• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi natrium alginat dan Na-CMC sebagai Gelling Agent pada sediaan gelantiinflamasi ekstrak daun petai cina ( Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) dengan aplikasi desain faktorial.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi natrium alginat dan Na-CMC sebagai Gelling Agent pada sediaan gelantiinflamasi ekstrak daun petai cina ( Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) dengan aplikasi desain faktorial."

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI NATRIUM ALGINAT DAN Na-CMC SEBAGAI GELLING AGENT PADA SEDIAAN GEL ANTIINFLAMASI EKSTRAK DAUN PETAI CINA (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) DENGAN APLIKASI

DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Fransiskus Wisnu Kurniawan NIM: 098114048

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

OPTIMASI NATRIUM ALGINAT DAN Na-CMC SEBAGAI GELLING AGENT PADA SEDIAAN GEL ANTIINFLAMASI EKSTRAK DAUN PETAI CINA (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) DENGAN APLIKASI

DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Fransiskus Wisnu Kurniawan NIM: 098114048

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2013

(3)

ii

(4)

iii

Pengesahan Skripsi Berjudul

(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Tetapi bukanlah kehendakku,

melainkan kehendak-Mulah yang terjadi

(Lukas 22: 42)

(6)

v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

(7)

vi

(8)

vii PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul

“Optimasi Natrium Alginat dan Na-CMC sebagai gelling agent pada Sediaan Gel

Antiinflamasi Ekstrak Daun Petai Cina (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) dengan AplikasiDesain Faktorial” ini dengan baik.

Selama proses masa studi S1 hingga penyusunan skripsi ini selesai,

penulis menerima dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis

ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Orang tua dan adik penulis atas doa dan dukungan yang telah diberikan baik moril maupun materil.

2. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Ibu Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan pengarahan, masukan, semangat serta motivasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Dr. Sri Hartati Yuliani, Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, kritik, dan saran kepada penulis.

5. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, kritik, dan saran kepada penulis.

6. Segenap dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah mengajar dan membimbing penulis selama perkuliahan.

(9)

viii

7. Pak Musrifin, Pak Wagiran, Pak Heru, Pak Ratijo serta laboran-laboran lain yang telah membantu penulis selama penelitian.

8. Rekan kerja selama penelitian dan selama perkuliahan, Otniel Sanjaya dan Evi Fenny Veronica, atas kerja sama dan kebersamaannya.

9. Teman-teman skripsi lantai 1, Hendrika, Melisa, Lia, Selvia, Lani, Jenny, dan Anta atas kebersamaan yang telah diberikan.

10. Teman-temanku David, Demas, Adel, Riza, Nio, Julio, dan Denny atas masukan, bantuan, dan motivasi yang diberikan.

11. Teman-teman angkatan 2009 atas kebersamaan yang tidak terlupakan dan kekompakannya.

12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu karena keterbatasan penulis, terima kasih untuk bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari seluruh pihak. Akhir kata, semoga penelitian ini dapat berguna bagi semua pihak terutama dalam bidang farmasi.

Yogyakarta, 21 Mei 2013

(10)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

(11)

x

c. Manfaat praktis. ... 5

B. Tujuan Penelitian ... 5

1. Tujuan umum ... 5

2. Tujuan Khusus ... 5

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 6

A. Gel ... 6

B. Gelling Agent ... 7

1. Natrium alginat ... 7

2. Na-CMC ... 8

C. Propilenglikol ... 9

D. Metil Paraben... 9

E. Tanaman Petai Cina ... 10

F. Flavonoid ... 11

G. Inflamasi ... 12

H. Ekstraksi ... 14

I. Viskositas ... 14

J. Daya Sebar ... 15

K. Metode Desain Faktorial ... 15

L. Landasan Teori ... 16

(12)

xi

BAB III METODE PENELITIAN ... 18

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 18

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 18

1. Variabel penelitian ... 18

a. Variabel bebas ... 18

b. Variabel tergantung ... 18

c. Variabel pengacau terkendali... 18

d. Variabel pengacau tak terkendali ... 18

2. Definisi operasional ... 19

C. Bahan Penelitian ... 21

D. Alat Penelitian ... 21

E. Tata Cara Penelitian ... 22

1. Pembuatan ekstrak daun petai cina ... 22

a. Pengumpulan dan pembuatan serbuk daun petai cina ... 22

b. Pembuatan ekstrak daun petai cina ... 22

(13)

xii

4. Uji sifat fisik dan stabilitas fisik gel ... 25

a. Uji Daya Sebar ... 25

b. Uji Viskositas ... 25

5. Uji aktivitas antiinflamasi ... 26

F. Optimasi dan Analisis Data ... 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

A. Pengumpulan dan Pembuatan Serbuk Daun Petai Cina... 28

B. Pembuatan Ekstrak Daun Petai Cina ... 29

C. Pembuatan Gel Antiinflamasi Ekstrak Daun Petai Cina ... 30

D. Uji pH Gel Antiinflamasi Ekstrak Daun Petai Cina ... 32

E. Uji Sterilitas Gel Antiinflamasi Ekstrak Daun Petai Cina ... 32

F. Karakterisasi Sifat Fisik dan Stabilitas Gel Antiinflamasi Ekstrak Daun Petai Cina ... 33

G. Pengaruh Natrium Alginat, Na-CMC, dan Interaksinya dalamMenentukan Sifat Fisik Gel Antiinflamasi Ekstrak Daun Petai Cina ... 38

1. Viskositas ... 39

2. Daya sebar ... 41

3. Pergeseran viskositas ... 43

(14)

xiii

I. Uji Aktivitas Gel Antiinflamasi Ekstrak Daun Petai

Cina ... 45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

A. Kesimpulan ... 48

B. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

LAMPIRAN ... 52

BIOGRAFI PENULIS ... 71

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Formula polyherbal gel for wound healing ... 23

Tabel II. Formula gel hasil modifikasi ... 23

Tabel III. Level rendah dan level tinggi natrium alginat dan Na-CMC pada formula gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina ... 23

Tabel IV. Formula gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina (200 g)... 24

Tabel V. Uji pH gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina ... 32

Tabel VI. Uji sterilitas gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina ... 33

Tabel VII. Jumlah penggunaan natrium aginat dan Na-CMC pada gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina ... 36

Tabel VIII. Sifat fisik dan stabilitas gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina ... 37

(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur natrium alginat (FAO, 1997) ... 8

Gambar 2. Struktur Na-CMC (Rowe, et al., 2009) ... 8

Gambar 3. Struktur propilenglikol (Rowe, et al., 2009) ... 9

Gambar 4. Struktur metil paraben (Rowe, et al., 2009) ... 10

Gambar 5. Grafik orientasi natrium alginat terhadap viskositas ... 34

Gambar 6. Grafik orientasi natrium alginat terhadap daya sebar ... 34

Gambar 7. Grafik orientasi Na-CMC terhadap viskositas ... 35

Gambar 8. Grafik orientasi Na-CMC terhadap daya sebar ... 35

Gambar 9. Grafik hubungan natrium alginat terhadap respon viskositas setelah 2 hari ... 40

Gambar 10. Grafik hubungan Na-CMC terhadap respon viskositas setelah 2 hari ... 40

Gambar 11. Grafik hubungan natrium alginat terhadap respon daya sebar setelah 2 hari ... 42

Gambar 12. Grafik hubungan Na-CMC terhadap respon daya sebar setelah 2 hari ... 42

Gambar 13. Contour plot viskositas gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina ... 44

Gambar 14. Contour plot daya sebar gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina ... 44

(17)

xvi

Gambar 15. Contour plot viskositas dan daya sebar gel antiinflamasi

(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Pengesahan Determinasi ... 52

Lampiran 2. Hasil Uji Statistik orientasi dosis ... 53

Lampiran 3. Hasil Uji Sterilitas ... 54

Lampiran 4. Uji pH ... 57

Lampiran 5. Hasil Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Gel ... 57

Lampiran 6. Hasil Analisis Menggunakan R-12.4.1 ... 59

Lampiran 7. Uji aktivitas... 67

Lampiran 8. Dokumentasi ... 69

(19)

xviii INTISARI

Sifat fisik gel dipengaruhi oleh bahan dan komposisi yang digunakan. Natrium alginat dan Na-CMC adalah bahan yang digunakan sebagai gelling agent dalam sediaan antiinflamasi ekstrak daun petai cina (Leucaena leucocephala

(Lam.) de Wit). Gelling agent berfungsi untuk membentuk sistem gel. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi natrium alginat dan Na-CMCagar diperoleh sediaan gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina yang diinginkan dan untuk mengetahui bahwa sediaan gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi atau tidak.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni menggunakan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level. Sifat fisik yang diamati meliputi viskositas dan daya sebar, sedangkan stabilitas meliputi pergeseran viskositas selama 4 minggu. Analisis data menggunakan R-12.4.1 dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui signifikansi tiap faktor dan interaksinya.

Hasil penelitian menunjukkan, tidak ditemukan komposisi optimum dari natrium alginat dan Na-CMC pada level yang diteliti, dan gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina tidak memberikan efek sebagai antiinflamasi pada level yang diteliti.

(20)

xix ABSTRACT

The physical properties of gel influenced by the material and the gel composition. Sodium alginate and Sodium-CMC are the materials used as gelling agent in white leadtree leaf extract (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit)anti inflammatorygel. Gelling agent serves to form a gel system. This study aimed to determine the composition of sodium alginate and Sodium-CMC to obtain a white leadtree leaf extract anti inflammatory gel as desired and to determine if it has effectiveness as anti inflammatory or not.

This research is a purely experimental study using a factorial design with two factors and two levels. Observed physical properties include viscosity and spreadability, the gel stability known by its viscosity shift in 4 weeks. Data analysis using the R-12.4.1 with 95% level of confidence to determine the significance of each factor and their interactions.

The results showed that the optimum composition of sodium alginate and Sodium-CMC at the level studied was not found, and the gel not showed anti inflammatory activity.

Keywords : Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit, sodium alginat, Sodium-CMC, gelling agent, and factorial design.

(21)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Petai Cina (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) memiliki banyak manfaat dan merupakan salah satu tanaman obat tradisional Indonesia. Bagian

tanaman petai cina yang biasa digunakan adalah daunnya. Daun petai cina dapat

digunakan sebagai obat luka, bengkak, dan tlusuben (benda-benda yang masuk ke dalam daging: kayu, bambu, dsb). Penggunaan daun petai cina sebagai obat bengkak adalah dengan cara ditumbuk halus atau dikunyah, kemudian dioleskan

pada bagian tubuh yang terluka (Thomas, 2007). Daun petai cina mengandung

saponin, alkaloid, flovanoid, dan tannin (Aye dan Adegun, 2013). Senyawa dalam daun petai cina yang berguna untuk mengobati inflamasi adalah flavonoid. Flavonioid memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi dengan menghambat asam arakidonat dari membran, yang merupakan mediator penting dalam proses inflamasi. Pelepasan asam arakidonat merupakan titik awal untuk respon inflamasi secara umum, dengan terhambatnya pelepasan asam arakidonat maka proses inflamasi juga terhambat (Lafuente, Guillamon, Villares, Rostagno, dan Martinez, 2009), oleh karena itu ekstrak daun petai cina cocok digunakan sebagai antiinflamasi.

(22)

2

acceptable. Bentuk sediaan yang digunakan pada penelitian ini adalah gel yang

bersifat hidrofilik, karena flavonoid dapat terlarut dalam air. Sediaan gel hidrofilik juga memiliki efek dingin ketika digunakan sehingga dapat memberikan kenyamanan pada daerah yang mengalami inflamasi. Kelebihan gel hidrofilik yang lain adalah sifat daya sebar yang baik pada kulit, pelepasan obat yang baik, tidak menghambat fungsi fisiologis kulit, dan mudah dicuci dengan air (Voigt, 1995).

Mekanisme pembentukan gel dengan membentuk struktur jaringan tiga dimensi melalui penjeratan solven oleh gelling agent. Gelling agent memiliki fungsi sebagai pembentuk jaringan struktural gel, sehingga komposisi gelling agent akan mempengaruhi sifat fisik gel. Sifat fisik gel yang meliputi daya sebar dan viskositas berpengaruh pada pelepasan obat dan kenyamanan pasien dalam menggunakan sediaan gel, oleh karena itu diperlukan formula yang optimum agar formula dapat menghantarkan zat aktif dengan baik (Garg, Aggrawal, Garg, dan Singla, 2002). Jadi, pada penelitian ini dilakukan optimasi gelling agent untuk mendapatkan formula gel antiinflamasi yang optimal. Gel antiinflamasi yang dihasilkan diharapkan memenuhi parameter kualitas sifat fisik gel yang meliputi daya sebar dan viskositas.

Dalam formulasi sediaan gel ini digunakan natrium alginat dan Na-CMC sebagai gelling agent dengan tingkat jumlah yang berbeda untuk mendapatkan bentuk sediaan gel yang optimal. Natrium alginat biasa digunakan dalam kosmetik, produk makanan, maupun sediaan farmasetis, seperti tablet dan sediaan topikal, termasuk penutup luka. Natrium alginat dapat larut didalam air,

(23)

membentuk solusi koloidal yang kental (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009), sehingga cocok digunakan sebagai gelling agent untuk gel antiinflamasi yang bersifat hidrofilik. Natrium alginat memiliki viskositas yang rendah sehingga perlu dikombinasikan dengan gelling agent yang lain agar didapat sediaan gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina yang memenuhi kriteria sifat fisik yang diinginkan. Gelling agent yang dapat dikombinasikan dengan natrium alginat adalah Na-CMC. Na-CMC biasa digunakan dalam sediaan oral dan topikal, terutama untuk meningkatkan viskositas dari sediaan. Na-CMC juga mudah terdispersi didalam air dalam berbagai temperature (Rowe, et al., 2009), oleh karena itu Na-CMC dapat digunakan sebagai gelling agent dan berfungsi meningkatkan viskositas dari sediaan gel.

(24)

4

1. Permasalahan

a. Dapatkah diperoleh perbandingan gelling agent natrium alginat dan Na-CMC agar didapat sediaan gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina yang memenuhi persyaratan sifat fisik gel (viskositas serta daya sebar) dan stabilitas gel (pergeseran viskositas)?

b. Apakah sediaan gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi?

2. Keaslian penelitian

Penelitian terkait yang pernah dilakukan oleh Perdhana (2011), yaitu “Perbedaan Waktu Penyembuhan Luka Insisi pada Mencit antara

Perasan Daun Lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) dan Betadin (Povidon iodine)”. Dalam penelitian ini aktivitas Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit dibandingkan dengan betadin dan senyawa aktif

diambil melalui pemerasan.

Pada penelitian Fauziyah (2008), berjudul “Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Petai Cina (Leucaena glauca) pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar”, yang dilakukan adalah dengan melihat efek antiinflamasi dari ekstrak etanol daun petai cina dalam sediaan infusa.

Sejauh pengetahuan penulis, penelitian tentang optimasi gelling agent natrium alginat dan Na-CMC pada sediaan gel antiinflamasi ekstrak

daun petai cina dengan aplikasi desain faktorial belum pernah dilakukan.

(25)

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah faedah bagi perkembangan dunia farmasi mengenai optimasi gelling agent natrium alginat dan Na-CMC pada sediaan gel terutama

sebagai antiinflamasi.

b. Manfaat metodologis. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai optimasi sediaan gel dengan metode desain faktorial.

c. Manfaat praktis. Dengan adanya sediaan gel antiinflamasi ini diharapkan dapat menjadi alternatif pilihan obat dari bahan alam dan masyarakat dapat mengembangkan potensi daun petai cina sebagai antiinflamasi.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat sediaan gel

antiinflamasi dengan ekstrak daun petai cina yang memenuhi syarat sifat fisik

gel yang baik.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui perbandingan gelling agent natrium alginat dan Na-CMC

agar didapat sediaan gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina yang

memenuhi persyaratan sifat fisik gel.

b. Mengetahui sediaan gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina yang dibuat

(26)

6 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Gel

Gel adalah sistem semipadat yang terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, yang terpenetrasi oleh suatu cairan. Gel dapat digunakan secara topikal atau dimasukkan kedalam lubang tubuh (Ditjen POM, 1995). Menurut Niazi (2004) gel merupakan suatu sistem semi padat dimana fase cair dibatasi oleh jaringan tiga dimensi, antara matriks yang saling terkait dan bersilangan.

Hidrogel adalah sistem yang menjebak air karena adanya polimer-polimer tidak larut yang membentuk jaringan. Alasan digunakannya hidrogel sebagai komponen dari sistem penghantaran dan pelepasan obat adalah kompatibilitasnya dengan jaringan biologis relatif baik (Zatsdan Kushla,1996).Sediaan gel hidrofilik memiliki sifat daya sebar yang baik pada kulit, pelepasan obat yang baik, tidak menghambat fungsi fisiologis kulit, efek dingin yang ditimbulkan, dan mudah dicuci dengan air (Voigt, 1995).

Karakteristik gel yang digunakan harus sesuai dengan tujuan penggunaan gel. Gel topikal tidak boleh terlalu liat, dan konsentrasi bahan pembentuk gel yang terlalu tinggi atau penggunaan bahan pembentuk gel dengan berat molekul yang terlalu besar dapat mengakibatkan sediaan sulit dioleskan dan sulit pula didispersikan (Zatz and Kushla, 1989). Kemampuan menembus permeabilitas kulit merupakan salah satu penghalang dalam sistem penghantaran topikal. Upaya

(27)

dalam meningkatkan penetrasi bahan aktif ke dalam kulit dapat dilakukan dengan

beberapa cara, antara lain dengan memodifikasi lapisan stratum corneum seperti

pada penggunaan enhancer dan dengan mengunakan sistem pembawa (Benson,

2005).

B. Gelling Agent

Saat didispersikan dalam suatu pelarut yang sesuai, gelling agent bergabung dan saling menjerat, kemudian membentuk struktur jaring koloid tiga dimensi. Jaring ini akan membatasi aliran cairan dengan menjebak dan menghentikan pergerakan molekul pelarut. Struktur ini juga menahan deformasi dan bertanggung jawab terhadap viskositas gel (Pena, 1990).

1. Natrium alginat

(28)

8

Gambar 1. Struktur natrium alginat (FAO, 1997)

2. Na-CMC

Na-CMC umumnya digunakan dalam sediaan oral dan topikal, terutama untuk meningkatkan viskositas. Biasanya Na-CMC digunakan pada konsentrasi 3% - 6% untuk menghasilkan gel yang digunakan sebagai basis pasta dan krim. Glikol sering ditambahkan pada basis yang menggunakan Na-CMC untuk mencegah pengeringan basis. Solusi Na-Na-CMC stabil pada pH 2-10. Jika pH kurang dari 2 maka dapat terjadi presipitasi sedangkan bila pH lebih dari 10 dapat menyebabkan penurunan viskositas (Rowe, et al., 2009).

Gambar 2. Struktur Na-CMC (Rowe, et al., 2009)

(29)

C. Propilenglikol

Propilenglikol biasanya digunakan sebagai antimikrobial preservatif, disinfektan, humektan, plasticizer, pelarut, agen stabilitas, dan cosolvent. Pemerian propilenglikol adalah jernih, tidak berwarna, kental, biasanya tidak berbau, dengan rasa manis, sedikit tajam seperti gliserol. Berfungsi sebagai humektan pada konsentrasi sekitar 15% dari formula. Dapat bercampur dengan aseton, kloroform, etanol (95%), gliserin, dan air, kelarutannya adalah 1 bagian dalam 6 bagian eter. Tidak bercampur dengan minyak mineral, tetapi dapat terlarut dalam beberapa minyak esensial.Secara kimia stabil ketika dicampur dengan etanol (95%), gliserin, atau air, dan larutannya dapat disterilisasi dengan autoklaf (Rowe, et al., 2009).

Gambar 3. Struktur propilenglikol (Rowe, et al., 2009)

D. Metil Paraben

(30)

10

Gambar 4. Struktur metil paraben (Rowe, et al., 2009)

E. Tanaman Petai Cina

Petai cina merupakan tumbuhan yang memiliki batang keras, dan berukuran tidak besar. Daunnya majemuk terurai dalam tangkai berbilah ganda. Bunganya berjambul warna putih, sedangkan buahnya mirip dengan buah petai (Parkia speciosa) tetapi ukurannya lebih kecil dan lebih tipis. Buahnya termasuk buah polong, berisi biji-biji kecil dengan jumlah yang cukup banyak. Petai cina hidup di dataran rendah sampai ketinggian 1500 m di atas permukaan laut. Perkembangbiakan petai cina bisa dilakukan dengan penyebaran biji dan stek batang (Thomas, 2007).

Biji petai cina biasa digunakan sebagai obat cacingan, diabetes melitus, dan meningkatkan gairah seks. Daunnya biasa digunakan sebagai obat luka, bengkak, dan tlusuben (benda-benda yang masuk ke dalam daging: kayu, bambu, dsb). Untuk obat luka dan bengkak cara pemakaiannya dengan menumbuk halus daun petai cina atau dikunyah, kemudian ditempelkan pada bagian yang luka atau bengkak (Thomas, 2007). Menurut Aye dan Adegun (2013) daun petai cina mengandung saponin, alkaloid, dan flavonoid.

(31)

Klasifikasi tanaman petai cina yang diambil dari USDA (2013) adalah: Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Super divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta

Spesies : Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit.

F. Flavonoid

(32)

12

seperti luteolin, kaempferol, apigenin, atau quercetin telah dilaporkan sebagai inhibitor dari b-glukuronidase dan pelepasan lisozim dari neutrofil. Flavonoid ini secara signifikan menghambat pelepasan asam arakidonat dari membran, efek yang berkorelasi dengan degranulasi (Lafuente, et al., 2009).

Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa molekul flavonoid memodulasi aktivitas enzim metabolisme asam arakidonat (AA) seperti fosfolipase A2 (PLA2), siklooksigenase (COX) dan lipoksigenase (LOX) serta memproduksi enzim oksida nitrat (NO), oksida nitrat synthase (NOS). Penghambatan enzim ini mengurangi produksi AA, prostaglandin, leucotrienes, dan NO, yang merupakan mediator penting dari peradangan. Dengan demikian, penghambatan enzim ini dengan flavonoids mungkin salah satu mekanisme yang paling penting dari aktivitas anti-inflamasi. Pelepasan asam arakidonat merupakan titik awal untuk respon inflamasi umum. Asam arakidonat dilepaskan dari membran fosfolipid dalam sel oleh aksi PLA2, dan dimetabolisme oleh siklooksigenase (COX) dan lipoxygenase (LOX) untuk jalur prostaglandin. Senyawa fenolik seperti flavonol dan polifenol yang ditemukan untuk menghambat enzim ini, mengurangi pelepasan dan metabolisme asam arakidonat dan dengan demikian, mengurangi pembentukan mediator inflamasi (Lafuente, et al., 2009).

G. Inflamasi

Inflamasi adalah respon terhadap cedera jaringan dan infeksi. Ketika proses inflamasi berlangsung, terjadi reaksi vaskular dimana cairan,

(33)

elemen darah, sel darah putih, dan mediator kimia berkumpul pada tempat cedera jaringan atau infeksi. Proses inflamasi adalah suatu mekanisme perlindungan untuk menetralisir dan membasmi agen-agen yang berbahaya pada tempat cedera dan untuk mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan. Meskipun ada hubungan antara inflamasi dan infeksi, namun istilah ini berbeda. Infeksi disebabkan oleh mikroorganisme dan menyebabkan inflamasi, tetapi tidak semua inflamasi disebabkan oleh infeksi. Lima ciri khas inflamasi atau dikenal sebagai tanda umum inflamasi adalah kemerahan, panas, pembengkakan, nyeri, dan hilangnya fungsi. Kemerahan terjadi pada tahap pertama inflamasi. Darah berkumpul pada daerah cedera akibat pelepasan mediator kimia tubuh. Histamin mendilatasi arteriol. Pembengkakan merupakan tahap kedua dari inflamasi. Plasma merembes kedalam jaringan interstisial pada tempat cedera. Kinin mendilatasi arteriol, meningkatkan permeabilitas kapiler. Panas pada tempat inflamasi dapat disebabkan oleh bertambahnya pengumpulan darah dan mungkin juga karena pirogen yang mengganggu pusat pengatur panas pada hipotalamus. Nyeri disebabkan oleh pembengkakan dan pelepasan mediator-mediator kimia. Hilangnya fungsi disebabkan karena penumpukan cairan pada tempat cedera jaringan dan karena rasa nyeri yang mengurangi mobilitas pada daerah yang terkena (Kee dan Hayes, 1996).

(34)

14

mempengaruhi fungsi sel kekebalan dan inflamasi seperti sel T, sel B, makrofag, neutrofil, sel mast, atau basofil (Lafuente, et al., 2009).

H. Ekstraksi

Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan bahan yang terkandung dengan pelarut cair yang sesuai. Pada umumnya ekstraksi dapat dilakukan secara infudasi, maserasi, perkolasi dan destilasi uap. Maserasi merupakan salah satu cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari dengan bantuan penggojogan. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan terlarut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak ke luar (Depkes RI, 1986).

Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari. Umumnya digunakan air, eter, atau campuran etanol-air sebagai penyari (Ditjen POM, 1979).

I. Viskositas

Viskositas merupakan suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir, semakin tinggi viskositas berarti semakin tinggi juga tahanannya (Martin, Swarbrick, Cammarata, 1983). Viskositas, elastisitas, dan rheologi adalah karakteristik yang penting dalam produk sediaan semisolid. Peningkatan

(35)

viskositas akan menurunkan daya sebar (Garg, et al.,2002). Faktor yang mempengaruhi pergeseran viskositas adalah perubahan agen pembentuk viskositas atau interaksi dengan sistem pada kondisi istirahat. Pergeseran viskositas yang kecil terjadi pada temperatur penyimpanan normal (Zats dan Kushla, 1996).

J. Daya Sebar

Daya sebar dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu karakteristik formula, kekuatan dan lama tekanan yang menghasilkan kelengketan, dan temperatur tempat aksi. Kecepatan penyebaran suatu sediaan bergantung pada viskositas formula, kecepatan evaporasi, dan kecepatan peningkatan viskositas karena evaporasi. Efikasi sediaan topikal bergantung pada daya sebar formulasi untuk menghantarkan dosis. Penghantaran dosis obat bergantung pada daya sebar suatu formula (Garg, et al., 2002).

K. Metode Desain Faktorial

Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu teknik untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan lebih dari satu variabel bebas.Desain faktorial merupakan desain yang dipilih untuk mendeterminasi efek-efek secara simultan dan interaksi dari efek-efek tersebut (Bolton, 1997).

(36)

16

atau suatu besaran yang memberi pengaruh terhadap respon. Level adalah tetapan atau nilai dari suatu faktor yang dinyatakan secara numerik. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan oleh variasi dari level faktor (Bolton, 1997).

L. Landasan Teori

Daun petai cina dapat digunakan sebagai antiinflamasi (Thomas, 2007). Kandungan dalam daun petai cina yang berfungsi untuk mengobati inflamasi adalah flavonoid. Flavonioid memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi dengan menghambat asam arakidonat dari membran, yang merupakan mediator penting dalam proses inflamasi. Pelepasan asam arakidonat merupakan titik awal untuk respon inflamasi secara umum, dengan terhambatnya pelepasan asam arakidonat maka proses inflamasi juga terhambat (Lafuente, et al., 2009). Untuk menyari zat aktif dalam daun petai cina dapat digunakan metode ekstraksi dengan pelarut yang sesuai yaitu air dan etanol. Flavonoid dapat terlarut dalam pelarut etanol 30%, etanol 70%, dan etanol 96% (Winata, 2011). Ekstrak daun petai cina memerlukan suatu bentuk sediaan farmasi yang memenuhi standar mutu agar dapat digunakan dengan mudah dan acceptable. Bentuk sediaan farmasis yang cocok digunakan sebagai obat inflamasi adalah gel yang bersifat hidrofilik, karena zat aktif yaitu flavonoid dapat terlarut dalam air. Sediaan gel hidrofilik juga menimbulkan efek dingin ketika digunakan sehingga dapat memberikan kenyamanan pada daerah yang mengalami inflamasi. Kelebihan gel hidrofilik yang lain adalah sifat daya sebar yang baik pada kulit, pelepasan obat yang baik, tidak menghambat fungsi fisiologis kulit, dan mudah dicuci dengan air (Voigt, 1995).

(37)

Pada formula sediaan gel terdapat gelling agent. Komposisi gelling agent dapat berpengaruh terhadap sifat fisik sediaan gel, karena gelling agent akan membentuk sistem jaringan tiga dimensi yang menjebak zat aktif. Sifat fisik gelling agent yang meliputi daya sebar dan viskositas berpengaruh pada

acceptabilitasdan penghantaran zat aktif, oleh karena itu diperlukan konsistensi

formula yang optimum agar formula dapat menghantarkan zat aktif dengan baik. (Garg, et al., 2002). Gelling agent yang digunakan adalah natrium alginat dan Na-CMC. Natrium alginat biasa digunakan dalam kosmetik, produk makanan, maupun sediaan farmasetis, seperti tablet dan sediaan topikal, termasuk penutup luka. Natrium alginat dapat larut didalam air, membentuk solusi koloidal yang kental. Na-CMC biasa digunakan dalam sediaan oral dan topikal, terutama untuk meningkatkan viskositas dari sediaan. Na-CMC juga mudah terdispersi didalam air dalam berbagai temperature (Rowe, et al., 2009)

Penentuan komposisi antara gelling agent dan humektan agar didapat sediaan gel yang optimum dilakukan dengan metode desain faktorial. Desain faktorial digunakan untuk melihat respon dari tiap faktor secara simultan dan interaksi antar faktor-faktor tersebut.

M. Hipotesis

(38)

18 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni yang bersifat eksploratif, dengan metode desain faktorial untuk mencari formula sediaan gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina yang memenuhi persyaratan sifat fisik gel.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah level natrium alginat dan Na-CMC yang digunakan dalam formula.

b. Variabel tergantung. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik dan stabilitas dari sediaan gel, yang meliputi daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas selama penyimpanan 4 minggu, kecepatan pengurangan inflamasi.

c. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah lama pencampuran, kecepatan mixing saat pembuatan, sumber daun petai cina, lama penyimpanan gel, kondisi penyimpanan gel, galur hewan uji, usia hewan uji, berat badan hewan uji, dan jenis kelamin hewan uji.

d. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah suhu dan kelembaban selama pembuatan dan

(39)

penyimpanan sediaan gel, interkasi antar komponen, dan keadaan fisiologis hewan uji.

2. Definisi operasional

a. Optimasi adalah proses untuk mendapatkan formula optimum dalam level yang diteliti.

b. Gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina adalah sediaan semipadat yang dibuat dari ekstrak daun petai cina dengan menggunakan gelling agent natrium alginat dan Na-CMC dengan formula yang telah ditentukan pada penelitian ini.

c. Antiinflamasi adalah sediaan yang dapat mengurangi gejala-gejala peradangan

d. Simplisia daun petai cina adalah daun petai cina yang telah dikeringkan dan kemudian dihaluskan hingga menjadi serbuk.

e. Ekstrak daun petai cina adalah hasil maserasi simplisia daun petai cina dengan menggunakan 500 mL pelarut etanol 96% : air (1:1) selama 3 hari dalam suhu ruangan, dan remaserasi dengan menggunakan 500 mL pelarut etanol 96%.

f. Gelling agent adalah bahan pembawa dalam sediaan gel yang dapat mempengaruhi sifat fisik sediaan gel, dalam penelitian ini digunakan Natrium alginat dan Na-CMC.

(40)

20

meliputi daya sebar, dan viskositas, sedangkan stabilitas gel adalah pergeseran viskositas gel selama penyimpanan 4 minggu.

h. Faktorial desain adalah metode optimasi yang digunakan untuk mengetahui efek yang dominan dalam sifat fisik dan stabilitas gel melalui analisis hasil secara statistik.

i. Faktor adalah variabel yang diteliti di dalam penelitian (natrium alginat dan Na-CMC).

j. Respon adalah besaran yang diamati, perubahan efek dan besarnya dapat dinyatakan secara kuantitatif. Dalam penelitian ini adalah sifat fisik dan stabilitas gel.

k. Level adalah tetapan atau nilai dari suatu faktor yang dinyatakan secara numerik.

l. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan oleh variasi level dan faktor.

m. Viskositas adalah ketahanan gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina untuk mengalir setelah adanya pemberian gaya.

n. Daya sebar adalah diameter penyebaran tiap 1 gram gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina pada alat uji daya sebar yang diberi beban 125 gram dan didiamkan selama 1 menit.

o. Pergeseran viskositas adalah selisih dari viskositas gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina setelah 4 minggu penyimpanan dalam suhu kamar dengan viskositas gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina setelah 2 hari pembuatan yang dipersentasekan.

(41)

p. Contour plot adalah grafik yang merupakan area optimum dari formula yang menunjukkan parameter sediaan gel yang baik.

q. Area optimum adalah area dari komposisi natrium alginat dan Na-CMC yang memberikan sifat fisik dan stabilitas gel yang baik, yaitu daya sebar 4-5 cm, viskositas 250-350 dPas, serta perubahan viskositas selama penyimpanan ≤ 10%.

C. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak daun petai cina, etanol 96% (p.a.), Natrium alginat (farmasetis), Na-CMC (farmasetis), propilenglikol (farmasetis), methyl paraben (farmasetis), nutrient agar, aquadest, 6 ekor tikus jantan galur SD yang berumur 2-3 bulan dengan berat 200-300 g.

D. Alat Penelitian

(42)

22

E. Tata Cara Penelitian 1. Pembuatan ekstrak daun petai cina

a. Pengumpulan dan pembuatan serbuk daun petai cina. Daun petai cina diperoleh dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Daun dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada daun. Daun yang telah dicuci diangin-anginkan kemudian dikeringkan sampai daun benar-benar kering, ditandai dengan mudah dipatahkan atau hancur bila diremas. Simplisia yang sudah kering diserbuk dengan menggunakan blender. Serbuk simplisia kemudian diayak.

b. Pembuatan ekstrak daun petai cina. Serbuk daun petai cina sejumlah 25 g dimaserasi dengan 500 mL campuran etanol 96% : air (1:1) terus menerus selama 3 hari pada suhu ruangan. Ekstrak disaring dengan bantuan pompa vakum dan filtratnya diekstrak lagi menggunakan 500 mL etanol 96% selama 1 hari pada suhu ruangan dan disaring. Kedua ekstrak tersebut dicampur dan diuapkan dengan menggunakan vakum rotary evaporator hingga volume mencapai 250 mL. Ekstrak disimpan

(43)

Tabel I. Formula polyherbal gel for wound healing

Komposisi Jumlah

Ekstrak daun Centella asiatica (% b/b) 2 % (b/b) Ekstrak rimpang Curcuma longa (% b/b) 2 % (b/b) Ekstrak kulit batang Terminalia arjuna (% b/b) 2 % (b/b)

Carbopol 934 (% b/b) 2 % (b/b)

Formula diatas selanjutnya dimodifikasi menjadi formula dengan komposisi variasi gelling agent. Formula yang diperoleh sebagai berikut:

Tabel II. Formula gel hasil modifikasi

Komposisi Jumlah Na-CMC dengan 2 level yaitu level rendah dan level tinggi. Level rendah dan level tinggi natrium alginat dan Na-CMC pada formula gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina hasil orientasi adalah sebagai berikut:

Tabel III. Level rendah dan level tinggi natrium alginat dan Na-CMC pada formula gel antiinflamasiekstrak daun petai cina Formula Natrium Alginat % (b/b) Na-CMC % (b/b)

1 4 4

a 6 4

b 4 6

(44)

24

Berdasarkan Tabel III maka dibuat 4 formula gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina sebagai berikut:

Tabel IV. Formula gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina (200 g)

Formula 1 a B Ab b. Pembuatan gel. Pengembangan gelling agent dan proses pencampuran

dilakukan didalam ruangan dan LAF yang telah disterilisasi dengan sinar UV selama 3 jam, pengerjaan dilakukan secara aseptis. Seluruh alat gelas dan logam disterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit dengan suhu 121oC, sedangkan alat yang terbuat dari plastik disterilisasi dengan sinar UV selama 3 jam dan etanol 70%. Natrium alginat disterilisasi dengan sinar UV selama 3 jam. Na-CMC disterilisasi didalam oven dengan suhu 160oC selama 1 jam. Natrium alginat dikembangkan dalam 160 g aquadest steril (suhu 40-50oC) dengan cara ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam aquadest steril sambil diaduk. Na-CMC ditaburkan secara merata diatas solusi natrium alginat tadi. Pengembangan dilakukan selama 24 jam dan disimpan didalam inkubator. Propylenglikol disterilisasi dalam autoklaf selama 15 menit dengan suhu 121oC. Methylparaben dilarutkan ke dalam propilenglikol dan diaduk hingga larut, kemudian ditambahkan sisa aquadest steril. Campuran methylparaben, propilenglikol dan sisa aquadest steril dimasukkan kedalam gelling agent yang telah dikembangkan sebelumnya, lalu

(45)

ditambahkan ekstrak daun petai cina. Semua bahan diaduk kuat menggunakan mixer dengan kecepatan putar level 2 hingga homogen selama 1 menit.

3. Uji Sterilitas

Uji Sterilitas dilakukan setelah proses pencampuran. Uji sterilitas dilakukan didalam ruangan dan LAF yang sudah disterilisasi dengan sinar UV selama 3 jam, pengerjaan dilakukan secara aseptis. Seluruh alat gelas dan logam disterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit dengan suhu 121oC. Nutrient agar dilarutkan dalam aquadest dengan konsentrasi 28g/L, lalu nutrient agar disterilisasi dalam autoklaf selama 15 menit dengan suhu 121oC. Nutrient agar steril dimasukkan ke dalam petri dan ditunggu hingga mengeras. Setiap formula di spread kedalam tiap petri dan diinkubasi selama 24 jam.

4. Uji sifat fisik dan stabilitas fisik gel

a. Uji Daya Sebar. Pengukuran daya sebar sediaan gel dilakukan setelah pembuatan, 48 jam dan 4 minggu penyimpanan. Gel ditimbang sejumlah 1 gram kemudian gel diletakkan di tengah lempeng kaca bulat berskala. Di atas gel diletakkan kaca bulat lain dan pemberat sehingga berat kaca bulat dan pemberat 125 gram, didiamkan selama 1 menit, kemudian dicatat diameter sebarnya (Garg, et al., 2002).

(46)

26

viskositasnya dengan menggunakan alat Viscotester Rion seri VT 04. Ukuran rotor yang digunakan adalah skala 2.

5. Uji aktivitas antiinflamasi

Uji aktivitas antiinflamasi menggunakan 6 ekor tikus. Tikus yang digunakan adalah tikus jantan galur SD yang berumur 2-3 bulan dengan berat 200-300 g. Semua tikus di anastesi terlebih dahulu menggunakan ketamine-xilazine, kemudian diukur tebal kakinya dan dinyatakan sebagai X0. Kaki kiri tiap tikus diinjeksi dengan 0,05 mL karagenin-saline 1%. Tikus dibagi menjadi 2 kelompok, masing-masing terdiri dari 3 ekor tikus. Satu jam setelah penyuntikan, kelompok 1 diberi gel formula 1 secara topikal dan kelompok 2 tidak diberi perlakuan. Setelah 15 menit kaki tikus diukur dan dinyatakan sebagai Xt. Pengukuran dilakukan tiap 15 menit selama 3 jam. Presentase inflamasi masing-masing tikus dihitung dengan rumus:

% inflamasi = 100% (Abdassah, Sumiwi, Hendrayana, 2009).

F. Optimasi dan Analisis Data

Data sifat fisik dan stabilitas fisik gel yang diperoleh dianalisis sesuai dengan metode perhitungan desain faktorial untuk mengetahui efek dari natrium alginat, Na-CMC dan interaksinya. Pendekatan desain faktorial digunakan untuk menghitung koefisien b0, b1, b2, b12 sehingga didapatkan persamaan Y = b0 + b1 X1 + b2 X2 + b12 X1X2. Dari persamaan ini kemudian dapat dibuat contour plot sifat fisik gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina. Dari masing-masing contour plot digabungkan menjadi contour plot superimposed untuk mengetahui area

(47)
(48)

28 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengumpulan dan Pembuatan Serbuk Daun Petai Cina

Daun petai cina diperoleh dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan diambil pada bulan Agustus 2012. Saat diambil pohon dalam keadaan berbuah dan masih terlihat beberapa bunga. Tinggi pohon petai cina sekitar 5-6 meter. Sebelum digunakan daun petai cina di determinasi terlebih dahulu. Determinasi dilakukan dengan mencocokkan morfologi tanaman petai cina dengan buku kunci determinasi yang ditulis oleh Van Steenis (1992) dan dibuktikan dengan Lembar Pengesahan Determinasi (Lampiran 1). Determinasi bertujuan untuk mendapatkan suatu spesiesyang spesifik dan tepat sasaran, karena tumbuhan memiliki banyak spesies. Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman yang diambil merupakan Leucaena leucocephala

(Lam.) de Wit.

Daun petai cina yang didapat di sortasi basah untuk menghilangkan pengotor-pengotor yang melekat pada daun, setelah itu dilakukan pengeringan dengan cara diangin-anginkan selama 2 hari. Pengeringan berguna untuk mengurangi kadar air di dalam daun hingga < 10 %, karena jika kadar air terlalu tinggi maka dapat mempercepat pembusukan dan dapat menjadi media pertumbuhan mikroba. Daun yang sudah kering ditandai dengan hancurnya daun ketika diremas.

(49)

Pada penelitian ini simplisia daun petai cina diubah menjadi serbuk. Tujuan dari proses ini adalah untuk memperkecil ukuran partikel. Semakin kecil ukuran partikel sampai batas tertentu maka luas permukaan kontaknya juga semakin luas sehingga zat aktif dapat terekstrasi maksimal. Ayakan yang digunakan adalah ayakan nomor 40.

B. Pembuatan Ekstrak Daun Petai Cina

(50)

30

C. Pembuatan Gel Antiinflamasi Ekstrak Daun Petai Cina

Bentuk sediaan yang dibuat dalam penelitian ini adalah hidrogel. Hidrogel dipilih karena zat aktif yang telah di sari terlarut dalam pelarut air, selain itu daya sebarnya pada kulit baik, pelepasan obat yang baik, tidak menghambat fungsi fisiologis kulit, efek dingin yang ditimbulkan, dan mudah dicuci dengan air (Voigt, 1995). Formula yang digunakan dalam penelitian ini merupakan formula modifikasi yang mengacu pada formula Polyherbal Gel for Wound Healing (Patel et al, 2011). Formula tersebut dimodifikasi agar sesuai dengan zat aktif dan agar

didapat sediaan gel antiinflamasi dengan sifat fisik yang diinginkan, yaitu viskositas 250-350 dPas, daya sebar 4-5 cm, dan pergeseran viskositas < 10%. Modifikasi formula tidak mengubah fungsi sediaan gel sebagai antiinflamasi.

Pada pembuatan gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina digunakan natrium alginat dan Na-CMC sebagai gelling agent karena kedua bahan tersebut aman untuk penggunaan oral maupun topikal serta memiliki stabilitas yang baik pada pH 4-10 (Rowe, 2011), sehingga cocok dengan ekstrak daun petai cina yang memiliki pH 6. Natrium alginat juga biasa dikombinasikan dengan chitosan sebagai penutup luka. Namun, natrium alginat memiliki viskositas yang rendah sehingga perlu dikombinasikan dengan gelling agent lain yang dapat meningkatkan viskositas dari sediaan. Dengan mempertimbangkan bentuk sediaan, stabilitas dan keamanannnya maka dipilih Na-CMC. Untuk mempertahankan kelembaban kulit saat gel digunakan dan mencegah evaporasi aquadest yang berlebihan saat penyimpanan maka perlu ditambahkan humektan.

Humektan yang digunakan adalah propilenglikol, karena stabil dalam pelarut air

(51)

dan dapat disterilisasi dengan autoklaf. Sediaan hidrogel mudah ditumbuhi mikroba karena sebagian besar penyusunnya adalah air, oleh karena itu perlu ditambahkan pengawet. Pengawet yang digunakan adalah metil paraben karena memiliki spektrum yang luas.

(52)

32

D. Uji pH Gel Antiinflamasi Ekstrak Daun Petai Cina

Uji pH bertujuan untuk mengetahui pH tiap formula yang dibuat, sesaat setelah pembuatan dan setelah disimpan selama 4 minggu. Uji ini dilakukan dengan menggunakan indikator pH universal. Hasil uji pH gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina adalah sebagai berikut:

Tabel V. Uji pH gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina

Formula pH normal yaitu 4-6,5. Selama penyimpanan 4 minggu pH sediaan tidak mengalami perubahan, berarti pH pada sediaan gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina stabil.

E. Uji Sterilitas Gel Antiinflamasi Ekstrak Daun Petai Cina

Uji sterilitas bertujuan untuk memastikan bahwa gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina dalam kondisi steril. Uji sterilitas dilakukan segera setelah pembuatan gel antiinflamasi. Uji sterilitas dilakukan di dalam LAF dan sebelum uji sterilitas dilakukan semua alat dan media pertumbuhan mikroba disterilisasi. Media pertumbuhan mikroba yang digunakan adalah nutrient agar, karena nutrient agar merupakan media pertumbuhan yang universal. Hasil uji sterilitas adalah sebagai berikut:

(53)

Tabel VI. Uji sterilitas gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina kontaminasi mikroba pada kontrolsedangkan pada formula b tidak terdapat kontaminasi mikroba, sehingga dapat disimpulkan bahwa saat pengujian sterilisasi kondisi lingkungan tidak dalam keadaan aseptis. Pada kontrol replikasi 2 dan 3 tidak terdapat kontaminasi mikroba, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada saat pembuatan gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina kondisi lingkungan tidak dalam keadaan aseptis.

F. Karakterisasi Sifat Fisik dan Stabilitas Gel Antiinflamasi Ekstrak Daun Petai Cina

Sifat fisik dan stabilitas sediaan berguna untuk menentukan kualitas dari sediaan tersebut. Dalam penelitian ini sifat fisik meliputi viskositas dan daya sebar, sedangkan stabilitas meliputi pergeseran viskositas setelah penyimpanan selama 4 minggu. Uji viskositas dan daya sebar dilakukan setelah 2 hari pembuatan. Pada penelitian ini, faktor yang akan dilihat pengaruhnya terhadap sifat fisik dan stabilitas gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina adalah gelling agent natrium alginat dan Na-CMC. Faktor tersebut ditentukan levelnya melalui

(54)

34

Gambar 5. Grafik orientasi natrium alginat terhadap viskositas

(55)

jumlah natrium alginat masuk ke dalam range viskositas yang dikehendaki yaitu 4-5 cm.

Gambar 7. Grafik orientasi Na-CMC terhadap viskositas

Gambar 8. Grafik orientasi Na-CMC terhadap daya sebar

Pada gambar terlihat bahwa pada konsentrasi 4% - 6% Na-CMC telah memberikan pengaruh terhadap viskositas dan daya sebar. Dipilih level rendah 4% karena pada grafik Na-CMC terhadap viskositas jumlah Na-CMC masuk dalam range viskositas yang dikehendaki yaitu 250-300 dPas. Dipilih level tinggi

(56)

36

6% karena pada grafik Na-CMC terhadap daya sebar garis linear melewati range daya sebar yang diinginkan yaitu 4-5 cm.

Dari hasil orientasi didapat level tinggi dan level rendah dari natrium alginat dan Na-CMC adalah:

Tabel VII. Jumlah penggunaan natrium aginat dan Na-CMC pada gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina

Faktor Natrium Alginat Na-CMC

Level tinggi 12 gram 12 gram

Level rendah 8 gram 8 gram

Daya sebar berbanding terbalik dengan viskositas. Semakin besar daya sebar berarti gel semakin encer sehingga viskositas semakin kecil. Semakin kecil daya sebar berarti gel semakin kental sehingga viskositas semakin besar. Jika gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina terlalu encer maka gel akan sulit melekat pada kulit, namun jika gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina terlalu kental maka gel akan sulit keluar dari kemasan dan sulit diaplikasikan pada permukaan luka. Oleh karena itu, diperlukan daya sebar dan viskositas yang tepat agar didapat sediaan yang dapat diterima oleh konsumen. Pada penelitian ini gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina yang diinginkan adalah sediaan yang memiliki daya sebar 4-5 cm, viskositas 250-350 dPas, dan pergeseran viskositas < 10%.

Uji daya sebar bertujuan untuk mengetahui luas area gel dapat menyebar dan merata saat digunakan. Uji daya sebar sediaan gel dilakukan dengan mengukur diameter sebar 1 gram gel pada kaca bulat berskala, kemudian di atas gel diletakkan beban dan kaca bulat hingga 125 gram selama 1 menit (Garg et al., 2002). Daya sebar adalah karakteristik yang berguna untuk memperhitungkan

(57)

kemudahan saat digunakan, pengeluaran dari wadah, dan mempengaruhi penerimaan konsumen (Garg et al., 2002). Menurut Garg (2002), bila diameter daya sebar kurang dari 5 cm maka gel tergolong dalam sediaan yang semikaku (semistiff), namun jika diameter daya sebar antara 5-7 cm maka gel tergolong dalam sediaan yang semicair (semifluid). Jadi gel yang dibuat dalam penelitian ini termasuk sediaan yang semikaku.

Uji viskositas dilakukan 2 kali yaitu 2 hari dan 4 minggu setelah pembuatan. Uji viskositas awal bertujuan untuk melihat kekentalan gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina. Uji viskositas awal dilakukan 2 hari setelah pembuatan karena pada saat baru dibuat belum terbentuk sistem gel yang utuh, dan diasumsikan bahwa setelah 2 hari maka sistem gel sudah terbentuk secara utuh. Uji viskositas kedua dilakukan 4 minggu setelah pembuatan untuk mengetahui perubahan viskositas yang terjadi selama kurun waktu tersebut.

Hasil uji sifat fisik dan stabilitas gel adalah:

Tabel VIII. Sifat fisik dan stabilitas gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina ( x̅ ± SD)

(58)

38

Formula yang masuk pada range daya sebar yang diinginkan adalah formula b dan formula ab, sedangkan formula 1 dan formula a tidak masuk dalam range daya sebar. Hal ini bisa disebabkan karena level rendah dari Na-CMC terlalu kecil.

Formula yang masuk dalam persyaratan pergeseran viskositas yang diinginkan hanya formula 1, sedangkan formula a, formula b, dan formula ab tidak masuk ke dalam persyaratan pergeseran viskositas yang diinginkan. Hal ini bisa disebabkan karena adanya interaksi antara komponen-komponen di dalam formula sehingga mengganggu stabilitas dari sediaan.

G. Pengaruh Natrium Alginat, Na-CMC, dan Interaksinya dalamMenentukan Sifat Fisik Gel Antiinflamasi Ekstrak Daun Petai

Cina

Data yang didapat dari uji sifat fisik dan stabilitas kemudian dianalisis menggunakan program R-12.14.1 dengan uji two way ANOVA pada taraf kepercayaan 95%.

Data yang didapat dari uji viskositas dan daya sebar diuji kenormalannya dengan uji Saphiro-Wilk, karena jumlah sampel kurang dari 50. Tujuan dari uji normalitas (Saphiro-Wilk) adalah untuk mengetahui data yang didapat memiliki distribusi data normal atau tidak. Dari hasil uji normalitas didapat semua data memiliki p-value > 0,05, hal ini menunjukkan bahwa viskositas dan daya sebar memiliki distribusi data normal (Dahlan, 2011).

(59)

Setelah dilakukan uji normalitas selanjutnya dilakukan kesamaan varians. Tujuan dari uji kesamaan varians adalah untuk mengetahui kesamaan varians dari suatu populasi. Uji kesamaan varians dilakukan dengan metode Lavene’s test, karena data yang digunakan memiliki distribusi data normal. Dari hasil uji kesamaan varians dengan menggunakan metode Lavene’s test, didapatkan p-value > 0,05 yang artinya data viskositas dan daya sebar memiliki kesamaan varians (Dahlan, 2011).

Nilai efek yang didapat dari perhitungan memiliki notasi positif dan negatif. Untuk mengetahui faktor yang dominan dapat dilihat dari nilai efek yang paling besar tanpa memperhatikan notasi positif atau negatif. Notasi positif dan negatif menunjukkan bahwa faktor tersebut memiliki efek meningkatkan atau menurunkan respon. Jika memiliki notasi negatif maka faktor mempunyai efek untuk menurunkan respon, sedangkan jika notasi positif maka faktor mempunyai efek untuk meningkatkan respon.

1. Viskositas

(60)

40

didapat signifikan sehingga bisa digunakan untuk menentukan pengaruh masing-masing faktor terhadap viskositas. Persamaan desain faktorial untuk viskositas yang didapat adalah:

Y = -416,667(±202,093) - 24,167(±19,817) X1 + 76,667(±19,817) X2

+ 3,750(±1,943) X1X2; dengan p-value = 1,627x10-8. ... (persamaan 1) Hubungan antara natrium alginat dan Na-CMC terhadap viskositas dapat dilihat pada grafik berikut:

Gambar 9. Grafik hubungan natrium alginat terhadap respon viskositas setelah 2 hari

(61)

Pada gambar 9 tampak bahwa natrium alginat dapat berpengaruh dalam meningkatkan viskositas. Semakin banyak jumlah natrium alginat maka viskositas sediaan gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina juga semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan sifat natrium alginat yang dapat membentuk rantai-rantai polimer. Semakin banyak jumlah natrium alginat maka semakin banyak pula rantai polimer yang terbentuk hal ini menyebabkan peningkatan viskositas sediaan gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina. Pada gambar 10 tampak bahwa Na-CMC dapat berpengaruh dalam meningkatkan viskositas. Mekanismenya sama dengan natrium alginat, yaitu dengan terbentuknya rantai-rantai polimer sehingga konsentrasi Na-CMC berpengaruh meningkatkan viskositas sediaan gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina. Sistem gel yang terbentuk merupakan cross link dari natrium alginat dan Na-CMC yang berbentuk random coil.

2. Daya sebar

(62)

42

daya sebar didapat p-value < 0,05 yaitu 8,141x10-6, berarti persamaan yang didapat signifikan sehingga bisa digunakan untuk menentukan pengaruh masing-masing faktor terhadap daya sebar. Persamaan desain faktorial untuk daya sebar yang didapat adalah:

Y = 8,278(±1,160130) - 0,054417(±0,113760) X1 - 0,323167(±0,113760) X2 + 0,002625(±0,011155) X1X2; dengan p-value = 8,141 x 10-6 ... (persamaan 2)

Hubungan antara natrium alginat dan Na-CMC terhadap daya sebar dapat dilihat pada grafik berikut ini:

Gambar 11. Grafik hubungan natrium alginat terhadap respon daya sebar setelah 2 hari

(63)

Pada gambar 11 tampak bahwa natrium alginat memiliki pengaruh menurunkan daya sebar. Semakin banyak jumlah natrium alginat maka daya sebar semakin kecil. Dari gambar 12, Na-CMC juga memiliki pengaruh menurunkan daya sebar, hal ini sesuai dengan teori bahwa daya sebar berbanding terbalik dengan viskositas.

3. Pergeseran viskositas

Dari hasil analisis yang didapat menunjukkan bahwa faktor yang memiliki nilai efek paling besar dalam menentukan pergeseran viskositas adalah Na-CMC yaitu 3,2769, kemudian natrium alginat dengan nilai 2,6188, dan yang paling kecil adalah interaksi keduanya yaitu 0,2760. Hasil perhitungan p-value dari natrium alginat, Na-CMC, dan interaksi keduanya > 0,05, berarti natrium alginat, Na-CMC dan interaksi keduanya tidak memberikan efek yang signifikan terhadap pergeseran viskositas. Dari model persamaan pergeseran viskositas didapat p-value > 0,05 yaitu 0,9214, berarti persamaan yang didapat tidak signifikan sehingga tidak bisa digunakan untuk menentukan pengaruh masing-masing faktor terhadap pergeseran viskositas. Hal ini bisa disebabkan karena interaksi dari komponen-komponen dalam sediaan, namun untuk mengetahui komponen yang saling berinteraksi perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.

H. Contour Plot Gel Antiinflamasi Ekstrak Daun Petai Cina

(64)

44

countour plot karena persamaan yang didapat tidak valid. Dari contour plot yang

dibuat dapat dilihat daerah yang memenuhi kriteria yang diinginkan, terbatas pada level yang diteliti. Contour plot viskositas dan daya sebar adalah sebagai berikut:

Gambar 13. Contour plot viskositas gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina

Gambar 14. Contour plot daya sebar gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina

Contour Plot Viskositas Gel Obat Luka

Ekstrak Daun Petai Cina

Contour Plot Daya Sebar Gel Obat Luka

Ekstrak Daun Petai Cina

daya sebar 5 cm

(65)

Gambar 15. Contour plotviskositas dan daya sebar gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina

Pada gambar 15 tampak bahwa daerah optimum untuk respon viskositas dan respon daya sebar tidak saling tumpang tindih sehingga tidak ditemukan daerah optimum yang memenuhi kriteria sifat fisik yang diinginkan.

I. Uji Aktivitas Gel Antiinflamasi Ekstrak Daun Petai Cina

(66)

46

Tabel IX. Hasil uji aktivitas antiinflamasi Waktu

Pengamatan

Perlakuan (mm) Kontrol (mm)

I II III x̅ ± SD I II III x̅ ± SD terjadi penurunan inflamasi, setelah dipersentasekan penurunan dapat terlihat sebagai berikut:

(67)
(68)

48 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Tidak ditemukan perbandingan natrium alginat dan Na-CMCyang optimal pada level yang diteliti.

2. Gel antiinflamasi ekstrak daun petai cinatidak memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi.

B. Saran

1. Perlu dilakukan optimasi proses meliputi kecepatan putar dan lama pencampuran untuk mendapatkan gel antiinflamasi ekstrak daun petai cina yang memenuhi kriteria.

2. Perlu dilakukan uji pelepasan zat aktif untuk mengetahui kemampuan pelepasan zat aktif dari sediaan hidrogel.

(69)

DAFTAR PUSTAKA

Abdassah, M., Sumiwi, S.A., Hendrayana, J., 2009, Formulasi Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus altilis (Parkins.) Fosberg) dengan Basis Gel Sebagai Antiinflamasi, Jurnal Farmasi Indonesia, 4, 201-202.

Aniszewski, T., 2007, Alkaloids - Secret of Life, Elsevier, Amsterdam, p. 156. Armstrong, N.A., dan James, K.C., 1996, Pharmaceutical Experimental Design

and Interpretation, Tylor and Francis, United States of America, p. 131.

Aye, P.A., dan Adegun, M.K., 2013, Chemical Compotion and Some Functional Properties of Moringa, Leucaena, and Gliricidia Leaf Meals, Agriculture and Biology Journal of North America, 4(1), 71-77.

Benson, H.A.E., 2005.Transdermal drug delivery: Penetration enhancement techniques current drug delivery, National Center for Biotechnology Information, 2 (1), 23-33.

Bolton, 1997, Pharmaceutical Statistics Practical and Clinical Applications, 3rdedition, Marcel Dekker Inc., New York, p. 610.

Dahlan, M.S., 2011, Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, Edisi 5, Salemba Medika, Jakarta, pp. 11-12, 55-57.

Departemen Kesehatan RI, 1986, Sediaan Galenik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, pp. 5-26.

Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1979, Materia Medika Indonesia, Jilid III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, p. 4.

Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995, Pharmakope Indonesia, edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, pp. 7, 654.

FAO, 1997, Compendiumof food additive specifications. Addendum 5, http://www.fao.org/docrep/W6355E/w6355e0x.htm, diakses tanggal 1 April 2013.

(70)

50

Garg, A., Aggrawal, D., Garg, S., dan Singla, A.K., 2002, Spreading of Semisolid Formulations: An Update, Pharmaceutical Technology, September 2002, 84-105.

Kanzaki, T., Morisaki, N., Shiina, R., dan Saito, Y., 1998, Role of Transforming Growth Factor-β Pathway in the Mechanism of Wound Healing by Saponin from Ginseng Radix rubra, British Journal of Pharmacology, 125, 255-262.

Kee, J.L., dan Hayes, E.R., 1996, Pharmacology: A Nursing Process Approach, diterjemahkan oleh Anugrah, P., EGC, Jakarta, pp. 310-311.

Lavuente, A.G., Guillamon, E., Villares, A., Rustagno, M.A., Martinez, J.A., 2009, Flavonoids as Anti-inflammatory Agent: Implications in Cancer and Cardiovascular Disease, National Center for Biotechnology Information, 58, 538.

Martin, A., Swarbrick, J., dan Cammarata, A.,1983, Physical Pharmacy, Physical Chemical Principles in the Pharmaceutical Sciences, diterjemahkan oleh Yoshita, hal. 1077, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Niazi, S.K., 2004, Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulations: Semisolid Products, Vol. 4, CRC Press, New York, p.92.

Patel, N. A., Patel, M., Patel, R. P., 2011, Formulation and Evaluation of Polyherbal Gel for Wound Healing, International Research Journal of Pharmaceuticals, Vol.1, 15-19.

Pena, L.E., 1990, Gel Dosage Forms:Theory, Formulation, and Processing, in Osborne, D.W., Amann, A.H., (Eds.), Topical Drug DeliveryFormulations, Marcell Dekker Inc., New York. p. 381.

Perdhana, E.E., 2011, Perbedaan Waktu Penyembuhan Luka Insisi pada Mencit antara Perasan Daun Lamtoro (Leucaena leucocephala) dan Betadin (Povidin iodine), Skripsi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Rowe, R.C., Sheskey, P.J., dan Quinn, M.E., 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients, 6th edition, Pharmaceutical Press, London, pp. 478-479, 592-594.

Thomas, 2007, Tanaman Obat Tradisional 2, Percetakan Kanisius, Yogyakarta, p. 92.

(71)

USDA, 2013, Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit, white leadtree, http://plants.usda.gov/java/profile?symbol=LELE10, diakses tanggal 16 juni 2013.

Van Steenis, C.G.G.J., 1992, Flora untuk Sekolah di Indonesia, diterjemahkan oleh Surjowinoto, M., pp 35-144, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Voigt, R., 1995, Lehrbuch Der Pharmazeutischen Technologie, diterjemahkan oleh Soewandhi, S.N., Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, p. 335.

Winata, H., 2011, Aktivitas Antioksidandan Kandungan Kimiawi Ekstrak Daun Wungu (Graptophyllum pictum L.Griff.), Sripsi, Institut Pertanian Bogor.

Yuliarti, N., 2009, A to Z Food Supplement, Penerbit Andi, Yogyakarta, p. 105.

Zatz, J.L., Kushla, G.p., 1989. Gel, in Lieberman, H.A., Rieger, M.M., Banker, G.S., Pharmaceutical Dosage Forms, Vol.2, Marcell Dekker, Inc., New York,pp. 449-504.

(72)

52

LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Pengesahan Determinasi

(73)

Lampiran 2. Hasil Uji Statistik orientasi dosis a. Uji normalitas

(74)

54

Lampiran 3. Hasil Uji Sterilitas a. Tabel hasil pengamatan

Replikasi F1 Fa Fb Fab Kontrol (-)

1 + + - + +

2 + + + + -

3 + + + + -

b. Foto uji sterilitas 1) Replikasi 1

Formula 1 Formula a

Formula b Formula ab

Kontrol negatif

(75)

2) Replikasi 2

Formula 1 Formula a

Formula b Formula ab

(76)

56

3) Replikasi 3

Formula 1 Formula a

Formula b Formula ab

Kontrol negatif

(77)

Lampiran 4. Uji pH

Lampiran 5. Hasil Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Gel a. Viskositas (d.Pa.s)

Replikasi F1 Fa Fb Fab

1 230 240 650 710

2 260 270 670 760

3 240 290 690 790

(78)

58

c. Pergeseran Viskositas (%)

Rumus untuk menghitung pergeseran viskositas:

2ℎ − 4

2ℎ 100%

(79)

Lampiran 6. Hasil Analisis Menggunakan R-12.4.1 a. Uji Normalitas

(80)

60

2). Daya Sebar

(81)
(82)

62

Jenis Data Formula p-value

Viskositas

b. Uji Kesamaan Varian 1). Viskositas

2). Daya Sebar

Gambar

Tabel I.   Formula polyherbal gel for wound healing ...................................
Gambar 16.  Kurva persentase inflamasi ...........................................................
Gambar 2. Struktur Na-CMC (Rowe, et al., 2009)
Gambar 3. Struktur propilenglikol (Rowe, et al., 2009)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi gelling agent CMC-Na terhadap viskositas dalam formulasi sediaan gel lendir bekicot (Achatina fulica) dan kecepatan penyembuhan luka bakar

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai komposisi optimum dari CMC-Na sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan dengan aplikasi

Penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan sediaan gel ekstrak daun mengkudu dengan gelling agent CMC-Na yang memiliki sifat fisik yang baik dan stabil selama

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi CMC-Na ( gelling agent) dan propilen glikol (humektan) terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik gel

Perbedaan kosentrasi CMC Na sebagai gelling agent yang digunakan pada masing-masing formula memberikan pengaruh signifikan terhadap organoleptis, daya sebar, dan

PENGARUH KONSENTRASI CMC-NA SEBAGAI GELLING AGENT TERHADAP SIFAT FISIK DAN STABILITAS SEDIAAN GEL HAND SANITIZER MINYAK ATSIRI DAUN MINT (Oleum Mentha piperita

Sediaan gel sunscreen ekstrak temu giring mampu memberikan serapan pada panjang gelombang UVA dan UVB serta terdapat pengaruh penambahan konsentrasi CMC-Na

Data sifat fisik dan stabilitas fisik berupa daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas dipilih sebagai respon yang diteliti dan dianalisis dengan metode desain faktorial