• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini berisikan kesimpulan – kesimpulan yang didapat dari seluruh proses kegiatan tugas akhir ini serta saran – saran untuk pengembangan penelitian agar dapat diperoleh penulisan skripsi yang lebih baik lagi dikemudian hari.

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan berkembangpesatnya pembangunan, terkadang dalam suatu bangunan perlu diadakan peningkatan fungsi dan perubahan dalam sistem struktur walaupun belum sampai batas waktu dalam perencanaan sebelumnya.

Dengan berubahnya fungsi bangunan, akan terjadi perubahan pada struktur bangunan tersebut, salah satunya perubahan beban yang terjadi yaitu dapat semakin kecil atau semakin besar. Jika beban yang terjadi semakin kecil, maka bangunan tersebut akan aman. Akan tetapi jika beban yang bekerja semakin besar, hal ini dapat menimbulkan permasalahan dalam kemampuan struktur tersebut untuk memikul beban yang diterimanya karena lebih besar dari beban yang direncanakan semula. Apabila hal ini terjadi, maka tidak tertutup kemungkinan struktur tersebut akan mengalami kerusakan.

Kerusakan yang terjadi pada bangunan juga dapat diakibatkan oleh suatu kesalahan dalam perencanaan desain, pelaksanaan konstruksi yang salah di lapangan, pemberian beban yang berlebihan, akibat gempa, kebakaran, korosi, usia konstruksi yang bertambah dan lain-lain. Kerugian yang timbul akan sangat besar apabila, bangunan yang mempunyai masalah tersebut kemudian tidak digunakan lagi (diruntuhkan). Oleh karena itu, perlu

dilakukan suatu metode perbaikan pada struktur bangunan sehingga bangunan tersebut dapat difungsikan kembali.

Ada beberapa metode yang dapat dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, antara lain dengan memperpendek bentang dari struktur, menambah jumlah tulangan pada balok, memperbesar dimensi dari beton, atau pembongkaran serta penggantian dengan struktur bangunan baru.

Metode penyelesaian di atas dianggap kurang efisien serta terdapat beberapa kendala yang dijumpai di lapangan, seperti :

- Waktu pelaksanaan yang lama (menunggu proses pengeringan dari material perkuatan hingga mampu memikul beban).

- Perlunya ruang kerja yang cukup luas sehingga harus menghentikan aktivitas yang ada.

- Perlunya alat bantu seperti penyanggah sementara.

Dengan adanya kemajuan teknologi di bidang konstruksi khususnya teknologi bahan kini telah ditemukan metode baru dalam melakukan perkuatan struktur, dengan ide dasarnya memberikan tulangan pada balok beton bertulang dari bagian luar pada daerah tarik, dengan menggunakan baja ringan profil U dengan sambungan baut.

I.2. Studi Literatur

Perkuatan struktur atau elemen-elemen struktur diperlukan apabila terjadi kerusakan yang menyebabkan degradasi yang berakibat tidak terpenuhi lagi persyaratan-persyaratan yang bersifat teknik yaitu kekuatan (strength), kekakuan (stiffness), stabilitas (stability), daktilitas (ductility) dan

ketahanan terhadap kondisi lingkungan (durability). Tidak terpenuhinya persyaratan-persyaratan dapat pula disebabkan perubahan kode dengan persyaratan yang lebih ketat, sehingga diperlukan tindakan perkuatan (Triwiyono, 2004). Strengthening atau perkuatan dilaksanakan untuk meningkatkan kekuatan maupun daktilitas struktur. Pekerjaan strengthening

harus direncanakan dahulu sesuai dengan yang diinginkan dan harus memenuhi persyaratan teknis yang berlaku. Sedangkan perbaikan struktur diterapkan pada bangunan yang telah rusak, yaitu merupakan upaya untuk mengembalikan fungsi struktur seperti semula setelah terjadi penurunan perkuatan. Jika bangunan tidak segera ditangani perbaikan atau perkuatannya, kerusakan dapat berlanjut lebih parah lagi. Agar bangunan yang sudah rusak dapat terus difungsikan, diperlukan tindakan rehabilitasi yang dapat berupa perbaikan (retrofit) atau perkuatan (strengthening).

Jumaat, M.Z dan Alam, M.A (2006) meneliti pengaruh perkuatan menggunakan ferrocement dan fire mesh terhadap kekuatan lentur balok. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa balok dengan perkuatan menggunakan laminasi ferrocement pada daerah tarik akan menunda terjadinya retak pertama, menambah kekakuan dan kapasitas menahan beban. Defleksi di tengah bentang dan peningkatan kapasitas beban pada balok perkuatan akan kecil dimana aksi komposit akan hilang antara balok asli dengan ferrocement sebelum mencapai keruntuhan. Dengan adanya shear connector akan memberikan aksi komposit penuh antara balok asli dengan ferrocement.

Iswari (2004) melakukan penelitian tentang perkuatan lentur balok tampang persegi dengan penambahan tulangan longitudinal menggunakan

perekat epoxy-resin. Tiga macam variasi perkuatan dilakukan yaitu dua balok dengan penambahan tulangan dan satu sebagai balok kontrol (BK). Penelitian ini memberikan hasil bahwa kekuatan lentur yang dapat didukung balok meningkat secara signifikan sebesar 63,04%, 139,95% dan 124,14% terhadap BK.

Juhaini (2007) dalam penelitiannya tentang perkuatan murni balok beton bertulang tampang persegi dengan penambahan profil baja kanal menyimpulkan, bahwa perkuatan lentur dengan penambahan profil baja kanal 70 x 30 x 1,2mm , 100 x 50 x 2mm , dan 125 x 50 x 2mm menyebabkan kenaikan kapasitas lentur berturut-turut sebesar 14,29%, 43,25%, dan 53,03% terhadap balok kontrol. Besarnya momen maksimum yang dapat ditahan balok berdasarkan SK SNI 03-2847-2002 berturut-turut untuk BK, BP-PC-1, BP-PC-2 dan BP-PC-3 adalah 25,78 kNm , 29,02 kNm , 37,52 kNm dan 39,45 kNm.

Menurut A. Gomes dan J. Appleton (1997), salah satu teknik perkuatan yang memadai pada balok beton betulangan kurang (under reinforced) adalah pemberian tulangan eksternal menggunakan pelat baja atau hot rolled section , khususnya profil siku.

Tulangan baja tambahan disambungkan pada inersia section balok dan direkatkan dengan epoxy resin. Penggunaan baut baja mutu tinggi (angkur baja) khususnya pada daerah penyaluran, dekat ujung pelat cukup bagus. Efisiensi perkuatan terutama bergantung pada perilaku sambungan.

Ketika sambungan hanya dipikul oleh resin, direkomendasikan pelat baja dengan tebal maksimum 5 mm dan lebar maksimum 200 mm. Tebal

resin harus diatur antara 1 sampai 3 mm. Tebal resin yang lebih besar membuat kapasitas ikatan lebih rendah.

Persiapan yang hati-hati terhadap permukaan beton dan baja perlu dilakukan untuk mendapatkan kualitas ikatan yang bagus.

Gambar a) menunjukkan contoh perilaku dalam kondisi batas (Ultimate Limit State). Dalam desain elemen struktural, metode koefisien global – koefisien monolithis –dapat digunakan, seperti yang diperlihatkan dalam gambar b). Menurut metode ini kuat lentur desain, Mrd , ditentukan sebagai elemen baru dengan dua lapisan tulangan yang baru. Nilai hasil dari Mrd lalu dipengaruhi oleh koefisien monolithis. Untuk pelat baja disesuaikan dengan koefisien monolithis berikut, Eurocode 8 (1995); lentur γn,M = 1,0.

Penelitian intesif oleh Swarny dkk. (1987) telah membuktikan bahwa metode perkuatan berupa penambahan pelat baja atau bahan komposit lain yang dilakukan di daerah tarik balok yaitu serat bawah efektif meningkatkan kuat lentur dan mengurangi lendutan balok beton bertulang secara signifikan dalam batas-batas tertentu.

Berdasarkan hasil penelitian Ziraba dkk. (1994) mengusulkan tata cara (guidelines) yang dapat digunakan untuk merencanakan pelat baja sebagai perkuatan lentur eksternal pada balok beton bertulang dengan penampang persegi.

Hasil di atas dapat dikembangkan dengan menggunakan baja ringan profil U sebagai perkuatan yang lebih ringan dan memiliki kekuatan yang lebih besar dari pelat baja konvensional untuk menambah efektivitas lapis perkuatan pada balok beton bertulang.

I.3. Perumusan Masalah

Jika struktur beton bertulang memikul beban melebihi daya pikulnya, maka struktur beton tersebut akan mengalami ketidakmampuan dalam memikul beban. Ketidakmampuan ini berwujud pada penurunan kapasitas lentur yang akan mengakibatkan struktur beton menjadi hancur (failure). Oleh karena itu perbaikan atau perkuatan dilakukan pada bagian-bagian yang dominan dalam mendukung lentur.

Pada penelitian ini digunakan baja ringan profil U sebagai bahan alternatif untuk perkuatan lentur pada balok beton bertulang yang diharapkan dapat meningkatkan kekuatan struktur tersebut.

I.4. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini akan ditinjau secara eksperimental kekuatan lentur pada balok beton bertulang yang telah dilakukan perkuatan dengan baja ringan profil U setelah balok beton tersebut dibebani hingga mencapai kekuatan batas (ultimate) akibat beban terpusat.

Secara terperinci penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menguji dan mengetahui kekuatan balok akibat beban terpusat dua titik. 2. Mengetahui dan mendapatkan kurva hubungan beban lendutan.

3. Mengamati pola retak dan mekanisme keruntuhan yang terjadi.

4. Melakukan perbandingan perilaku balok beton konvensional dengan balok beton yang diperkuat dengan baja ringan profil U.

5. Membandingkan hasil secara eksperimen dengan rumusan yang ada.

I.5. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari penyimpangan dari tujuan yang diharapkan, maka diambil batasan untuk penelitian ini antara lain :

1. Mutu beton yang dipakai adalah K-225 pada umur 28 hari.

2. Pengujian dengan membuat benda uji pada balok beton bertulang berukuran (15x25x320) cm .

3. Penggunaan tulangan baja yaitu 2ф12 untuk tulangan tekan dan 2ф12 untuk tulangan tarik serta sengkang D6-100.

4. Balok bertumpu pada perletakan sederhana (sendi-rol).

5. Pengujian yang dilakukan pada benda uji balok hanya pengujian lentur, untuk mengetahui prilaku benda uji balok dan kapasitas lenturnya.

6. Penambahan perkuatan pada daerah tarik dengan baja ringan profil U TS.40.45 dari PT. BlueScope Lysaght Indonesia.

7. Standar pengujian dan pengolahan data dilakukan berdasarkan ASTM standard dan SKSNI (mix design).

8. Analisa perhitungan dilakukan berdasarkan SNI 03-2847-2002.

I.6. Metodologi Penelitian

Adapun tahapan pelaksanaan yang digunakan dalam eksperimen tugas akhir ini adalah :

1. Pengujian kuat tekan beton.

2. Pendesainan balok beton bertulang dengan metode ultimate sebanyak 3 buah di mana 2 berupa balok beton bertulang dengan perkuatan baja ringan profil U dan 1 lainnya tidak diberi perkuatan (balok normal).

3. Pembuatan 3 buah benda uji balok beton bertulang dilakukan di Laboratorium Bahan Rekayasa Program Strata Satu ( S 1 ) Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

4. Pemberian beban dengan Hydraulic Jack setelah benda uji berumur 28 hari akan dilakukan di Laboratorium Struktur Program Magister ( S 2 ) Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

5. Pengujian dilakukan dengan cara meletakkan balok beton bertulang di atas 2 tumpuan, sendi dan rol. Kemudian diberi beban statik dengan menggunakan Hydraulic Jack dengan kondisi dimana beton sudah mencapai umur 28 hari sampai benda uji runtuh. Pembebanan dilakukan dengan dua beban statik di sepertiga bentang balok. Beban P diberikan

secara bertahap dan pada tiap tahap pembebanan dicatat lendutan yang terjadi pada titik-titik dimana dial gauge terpasang. Retak yang terjadi diberi tanda dan dicatat. Kemudian akan dilihat fenomena apa yang akan terjadi pada balok beton bertulang yang diperkuat ini. Penelitian akan diamati dari keadaan elastis sampai plastis. Sampai didapat beban maksimum yang mampu dipikul balok tersebut.

Gambar 1.2 Balok dengan Perkuatan Baja Ringan Profil U

Gambar 1.3 Baja Ringan Profil U TS.40.45

I.7. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara garis besar isi setiap bab yang dibahas pada Tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

BAB I. PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, studi literatur, perumusan masalah, tujuan penelitian, pembatasan masalah, metodologi penelitian dan sistematika penulisan dari tugas akhir ini.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi uraian tentang dasar-dasar teori mengenai bahan perbaikan struktur, analisa penampang balok, prilaku balok, jenis retak dan ragam keruntuhan balok.

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi uraian tentang mekanisme pelaksanaan penelitian yaitu mulai tahap persiapan, pembuatan benda uji, pengujian benda uji dan sampai pada tahap pengambilan data.

BAB IV. ANALISA DAN HASIL PEMBAHASAN

Bab ini berisi analisa dan hasil pengujian benda uji dalam penelitian, meliputi, pengujian balok dengan perkuatan baja ringan profil U serta perbandingan antara perhitungan teoritis dengan penelitian yang dilakukan.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan – kesimpulan yang didapat dari seluruh proses kegiatan tugas akhir ini serta saran – saran untuk pengembangan penelitian agar dapat diperoleh penulisan skripsi yang lebih baik lagi dikemudian hari.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Umum

Teknologi beton yang telah cukup berkembang dan dikenal masyarakat saat ini menjadikan beton banyak dipilih sebagai bahan konstruksi. Selain disebabkan bahan-bahannya relatif mudah diperoleh, beton juga mempunyai beberapa keuntungan antara lain harganya relatif murah, mempunyai kuat tekan tinggi, mudah dalam pengangkutan dan pembentukan (untuk beton segar), mudah perawatannya serta banyak keuntungan lainnya. Oleh karena itu banyak bangunan yang menggunakan beton sebagai material konstruksi.

Beton merupakan pencampuran bahan-bahan agregat halus dan kasar yaitu pasir, batu pecah (kerikil) dengan menambahkan bahan perekat yaitu semen dan air sebagai suatu bahan pembantu guna keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton berlangsung. Beton mempunyai kuat tekan cukup baik tetapi lemah terhadap kuat tarik, sedangkan baja tulangan merupakan material dengan kuat tekan dan kuat tarik yang hampir sama. Oleh karena itu, beton diperkuat oleh tulangan tarik untuk mengatasi kuat tarik beton yang rendah. Biasanya pada beton juga dipasang tulangan tekan untuk meningkatkan daktilitas dan mengurangi lendutan balok.

Balok merupakan salah satu komponen dari suatu bangunan selain pondasi, kolom dan pelat. Balok merupakan komponen struktural yang

memikul beban luar yang menimbulkan momen lentur dan gaya geser sepanjang bentang balok. Perencanaan balok harus dapat menyediakan tingkat keamanan yang cukup terhadap semua ragam keruntuhan.

Beton didapat dari pencampuran bahan-bahan agregat halus dan kasar yaitu pasir, batu pecah atau bahan semacam lainnya, dengan menambahkan secukupnya bahan perekat semen, dan air sebagai bahan pembantu guna keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton berlangsung (Dipohusodo, 1999).

Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa mengalami retak. Untuk itu, agar dapat bekerja dengan baik dalam suatu sistem struktur, perlu dibantu dengan memberi perkuatan penulangan terutama yang akan mengemban tugas menahan gaya tarik yang bakal timbul di dalam sistem (Dipohusodo, 1999).

Perkuatan struktur menurut Triwiyono (2004) dilakukan untuk bangunan yang riskan terhadap beban baru yang akan harus didukung, sehingga perlu meningkatkan kemampuan bangunan tersebut atau menambahkan elemen struktur baru yang tidak tersedia atau dianggap tidak ada pada saat struktur dibangun.

Perkuatan struktur biasanya dilakukan sebagai upaya pencegahan sebelum struktur mengalami kehancuran. Adapun perbaikan struktur diterapkan pada bangunan yang telah rusak, yaitu merupakan upaya untuk mengembalikan fungsi struktur seperti semula setelah terjadi penurunan perkuatan.

Sebelum dilakukan tindakan perkuatan, perlu diketahui jenis, penyebab dan tingkat kerusakan. Secara umum, faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan pada struktur balok bertulang antara lain :

1. Kerusakan akibat pengaruh fisika

Kerusakan ini terjadi akibat adanya kejadian-kejadian fisis seperti halnya kebakaran atau panas hidrasi.

2. Kerusakan akibat pengaruh kimia

Kerusakan beton akibat pengaruh kimia mungkin terjadi karena adanya kontak antara permukaan beton dengan zat kimia. Zat kimia yang bersentuhan langsung dengan permukaan beton tentu akan mempengaruhi kondisi struktur. Kejadian tersebut sering dijumpai pada beton pondasi, lantai dasar gedung, pipa selokan, dermaga, bak limbah, dan lokasi lainnya. Contoh kerusakan yang ditimbulkan antara lain korosi pada tulangan beton,

korosi oksidasi langsung, korosi elektrokimia, asam amonia, dan lain sebagainya.

3. Kerusakan akibat pengaruh mekanis

Kerusakan beton bertulang akibat pengaruh mekanis, yaitu kerusakan disebabkan oleh faktor-faktor mekanis yang berasal dari luar struktur tersebut, baik secara langsung maupun tak langsung.

Beberapa contoh penyebab kerusakan jenis ini antara lain:

- Karena tumbukan dan sejenisnya, misalnya ditabrak oleh benda berat. - Pembebanan yang berlebihan (overload). Pada hakekatnya setiap

struktur yang dibangun telah didesain sebelumnya, termasuk terhadap daya layan struktur tersebut. Meskipun safety factor telah diterapkan

ketika mendesain, ketidakdisiplinan manusia terkadang dalam menggunakan struktur tersebut melebihi kapasitas struktur tersebut. - Pengikisan permukaan, umumnya terjadi pada struktur beton di

lingkungan air, misalnya pier jembatan atau balok dermaga. Pengikisan disebabkan oleh aliran air yang menghantam struktur secara terus menerus. Awalnya pengikisan oleh aliran air ini hanya akan merusak lapisan terluar dari struktur beton, namun apabila tidak segera diantisipasi, kerusakan akan merambat ke bagian dalam.

- Akibat lainnya: ledakan, gempa bumi

Pemilihan metode perkuatan harus memperhatikan beberapa hal yaitu kapasitas struktur yang akan diperkuat, lingkungan dimana struktur berada, peralatan yang tersedia, kemampuan tenaga pelaksana serta batasan-batasan dari pemilik seperti keterbatasan ruang kerja, kemudahan pelaksanaan, waktu pelaksanaan dan biaya perkuatan.

Untuk meningkatkan kemampuan tarik baja tulangan dalam menerima momen lentur, diberi tambahan pelat baja atau tambahan tulangan tarik yang dilaskan pada tulangan yang ada dengan jarak tulangan antara, dan untuk meningkatkan kemampuan tekan beton dapat dilaksanakan berupa dengan pekerjaan jacketing maupun concreting. Sedangkan untuk meningkatkan kemampuan beton bertulang adalah dengan penambahan tulangan tarik maupun tulangan tekan dan dipadukan dengan pekerjaan jacketing dan concreting.

Menurut Dipohusodo (1994), apabila penampang balok beton bertulang mengandung jumlah tulangan tarik lebih banyak dari yang

diperlukan untuk mencapai keseimbangan regangan, maka penampang balok demikian disebut bertulangan lebih (overreinforced). Berlebihnya tulangan tarik menyebabkan garis netral bergeser ke bawah. Hal ini mengakibatkan beton mendahului mencapai regangan maksimum 0,003 sebelum tulangan tariknya leleh. Apabila penampang balok tersebut dibebani momen yang lebih besar lagi, yang berarti regangannya semakin besar sehingga kemampuan regangan beton terlampaui, maka akan terjadi keruntuhan dengan beton hancur secara mendadak tanpa didahului dengan gejala-gejala peringatan terlebih dahulu. Sedangkan apabila suatu penampang balok beton bertulang mengandung jumlah tulangan tarik kurang dari yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan regangan, penampang demikian disebut bertulangan kurang (underreinforced). Sehingga tulangan tarik akan mendahului mencapai regangan lelehnya sebelum beton mencapai regangan 0,003, lendutan balok meningkat tajam sehingga dapat merupakan tanda-tanda kehancuran.

II.2. Kekuatan Tekan Beton

Kekuatan tekan beton ditentukan oleh pengaturan dari perbandingan semen, agregat kasar dan halus, air dan berbagai jenis campuran. Perbandingan dari air terhadap semen faktor utama dalam menentukan kekuatan beton. Semakin rendah perbandingan air-semen, semakin tinggi kekuatan tekan dan sebaliknya. Kelebihan air meningkatkan kemampuan pengerjaan (kemudahan dalam pengecoran) namun menurunkan kekuatan.

Suatu ukuran dari pengerjaan beton ini diperoleh dengan percobaan slump, dimana lebih kecil slump lebih kaku dan lebih sukar pengerjaan dari beton.

Kekuatan tekan beton diwakili oleh tegangan tekan maksimum f'c dengan satuan N/mm2 atau Mpa dan juga memakai satuan kg/cm2. Untuk struktur beton bertulang pada umumnya menggunakan beton dengan kuat tekan pada umur 28 hari berkisar 17-35 Mpa, sedangkan untuk beton prategang digunakan beton dengan kuat tekan lebih tinggi, berkisar antara 30-45 Mpa. Nilai kuat tekan beton didapatkan melalui tata cara pengujian standar, menggunakan mesin uji dengan cara memberikan beban tekan tingkat dengan kecepatan peningkatan beban tertentu atas benda uji silinder (d = 150 mm, t = 300 mm) sampai hancur. Tata cara pengujian yang umumnya dipakai adalah standar ASTM C39-86. Kuat tekan masing-masing benda uji ditentukan oleh tegangan tekan tertinggi yang dicapai benda uji umur 28 hari akibat beban tekan.

Pada SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.3.2 menetapkan bahwa regangan kerja maksimum yang diperhitungkan di serat tepi beton tekan terluar adalah 0,003 sebagai batas hancur. Untuk beton kepadatan normal dengan berat isi ± 2300 kg/m3 dapat digunakan nilai Ec = 4700 ��′�.

II.3. Kekuatan Tarik Beton

Nilai kuat tekan dan tarik bahan beton tidak berbanding lurus. Setiap usaha perbaikan mutu kekuatan tekannya hanya disertai peningkatan kecil nilai kuat tariknya. Suatu perkiraan kasar dapat dipakai, bahwa nilai kuat tarik bahan beton normal hanya berkisar 9% - 15% dari kuat tekannya.

Kuat tarik bahan beton yang tepat sulit untuk diukur. Suatu nilai pendekatan yang umum dilakukan dengan menggunakan modulus of rupture, yaitu tegangan tarik lentur beton yang timbul pada pengujian hancur balok beton polos (tanpa tulangan), sebagai pengukur kuat tarik sesuai teori elastisitas. Kuat tarik bahan beton juga ditentukan melalui pengujian split silinder yang umumnya memberikan hasil yang lebih baik dan lebih mencerminkan kuat tarik yang sebenarnya. Nilai pendekatan yang diperoleh dari hasil pengujian berulang kali mencapai kekuatan 0,50 - 0,60 kali ��′�, sehingga untuk beton normal digunakan nilai 0,57 ��′�. Sedangkan dalam SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.2.5 ditetapkan bahwa besarnya modulus tarik untuk beton normal adalah 0,7 ��′�.

II.4. Tegangan dan Regangan Beton

Tegangan didefinisikan sebagai tahanan terhadap gaya-gaya luar. Intensitas gaya yaitu gaya per satuan luas disebut tegangan dan diberi notasi huruf Yunani "σ" (sigma). Gaya P yang bekerja tegak-lurus (normal) pada penampang melintang a-a ini secara aktual merupakan resultan distribusi gaya-gaya yang bekerja pada penampang melintang dengan arah normal.

Dengan mengasumsikan bahwa tegangan terbagi rata di seluruh penampang, kita dapat melihat bahwa resultannya harus sama dengan intensitas σ dikalikan dengan luas penampang A.

Gambar 2.2 Arah tegangan normal (normal stress) dan pola retak pada

silinder Dengan demikian didapatkan rumus : σ = dimana : σ = tegangan (N/mm2 ) P = gaya aksial (N) A = luas penampang (mm2)

Persamaan ini memberikan intensitas tegangan merata pada batang prismatis yang dibebani secara aksial dengan penampang sembarang. Apabila batang ini ditarik dengan gaya P, maka tegangannya adalah tegangan tarik (tensile stress). Apabila gayanya mempunyai arah sebaliknya, sehingga menyebabkan batang tersebut mengalami tekan, maka terjadi tegangan tekan (compressive stress). Karena tegangan ini mempunyai arah yang tegak lurus permukaan potongan, maka disebut tegangan normal (normal stress). Jadi, tegangan normal dapat berupa tegangan tarik dan tegangan tekan (Gere & Timoshenko, 1997).

Jika suatu benda ditarik atau ditekan, gaya P yang diterima benda mengakibatkan adanya ketegangan antar partikel dalam material yang besarnya berbanding lurus. Perubahan tegangan partikel ini menyebabkan adanya pergeseran struktur material regangan atau himpitan yang besarnya juga berbanding lurus. Karena adanya pergeseran, maka terjadilah deformasi bentuk material misalnya perubahan panjang menjadi L + ∆L (atau L - ∆L). Dimana L adalah panjang awal benda dan ∆L adalah perubahan panjang yang terjadi. Rasio perbandingan antara ∆L terhadap L inilah yang disebut strain

Dokumen terkait