting (dibingkai) menggunakan castable resins. Dalam proses mounting, jumlah perbandingan antara resin dan hardener harus benar-benar diperhatikan, jika konsentrasi hardener lebih besar maka hasil mounting akan lunak dan sulit mengering, untuk penelitian ini perbandingan konsentrasi resin dan hardener yaitu 15:2 dengan proses pengeringan selama dua hari.

Gambar 3. 4 Proses mounting: a) EpoFix resin dan EpoFix Hardener, b) Sebelum mounting

mengering, c) Hasil mounting [dokumen pribadi].

Setelah hasil mounting mengering, tahap preparasi sampel selanjutnya adalah grinding dan polishing secara manual menggunakan alat putar Struers Tegramin-25. Proses grinding dilakukan secara manual menggunakan kertas amplas SiC dengan grid 100 mesh, 240 mesh, 320 mesh, 500 mesh, dan 600 mesh yang dipasangkan ke alat putar.

a

b

(49)

36

Gambar 3. 5 Proses grinding dan polishing: a) Struers Tegramin-25 alat untuk grinding dan polishing, b) Proses grinding dan polishing menggunakan kertas amplas SiC [dokumen pribadi].

Titanium merupakan material yang sangat keras, maka untuk pengamplasannya dilakukan selama kurang lebih 5 menit pada setiap gridnya. Hasil grinding akan terlihat garis-garis tidak teratur pada sampel, untuk menghilangkan garis-garis tersebut harus dilakukan polishing (pemolesan). Pemolesan dilakukan secara manual pula menggunakan amplas SiC dengan grid 800 mesh, 1000 mesh, 1200 mesh selama kurang lebih 3 menit setiap gridnya. Proses pemolesan dilakukan secara berulang hingga permukaan sampel sangat halus dan mengkilap seperti cermin. Setelah permukaan sampel telah mengkilap barulah dapat dilakukan proses terakhir preparasi sampel yaitu pengetsaan. Pengetsaan ini bertujuan untuk memperjelas struktur permukaan sampel yang akan diuji metalografi. Pengetsaan dilakukan dengan memberikan larutan khusus pada permukaan sampel, untuk titanium digunakan larutan etsa Dix Keller Reagent. Diperlukan beberapa bahan untuk membuat larutan etsa antara lain 95 ml aquades, 2,5 ml HNO3, 1,5 ml HCl, 1

ml HF.

(50)

37

Seluruh larutan diukur menggunakan botol ukur, kemudian di homogenisasikan ke dalam gelas breaker diatas hot plate menggunkan magnetic stirrer. Waktu pengetsaan juga harus benar-benar diperhatikan agar hasil struktur mikro sesuai yang diharapkan, dalam penelitian ini pengetsaan dilakukan selama 10 detik, untuk menghindari kegosongan pada permukaan sampel. Pastikan seluruh permukaan sampel terlapisi oleh larutan etsa dan sampel harus segera dicuci dengan air mengalir, kemudian sampel dikeringkan menggunakan hairdryer. Setelah dietsa, permukaan sampel berubah, yang pada mulanya permukaan sampel mengkilap seperti cermin setelah dietsa berubah menjadi kasar, bertekstur, dan keruh. Hal tersebut karena larutan Dix Keller Reagent bersifat asam kuat yang dapat mengikis permukaan sampel. Permukaan sampel yang telah dietsa tidak boleh tersentuh ataupun terkena kotoran agar tidak mempengaruhi hasil gambar ketika proses pengujian metalografi.

Gambar 3. 6 Hasil pengetsaan: a) Permukaan sampel seperti cermin setelah di grinding dan polishing, b) Permukaan sampel keruh dan bertekstur setelah dietsa [dokumen pribadi].

Pengetsaan merupakan langkah akhir dari proses preparasi sapel, setelah dilakukan pengetsaan barulah sampe dapat dikarakterisasi. Dalam penelitian ini, Pengujian pertama kali yang dilakukan adalah pengujian metalografi karena

(51)

38

pengujian ini merupakan non-destructive test, dimana tidak akan mempengaruhi dan merusak sampel. Setelah pengujian metalografi, barulah dilakukan pengujian-pengujian lain seperti pengujian-pengujian kekerasan, uji x-ray diffraction (XRD), dan uji ketahanan korosi. Pada pengujian korosi digunakan larutan artificial saliva atau saliva buatan sebagai larutan penyangga atau pengganti fungsi saliva. Pengunaan larutan tersebut dikarenakan pengaplikasian material penelitian ini yaitu sebagai implan pada gigi yang secara langsung bersentuhan dengan saliva manusia, dengan komposisi antara lain 4,9 gr NaHCO3, 4,0 gr Na2HPO4• 7H2O, 0,285 gr KCl, 0,235

gr NaCl, 0,06 gr MgSO4 • 7H2O, 0,02 gr CaCl2, yang dilarutkan kedalam 500 ml

aquades.

Gambar 3. 7 Proses pembuatan larutan artificial saliva: a) Penimbangan bahan, b) Proses

pencampuran seluruh bahan, c) Larutan artificial saliva yang telah dibuat [dokumen pribadi]. 3.6 Karakterisasi Sampel

Penelitian ini melakukan 4 jenis pengujian yaitu uji metalografi, uji kekerasan, uji x-ray diffraction (XRD), dan uji ketahanan korosi. Proses pertama yang dilakukan sebelum pengujian metalografi yaitu preparasi sampel yang tahapannya telah dijelaskan pada subbab sebelumnya, setelah proses preparasi

(52)

39

tahap akhir telah dilakukan, pengujian siap dilakukan. Berikut merupakan penjabaran mengenai karakterisasi-karakterisasi yang dilakukn pada penelitian ini secara berurutan.

a. Pengujian Metalografi

Pengujian pertama yang dilakukan ialah pengujian metalografi menggunakan mikroskop optik Hirox KH-8700 3D Digital, hasil dari pengujian ini berupa gambaran dari struktur mikro permukaan sampel berupa bentuk butir dan batas butir. Mikroskop optik yang digunakan untuk pengujian metalografi ini memiliki tiga jenis lensa perbesaran yaitu low, medium dan high dengan hasil yang didapatkan berupa gambar struktur mikro suatu sampel (ukuran butir dan batas butir).

Gambar 3. 8 Mikroskop optik Hirox KH-8700 3D Digital [dokumen pribadi]. b. Pengujian Kekerasan

Pengujian kedua yang dilakukan yaitu pengujian kekerasan yang menggunakan Struers DuraScan 20 dengan metode Vickers. Pengujian ini menggunakan alat Struers Durascan 20 dengan gaya yang diberikan sebesar 5 HV dan pengambilan data sebanyak 10 kali setiap satu sampel, hasil yang didapatkan dalam pengujian berupa nilai kekerasan sampel dalam satuan

Gambar

Gambar 2. 1 Implan gigi berbahan Titanum [9].
Gambar 2. 2 Struktur kristal Titanium[20].
Gambar 2. 4 Skema proses perlakuan panas (heat treatment)  untuk paduan Ti-6Al-4V [36]
Gambar 2. 5 Struktur mikro Ti-6Al-7Nb yang diberi perlakuan panas [42], [43].
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mutasi pada kromosom tersebut menyebabkan mutan miniature memiliki bentuk sayap yang tidak normal.. Sayapnya lebih kecil dari normal, hanya mencapai

44 Ibid,.. Mulai dari sarana pendidikan, social, ekonomi, keamanan dan maupun hukum. 3) Transendensi, sebagai derivasi dari tu’minuna bi Allah (beriman kepada Allah). Nilai

Lokasi yang akan dijadikan tempat penelitian adalah perkebunan teh PTPN XII Bantaran Blitar dimana terdapat perbedaan umur tanaman teh dan juga terdapat perbedaan

Tahapan proses penting pada uji metalografi adalah proses ampelas (grinding) dan pemolesan (polishing) yang akan menghasilkan permukaan sampel uji menjadi benar-benar

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT karena hanya dengan kekuatan dan ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian serta penyusunan laporan dengan judul

Makalah Kepemimpinan adalah uraian tertulis yang disusun calon kepala sekolah/madrasah yang memuat pemikiran calon tentang keterampilan kepemimpinan, penilaian diri

Mesin ini umumnya pilihan terbaik untuk bangunan tinggi yang menyediakan ruang baah tanah dan penggunaan traksi overhead untuk kecepatan hingga #88 ft ( menit '4,# m ( s)memungkinkan

Dari hasil penelitian mengenai analisis perbandingan harga poko produksi industri sanitair dengan menggunakan metode full cossting, dalam metode ini mengakui