• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Eksperimental Kuat Lentur Pada Balok Beton Bertulang Dengan Perkuatan Baja Ringan Profil U

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Eksperimental Kuat Lentur Pada Balok Beton Bertulang Dengan Perkuatan Baja Ringan Profil U"

Copied!
218
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI EKSPERIMENTAL KUAT LENTUR PADA

BALOK BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN

BAJA RINGAN PROFIL U

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian pendidikan sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh :

090404091

LOLIANDY

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ABSTRAK

Jika struktur beton bertulang memikul beban melebihi daya pikulnya, maka struktur beton tersebut akan mengalami ketidakmampuan dalam memikul beban. Ketidakmampuan ini berwujud pada penurunan kapasitas lentur yang akan mengakibatkan struktur beton menjadi hancur (failure). Oleh karena itu perbaikan atau perkuatan dilakukan pada bagian-bagian yang dominan dalam mendukung lentur.

Pada penelitian ini digunakan baja ringan profil U sebagai bahan alternatif untuk perkuatan lentur pada balok beton bertulang yang diharapkan dapat meningkatkan kekuatan struktur tersebut. Perkuatan dilakukan pada daerah tarik dengan menggunakan baja ringan profil U dengan sambungan baut.

Penelitian ini dilakukan dengan 3 (tiga) balok beton bertulang, dimana 1 (satu) balok beton bertulang normal dan 2 (dua) lainnya berupa balok beton bertulang dengan perkuatan baja ringan profil U . Pengujian balok dilakukan di atas 2 (dua) perletakan sendi dan rol untuk pengujian kuat lentur, regangan, lendutan, dan retak.

Hasil pengujian balok dengan perkuatan baja ringan profil U TS.40.45 menunjukkan terjadi penurunan lendutan sebesar 20,04 %, penurunan regangan beton (Ɛs) sebesar 8,38 % dan penurunan regangan tulangan baja tarik (Ɛs) sebesar 7,55 %.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan anugrah, berkat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul "Studi Eksperimental Kuat Lentur Pada Balok

Beton Bertulang Dengan Perkuatan Baja Ringan Profil U".

Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Sipil Bidang Studi Struktur, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Untuk dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini, tentunya tidak dapat terlepas dari segala hambatan dan rintangan, namun berkat bantuan moril maupun materil dari berbagai pihak serta dukungan dan saran dari berbagai pihak, akhirnya Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Ir. Sanci Barus, MT, selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan saran dan bimbingan.

2. Ibu Rahmi Karolina, ST, MT, selaku dosen penguji I yang telah memberikan kritikan dan nasehat yang membangun.

3. Bapak Ir. Robert Panjaitan, selaku dosen penguji II yang telah memberikan kritikan dan nasehat yang membangun.

4. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

(4)

5. Bapak Ir. Daniel Rumbi Teruna, MT, selaku dosen yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan saran dan bimbingan.

6. Bapak/Ibu Dosen Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak/Ibu pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bantuan selama ini kepada saya.

8. Bapak/Ibu pegawai administrasi Magister (S2) Program Studi Teknik Sipil Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara, atas bantuannya yang telah memberikan ijin untuk dapat menggunakan peralatan Laboratorium Struktur Pascasarjana (S2).

9. Kedua orang tua saya yang tidak pernah lelah berdoa, memberikan semua yang terbaik, kasih sayang yang tak terhingga dan untuk abang dan adik yang selalu mendukung terima kasih banyak.

10.Asisten Laboratorium Bahan Rekayasa: Hafiz '09, Prima '09, Reza '09, Fauzi '10, Rahmad '10.

11.Teman-teman mahasiswa seperjuangan 2009: Adi, Ajo, Antonius, Agus, Bennny, Deser, Desi, Elgina, Elisa, Erin, Evi, Fathony, Frans, Grace, Hendriko, Jimmy, Kevin, Lia, Leslie, Manna, Mariance, Nora, Punut, Putri, Sahala, Sri, Utin, Wahyu, Yessica serta stambuk 2009 lainnya.

(5)

13.Adik-adik mahasiswa stambuk 2010, 2011, 2012, 2013 yang telah banyak membantu memberikan dukungan untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini. Saya menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna, sehingga saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menambah pengetahuan dan wawasan saya di masa depan.

Akhirnya saya berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi saya dan rekan-rekan serta adik-adik di Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Medan, Mei 2014

(09 0404 091)

(6)

ABSTRAK ... i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR GRAFIK ... xvi

DAFTAR NOTASI ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1 Latar Belakang Masalah ... 1

I.2 Studi Literatur ... 2

I.3 Perumusan Masalah ... 6

I.4 Tujuan Penelitian ... 7

I.5 Pembatasan Masalah ... 7

I.6 Metodologi Penelitian ... 8

I.7 Sistematika Penulisan ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

II.1 Umum ... 11

II.2 Kekuatan Tekan Beton ... 15

II.3 Kekuatan Tarik Beton ... 16

II.4 Tegangan dan Regangan Beton ... 17

II.5 Kurva Tegangan-Regangan Beton ... 20

II.6 Modulus Elastisitas Beton ... 22

(7)

II.8 Baja Tulangan ... 25

II.9 Balok Beton Bertulang ... 27

II.10 Penampang Beton Bertulang Dalam Keadaan Lentur Murni ... 30

II.10.1 Tegangan Elastis Tidak Retak ... 30

II.10.2 Tegangan Pada Pembebanan Ultimit ... 31

II.11 Perilaku Defleksi Pada Balok... 34

II.12 Ragam Keruntuhan... 37

II.13 Penggolongan Jenis Retak ... 39

II.14 Jenis-Jenis Material Baja ... 40

II.15 Macam-Macam Profil Baja ... 41

II.16 Baut ... 42

II.16.1Sistem Sambungan Baut ... 43

II.17 Struktur Komposit ... 44

II.17.1Metode Pelaksanaan Struktur Komposit ... 45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 47

III.1 Perencanaan Balok Terlentur Bertulangan Tarik Saja ... 47

III.2 Kuat Lentur Balok ... 50

III.3 Lendutan Sesaat ... 51

III.4 Lendutan Jangka Panjang ... 52

III.5 Perhitungan Benda Uji Balok Beton Bertulang ... 55

III.5.1 Benda Uji Balok Beton Bertulang Normal ... 55

III.5.2 Benda Uji Balok Beton Bertulang Perkuatan Baja Ringan 59 III.5.3 Perhitungan Tulangan Geser ... 63

(8)

III.6.1 Semen ... 65

III.6.2 Agregat ... 67

III.6.2.1. Agregat Halus ... 67

III.6.2.2. Agregat Kasar ... 69

III.6.3 Air ... 71

III.6.4 Baja Tulangan ... 72

III.6.5 Baja Ringan Profil U ... 73

III.7 Pembuatan Benda Uji ... 74

III.7.1.Perencanaan Campuran Beton ... 74

III.7.1.1. Perencanaan Campuran Benda Uji Silinder ... 74

III.7.1.2. Perencanaan Campuran Benda Uji Balok Beton Bertulang ... 75

III.7.2.Persiapan Pembuatan Benda Uji ... 76

III.7.2.1. Persiapan Pembuatan Benda Uji Silinder ... 76

III.7.2.2. Persiapan Pembuatan Benda Uji Balok Beton Bertulang ... 77

III.7.3.Pengecoran Benda Uji ... 78

III.7.4.Perawatan Benda Uji ... 79

III.7.5.Perkuatan Baja Ringan Profil U TS.40.45 ... 81

III.8 Pengujian Benda Uji ... 82

III.8.1.Pengujian Kuat Tekan Benda Uji Silinder ... 82

III.8.2.Pengujian Kuat Lentur Balok Beton Bertulang ... 84

III.8.2.1. Pengujian Lendutan Balok Beton Bertulang .... 84

(9)

III.8.2.3. Pengukuran Pola Retak Balok Beton Bertulang 88

III.9 Bagan Alir Percobaan (Flowchart)... 89

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 91

IV.1.Pendahuluan ... 91

IV.2.Pengujian Slump Test ... 91

IV.3.Pengujian Kuat Tekan Benda Uji Silinder ... 92

IV.4.Pengujian Kuat Tarik Perkuatan Baja Ringan Profil U ... 94

IV.5.Pengujian Benda Uji Balok Beton Bertulang ... 96

IV.5.1.Pengujian Lendutan ... 96

IV.5.1.1. Pengujian Lendutan Secara Eksperimental ... 96

IV.5.1.2. Perhitungan Lendutan Secara Teoritis ... 103

IV.5.1.2.1. Balok Beton Bertulang Normal ... 103

IV.5.1.2.2. Balok Beton Bertulang Dengan Perkuatan Baja Ringan ... 123

IV.5.2.Pengujian Regangan ... 151

IV.5.2.1. Balok Beton Bertulang Normal ... 151

IV.5.2.2. Balok Beton Bertulang Perkuatan Baja Ringan 155 IV.5.3.Beban Secara Teoritis ... 165

IV.5.3.1. Balok Beton Bertulang Normal ... 165

IV.5.3.2. Balok Beton Bertulang I Dengan Perkuatan Baja Ringan ... 170

IV.5.3.3. Balok Beton Bertulang II Dengan Perkuatan Baja Ringan ... 177

(10)

IV.6.Keterbatasan Fasilitas ... 184

IV.7.Akurasi Dari Alat Ukur ... 184

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 185

V.1. Kesimpulan ... 185

V.2. Saran ... 186

(11)

Tabel 3.1 : Perhitungan Lendutan yang Terjadi Pada Beberapa Kondisi

Pembebanan ... 52

DAFTAR TABEL

Tabel 3.2 : Persentase Lolos Agregat Halus ... 69

Tabel 3.3 : Persentase Lolos Agregat Kasar ... 71

Tabel 3.4 : Spesifikasi Baja Ringan Profil U TS.40.45 ... 73

Tabel 3.5 : Komposisi Rencana Benda Uji Silinder ... 75

Tabel 3.6 : Komposisi Rencana Benda Uji Balok Beton Bertulang ... 75

Tabel 4.1 : Hasil Slump Test ... 92

Tabel 4.2 : Hasil Pengujian Kuat Tekan Silinder Beton ... 93

Tabel 4.3 : Hasil Uji Tarik Perkuatan Baja Ringan Profil U ... 94

Tabel 4.4 : Hasil Pengujian Lendutan Balok Normal ... 97

Tabel 4.5 : Hasil Pengujian Lendutan Balok I Perkuatan Baja Ringan ... 99

Tabel 4.6 : Hasil Pengujian Lendutan Balok II Perkuatan Baja Ringan ... 101

Tabel 4.7 : Lendutan Berdasarkan Hasil Pengujian dan Lendutan Teoritis Pada Balok Normal ... 121

Tabel 4.8 : Lendutan Berdasarkan Hasil Pengujian dan Lendutan Teoritis Pada Balok I Perkuatan Baja Ringan ... 144

Tabel 4.9 : Lendutan Berdasarkan Hasil Pengujian dan Lendutan Teoritis Pada Balok II Perkuatan Baja Ringan ... 146

Tabel 4.10 : Lendutan Hasil Pengujian dan Teoritis Pada Balok Beton Bertulang ... 148

(12)

Tabel 4.12 : Hasil Pengujian Regangan Pada Balok I Perkuatan Baja Ringan ... 158 Tabel 4.13 : Hasil Pengujian Regangan Pada Balok II Perkuatan Baja

Ringan ... 160 Tabel 4.14 : Hasil Pengujian Regangan Pada Balok Beton Bertulang ... 162 Tabel 4.15 : Data Perbandingan Beban Percobaan Dengan Beban Teoritis

Pada Balok Normal ... 168 Tabel 4.16 : Data Perbandingan Beban Percobaan Dengan Beban Teoritis

Pada Balok I Perkuatan Baja Ringan ... 175 Tabel 4.17 : Data Perbandingan Beban Percobaan Dengan Beban Teoritis

(13)

Gambar.1.1 : Perilaku Dalam Kondisi Batas ... 5

DAFTAR GAMBAR

Gambar.1.2 : Balok Dengan Perkuatan Baja Ringan Profil U ... 9 Gambar.1.3 : Baja Ringan Profil U TS.40.45 ... 9 Gambar.2.1 : Tegangan Normal (Normal Stress) Pada Batang ... 17 Gambar.2.2 : Arah Tegangan Normal (Normal Stress) dan Pola Retak Pada

Silinder ... 18 Gambar.2.3 : Regangan (Strain) ... 19 Gambar.2.4 : Kurva Stress-Strain Tipikal Untuk Agregat, Pasta Semen,

Mortar dan Beton ... 21 Gambar.2.5 : Contoh Kurva Tegangan-Regangan Pada Beton Dengan

Berbagai Variasi Kuat Tekan ... 22 Gambar.2.6 : Letak Batang-Batang Tulangan Dalam Balok Beton Bertulang . 25 Gambar.2.7 : Diagram Tegangan-Regangan Batang Tulangan Baja ... 27 Gambar.2.8 : Penampang Potongan, Diagram Regangan, Diagram Tegangan,

Gaya-Gaya ... 29 Gambar.2.9 : Distribusi Tegangan-Regangan Pada Penampang Beton

Bertulang yang Tidak Mengalami Retak ... 31 Gambar.2.10 : Distribusi Tegangan-Regangan Penampang Beton Bertulang

(14)

Gambar.2.15 : Idealisasi Hubungan Beban dan Lendutan ... 39

Gambar.2.16 : Ragam Keruntuhan Balok ... 44

Gambar.2.17 : Jenis Keretakan Pada Balok ... 45

Gambar.2.18 : Macam-Macam Struktur Komposit ... 50

Gambar.3.1 : Penampang Balok Beton Bertulang Normal ... 52

Gambar.3.2 : Pembebanan Balok Beton Bertulang ... 55

Gambar.3.3 : Penampang Balok Beton Bertulang Perkuatan Baja Ringan ... 56

Gambar.3.4 : Pembebanan Balok Beton Bertulang ... 60

Gambar.3.5 : Baja Ringan Profil U TS.40.45 ... 70

Gambar.3.6 : Cetakan Benda Uji Silinder ... 74

Gambar.3.7 : Material Benda Uji ... 74

Gambar.3.8 : Cetakan (Bekisting) Benda Uji Balok Beton Bertulang ... 75

Gambar.3.9 : Mesin Pengaduk/ Molen ... 76

Gambar.3.10 : Perawatan Benda Uji Silinder Dengan Cara Direndam ... 78

Gambar.3.11 : Balok Dengan Perkuatan Baja Ringan ... 79

Gambar.3.12 : Potongan A-A Balok Dengan Perkuatan Baja Ringan ... 79

Gambar.3.13 : Baja Ringan Setelah Dilubangi ... 79

Gambar.3.14 : Pengujian Kuat Tekan Benda Uji Silinder ... 80

Gambar.3.15 : Benda Uji Setelah Diberi Beban ... 81

Gambar.3.16 : Penempatan Beban dan Dial Indikator Pada Balok ... 82

Gambar.3.17 : Hydraulic Jack Kapasitas 25 Ton ... 83

Gambar.3.18 : Dial Indikator ... 83

Gambar.3.19 : Penempatan Beban dan Pembaca Regangan Pada Balok ... 84

(15)

Gambar.3.21 : Alat Strain Meter ... 85

Gambar.3.22 : Pembagian Segmen Pengamatan Posisi Retak ... 85

Gambar.3.23 : Penomoran Segmen Pengamatan Posisi Retak ... 86

Gambar.4.1 : Pengujian Slump Test ... 89

Gambar.4.2 : Spesimen Baja Ringan Untuk Uji Tarik ... 92

Gambar.4.3 : Alat Pengujian Kuat Tarik ... 92

Gambar.4.4 : Proses Pengujian Kuat Tarik ... 92

Gambar.4.5 : Spesimen Baja Ringan Setelah Diuji Tarik ... 93

Gambar.4.6 : Penempatan Pembebanan dan Dial Lendutan ... 93

Gambar.4.7 : Pembebanan Terpusat ... 101

Gambar.4.8 : Pembebanan Akibat Beban Sendiri Balok ... 102

Gambar.4.9 : Pembebanan Terpusat ... 121

Gambar.4.10 : Pembebanan Akibat Beban Sendiri Balok ... 122

Gambar.4.11 : Penempatan Pembebanan dan Pembaca Regangan Balok ... 147

Gambar.4.12 : Pengujian Regangan Balok ... 147

Gambar.4.13 : Diagram Regangan Pada Balok Normal Pada Pembebanan 6000 kg ... 148

Gambar.4.14 : Penempatan Pembebanan dan Pembaca Regangan Balok ... 151

Gambar.4.15 : Pengujian Regangan Balok ... 151

Gambar.4.16 : Diagram Regangan Pada Balok I Perkuatan Baja Ringan Pada Pembebanan 7000 kg ... 153

Gambar.4.17 : Diagram Regangan Pada Balok II Perkuatan Baja Ringan Pada Pembebanan 7000 kg ... 153

(16)

Gambar.4.19 : Retak Pada Balok Normal Pada Pembebanan 6000 kg ... 176 Gambar.4.20 : Pola Retak Pada Balok I Dengan Perkuatan Baja Ringan ... 177 Gambar.4.21 : Retak Pada Balok I Perkuatan Baja Ringan Pada Pembebanan

7000 kg ... 177 Gambar.4.22 : Pola Retak Pada Balok II Dengan Perkuatan Baja Ringan ... 178 Gambar.4.23 : Retak Pada Balok II Perkuatan Baja Ringan Pada Pembebanan

(17)

Grafik 4.1 : Hubungan Beban-Lendutan Balok Normal ... 95

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.2 : Hubungan Beban-Lendutan Balok I Perkuatan Baja Ringan ... 97 Grafik 4.3 : Hubungan Beban-Lendutan Balok II Perkuatan Baja Ringan .... 99 Grafik 4.4 : Hubungan Beban-Lendutan Hasil Pengujian dan Teoritis Pada

Balok Normal ... 119 Grafik 4.5 : Hubungan Beban-Lendutan Hasil Pengujian dan Teoritis Pada

Balok I Perkuatan Baja Ringan ... 142 Grafik 4.6 : Hubungan Beban-Lendutan Hasil Pengujian dan Teoritis Pada

Balok II Perkuatan Baja Ringan ... 144 Grafik 4.7 : Hubungan Beban-Lendutan Hasil Pengujian Pada Balok

Normal dan Balok I, II Perkuatan Baja Ringan ... 145 Grafik 4.8 : Hubungan Beban-Lendutan Secara Teoritis Pada Balok

Normal dan Balok Perkuatan Baja Ringan ... 146 Grafik 4.9 : Hubungan Beban-Regangan Pada Balok Normal ... 150 Grafik 4.10 : Hubungan Beban-Regangan Pada Balok I Perkuatan Baja

Ringan ... 154 Grafik 4.11 : Hubungan Beban-Regangan Pada Balok II Perkuatan Baja

Ringan ... 156 Grafik 4.12 : Hubungan Beban-Regangan Beton (Ɛc) Pada Balok Normal

dan Balok I, II Perkuatan Baja Ringan ... 157 Grafik 4.13 : Hubungan Beban-Regangan Tulangan Tarik (Ɛs) Pada Balok

(18)

Grafik 4.14 : Hubungan Beban-Regangan Secara Percobaan dan Teoritis Pada Balok Normal ... 163 Grafik 4.15 : Hubungan Beban-Regangan Secara Percobaan dan Teoritis

Pada Balok I Perkuatan Baja Ringan ... 170 Grafik 4.16 : Hubungan Beban-Regangan Secara Percobaan dan Teoritis

(19)

f'ct = Kuat tarik belah beton (MPa)

L = Panjang benda uji silinder (cm)

D = Diameter benda uji silinder (cm)

σ = Tegangan tekan beton (MPa)

P = Besar gaya yang diberikan pada silinder (N)

DAFTAR NOTASI

A = Luas alas silinder (mm2)

ND = Resultan seluruh gaya tekan pada daerah di atas garis

netral (N)

NT = Resultan seluruh gaya tarik pada daerah di bawah garis

netral (N)

MR = Momen tahanan (Nmm)

z = Jarak antara resultan tekan dan tarik (mm) c = Jarak serat tekan terluar ke garis netral (mm)

fy = Tegangan luluh tulangan (MPa)

f'c = Kuat tekan beton (MPa)

Asb = Luas tulangan balok seimbang (mm2)

ρ = Rasio Penulangan

d = Tinggi efektif balok (mm)

b = Lebar balok (mm)

β1 = Konstanta yang merupakan fungsi dari kelas kuat beton

ND1 = Resultan gaya tekan yang ditahan oleh beton (N)

ND2 = Resultan gaya tekan yang ditahan oleh tulangan baja

(20)

NT1 = Resultan gaya tarik pada tulangan tarik akibat beton (N)

NT2 = Resultan gaya tarik pada tulangan tarik (N)

As1 = Luas tulangan baja tekan (mm2)

As2 = Luas tulangan baja tarik (mm2)

Vn = Gaya geser yang terjadi (N)

Vu = Gaya geser dalam yang bekerja (N)

Vc = Gaya geser yang bekerja pada beton (N) Vs = Gaya geser yang bekerja pada tulangan (N)

Av = Luas tulangan geser (mm2)

Es = Modulus elastisitas besi (MPa)

Ec = Modulus elastisitas beton (MPa)

Δl = Lendutan (mm)

SD = Standar deviasi (MPa)

Xi = Kekuatan tekan beton dari masing-masing benda uji (MPa)

Xrt = Kekuatan tekan beton rata-rata (MPa)

Ie = Momen inersia efektif (mm4)

Ma = Momen beban layan maksimum terjadi pada kondisi

yang diharapkan (Nmm)

Ig = Momen inersia penampang (mm4)

Icr = Momen inersia transformasi pada penampang retak (mm4)

Mcr = Momen retak (Nmm)

fr = Modulus retak beton (MPa)

(21)

ABSTRAK

Jika struktur beton bertulang memikul beban melebihi daya pikulnya, maka struktur beton tersebut akan mengalami ketidakmampuan dalam memikul beban. Ketidakmampuan ini berwujud pada penurunan kapasitas lentur yang akan mengakibatkan struktur beton menjadi hancur (failure). Oleh karena itu perbaikan atau perkuatan dilakukan pada bagian-bagian yang dominan dalam mendukung lentur.

Pada penelitian ini digunakan baja ringan profil U sebagai bahan alternatif untuk perkuatan lentur pada balok beton bertulang yang diharapkan dapat meningkatkan kekuatan struktur tersebut. Perkuatan dilakukan pada daerah tarik dengan menggunakan baja ringan profil U dengan sambungan baut.

Penelitian ini dilakukan dengan 3 (tiga) balok beton bertulang, dimana 1 (satu) balok beton bertulang normal dan 2 (dua) lainnya berupa balok beton bertulang dengan perkuatan baja ringan profil U . Pengujian balok dilakukan di atas 2 (dua) perletakan sendi dan rol untuk pengujian kuat lentur, regangan, lendutan, dan retak.

Hasil pengujian balok dengan perkuatan baja ringan profil U TS.40.45 menunjukkan terjadi penurunan lendutan sebesar 20,04 %, penurunan regangan beton (Ɛs) sebesar 8,38 % dan penurunan regangan tulangan baja tarik (Ɛs) sebesar 7,55 %.

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan berkembangpesatnya pembangunan, terkadang dalam suatu bangunan perlu diadakan peningkatan fungsi dan perubahan dalam sistem struktur walaupun belum sampai batas waktu dalam perencanaan sebelumnya.

Dengan berubahnya fungsi bangunan, akan terjadi perubahan pada struktur bangunan tersebut, salah satunya perubahan beban yang terjadi yaitu dapat semakin kecil atau semakin besar. Jika beban yang terjadi semakin kecil, maka bangunan tersebut akan aman. Akan tetapi jika beban yang bekerja semakin besar, hal ini dapat menimbulkan permasalahan dalam kemampuan struktur tersebut untuk memikul beban yang diterimanya karena lebih besar dari beban yang direncanakan semula. Apabila hal ini terjadi, maka tidak tertutup kemungkinan struktur tersebut akan mengalami kerusakan.

(23)

dilakukan suatu metode perbaikan pada struktur bangunan sehingga bangunan tersebut dapat difungsikan kembali.

Ada beberapa metode yang dapat dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, antara lain dengan memperpendek bentang dari struktur, menambah jumlah tulangan pada balok, memperbesar dimensi dari beton, atau pembongkaran serta penggantian dengan struktur bangunan baru.

Metode penyelesaian di atas dianggap kurang efisien serta terdapat beberapa kendala yang dijumpai di lapangan, seperti :

- Waktu pelaksanaan yang lama (menunggu proses pengeringan dari material perkuatan hingga mampu memikul beban).

- Perlunya ruang kerja yang cukup luas sehingga harus menghentikan aktivitas yang ada.

- Perlunya alat bantu seperti penyanggah sementara.

Dengan adanya kemajuan teknologi di bidang konstruksi khususnya teknologi bahan kini telah ditemukan metode baru dalam melakukan perkuatan struktur, dengan ide dasarnya memberikan tulangan pada balok beton bertulang dari bagian luar pada daerah tarik, dengan menggunakan baja ringan profil U dengan sambungan baut.

I.2. Studi Literatur

(24)

ketahanan terhadap kondisi lingkungan (durability). Tidak terpenuhinya persyaratan-persyaratan dapat pula disebabkan perubahan kode dengan persyaratan yang lebih ketat, sehingga diperlukan tindakan perkuatan (Triwiyono, 2004). Strengthening atau perkuatan dilaksanakan untuk meningkatkan kekuatan maupun daktilitas struktur. Pekerjaan strengthening

harus direncanakan dahulu sesuai dengan yang diinginkan dan harus memenuhi persyaratan teknis yang berlaku. Sedangkan perbaikan struktur diterapkan pada bangunan yang telah rusak, yaitu merupakan upaya untuk mengembalikan fungsi struktur seperti semula setelah terjadi penurunan perkuatan. Jika bangunan tidak segera ditangani perbaikan atau perkuatannya, kerusakan dapat berlanjut lebih parah lagi. Agar bangunan yang sudah rusak dapat terus difungsikan, diperlukan tindakan rehabilitasi yang dapat berupa perbaikan (retrofit) atau perkuatan (strengthening).

Jumaat, M.Z dan Alam, M.A (2006) meneliti pengaruh perkuatan menggunakan ferrocement dan fire mesh terhadap kekuatan lentur balok. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa balok dengan perkuatan menggunakan laminasi ferrocement pada daerah tarik akan menunda terjadinya retak pertama, menambah kekakuan dan kapasitas menahan beban. Defleksi di tengah bentang dan peningkatan kapasitas beban pada balok perkuatan akan kecil dimana aksi komposit akan hilang antara balok asli dengan ferrocement sebelum mencapai keruntuhan. Dengan adanya shear connector akan memberikan aksi komposit penuh antara balok asli dengan ferrocement.

(25)

perekat epoxy-resin. Tiga macam variasi perkuatan dilakukan yaitu dua balok dengan penambahan tulangan dan satu sebagai balok kontrol (BK). Penelitian ini memberikan hasil bahwa kekuatan lentur yang dapat didukung balok meningkat secara signifikan sebesar 63,04%, 139,95% dan 124,14% terhadap BK.

Juhaini (2007) dalam penelitiannya tentang perkuatan murni balok beton bertulang tampang persegi dengan penambahan profil baja kanal menyimpulkan, bahwa perkuatan lentur dengan penambahan profil baja kanal 70 x 30 x 1,2mm , 100 x 50 x 2mm , dan 125 x 50 x 2mm menyebabkan kenaikan kapasitas lentur berturut-turut sebesar 14,29%, 43,25%, dan 53,03% terhadap balok kontrol. Besarnya momen maksimum yang dapat ditahan balok berdasarkan SK SNI 03-2847-2002 berturut-turut untuk BK, BP-PC-1, BP-PC-2 dan BP-PC-3 adalah 25,78 kNm , 29,02 kNm , 37,52 kNm dan 39,45 kNm.

Menurut A. Gomes dan J. Appleton (1997), salah satu teknik perkuatan yang memadai pada balok beton betulangan kurang (under reinforced) adalah pemberian tulangan eksternal menggunakan pelat baja atau hot rolled section , khususnya profil siku.

Tulangan baja tambahan disambungkan pada inersia section balok dan direkatkan dengan epoxy resin. Penggunaan baut baja mutu tinggi (angkur baja) khususnya pada daerah penyaluran, dekat ujung pelat cukup bagus. Efisiensi perkuatan terutama bergantung pada perilaku sambungan.

(26)

resin harus diatur antara 1 sampai 3 mm. Tebal resin yang lebih besar membuat kapasitas ikatan lebih rendah.

Persiapan yang hati-hati terhadap permukaan beton dan baja perlu dilakukan untuk mendapatkan kualitas ikatan yang bagus.

Gambar a) menunjukkan contoh perilaku dalam kondisi batas (Ultimate Limit State). Dalam desain elemen struktural, metode koefisien global – koefisien monolithis –dapat digunakan, seperti yang diperlihatkan dalam gambar b). Menurut metode ini kuat lentur desain, Mrd , ditentukan

sebagai elemen baru dengan dua lapisan tulangan yang baru. Nilai hasil dari Mrd lalu dipengaruhi oleh koefisien monolithis. Untuk pelat baja disesuaikan

dengan koefisien monolithis berikut, Eurocode 8 (1995); lentur γn,M = 1,0.

(27)

Penelitian intesif oleh Swarny dkk. (1987) telah membuktikan bahwa metode perkuatan berupa penambahan pelat baja atau bahan komposit lain yang dilakukan di daerah tarik balok yaitu serat bawah efektif meningkatkan kuat lentur dan mengurangi lendutan balok beton bertulang secara signifikan dalam batas-batas tertentu.

Berdasarkan hasil penelitian Ziraba dkk. (1994) mengusulkan tata cara (guidelines) yang dapat digunakan untuk merencanakan pelat baja sebagai perkuatan lentur eksternal pada balok beton bertulang dengan penampang persegi.

Hasil di atas dapat dikembangkan dengan menggunakan baja ringan profil U sebagai perkuatan yang lebih ringan dan memiliki kekuatan yang lebih besar dari pelat baja konvensional untuk menambah efektivitas lapis perkuatan pada balok beton bertulang.

I.3. Perumusan Masalah

Jika struktur beton bertulang memikul beban melebihi daya pikulnya, maka struktur beton tersebut akan mengalami ketidakmampuan dalam memikul beban. Ketidakmampuan ini berwujud pada penurunan kapasitas lentur yang akan mengakibatkan struktur beton menjadi hancur (failure). Oleh karena itu perbaikan atau perkuatan dilakukan pada bagian-bagian yang dominan dalam mendukung lentur.

(28)

I.4. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini akan ditinjau secara eksperimental kekuatan lentur pada balok beton bertulang yang telah dilakukan perkuatan dengan baja ringan profil U setelah balok beton tersebut dibebani hingga mencapai kekuatan batas (ultimate) akibat beban terpusat.

Secara terperinci penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menguji dan mengetahui kekuatan balok akibat beban terpusat dua titik. 2. Mengetahui dan mendapatkan kurva hubungan beban lendutan.

3. Mengamati pola retak dan mekanisme keruntuhan yang terjadi.

4. Melakukan perbandingan perilaku balok beton konvensional dengan balok beton yang diperkuat dengan baja ringan profil U.

5. Membandingkan hasil secara eksperimen dengan rumusan yang ada.

I.5. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari penyimpangan dari tujuan yang diharapkan, maka diambil batasan untuk penelitian ini antara lain :

1. Mutu beton yang dipakai adalah K-225 pada umur 28 hari.

2. Pengujian dengan membuat benda uji pada balok beton bertulang berukuran (15x25x320) cm .

3. Penggunaan tulangan baja yaitu 2ф12 untuk tulangan tekan dan 2ф12 untuk tulangan tarik serta sengkang D6-100.

4. Balok bertumpu pada perletakan sederhana (sendi-rol).

(29)

6. Penambahan perkuatan pada daerah tarik dengan baja ringan profil U TS.40.45 dari PT. BlueScope Lysaght Indonesia.

7. Standar pengujian dan pengolahan data dilakukan berdasarkan ASTM standard dan SKSNI (mix design).

8. Analisa perhitungan dilakukan berdasarkan SNI 03-2847-2002.

I.6. Metodologi Penelitian

Adapun tahapan pelaksanaan yang digunakan dalam eksperimen tugas akhir ini adalah :

1. Pengujian kuat tekan beton.

2. Pendesainan balok beton bertulang dengan metode ultimate sebanyak 3 buah di mana 2 berupa balok beton bertulang dengan perkuatan baja ringan profil U dan 1 lainnya tidak diberi perkuatan (balok normal).

3. Pembuatan 3 buah benda uji balok beton bertulang dilakukan di Laboratorium Bahan Rekayasa Program Strata Satu ( S 1 ) Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

4. Pemberian beban dengan Hydraulic Jack setelah benda uji berumur 28 hari akan dilakukan di Laboratorium Struktur Program Magister ( S 2 ) Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

(30)

secara bertahap dan pada tiap tahap pembebanan dicatat lendutan yang terjadi pada titik-titik dimana dial gauge terpasang. Retak yang terjadi diberi tanda dan dicatat. Kemudian akan dilihat fenomena apa yang akan terjadi pada balok beton bertulang yang diperkuat ini. Penelitian akan diamati dari keadaan elastis sampai plastis. Sampai didapat beban maksimum yang mampu dipikul balok tersebut.

Gambar 1.2 Balok dengan Perkuatan Baja Ringan Profil U

Gambar 1.3 Baja Ringan Profil U TS.40.45

I.7. Sistematika Penulisan

(31)

BAB I. PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, studi literatur, perumusan masalah, tujuan penelitian, pembatasan masalah, metodologi penelitian dan sistematika penulisan dari tugas akhir ini.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi uraian tentang dasar-dasar teori mengenai bahan perbaikan struktur, analisa penampang balok, prilaku balok, jenis retak dan ragam keruntuhan balok.

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi uraian tentang mekanisme pelaksanaan penelitian yaitu mulai tahap persiapan, pembuatan benda uji, pengujian benda uji dan sampai pada tahap pengambilan data.

BAB IV. ANALISA DAN HASIL PEMBAHASAN

Bab ini berisi analisa dan hasil pengujian benda uji dalam penelitian, meliputi, pengujian balok dengan perkuatan baja ringan profil U serta perbandingan antara perhitungan teoritis dengan penelitian yang dilakukan.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

(32)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan berkembangpesatnya pembangunan, terkadang dalam suatu bangunan perlu diadakan peningkatan fungsi dan perubahan dalam sistem struktur walaupun belum sampai batas waktu dalam perencanaan sebelumnya.

Dengan berubahnya fungsi bangunan, akan terjadi perubahan pada struktur bangunan tersebut, salah satunya perubahan beban yang terjadi yaitu dapat semakin kecil atau semakin besar. Jika beban yang terjadi semakin kecil, maka bangunan tersebut akan aman. Akan tetapi jika beban yang bekerja semakin besar, hal ini dapat menimbulkan permasalahan dalam kemampuan struktur tersebut untuk memikul beban yang diterimanya karena lebih besar dari beban yang direncanakan semula. Apabila hal ini terjadi, maka tidak tertutup kemungkinan struktur tersebut akan mengalami kerusakan.

(33)

dilakukan suatu metode perbaikan pada struktur bangunan sehingga bangunan tersebut dapat difungsikan kembali.

Ada beberapa metode yang dapat dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, antara lain dengan memperpendek bentang dari struktur, menambah jumlah tulangan pada balok, memperbesar dimensi dari beton, atau pembongkaran serta penggantian dengan struktur bangunan baru.

Metode penyelesaian di atas dianggap kurang efisien serta terdapat beberapa kendala yang dijumpai di lapangan, seperti :

- Waktu pelaksanaan yang lama (menunggu proses pengeringan dari material perkuatan hingga mampu memikul beban).

- Perlunya ruang kerja yang cukup luas sehingga harus menghentikan aktivitas yang ada.

- Perlunya alat bantu seperti penyanggah sementara.

Dengan adanya kemajuan teknologi di bidang konstruksi khususnya teknologi bahan kini telah ditemukan metode baru dalam melakukan perkuatan struktur, dengan ide dasarnya memberikan tulangan pada balok beton bertulang dari bagian luar pada daerah tarik, dengan menggunakan baja ringan profil U dengan sambungan baut.

I.2. Studi Literatur

(34)

ketahanan terhadap kondisi lingkungan (durability). Tidak terpenuhinya persyaratan-persyaratan dapat pula disebabkan perubahan kode dengan persyaratan yang lebih ketat, sehingga diperlukan tindakan perkuatan (Triwiyono, 2004). Strengthening atau perkuatan dilaksanakan untuk meningkatkan kekuatan maupun daktilitas struktur. Pekerjaan strengthening

harus direncanakan dahulu sesuai dengan yang diinginkan dan harus memenuhi persyaratan teknis yang berlaku. Sedangkan perbaikan struktur diterapkan pada bangunan yang telah rusak, yaitu merupakan upaya untuk mengembalikan fungsi struktur seperti semula setelah terjadi penurunan perkuatan. Jika bangunan tidak segera ditangani perbaikan atau perkuatannya, kerusakan dapat berlanjut lebih parah lagi. Agar bangunan yang sudah rusak dapat terus difungsikan, diperlukan tindakan rehabilitasi yang dapat berupa perbaikan (retrofit) atau perkuatan (strengthening).

Jumaat, M.Z dan Alam, M.A (2006) meneliti pengaruh perkuatan menggunakan ferrocement dan fire mesh terhadap kekuatan lentur balok. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa balok dengan perkuatan menggunakan laminasi ferrocement pada daerah tarik akan menunda terjadinya retak pertama, menambah kekakuan dan kapasitas menahan beban. Defleksi di tengah bentang dan peningkatan kapasitas beban pada balok perkuatan akan kecil dimana aksi komposit akan hilang antara balok asli dengan ferrocement sebelum mencapai keruntuhan. Dengan adanya shear connector akan memberikan aksi komposit penuh antara balok asli dengan ferrocement.

(35)

perekat epoxy-resin. Tiga macam variasi perkuatan dilakukan yaitu dua balok dengan penambahan tulangan dan satu sebagai balok kontrol (BK). Penelitian ini memberikan hasil bahwa kekuatan lentur yang dapat didukung balok meningkat secara signifikan sebesar 63,04%, 139,95% dan 124,14% terhadap BK.

Juhaini (2007) dalam penelitiannya tentang perkuatan murni balok beton bertulang tampang persegi dengan penambahan profil baja kanal menyimpulkan, bahwa perkuatan lentur dengan penambahan profil baja kanal 70 x 30 x 1,2mm , 100 x 50 x 2mm , dan 125 x 50 x 2mm menyebabkan kenaikan kapasitas lentur berturut-turut sebesar 14,29%, 43,25%, dan 53,03% terhadap balok kontrol. Besarnya momen maksimum yang dapat ditahan balok berdasarkan SK SNI 03-2847-2002 berturut-turut untuk BK, BP-PC-1, BP-PC-2 dan BP-PC-3 adalah 25,78 kNm , 29,02 kNm , 37,52 kNm dan 39,45 kNm.

Menurut A. Gomes dan J. Appleton (1997), salah satu teknik perkuatan yang memadai pada balok beton betulangan kurang (under reinforced) adalah pemberian tulangan eksternal menggunakan pelat baja atau hot rolled section , khususnya profil siku.

Tulangan baja tambahan disambungkan pada inersia section balok dan direkatkan dengan epoxy resin. Penggunaan baut baja mutu tinggi (angkur baja) khususnya pada daerah penyaluran, dekat ujung pelat cukup bagus. Efisiensi perkuatan terutama bergantung pada perilaku sambungan.

(36)

resin harus diatur antara 1 sampai 3 mm. Tebal resin yang lebih besar membuat kapasitas ikatan lebih rendah.

Persiapan yang hati-hati terhadap permukaan beton dan baja perlu dilakukan untuk mendapatkan kualitas ikatan yang bagus.

Gambar a) menunjukkan contoh perilaku dalam kondisi batas (Ultimate Limit State). Dalam desain elemen struktural, metode koefisien global – koefisien monolithis –dapat digunakan, seperti yang diperlihatkan dalam gambar b). Menurut metode ini kuat lentur desain, Mrd , ditentukan

sebagai elemen baru dengan dua lapisan tulangan yang baru. Nilai hasil dari Mrd lalu dipengaruhi oleh koefisien monolithis. Untuk pelat baja disesuaikan

dengan koefisien monolithis berikut, Eurocode 8 (1995); lentur γn,M = 1,0.

(37)

Penelitian intesif oleh Swarny dkk. (1987) telah membuktikan bahwa metode perkuatan berupa penambahan pelat baja atau bahan komposit lain yang dilakukan di daerah tarik balok yaitu serat bawah efektif meningkatkan kuat lentur dan mengurangi lendutan balok beton bertulang secara signifikan dalam batas-batas tertentu.

Berdasarkan hasil penelitian Ziraba dkk. (1994) mengusulkan tata cara (guidelines) yang dapat digunakan untuk merencanakan pelat baja sebagai perkuatan lentur eksternal pada balok beton bertulang dengan penampang persegi.

Hasil di atas dapat dikembangkan dengan menggunakan baja ringan profil U sebagai perkuatan yang lebih ringan dan memiliki kekuatan yang lebih besar dari pelat baja konvensional untuk menambah efektivitas lapis perkuatan pada balok beton bertulang.

I.3. Perumusan Masalah

Jika struktur beton bertulang memikul beban melebihi daya pikulnya, maka struktur beton tersebut akan mengalami ketidakmampuan dalam memikul beban. Ketidakmampuan ini berwujud pada penurunan kapasitas lentur yang akan mengakibatkan struktur beton menjadi hancur (failure). Oleh karena itu perbaikan atau perkuatan dilakukan pada bagian-bagian yang dominan dalam mendukung lentur.

(38)

I.4. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini akan ditinjau secara eksperimental kekuatan lentur pada balok beton bertulang yang telah dilakukan perkuatan dengan baja ringan profil U setelah balok beton tersebut dibebani hingga mencapai kekuatan batas (ultimate) akibat beban terpusat.

Secara terperinci penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menguji dan mengetahui kekuatan balok akibat beban terpusat dua titik. 2. Mengetahui dan mendapatkan kurva hubungan beban lendutan.

3. Mengamati pola retak dan mekanisme keruntuhan yang terjadi.

4. Melakukan perbandingan perilaku balok beton konvensional dengan balok beton yang diperkuat dengan baja ringan profil U.

5. Membandingkan hasil secara eksperimen dengan rumusan yang ada.

I.5. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari penyimpangan dari tujuan yang diharapkan, maka diambil batasan untuk penelitian ini antara lain :

1. Mutu beton yang dipakai adalah K-225 pada umur 28 hari.

2. Pengujian dengan membuat benda uji pada balok beton bertulang berukuran (15x25x320) cm .

3. Penggunaan tulangan baja yaitu 2ф12 untuk tulangan tekan dan 2ф12 untuk tulangan tarik serta sengkang D6-100.

4. Balok bertumpu pada perletakan sederhana (sendi-rol).

(39)

6. Penambahan perkuatan pada daerah tarik dengan baja ringan profil U TS.40.45 dari PT. BlueScope Lysaght Indonesia.

7. Standar pengujian dan pengolahan data dilakukan berdasarkan ASTM standard dan SKSNI (mix design).

8. Analisa perhitungan dilakukan berdasarkan SNI 03-2847-2002.

I.6. Metodologi Penelitian

Adapun tahapan pelaksanaan yang digunakan dalam eksperimen tugas akhir ini adalah :

1. Pengujian kuat tekan beton.

2. Pendesainan balok beton bertulang dengan metode ultimate sebanyak 3 buah di mana 2 berupa balok beton bertulang dengan perkuatan baja ringan profil U dan 1 lainnya tidak diberi perkuatan (balok normal).

3. Pembuatan 3 buah benda uji balok beton bertulang dilakukan di Laboratorium Bahan Rekayasa Program Strata Satu ( S 1 ) Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

4. Pemberian beban dengan Hydraulic Jack setelah benda uji berumur 28 hari akan dilakukan di Laboratorium Struktur Program Magister ( S 2 ) Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

(40)

secara bertahap dan pada tiap tahap pembebanan dicatat lendutan yang terjadi pada titik-titik dimana dial gauge terpasang. Retak yang terjadi diberi tanda dan dicatat. Kemudian akan dilihat fenomena apa yang akan terjadi pada balok beton bertulang yang diperkuat ini. Penelitian akan diamati dari keadaan elastis sampai plastis. Sampai didapat beban maksimum yang mampu dipikul balok tersebut.

Gambar 1.2 Balok dengan Perkuatan Baja Ringan Profil U

Gambar 1.3 Baja Ringan Profil U TS.40.45

I.7. Sistematika Penulisan

(41)

BAB I. PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, studi literatur, perumusan masalah, tujuan penelitian, pembatasan masalah, metodologi penelitian dan sistematika penulisan dari tugas akhir ini.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi uraian tentang dasar-dasar teori mengenai bahan perbaikan struktur, analisa penampang balok, prilaku balok, jenis retak dan ragam keruntuhan balok.

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi uraian tentang mekanisme pelaksanaan penelitian yaitu mulai tahap persiapan, pembuatan benda uji, pengujian benda uji dan sampai pada tahap pengambilan data.

BAB IV. ANALISA DAN HASIL PEMBAHASAN

Bab ini berisi analisa dan hasil pengujian benda uji dalam penelitian, meliputi, pengujian balok dengan perkuatan baja ringan profil U serta perbandingan antara perhitungan teoritis dengan penelitian yang dilakukan.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

(42)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Umum

Teknologi beton yang telah cukup berkembang dan dikenal masyarakat saat ini menjadikan beton banyak dipilih sebagai bahan konstruksi. Selain disebabkan bahan-bahannya relatif mudah diperoleh, beton juga mempunyai beberapa keuntungan antara lain harganya relatif murah, mempunyai kuat tekan tinggi, mudah dalam pengangkutan dan pembentukan (untuk beton segar), mudah perawatannya serta banyak keuntungan lainnya. Oleh karena itu banyak bangunan yang menggunakan beton sebagai material konstruksi.

Beton merupakan pencampuran bahan-bahan agregat halus dan kasar yaitu pasir, batu pecah (kerikil) dengan menambahkan bahan perekat yaitu semen dan air sebagai suatu bahan pembantu guna keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton berlangsung. Beton mempunyai kuat tekan cukup baik tetapi lemah terhadap kuat tarik, sedangkan baja tulangan merupakan material dengan kuat tekan dan kuat tarik yang hampir sama. Oleh karena itu, beton diperkuat oleh tulangan tarik untuk mengatasi kuat tarik beton yang rendah. Biasanya pada beton juga dipasang tulangan tekan untuk meningkatkan daktilitas dan mengurangi lendutan balok.

(43)

memikul beban luar yang menimbulkan momen lentur dan gaya geser sepanjang bentang balok. Perencanaan balok harus dapat menyediakan tingkat keamanan yang cukup terhadap semua ragam keruntuhan.

Beton didapat dari pencampuran bahan-bahan agregat halus dan kasar yaitu pasir, batu pecah atau bahan semacam lainnya, dengan menambahkan secukupnya bahan perekat semen, dan air sebagai bahan pembantu guna keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton berlangsung (Dipohusodo, 1999).

Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa mengalami retak. Untuk itu, agar dapat bekerja dengan baik dalam suatu sistem struktur, perlu dibantu dengan memberi perkuatan penulangan terutama yang akan mengemban tugas menahan gaya tarik yang bakal timbul di dalam sistem (Dipohusodo, 1999).

Perkuatan struktur menurut Triwiyono (2004) dilakukan untuk bangunan yang riskan terhadap beban baru yang akan harus didukung, sehingga perlu meningkatkan kemampuan bangunan tersebut atau menambahkan elemen struktur baru yang tidak tersedia atau dianggap tidak ada pada saat struktur dibangun.

(44)

Sebelum dilakukan tindakan perkuatan, perlu diketahui jenis, penyebab dan tingkat kerusakan. Secara umum, faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan pada struktur balok bertulang antara lain :

1. Kerusakan akibat pengaruh fisika

Kerusakan ini terjadi akibat adanya kejadian-kejadian fisis seperti halnya kebakaran atau panas hidrasi.

2. Kerusakan akibat pengaruh kimia

Kerusakan beton akibat pengaruh kimia mungkin terjadi karena adanya kontak antara permukaan beton dengan zat kimia. Zat kimia yang bersentuhan langsung dengan permukaan beton tentu akan mempengaruhi kondisi struktur. Kejadian tersebut sering dijumpai pada beton pondasi, lantai dasar gedung, pipa selokan, dermaga, bak limbah, dan lokasi lainnya. Contoh kerusakan yang ditimbulkan antara lain korosi pada tulangan beton,

korosi oksidasi langsung, korosi elektrokimia, asam amonia, dan lain sebagainya.

3. Kerusakan akibat pengaruh mekanis

Kerusakan beton bertulang akibat pengaruh mekanis, yaitu kerusakan disebabkan oleh faktor-faktor mekanis yang berasal dari luar struktur tersebut, baik secara langsung maupun tak langsung.

Beberapa contoh penyebab kerusakan jenis ini antara lain:

- Karena tumbukan dan sejenisnya, misalnya ditabrak oleh benda berat. - Pembebanan yang berlebihan (overload). Pada hakekatnya setiap

(45)

ketika mendesain, ketidakdisiplinan manusia terkadang dalam menggunakan struktur tersebut melebihi kapasitas struktur tersebut. - Pengikisan permukaan, umumnya terjadi pada struktur beton di

lingkungan air, misalnya pier jembatan atau balok dermaga. Pengikisan disebabkan oleh aliran air yang menghantam struktur secara terus menerus. Awalnya pengikisan oleh aliran air ini hanya akan merusak lapisan terluar dari struktur beton, namun apabila tidak segera diantisipasi, kerusakan akan merambat ke bagian dalam.

- Akibat lainnya: ledakan, gempa bumi

Pemilihan metode perkuatan harus memperhatikan beberapa hal yaitu kapasitas struktur yang akan diperkuat, lingkungan dimana struktur berada, peralatan yang tersedia, kemampuan tenaga pelaksana serta batasan-batasan dari pemilik seperti keterbatasan ruang kerja, kemudahan pelaksanaan, waktu pelaksanaan dan biaya perkuatan.

Untuk meningkatkan kemampuan tarik baja tulangan dalam menerima momen lentur, diberi tambahan pelat baja atau tambahan tulangan tarik yang dilaskan pada tulangan yang ada dengan jarak tulangan antara, dan untuk meningkatkan kemampuan tekan beton dapat dilaksanakan berupa dengan pekerjaan jacketing maupun concreting. Sedangkan untuk meningkatkan kemampuan beton bertulang adalah dengan penambahan tulangan tarik maupun tulangan tekan dan dipadukan dengan pekerjaan jacketing dan concreting.

(46)

diperlukan untuk mencapai keseimbangan regangan, maka penampang balok demikian disebut bertulangan lebih (overreinforced). Berlebihnya tulangan tarik menyebabkan garis netral bergeser ke bawah. Hal ini mengakibatkan beton mendahului mencapai regangan maksimum 0,003 sebelum tulangan tariknya leleh. Apabila penampang balok tersebut dibebani momen yang lebih besar lagi, yang berarti regangannya semakin besar sehingga kemampuan regangan beton terlampaui, maka akan terjadi keruntuhan dengan beton hancur secara mendadak tanpa didahului dengan gejala-gejala peringatan terlebih dahulu. Sedangkan apabila suatu penampang balok beton bertulang mengandung jumlah tulangan tarik kurang dari yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan regangan, penampang demikian disebut bertulangan kurang (underreinforced). Sehingga tulangan tarik akan mendahului mencapai regangan lelehnya sebelum beton mencapai regangan 0,003, lendutan balok meningkat tajam sehingga dapat merupakan tanda-tanda kehancuran.

II.2. Kekuatan Tekan Beton

(47)

Suatu ukuran dari pengerjaan beton ini diperoleh dengan percobaan slump, dimana lebih kecil slump lebih kaku dan lebih sukar pengerjaan dari beton.

Kekuatan tekan beton diwakili oleh tegangan tekan maksimum f'c dengan satuan N/mm2 atau Mpa dan juga memakai satuan kg/cm2. Untuk struktur beton bertulang pada umumnya menggunakan beton dengan kuat tekan pada umur 28 hari berkisar 17-35 Mpa, sedangkan untuk beton prategang digunakan beton dengan kuat tekan lebih tinggi, berkisar antara 30-45 Mpa. Nilai kuat tekan beton didapatkan melalui tata cara pengujian standar, menggunakan mesin uji dengan cara memberikan beban tekan tingkat dengan kecepatan peningkatan beban tertentu atas benda uji silinder (d = 150 mm, t = 300 mm) sampai hancur. Tata cara pengujian yang umumnya dipakai adalah standar ASTM C39-86. Kuat tekan masing-masing benda uji ditentukan oleh tegangan tekan tertinggi yang dicapai benda uji umur 28 hari akibat beban tekan.

Pada SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.3.2 menetapkan bahwa regangan kerja maksimum yang diperhitungkan di serat tepi beton tekan terluar adalah 0,003 sebagai batas hancur. Untuk beton kepadatan normal dengan berat isi ±

2300 kg/m3 dapat digunakan nilai Ec = 4700 ��′�.

II.3. Kekuatan Tarik Beton

(48)

Kuat tarik bahan beton yang tepat sulit untuk diukur. Suatu nilai pendekatan yang umum dilakukan dengan menggunakan modulus of rupture, yaitu tegangan tarik lentur beton yang timbul pada pengujian hancur balok beton polos (tanpa tulangan), sebagai pengukur kuat tarik sesuai teori elastisitas. Kuat tarik bahan beton juga ditentukan melalui pengujian split silinder yang umumnya memberikan hasil yang lebih baik dan lebih mencerminkan kuat tarik yang sebenarnya. Nilai pendekatan yang diperoleh

dari hasil pengujian berulang kali mencapai kekuatan 0,50 - 0,60 kali ��′�,

sehingga untuk beton normal digunakan nilai 0,57 ��′�. Sedangkan dalam

SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.2.5 ditetapkan bahwa besarnya modulus tarik

untuk beton normal adalah 0,7 ��′�.

II.4. Tegangan dan Regangan Beton

Tegangan didefinisikan sebagai tahanan terhadap gaya-gaya luar. Intensitas gaya yaitu gaya per satuan luas disebut tegangan dan diberi notasi huruf Yunani "σ" (sigma). Gaya P yang bekerja tegak-lurus (normal) pada

penampang melintang a-a ini secara aktual merupakan resultan distribusi gaya-gaya yang bekerja pada penampang melintang dengan arah normal.

(49)
[image:49.595.190.468.168.306.2]

Dengan mengasumsikan bahwa tegangan terbagi rata di seluruh penampang, kita dapat melihat bahwa resultannya harus sama dengan intensitas σ dikalikan dengan luas penampang A.

Gambar 2.2 Arah tegangan normal (normal stress) dan pola retak pada

silinder Dengan demikian didapatkan rumus :

σ = �

dimana : σ = tegangan (N/mm2

) P = gaya aksial (N)

A = luas penampang (mm2)

(50)

Jika suatu benda ditarik atau ditekan, gaya P yang diterima benda mengakibatkan adanya ketegangan antar partikel dalam material yang besarnya berbanding lurus. Perubahan tegangan partikel ini menyebabkan adanya pergeseran struktur material regangan atau himpitan yang besarnya juga berbanding lurus. Karena adanya pergeseran, maka terjadilah deformasi bentuk material misalnya perubahan panjang menjadi L + ∆L (atau L - ∆L). Dimana L adalah panjang awal benda dan ∆L adalah perubahan panjang yang terjadi. Rasio perbandingan antara ∆L terhadap L inilah yang disebut strain

(regangan) dan dilambangkan dengan "Ɛ" (epsilon). Dengan demikian didapatkan rumus:

Ɛ = ��

dimana : Ɛ = regangan/ strain (µm/m atau µƐ) �� = perubahan panjang benda (µm) � = panjang benda mula-mula (m)

Gambar 2.3 Regangan (strain)

(51)

positif dan regangan tekan bertanda negatif. Regangan (Ɛ) disebut regangan normal karena regangan ini berkaitan dengan tegangan normal (Gere & Timoshenko, 1997).

II.5. Kurva Tegangan-Regangan Beton

Sebagaimana beban aksial yang bertambah bertahap, pertambahan panjang terhadap panjang gage diukur pada setiap pertambahan beban dan ini dilanjutkan sampai terjadi kerusakan (fracture) pada spesimen. Dengan mengetahui luas penampang awal spesimen, maka tegangan normal, yang dinyatakan dengan σ, dapat diperoleh untuk setiap nilai beban aksial dengan

menggunakan hubungan dimana P menyatakan beban aksial dalam (Newton) dan A menyatakan luas penampang awal (mm2). Dengan memasangkan pasangan nilai tegangan normal (σ) dan regangan normal (Ɛ), data percobaan

dapat digambarkan dengan memperlakukan kuantitas-kuantitas ini sebagai absis dan ordinat. Gambar yang diperoleh adalah diagram atau kurva tegangan-regangan.

(52)

Penambahan agregat halus ke pasta semen menjadi mortar mengakibatkan suatu peningkatan modulus elastisitas, tetapi mereduksi kekuatan. Penambahan agregat kasar ke mortar hanya sedikit mempengaruhi modulus elastisitas, tetapi mengakibatkan penambahan reduksi kuat tekan. Secara keseluruhan, perilaku beton adalah serupa dengan unsur pokok mortar, sedangkan perilaku mortar dan beton secara signifikan berbeda dari perilaku baik pasta semen atau agregat.

Berdasarkan Sidney Mindess, J.Francis Young dan David Darwin (2003) kurva stress-strain tipikal untuk agregat, pasta semen, mortar dan beton sebagai berikut:

Gambar 2.4 Kurva stress-strain tipikal untuk agregat, pasta semen, mortar

dan beton

(53)

beton tersebut akan mengalami regangan yang lebih besar sebelum mengalami kegagalan (failure).

Gambar 2.5 Contoh kurva tegangan-regangan pada beton dengan berbagai

variasi kuat tekan

II.6. Modulus Elastisitas Beton

Modulus elastisitas atau modulus Young merupakan hubungan linear antara tegangan dan regangan untuk suatu batang yang mengalami tarik atau tekan. Semakin besar harga modulus ini maka semakin kecil regangan elastis yang terjadi pada suatu tingkat pembebanan tertentu, atau dapat dikatakan material tersebut semakin kaku (stiff). Pada grafik tegangan-regangan, modulus kekakuan tersebut dapat dihitung dari slope kemiringan garis elastis yang linear, diberikan oleh:

E = σ

Ɛatau E = tan α

dimana: σ = tegangan aksial searah sumbu benda uji

(54)

α = sudut yang dibentuk oleh daerah elastis kurva tegangan-regangan E = konstanta proporsionalitas yang dikenal dengan modulus

elastisitas bahan tersebut

Modulus elastisitas suatu material ditentukan oleh energi ikat antar atom-atom, sehingga besarnya nilai modulus ini tidak dapat dirubah oleh suatu proses tanpa merubah struktur bahan. Modulus elastisitas adalah kemiringan kurva tegangan-regangan di dalam daerah elastis linear pada sekitar 40% beban puncak (ultimate load) (Gere, Timoshenko, 1997).

Modulus elastisitas beton memiliki nilai yang bervariasi tergantung dari beberapa faktor, di antaranya adalah kuat tekan beton. Makin tinggi kuat tekannya, maka modulus elastisitasnya juga makin besar, dimana perubahan panjang yang terjadi akibat pembebanan tekan akan makin kecil. Hal ini disebabkan kondisi beton makin keras sehingga dengan energi yang sama akan dihasilkan pemendekan dan regangan yang lebih kecil bila dibandingkan dengan beton yang kuat tekannya kecil (Sukoyo, 2008).

Nilai modulus elastisitas baja, Es = 200 GPa (200.000 N/mm2), nilai ini kira-kira 8 kali lebih besar daripada nilai modulus elastisitas beton normal, Ec = 24 GPa (24.000 N/mm2) untuk beton normal dengan fc' = 35 MPa (ACI Innovation Task Group 3 dalam MCP, 2006). Nilai regangan baja tulangan, Ɛs = 0,01 lima kali lebih besar daripada regangan beton, Ɛc = 0,002 (Park R.

(55)

eksternal (profil C lips channel) di sisi bawah lebih besar daripada baja tulangan batang dengan luas tampang bulatm karena luasan relatif lebih besar. Kemudian jarak baja tulangan dengan garis netral balok beton bertulangan eksternal lebih besar daripada balok beton bertulangan baja. Dengan demikian momen kopel yang dihasilkan oleh perkalian gaya dan jarak pada balok beton bertulangan eksternal lebih besar daripada balok beton bertulangan biasa.

II.7. Beton Bertulang

(56)

berbeda dengan prinsip-prinsip yang mengatur perencanaan struktur dari bahan yang terdiri dari satu macam saja.

Gambar 2.6. memperlihatkan kekuatan balok yang secara nyata dapat ditingkatkan dengan menambahkan batangan-batangan baja di daerah tarik. Baja tulangan yang mampu menerima tekan dan tarik juga dimanfaatkan untuk menyediakan sebagian dari daya dukung kolom beton dan kadang-kadang di dalam daerah tekan balok.

Gambar 2.6 Letak batang-batang tulangan dalam balok beton bertulang

Baja dan beton dapat bekerja sama atas beberapa alasan yaitu:

1. Lekatan (bond, atau interaksi antara batangan baja dengan beton keras di sekelilingnya) yang mencegah slip relatif antara baja dan beton.

2. Campuran beton yang memadai memberikan sifat anti resap yang cukup dari beton untuk mencegah karat baja.

3. Angka kecepatan muai yang relatif serupa menimbulkan tegangan antara baja dan beton yang dapat diabaikan di bawah perubahan suhu udara.

II.8. Baja Tulangan

(57)

mempunyai standar yang dipakai oleh pabrik yang bersangkutan. Ada dua jenis baja tulangan, yaitu baja tulangan polos (plain bar) dan baja tulangan ulir (deformed bar).

Baja tulangan polos tersedia dalam beberapa macam diameter, tetapi karena ketentuan SNI hanya memperkenankan pemakaiannya untuk sengkang dan tulangan spiral, pemakaiannya terbatas. Saat ini, tulangan polos yang mudah dijumpai adalah hingga diameter 16 mm, dengan panjang standar 12 meter.

Berdasarkan ketentuan SNI T-15-1991-03 Pasal 3.5, baja tulangan ulir lebih diutamakan pemakaian untuk batang tulangan beton struktur. Salah satu tujuan dari ketentuan ini adalah agar struktur beton bertulang tersebut memiliki keandalan terhadap efek gempa karena terdapat lekatan yang lebih baik antara beton dengan tulangannya. Berbeda dengan PBI-71 yang menggunakan simbol U untuk menyatakan mutu baja tulangan, SNI menggunakan simbol BJTP (baja tulangan polos) dan BJTD (baja tulangan ulir). Baja tulangan polos yang tersedia mulai dari mutu BJTP-24 hingga BJTP-30, simbol ini menyatakan tegangan leleh karakterisitik materialnya.

(58)
[image:58.595.195.429.207.351.2]

Sifat fisik batang tulangan baja yang paling penting untuk digunakan dalam perhitungan perencanaan beton bertulang adalah tegangan leleh (fy) dan modulus elastisitas (Es). Suatu diagram hubungan regangan-tegangan untuk batang tulangan baja dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.7 Diagram Tegangan-Regangan Batang Tulangan Baja

Keterangan: Pada bagian awal diagram regangan dan regangan, modulus elastisitas baja Es konstan. Posisi a-b adalah batas leleh, dimana regangan bertambah dan tegangan konstan disebut tegangan leleh baja. Posisi c adalah saat baja mencapai tegangan ultimit. Posisi d adalah saat baja akan putus. Tegangan leleh (fy) adalah tegangan baja pada saat dimana meningkatnya regangan tidak disertai lagi dengan peningkatan tegangannya. Menurut SK SNI T-15-1991-03 bahwa modulus elastisitas baja (Es) adalah 200.000 MPa, sedangkan modulus elastisitas untuk tendon prategang harus dibuktikan dan ditentukan melalui pengujian.

II.9. Balok Beton Bertulang

(59)

lentur di dalam balok tersebut. Pada kejadian momen lentur positif, pada bagian atas akan terjadi regangan tekan dan di bagian bawah dari penampang terjadi regangan tarik. Regangan-regangan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya tegangan-tegangan yang harus ditahan oleh balok, tegangan tekan di bagian atas dan tegangan tarik di bagian bawah.

Pada beban kecil, dengan menganggap belum terjadi retak beton, secara bersama-sama beton dan baja tulangan bekerja menahan gaya tekan yang ditahan oleh beton saja. Pada beban sedang, kuat tarik beton dilampaui dan beton mengalami retak rambut. Karena beton tidak dapat meneruskan gaya tarik pada daerah retak, karena terputus-putus, baja tulangan akan mengambil alih memikul seluruh gaya tarik yang timbul.

Pembebanan ultimit adalah kapasitas batas kekuatan beton terlampaui dan tulangan baja mencapai luluh, balok mengalami kehancuran. Pada saat balok dekat dengan keadaan pembebanan ultimit, nilai regangan serta tegangan tekan akan meningkat dan cenderung untuk tidak sebanding di antara keduanya, dimana tegangan beton tekan akan membentuk kurva non linear.

Menurut Istimawan Dipohusodo (1996) dalam bukunya menyatakan bahwa pendekatan dan pengembangan metode perencanaan kekuatan didasarkan atas anggapan-anggapan sebagai berikut :

(60)

struktur terdistribusi linear atau sebanding lurus terhadap jarak ke garis netral (prinsip Navier)

2. Tegangan sebanding dengan regangan hanya sampai pada kira-kira beban sedang, dimana tegangan beton tekan tidak melampaui ± 1/2 f'c. Apabila beban meningkat sampai beban ultimit, tegangan yang timbul tidak sebanding lagi dengan regangannya berarti distribusi tegangan tekan tidak lagi linear. Bentuk blok tegangan beton tekan pada penampangnya berupa garis lengkung dimulai dari garis netral dan berakhir pada serat tepi tekan terluar. Tegangan tekan maksimum sebagai kuat tekan lentur beton pada umumnya tidak terjadi pada serat tepi tekan terluar, tetapi agak masuk ke dalam.

3. Dalam perhitungan kapasitas momen ultimit komponen struktur, kuat tarik beton dapat diabaikan (tidak diperhitungkan) dan seluruh gaya tarik dilimpahkan kepada tulangan baja tarik.

Gambar 2.8 (a) Penampang potongan A-A ; (b) Diagram regangan ;

(61)

II.10. Penampang Beton Bertulang dalam Keadaan Lentur Murni

Jika ditinjau sebuah balok bertulang bertumpu bebas dengan dua beban terpusat P di atasnya dimana berat sendiri balok diabaikan menyebabkan daerah di antara kedua beban P besar gaya lintang adalah nol dan momen lentur adalah konstan sehingga balok mengalami beban lentur murni. Analisa tegangan dan regangan penampang tertentu pada tingkat-tingkat pembebanan gelagar secara berangsur-angsur mulai dari nol hingga mencapai suatu harga pada saat hancurnya gelagar dapat dibedakan dengan jelas adanya beberapa tingkat perilaku yang berbeda dialami oleh penampang beton.

II.10.1. Tegangan Elastis Tidak Retak

Selama tegangan tarik pada penampang tidak melebihi kuat tarik beton f'c penampang tersebut dianggap belum retak, dimana kuat tarik beton

sekitar 0,5-0,6 ��′� . Keadaan ini disajikan pada Gambar 2.9 untuk

(62)

Gambar 2.9 Distribusi tegangan-regangan pada penampang beton bertulang yang tidak mengalami retak

II.10.2. Tegangan pada Pembebanan Ultimit

Pada beban yang lebih besar lagi hingga mendekati pembebanan ultimit, nilai regangan serta tegangan akan meningkat dan cenderung tidak sebanding lagi antara keduanya, dimana tegangan tekan beton akan membentuk kurva parabola. Distribusi tegangan pada kondisi ultimit yang berupa kurva parabola dapat diidealisasi menjadi bentuk tegangan segi empat ekivalen sebagaimana diusulkan Whitney (lihat Gambar 2.10).

Gambar 2.10 Distribusi tegangan-regangan penampang beton bertulang pada

(63)

Ada dua jenis keruntuhan pada balok beton, yaitu : 1. Model keruntuhan tulangan tarik

2. Model keruntuhan daerah tekan beton

Bila suatu penampang beton bertulang yang dibebani lentur murni dianalisa, perlu disepakati sejumlah kriteria anggapan yang harus dipenuhi supaya penampang itu mempunyai kemungkinan keruntuhan yang layak pada keadaan didasarkan atas anggapan-anggapan sebagai berikut :

1. Bidang penampang rata sebelum terjadi lenturan tetap rata setelah terjadi lenturan dan tetap tegak lurus pada sumbu bujur balok (prinsip Bernoulli). 2. Tegangan sebanding dengan regangan hanya sampai beban sedang, dimana

tegangan tekan beton tidak melampaui ±1/2 f'c.

3. Dalam perhitungan kapasitas momen ultimit, kuat tarik beton diabaikan dan seluruh gaya tarik dilimpahkan kepada tulangan baja tarik.

Berdasarkan anggapan-anggapan seperti yang telah dikemukakan di atas, dapat dilakukan pengujian tegangan-regangan dan gaya-gaya yang timbul pada penampang balok yang bekerja menahan momen batas, yaitu momen akibat beban luar yang timbul tepat pada saat terjadi hancur. Kuat lentur suatu balok tersedia karena berlangsungnya mekanisme tegangan-regangan yang timbul di dalam balok pada keadaan tertentu dapat diwakili oleh gaya-gaya dalam. ND adalah resultan gaya tekan dalam, merupakan

resultan gaya tekan pada daerah di atas garis netral. Sedangkan NT adalah

(64)

jarak Z sehingga membentuk kopel momen tahanan dalam dimana nilai maksimumnya disebut kuat lentur, atau momen tahanan penampang komponen struktur tersebut.

Berdasarkan bentuk empat persegi panjang seperti tampak pada Gambar 2.11, intensitas tegangan tekan beton rata-rata ditentukan sebesar 0,85f'c dan dianggap bekerja pada daerah tekan dari penampang balok sebesar b dan sedalam a, yang mana besarnya ditentukan dengan rumus: a = β . c

Dimana : c = jarak serat terluar ke garis netral

β = konstanta yang merupakan fungsi dari kuat beton

Standar SK SNI-T-1991-03, menetapkan nilai β = 0,85 untuk f'c ≤ 30 MPa, berkurang 0,008 untuk setiap kenaikan 1 MPa kuat beton dan nilai tersebut tidak boleh kurang dari 0,65.

(65)

II.11. Perilaku Defleksi pada Balok

Gelagar beton tidak efisien sebagai batang lentur karena kekuatan tarik sangat kecil, akibatnya gelagar akan mengalami kegagalan pada sisi tariknya pada pembebanan yang rendah. Sehingga tarik yang disebabkan momen lentur akan dipikul oleh tulangan, sedangkan beton hanya dapat memikul tekan yang terjadi.

Ada dua tipe hubungan beban dan lendutan dari beton bertulang yaitu perilaku daktail dan perilaku getas, seperti terlihat pada Gambar 2.14. di bawah ini.

Gambar 2.12 Hubungan Beban dan Lendutan

(66)

Apabila pembebanan pada balok tersebut ditambah secara berangsur mulai nol hingga mencapai suatu harga yang dapat menyebabkan hancurnya gelagar, maka hubungan antara beban-defleksi pada balok beton bertulang dapat diidealisasikan menjadi bentuk trilinear seperti grafik berikut :

Gambar 2.13 Idealisasi Hubungan Beban dan Lendutan

Pada taraf praretak, kurva dari beban-defleksi masih merupakan garis lurus yang memperlihatkan perilaku elastis penuh. Tegangan tarik maksimum pada balok dalam daerah ini masih lebih kecil dari tegangan tarik izinnya. Kekakuan lentur EI balok dapat diestimasi dengan menggunakan Modulus Young (Ec) dari beton dan momen inersia penampang beton bertulang tak retak.

(67)

semakin kecil. Pada daerah tumpuan, kemungkinan hanya mengalami retak halus yang tidak lebar.

Apabila terjadi retak, konstribusi kekuatan tarik beton sudah dapat dikatakan tidak ada lagi. Berarti kekakuan lentur penampangnya telah berkurang hingga kurva beban defleksi di daerah ini semakin landai dibandingkan dengan taraf praretak. Makin besar retaknya, akan semakin berkurang kekakuannya hingga mencapai suatu harga berupa batas bawah. Pada saat mencapai keadaan limit beban retak kerja, kontribusi beton tarik terhadap kekakuan dapat diabaikan. Momen inersia penampang retak (Icr) dapat dihitung dengan menggunakan prinsip dasar mekanika.

Diagram beban defleksi pada daerah III jauh lebih datar dibandingkan dengan daerah sebelumnya. Ini diakibatkan oleh berkurangnya luasan penampang karena retak yang cukup banyak dan lebar di sepanjang bentang. Jika beban terus bertambah, regangan tulangan pada sisi yang tertarik akan teruh bertambah melebihi regangan lelehnya tanpa ada tegangan tambahan. Bisa dikatakan bahwa balok ini mengalami keruntuhan secara struktural. Balok terus mengalami defleksi tanpa adanya beban tambahan dan retaknya semakin terbuka hingga garis netralnya terus mendekati serat tepi yang tertekan. Pada akhirnya terjadi keruntuhan tekanan sekunder yang dapat mengakibatkan kehancuran total pada daerah momen maksimum dan diikuti dengan keruntuhan.

Putusnya balok dapat terjadi melalui dua cara:

(68)

akan meleleh secara tiba-tiba dan akan terjadi deformasi tulangan yang besar sehingga retak akibat tarik pada beton akan melebar dan dapat dilihat menjalar ke atas, yang diikuti lentur yang besar pada gelagar.

2. Bila dipakai beton bertulangan kuat maka kekuatan tekan beton akan dicapai sebelum tulangan mulai meleleh. Beton akan mengalami kegagalan apabila regangan yang terjadi sangat besar.

II.12. Ragam Keruntuhan

Ragam keruntuhan suatu balok sangat bergantung pada kelangsingan balok yaitu perbandingan bentang geser a (shear span) dan tinggi efektif (d). Ada tiga ragam keruntuhan pada balok antara lain :

1. Keruntuhan lentur (flexural failure)

Keruntuhan ini biasanya terjadi pada balok dengan harga a/d > 5,5. Keretakan yang terjadi arahnya vertikal di tengah bentang balok. Dengan meningkatnya beban luar, retak bertambah besar baik lebar maupun panjangnya dan merambatnya ke arah garis netral, ditandai oleh meningkatnya lendutan balok. Bila penulangan balok under reinforced, keruntuhan terjadi secara daktail diawali oleh lelehnya tulangan lentur. Keruntuhan jenis ini akan memberikan peringatan yang cukup sebelum balok runtuh.

2. Keruntuhan tarik diagonal (diagonal tension failure)

(69)

bentang. Bila beban ditingkatkan, retak lentur akan menyebar ke daerah dengan momen yang lebih kecil tapi gaya geser yang lebih besar diikuti oleh hancurnya lekatan (bond) antara tulangan lentur dan beton sekelilingnya di daerah tumpuan. Dengan meningkatnya gaya geser, retak akan melebar dan merambat sampai menembus serat tekan beton balok. Keruntuhan tarik diagonal sangat getas dan memerlukan lendutan yang relatif kecil pada saat balok runtuh.

3. Keruntuhan geser tekan (shear compression failure)

(70)

Gambar 2.14 Ragam Keruntuhan Balok (a) Lentur, (b) Diagonal Tarik, dan (c) Geser Tekan

II.13. Penggolongan Jenis Retak

Pada dasarnya ada tiga jenis keretakan pada balok, yaitu : 1. Retak lentur (flexural crack)

Terjadi di daerah yang memiliki harga

Gambar

Gambar 2.2 Arah tegangan normal (normal stress) dan pola retak pada
Gambar 2.7 Diagram Tegangan-Regangan Batang Tulangan Baja
Gambar 2.16 Macam-macam Struktur Komposit
Tabel 3.1 Perhitungan Lendutan Yang Terjadi Pada Beberapa Kondisi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini akan ditinjau secara eksperimental kekuatan lentur pada balok beton bertulang yang telah dilakukan perkuatan dengan pelat Cold Formed Steel setelah balok

baja polos pada balok kantilever beton bertulang terhadap kuat lentur.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besar dan kenaikan momen lentur balok beton bertulang baja biasa dan balok beton bertulang baja dengan penambahan kawat

1). Besarnya kuat lentur balok berdasarkan hasil pengujian. Balok beton bertulang baja biasa sebesar 11,917 kN.m. Balok beton bertulang baja biasa dengan penambahan kawat ø 1,02

Penurunan kuat tarik baja tulangan pada balok beton bertulang dengan berbagai variasi selimut beton dan kenaikan temperatur, kurang dari 11% kekuatan tarik baja tulangan pada

Berdasarkan hasil pengujian untuk balok beton yang sudah dibebani kemudian diberi perkuatan pelat baja, dapat meningkatkan kapasitas balok dalam memikul lentur sebesar

regangan tekan lentur balok maksimum (ε’ b maks) mencapai 0,003 sedangkan tegangan tarik baja tulangan mencapai luluh fy. Apabila hal demikian

Bagaimana Tegangan tarik terjadi antara perhitungan teoritis dibandingkan dengan lendutan balok beton bertulang normal, dengan perkuatan balok beton bertulang yang ditambahkan