• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada Bab ini berisikan kesimpulan yang diperoleh dari analisa hasil percobaan pada Bab IV.

Johnny R.H. Damanik : Studi Eksperimen Dan Simulasi Pada Kampuh Pengelasan Busur Listrik Plat Baja St 37, 2010.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pengelasan

Berdasarkan penemuan benda-benda sejarah dapat diketahui bahwa teknik penyambungan logam telah diketahui sejak zaman prasejarah, misalnya pembrasingan logam paduan emas tembaga dan pematrian paduan timbal-timah. Menurut keterangan yang didapat telah diketahui dan dipraktekkan dalam rentang waktu antara tahun 3000 sampai 4000 SM.

Alat-alat las busur dipakai secara luas setelah alat tersebut digunakan dalam praktek oleh Benardes (1885). Dalam penggunaan yang pertama ini Benardes memakai elektroda yang dibuat dari batang karbon atau grafit. Karena panas yang timbul, maka logam pengisi yang terbuat dari logam yang sama dengan logam induk mencair dan mengisi tempat sambungan. Zerner (1889) mengembangkan cara pengelasan busur yang baru dengan dengan menggunakan busur listrik yang dihasilkan oleh dua batang karbon. Slavianoff (1892) adalah orang pertama yang menggunakan kawat logam elektroda yang turut mencair karena panas yang ditimbulkan oleh busur listrik yang terjadi. Kemudian Kjellberg menemukan bahwa kualitas sambungan las menjadi lebih baik bila kawat elektroda logam yang digunakan dibungkus dengan terak.

Di samping penemuan-penemuan oleh Slavianoff dan Kjellberg dalam las busur dengan elektroda terbungkus seperti diterangkan di atas, Thomas (1886) menciptakan proses las resistansi listrik, Goldschmitt (1895) menemukan las termit dan tahun 1901 las oksi-asitelin mulai digunakan oleh Fouche dan Piccard. Baru pada tahun 1926 ditemukannya las hidrogen atom oleh Lungumir, las busur logam dengan pelindung gas mulia oleh Hobart dan Dener serta las busur rendam oleh Kennedy (1935). Wasserman (1936) menyusul dengan menemukan cara pembrasingan yang mempunyai kekuatan tinggi.

Johnny R.H. Damanik : Studi Eksperimen Dan Simulasi Pada Kampuh Pengelasan Busur Listrik Plat Baja St 37, 2010.

Dari tahun 1950 sampai sekarang telah ditemukan cara-cara las baru antara lain las tekan dingin, las listrik terak, las busur dengan pelindung gas CO2, las gesek, las ultrasonik, las sinar elektron, las busur plasma, las laser, dan masih banyak lagi lainnya.

Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Normen) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dengan kata lain, pengelasan adalah suatu proses penyambungan logam menjadi satu akibat panas dengan atau tanpa pengaruh tekanan atau dapat juga didefinisikan sebagai ikatan metalurgi yang ditimbulkan oleh gaya tarik menarik antara atom.

Pada tahap-tahap permulaan dari pengembangan teknologi las, biasanya pengelasan hanya digunakan pada sambungan-sambungan dari reparasi yang kurang penting. Tapi setelah melalui pengalaman dan praktek yang banyak dan waktu yang lama, maka sekarang penggunaan proses-proses pengelasan dan penggunaan konstruksi-konstruksi las merupakan hal yang umum di semua negara di dunia.

Terwujudnya standar-standar teknik pengelasan akan membantu memperluas ruang lingkup pemakaian sambungan las dan memperbesar ukuran bangunan konstruksi yang dapat dilas. Dengan kemajuan yang dicapai sampai saat ini, teknologi las memegang peranan penting dalam masyarakat industri modern.

Johnny R.H. Damanik : Studi Eksperimen Dan Simulasi Pada Kampuh Pengelasan Busur Listrik Plat Baja St 37, 2010.

2.2 Klasifikasi Pengelasan

Ditinjau dari sumber panasnya. Pengelasan dapat dibedakan menjadi: 1. Mekanik

2. Kimia 3. Listrik

Sedangkan menurut cara pengelasan, dibedakan menjadi dua bagian besar: 1. Pengelasan tekanan (Pressure Welding)

2. Pengelasan Cair (Fusion welding)

Sumber: Storer And John Haynes.(2001) Gambar 2.1 Diagram Temperatur Cair Material.

Johnny R.H. Damanik : Studi Eksperimen Dan Simulasi Pada Kampuh Pengelasan Busur Listrik Plat Baja St 37, 2010.

2.2.1 Pengelasan Cair (Fusion Welding)

Pengelasan cair adalah proses penyambungan logam dengan cara mencairkan logam yang tersambung.

1. Oxyacetylene Welding. 2. Elektrik Arc Welding. 3. Shield Gas Arc Welding.

a. TIG ( Tungsten Inert Gas ) b. MIG ( Metal Inert Gas ) c. MAG ( Metal Active Gas ) d. Submerged Welding 4. Resistance Welding. a. Spot Welding . b. Seam Welding. c. Upset Welding . d. Flash Welding. e. Electro Slag Welding. f. Electro Gas Welding. 5. Electro Beam Welding. 6. Laser Beam Welding. 7. Plasma Welding.

2.3 Jenis-Jenis Pengelasan Yang Umumnya Dilakukan.

1. Proses pengelasan busur logam terbungkus (SMAW).

Salah satu jenis proses las busur listrik elektoda terumpan, yang menggunakan busur listrik yang terjadi antara elektroda dan benda kerja setempat, kemudian membentuk paduan serta membeku menjadi lasan. Elektroda terbungkus yang berfungsi sebagai fluks akan cair pada waktu proses pengelasan dan gas yang terjadi akan melindungi proses pengelasan terhadap pengaruh udara luar, cairan yang terbungkus akan terapung membeku pada permukaan las yang

disebut slag. Proses pengelasan elektroda terbungkus terlihat pada Gambar 2.2

Sumber : Harsono (2000)

Gambar 2.2 Proses Pengelasan Busur Las Terbungkus (SMAW)

2. Proses pengelasan busur terendam (SAW)

Ini adalah salah satu pengelasan dimana logam cair ditutup dengan fluks yang diatur melalui suatu penampang fluks dan elektroda yang merupakan kawat pejal diumpankan secara terus menerus, dalam pengelasan ini busur listrik nya terendam dalam fluks dapat dilihat pada Gambar 2.3. Prinsip las busur terendam ini material yang dilas adalah baja karbon rendah, dengan kadar karbon tidak lebih dari 0, 05%. Baja karbon menengah dan baja konstruksi paduan rendah dapat juga dilas dengan proses SAW, namun harus dengan perlakuan panas khusus dan elektroda khusus.

3. Proses pengelasan busur logam gas (GMAW)

Jenis pengelasan ini menggunakan busur api listrik sebagai sumber panas untuk peleburan logam, perlindungan terhadap logam cair menggunakan gas mulia (inert gas) atau CO2 merupakan elektroda terumpan yang diperlihatkan pada Gambar 2.4. Proses GMAW dimodifikasikan juga dengan proses menggunakan fluks yaitu dengan penambahan fluks yang magnetig (magnetizen - fluks) atau fluks yang diberikan sebagai inti (fluks cored wire).

Sumber : Harsono (2000)

Gambar 2.4 Proses Pengelasan Busur Logam Gas (GMAW) Sumber : Harsono (2000)

4. Proses pengelasan busur berinti fluks (FCAW)

FCAW merupakan proses pengelasan busur listrik elektroda terumpan. Proses peleburan logam terjadi diantara logam induk dengan elektroda berbentuk turbolens yang sekaligus menjadi bahan pengisi, fluks merupakan inti dari elektroda dan terbakar menjadi gas, akan melindugi proses dari udara luar, seperti Gambar 2.5.

Sumber : Harsono (2000)

Gambar.2.5 Proses Pengelasan Berinti Fluks (FCAW) 5. Proses pengelasan busur tungsten gas (GTAW)

Pengelasan dengan memakai busur nyala api yang menghasilkan elektroda tetap yang terbuat dari tungsten (wolfram), sedangkan bahan penambah terbuat dari bahan yang sama atau sejenis dengan bahan yang dilas dan terpisah dari torch, untuk mencegah oksidasi dipakai gas pelindung yang keluar dari torch biasanya berupa gas argon 99%. Pada proses pengelasan ini peleburan logam terjadi karena panas yang dihasilkan oleh busur listrik antara elektroda dan logam induk. Proses pengelasan busur tungsten gas dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Sumber : Harsono (2000)

2 1 3 4 2.4 Metalurgi Las

Pengelasan adalah proses penyambungan dengan menggunakan energi panas, karena proses ini maka logam disekitar lasan mengalami siklus termal cepat yang menyebabkan terjadinya perubahan – perubahan metalurgi yang rumit, deformasi dan tegangan – tegangan termal. Hal ini sangat erat hubunganya dengan ketangguhan, cacat las, retak dan lain sebagainya yang umumnya mempunyai pengaruh yang fatal terhadap keamanan dan konstruksi las

Logam akan mengalami pengaruh pemanasan akibat pengelasan dan mengalami perubahan struktur mikro disekitar daerah lasan. Bentuk struktur mikro bergantung pada temperatur tertinggi yang dicapai pada pengelasan, kecepatan pengelasan dan laju pendinginan daerah lasan. Daerah logam yang mengalami perubahan struktur mikro akibat mengalami pemanasan karena pengelasan disebut daerah pengaruh panas (DPP), atau Heat Affected Zone.

Daerah lasan terdiri dari tiga bagian, yaitu:

1. Logam las adalah bagian dari logam yang pada waktu pengelasan mencair kemudian membeku.

2. Fusion Line, garis penggabungan atau garis batas cair antara logam las dan logam Induk

3. Daerah pengaruh panas disebut HAZ (Heat Affected Zone), adalah logam dasar yang bersebelahan dengan logam las selama pengelasan mengalami pemanasan dan pendinginan yang cepat. Pembagian daerah lasan dapat dilihat pada Gambar 2.7

Keterangan: 1. Weld Metal (Logam Las)

2. Fusion Line (Garis Penggabungan) 3. H A Z (Daerah Pengaruh Panas) 4. Logam Induk

2.5 Siklus Termal Daerah Las

Siklus termal las adalah proses pemanasan dan pendinginan pada daerah lasan,sebagai contoh dapat dilihat pada Gambar. 2.8 dan Gambar 2.9, menunjukan siklus termal daerah lasan.

Pada Gambar 2.8 dapat dilihat siklus termal dari beberapa tempat dalam daerah HAZ dengan kondisi pengelasan tetap, sedangkan pada Gambar 2.9 menunjukan siklus termal disekitar lasan dengan kondisi pengelasan yang berbeda.

Lamanya pendinginan dalam suatu daerah temperatur tertentu dari suatu siklus termal las sangat mempengaruhi kualitas sambungan, karena itu banyak sekali usaha-usaha pendekatan untuk menentukan lamanya waktu pendinginan tersebut.

Sumber : Sutejo (2004)

Struktur mikro dan sifat mekanik dari daerah HAZ sebagian besar tergantung pada lamanya pendinginan dari temperatur 8000C sampai 5000C, sedangkan retak dingin dimana hidrogen memegang peranan penting terjadinya sangat tergantung oleh lamanya pendinginan dari temperatur 8000C sampai 3000C atau 1000C.

2.6 Ketangguhan Daerah Lasan

Bila patah getas terjadi pada logam dengan daya tahan yang rendah, perpatahan tersebut dapat merambat dengan kecepatan sampai 200 m/detik, yang dapat menyebabkan kerusakan dalam waktu yang sangat singkat sekali.

Dalam hal sambungan las patah getas ini menjadi lebih penting karena adanya faktor – faktor yang membantu seperti: konsentrasi tegangan, struktur tidak sesuai dan adanya cacat dalam lasan. Pengaruh struktur logam las terhadap ketangguhan pada dasarnya sama seperti pada batas las, tetapi pada logam las dalam proses pengelasan ini mencair dan kemudian membeku maka kemungkinan besar terjadi pemisahan komponen yang menyebabkan terjadinya struktur yang tidak homogen.

Sumber : Sutejo (2004)

Gambar 2.9 Siklus Termal Disekitar Lasan Dengan Kondisi Pengelasan Yang Berbeda

2.6.1 Ketangguhan Logam Las

Logam las adalah logam yang dalam proses pengelasan mencair kemudian membeku, sehingga logam las ini banyak sekali mengandung oksigen dan gas – gas lain. Komposisi logam las sudah barang tentu tergantung daripada proses pengelasan tetapi dapat diperkirakan bahwa komposisinya terdiri dari komponen logam induk dan komponen bahan las yang digunakan.

Dalam menganalisa ketangguhan logam las harus diperhatikan pengaruh unsur lain yang terserap selama proses pengelasan, terutama oksigen, dan pengaruh dari struktur logam itu sendiri. Struktur logam daerah pengaruh panas atau HAZ berubah secara berangsur dari struktur logam induk ke struktur logam las, pada daerah HAZ dekat dengan daerah lebur, kristal tumbuh dengan cepat dan membentuk butir-butir kasar daerah ini dinamakan batas las.

Didalam daerah pengaruh panas besar butir dan struktur berubah sesuai dengan siklus termal yang terjadi pada waktu pengelasan, karena siklus termal yang terjadi sangat komplek sehingga ketangguhannyapun semakin kompleks.

2.7 Desain Sambungan Las

Desain sambungan las dan bentuk sambungan (welding joint), serta bentuk dan ukuran alur las dalam konstruksi untuk merancang sambungan las adalah:

1.Persyaratan umum atau spesifikasi mutu (kekuatan) yang diinginkan. 2.Bentuk dan ukuran konstruksi las

Beberapa Standar telah mengatur jenis – jenis sambungan, ada sembilan jenis alur sambungan (kampuh) las yang utama seperti pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Jenis-Jenis Alur Sambungan ( Kampuh) Las

2.8 Arus Pengelasan

Arus adalah aliran pembawa muatan listrik,simbol yang digunakan adalah huruf besar I dalam satuan ampere. Pengelasan adalah penyambungan dua logam dan atau logam paduan dengan cara memberikan panas baik diatas atau dibawah titik cair logam tersebut,baik dengan atau tanpa tekanan serta ditambah atau tanpa logam pengisi.

Yang dimaksud dengan arus pengelasan disini adalah aliran pembawa muatan listrik dari mesin las yang digunakan untuk menyambung dua logam dengan mengalirkan panas ke logam pengisi atau elektroda.

Tabel 2.2 Hubungan Diameter Elektroda dengan Arus Pengelasan

Diameter Elektroda (mm) Arus (Ampere)

2,5 60-90 2,6 60-90 3,2 80-130 4,0 150-190 5,0 180-250 Sumber : Howard BC (1998)

2.9 Kurva Tegangan –Regangan Rekayasa

Uji tarik banyak dilakukan untuk melengkapi informasi kekuatan tarik suatu benda uji tarik sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan.pada uji tari, benda uji diberi beban gaya tarik sesumbu yang bertambah besar secara kontinu,bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai perpanjangan yang dialami benda uji. Kurva tegangan regangan dibuat dari pengukuran perpanjangan benda uji.

Tegangan yang digunakan pada kurva adalah tegangan rata-rata dari

pengujian tarik. Tegangan tersebut diperoleh dengan cara membagi beban dengan luas awal penampang lintang benda uji.

0

A P s=

Regangan yang dipergunakan untuk tegangan regangan adalah tegangan

linear rata-rata yang diperoleh dengan cara membagi perpajangan panjang ukur (gage length) benda uji,δ ,dengan panjang awal,

0 0 0 L L L L L L e= δ ==

Karena tegangan dan regangan diperoleh dengan cara membagi beban dan perpanjangan dengan faktor yang konstan,kurva perjangan akan mempunyai bentuk yang sama seperti kurva tegangan-regangan teknik. Kedua kurva ini sering saling dipergunakan.

Bentuk dan besaran pada kurva tegangan-regangan suatu logam tergantung pada perlakuan panas, deformasi plastik yang pernah dialami,laju regangan,suhu,dan keadaan tegangan yang menentukan selama pengujian. Parameter-paremeter yang digunakan menggambarkan kurva tegangan regangan logam adalah kekuatan tarik,kekuatan luluh atau titik luluh,persen perpanjangan.

2.10 Kekuatan Tarik (ultimate tensile strength)

Adalah beban maksimum dibagi luas penampang lintang awal benda uji.

0

A Pmaks Su =

Tegangan tarik adalah nilai yang paling sering dituliskan sebagai hasil suatu uji tarik,tetapi segala kenyataanya nilai tersebut kurang bersifat mendasar dalam kaitannya dengan kekuatan bahan.untuk logam –logam yang liat kekuatan tariknya harus dikaitkan dengan kekuatan beban maksimum,dimana logam dapat menahan beban beban sesumbu untuk keadaan yang sangat terbatas.akan ditunjukan bahwa nilai tersebut kaitanya dengan kekuatan logam kecil sekali kegunaanya untuk tegangan yang lebih kompleks,yakni yang bisanya ditemui.untuk beberapa lama,telah menjadi kebiasaan mendasar kekuatan struktur pada kekuatan tarik,dikurangi dengan faktor keamanan yang sesuai.

2.11 Modulus Elastisitas

Gradien bagian linear awal kurva tegangan-regangan adalah modulus elastisitas atau modulus young.Modulus elastisitas adalah ukuran kekakuan suatu bahan.Makin besar modulus,makin kecil regangan elastik yang dihasilkan akibat pemberian tegangan.karena modulus elastisitas diperlukan untuk perhitungan nilai rancangan yang penting.

Modulus elastisitas ditentukan oleh gaya ikat antar atom.karena gaya-gaya ini tidak dapat di ubah tanpa terjadi perubahan mendasar sifat bahannya,maka modulus elastisitas merupakan salah satu dari banyak sifat mekanik yang tidak mudah diubah. Sifat ini hanya sedikit berubah oleh adanya penambahan paduan,perlakuan panas,atau pengerjaan dingin.modulus biasnya pada suhu tinggi dengan metode dinamik.

2.12 Distribusi Tegangan Pada Daerah Penyempitan Setempat (neck).

Pembentukan penyempitan setempat pada benda uji tarik menimbulkan keadaan tegangan tarik tiga sumbu pada daerah penyempitan.daerah penyempitan setempat sebenarnya merupakan takik yang halus.takik yang dikenai beban tarik,akan menghasilkan tegangan tranversal dan radial yang mengakibatkan kenaikan tegangan membujur yang diperlukan untuk menghasilkan aliran plasti.oleh karena itu tegangan sejati rata-rata pada daerah penyempitan setempat yang diperoleh dengan cara membagi beban tarik aksial dengan luas penampang lintas benda uji pada daerah penyempitan yang terkecil,lebih tinggi daripada yang dibutuhkan untuk menghasilkan aliran jika tegangan tariknya sederhana.

Brigman telah membuat suatu analisa matematik yang melengkapi dengan koreksi terhadap tegangan sumbu rata-rata untuk mengimbangi terbentuknya tegangan tranversal,analisa tersebut berdasarkan pada anggapan-anggapan berikut:

1. Keliling penyempitan setempat didekati dengan busur lingkaran. 2. Penampang lintang daerah penyempitan selama pengujian,tetap

terbentuk lingkaran.

BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam bab ini akan dijelaskan metode-metode yang dilakukan pada proses pengujian.

3.1 Jadwal Penelitian Dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengujian Logam Departemen Teknik Mesin Politeknik Negeri Medan. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April 2009 sampai dengan bulan Juni 2009.

3.2 Metode Penelitian

1. Proses pengujian dilaksanakan sepenuhnya, terhadap variabel-variabel yang mempengaruhi pemakaian dari metode penyambungan, dalam hal ini penyambungan las busur listrik terhadap sambungan pelat baja karbon yang hanya ditinjau dari pemeriksaan secara uji merusak dengan jenis pengujian tarik.

2. Teknik pengumpulan data yang diperoleh dari proses pengelasan yang dilakukan dari hasil pengujian tarik terhadap benda uji sebanyak 6 spesimen, masing-masing 3 spesimen dengan variasi sudut kampuh 350dan450dan variasi kuat arus listrik 60A, 80A, 100A yang keseluruhannya dilakukan pengujian tarik.

I

α

60A 80A 100A

350 1 spesimen 1 spesimen 1 spesimen

3. Metoda analisa dan evaluasi data yang diperoleh dari pengujian yang dilakukan di laboratorium pada masing-masing spesimen adalah secara kualitatif.

Dari data inilah akan dicari harga untuk uji tarik dari masing-masing spesimen dan merupakan nilai yang dicapai dari uji tarik dari bahan tersebut.

4. Dari sinilah penelitian akan mendapatkan kesimpulan yang sebenarnya bagaimana pengaruh variasi sudut dan kuat arus pengelasan las busur listrik terhadap kekuatan tarik dari baja karbon rendah didalam standar pengujian yang berlaku.

5.

Penyusunan laporan, yang termasuk didalamnya kesimpulan dari hasil yang dicapai serta pengambilan langkah-langkah yang berhubungan terhadap hasil kekuatan sambungan las pada material uji lebih ditekankan, sehingga pada akhirnya tujuan penelitian dapat sepenuhnya tercapai.

3.3 Variabel -Variabel Pengujian

Dari metode penelitian diatas maka dapat ditentukan hal-hal dasar terhadap variabel-variabel pengujian berikut ini:

3.3.1 Spesimen

Spesimen yang digunakan pada penelitian adalah plat baja karbon rendah St 37 dengan pertimbangan:

a. Baja karbon rendah St 37 banyak digunakan di industri, terlebih industri kecil dan menengah, sebagai bahan konstruksi.

b. Baja karbon rendah mudah dilakukan proses penyambungan, baik dengan las listrik maupun (tidak membutuhkan keahlian khusus).

Ketebalan bahan dasar yang dipakai dalam pengujian adalah 5 mm. Hal ini didasarkan kepada tebal minimum pengelasan listrik, yaitu 2,6-6 mm.

Gambar 3.1 Baja St 40 (Metal dasar)

3.3.2 Elektroda Yang Digunakan a. Pemilihan elektroda

Elektroda yang digunakan pada proses pengujian adalah elektroda tipe E 6013, Ø 2,6 mm, arus yang dipakai adalah arus AC (seperti pada Gambar 3.1).

Hal ini didasarkan kepada:

Jenis metal dasar yang akan dilakukan pengelasan yaitu St 37 dimana tipe ini merupakan jenis baja karbon rendah .

Tabel 3.1 Hubungan Antara Material Dasar dan Tipe Elektroda yang dipakai.

Tipe Elektroda Metal Dasar Standarisasi

1/8”, 5/32” & 3/16” E6013, E7014, E7016 & E701

Carbon steel American Welding Society,WS A5.18 1/8”, 5/32” & 3/16” E309,

E310 & E312

Stainless steel American Welding Society, AWS

A5.4 1/8” & 5/32” ENiCrFe-2,

ENiCrFe-3 & ENiCrMo-3

High nickel American Welding Society,AWS A5.1 WATERPROOFING MATERIALS Epoxy 152 4MIL-P-24441 Lea-Lac 30-L2093 Non-petroleum-based, clear, polyurethane

Dari sini maka didapat kan beberapa tipe elektroda yang sesuai dengan pengelasan metal dasar diantaranya: E 6013; E 7014; E 7016; E701, dan penguji memilih tipe elektroda E 6013.

Dari tipe elektroda E 6013 didapat informasi sebagai berikut:

E 6013

Artinya:

• E = Elektroda busur listrik

• 60 = Kekuatan tarik deposit las adalah 60.000 Ib/in2 atau 42 kg/mm2

• 1 = Dapat dipakai untuk pengelasan segala posisi

Dari penjelasan di atas tipe elektroda E 6013 dapat dipakai menggunakan arus DC dan AC, dan seperti penjelasan pada Bab II, maka penguji menggunakan arus AC mengingat arus ini sangat baik pada pengelasan pelat tipis.

Untuk menyesuaikan diameter elektroda, dan besar arus, yang dipakai didasarkan kepada ketebalan pelat, posisi pengelasan dan jenis elektroda. Seperti yang dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.2 Hubungan Tipe Elektroda, Posisi Pengelasan,Arus Dan Tegangan kerja Klasifikasi JIS Jenis Fluks Posisi Pengelasan Jenis Listrik

Sifat Mekanis Dari Logam Las Kekuatan Tarik (Kg/mm2) Kekuatan Luluh (Kg/mm2) Perpanjangan (%) Kekuatan tumbuk (Kg/mm) D4301 Ilmenit F.V.OH.H AC atau DC 43 35 22 48 D4303 Titania Kapur F.V.OH.H AC atau DC 43 35 22 28 D4311 Selulosa Tinggi F.V.OH.H AC atau DC 43 35 22 28 D4313 Oksidan Titan F.V.OH.H AC atau DC 43 35 17 28 D4316 Hidrogen Rendah F.V.OH.H AC atau DC 43 35 25 48 D4324 Serbuk besi Titania F.H-S AC atau DC 43 35 17 D430126 Serbuk Besi Hidrogen rendah F.H-S AC atau DC 43 35 25 48 D430127 Serbuk Besi Oksida F.H-S 43 35 25 28 D4340 Khusus Semua Posisi AC atau DC 43 35 22 28 Sumber : Harsono (2000)

3.3.3. Proses Pembentukan

Bentuk spesimen mengikuti standarisasi ASTM E8 sebagai berikut:

Gambar 3.3 Dimensi Spesimen Dasar

Gambar 3.4 Spesimen Siap Untuk Diuji Tarik.

Pembentukan spesimen berdasarkan langkah-langkah sebagai berikut: 1.Spesimen dipotong menjadi 6 batang yang ukurannya sesuai dengan kebutuhan pengujian.

2.Setelah di potong dilakukan pembentukan sudut kampuh,dengan sudut masing-masing 350 & 450

3.Dilakukan penyambungan dengan pengelasan pada sudut kampuh yang Dibentuk.dengan kuat arus masing-masing 60,80,100A.

4 Dilakukan pembentukan spesimen uji tarik yaitu berupa bumble serta pembersihan spesimen dari sisa pengelasan dengan menggunakan mesin grinda.

3.4 Proses Pengujian Tarik

Spesimen uji ditarik dengan mesin uji tarik Universal Testing Machine (UTM), jenis Tarno Test UPH 100 kN di laboratorium jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Medan Gambar 3.5.

Gambar.3.5 Alat Uji Tarik.

Proses pengujian dipantau pada monitor yang mencatat setiap nilai dari hasil uji tarik seperti yang terlihat pada Gambar berikut ini:

Gambar.3.7 Proses Uji Dipantau Pada Monitor.

Proses dihentikan saat terjadi perpatahan (fracture) seperti yang dapat dilihat pada gambar.

Gambar.3.8 Spesimen Setelah Mengalami Uji Tarik.

Dokumen terkait