• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Kesimpulan

Penelitian etnomatematika dalam ranah pendidikan dapat digunakan untuk mengungkap ide-ide yang terdapat dalam aktivitas budaya tertentu atau kelompok sosial tertentu untuk mengembangkan kurikulum matematika untuk, dengan dan oleh kelompok tersebut. Sehingga, matematika dapat memiliki bentuk yang berbeda-beda dan berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat pemakainya. Hal-hal yang berhasil diungkap dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut.

1. Anyaman yang dikaji pada penelitian ini, yaitu anyaman bambu dan anyaman daun kelapa.

a. Ide-ide matematis yang mungkin diungkap yaitu mengenai unsur-unsur geometri yang terdapat pada benda anyam Kampung Naga. Unsur geometri terungkap baik dari bentuknya maupun dari pola anyaman bambu masyarakat kampung Naga. Bentuk benda anyam Kampung Naga yaitu tabung, kerucut, dan kubus. Unsur geometri yang terungkap pada pola anyaman Kampung Naga yaitu unsur simetri dan isometri. Jenis simetri yang terungkap yaitu simetri huruf H yang terdapat pada pola anyaman

cecempéh. Sedangkan, jenis isometri yang terungkap pada pola anyaman

Kampung Naga, yaitu translasi, refleksi, dan refleksi geser (glide reflection).

b. Masyarakat Kampung Naga mengenal macam-macam ketupat, yaitu kupat salamet, kupat totombo, kupat keupeul, kupat diuk, kupat lantera, dan kupat jengkol. Ide matematis yang terungkap dari anyaman selongsong ketupat yaitu mengenai bentuk geometri ketupat-ketupat tersebut. Kupat salamet berbetuk triangular bipyramid, kupat totombo berbentuk balok, kupat diuk berbentuk limas segiempat, kupat keupeul berbentuk elongated

Tia Septianawati, 2014

triangular bipyramid, kupat lantéra berbentuk kubus, dan kupat jéngkol

berbentuk square antiprism.

2. Pada konteks satuan-satuan yang digunakan oleh masyarakat Kampung Naga, peneliti mengkaji mengenai satuan panjang, satuan luas, dan satuan volume masyarakat Kampung Naga.

a. Satuan panjang yang digunakan masyarakat Kampung Naga, yaitu jeungkal, deupa, dan jarak ujung tangan kanan yang direntangkan ke ujung bahu kiri atau masyarakat Kampung Naga menyebutnya sameter. Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran jeungkal, deupa dan sameter kepada 23 orang masyarakat kampung Naga. Dari hasil pengukuran tersebut diperoleh bahwa rata-rata ukuran jeungkal masyarakat Kampung Naga adalah 19,59 cm, sehingga wajar jika masyarakat Kampung Naga menganggap bahwa sajeungkal sama dengan 20 cm. Rata-rata ukuran deupa masyarakat Kampung Naga adalah 156,35 cm. Nilai rata-rata deupa tersebut tidak terlalu jauh dari 150 cm, sehingga wajar jika masyarakat Kampung Naga menganggap bahwa sadeupa sama dengan 150 cm. Sameter menurut masyarakat Kampung Naga ditunjukkan oleh gambar 4.22. Rata-rata ukuran ujung tangan kanan yang direntangkan ke ujung bahu kiri masyarakat Kampung Naga adalah 96,70 cm. Berdasarkan rata-rata tersebut, wajarlah jika masyarakat Kampung Naga menganggap jarak ujung tangan kanan yang direntangkan ke ujung bahu kiri sama dengan 1 meter.

b. Satuan luas digunakan dalam pengukuran luas tanah. Satuan-satuan tersebut yaitu bata, bau, dan areu. Berdasarkan hasil penelitian, sabata = 14 m2, sabau = 100 bata = 1.400 m2 , dan saareu = 7 bata = 100 m2. c. Satuan volume digunakan dalam penghitungan volume kayu.

Satuan-satuan tersebut yaitu kibik, élo, dim, strip, dan kibik. Pada konteks ini, peneliti menemukan model-model matematika pada penghitungan volume kayu baik pada tiang, kaso-kaso, palang dada, maupun papan. Berikut model-model matematikanya:

untuk tiang: Vt = p élo

 untuk kaso-kaso: Vk = (3,6 × p) dim  untuk palang dada: Vpd = (0,5 × p) élo untuk papan: Vp = (0,6 × p) élo

dengan p : panjang kayu (meter)

Selain model-model matematika di atas, terungkap pula konversi kibik, élo, dim, dan strip. Dari penelitian tersebut diperoleh 1 élo = 10 dim = 100 strip, 1 kibik = 1 m3 = 100 élo = 1.000 dim = 1.000 dm3, dan 1 dim = 1 dm3 = 1 liter.

B. Saran

Sehubungan dengan hasil penelitian ini, peneliti bermaksud memberikan beberapa saran. Pertama, bagi pelaku budaya yaitu masyarakat Kampung Naga. Kearifan lokal Kampung Naga mengandung ide-ide matematis, misalnya unsur-unsur geometri yang terdapat pada anyaman yang dibuat oleh masyarakat Kampung Naga. Oleh karena itu, pelaku budaya atau masyarakat Kampung Naga diharapkan dapat mempertahankan budaya lokal yang terbukti mengandung ide-ide matematis tersebut.

Kedua, bagi para matematikawan penelitian ini bermaksud memberikan rekomendasi bahwa kearifan lokal masyarakat Kampung Naga mengandung ide-ide matematis yang dapat menambah khazanah keilmuan matematika, khususnya di Indonesia.

Ketiga, saran bagi peneliti etnomatematika selanjutnya yang akan mengkaji anyaman dan satuan masyarakat Kampung Naga yaitu perlu digali lebih lanjut model-model matematika yang terdapat pada anyaman. Selain itu, perlu digali lebih lanjut alasan masyarakat Kampung Naga menganggap 1 élo = 100 dim serta pengunaan élo, dim, dan strip pada pengukuran lain (selain kayu) di masyarakat Kampung Naga.

Keempat, bagi para pemangku kebijakan kurikulum matematika di Indonesia. Penelitian ini dapat menjadi salah satu masukan bagi kurikulum

Tia Septianawati, 2014

pembelajaran matematika. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar pengembangan bahan pembelajaran matematika kontekstual yang berbasis budaya lokal.

123

Pemecahan Masalah Geometri. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Adam, A. (2011). Weaving Culture and Mathematics. (Disertasi). University of Auckland, Auckland.

Alangui, W.V. (2010). Stone Walls and Water Flows: Interrogating Cultural Practice and Mathematics. (Disetasi). University of Auckland, Auckland. Anonim. (2013). Kampung Naga. [Online]. Tersedia di:

http://id.wikipedia.org/wiki/Kampung_Naga. Diakses 20Oktober 2013.

Anonim. (2010). Budaya Pengaruhi Ilmu Matematika. Pikiran Rakyat. [Online] Tersedia di: www.pikiran-rakyat.com. Diakses 23 November 2013.

Ary, D. dkk. (2010). Introduction to Research in Education. (edisi kedelapan). USA: Weadworth Cengage Learning.

Ascher&Ascher. (1997). Ethnomathematics. Dalam A.B. Powell& M. Frankenstein (Penyunting), Ethnomathematics Challenging Eurocentrism in Mathematics Education (hlm. 25-50). Albany: State University of New York.

Basrowi&Suwandi. (2008). Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Barton, W.D. (1996). Ethnomathematics: Exploring Cultural Diversity in Mathematics. (Disertasi). University of Auckland, Auckland.

Basuki,B. (1985). Anyaman Bambu. Jakarta: PT Penebar Swadaya.

Borba, M.C. (1997). Ethnomathematics and Education. Dalam A.B. Powell & M. Frankenstein (Penyunting), Ethnomathematics Challenging Eurocentrism in Mathematics Education (hlm. 261-272). Albany: State University of New York.

Bishop, A. J. (1997). Educating the Mathematical Enculturators. Papua New Guinea Journal of Teacher Education, 4(2),hlm.17-20.

Tia Septianawati, 2014

Chahina&Kinuthia. (2013). Juxtaposing Form, Function, and Social Symbolism: An Ethnomathematical Analysis of Indigenous Technologies in the Zulu Culture. Journal of Mathematics & Culture, 7(1), hlm.1-30.

D’Ambrosio, U. (1997). Ethnomathematics and its Place in the History and

Pedagogy of Mathematics. Dalam Ethnomathematics Challenging Eurocentrism in Mathematics Education (hlm. 13-24). Albany: State University of New York.

Danadibrata.(2006). Kamus Basa Sunda. Bandung: Kiblat Buku Utama.

Fathani, A.H. (2009). Matematika: Hakikat dan Logika. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Francois, K & Kerkhove, B.V. (2010). Ethnomathematics and Philosopy of Mathematics (Education). Dalam Philosophy of Mathematics: Sociological Aspectsand Mathematical Practice (hlm. 121-154). London: College Publication.

Garha, O. (1990). Berbagai Motif Anyaman. Bandung: Angkasa.

Gerdes, P. (1996). Ethnomathematics and Mathematics Education. Dalam International Handbook of Mathematical Education (hlm. 909-943). Dordrecht: Kluwer Academic Publiser.

Karnilah, N. (2013). Study Ethnomathematics: Pengungkapan Sistem Bilangan Masyarakat Ada tBaduy. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Kusumawardhani, A. (2010). Geometri Ketupat. Jurnal Teori dan Arsitektur, 4(2), hlm. 7-11.

Lensufiie, T. (2008). Mengenal Teknik Pengawetan Kayu. Jakarta: Erlangga Maryanti, E. (2012). “Peningkatan Literasi Matematis Siswa melalui Pendekan

Metacognitive Guidance”. Tesis pada Jurusan Pendidikan Matematika UPI

Bandung: tidak diterbitkan.

Mashadi. (2010). Satuan Sukatan dan Pembelajaran Matematika. Dalam Mashadi, Syamsudhuha, M.D.H. Gamal, & M. Imran.(Penyunting). Proceedings of the International Seminar on Mathematics and Its Usage in Other Areas. (hlm. 177- 184).

Mukhopadyay,S& Greer, B. (2013). Can Ethnomathematics Enrich Mathematics Education? Jurnal episteme 5. hlm.62-66.

Moleong, L.J. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nuraeni. (2007). Kriya Bambu Masyarakat Kampung Naga. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

OECD. (2013). PISA 2012 Results in Focus. Paris: OECD Publications.

Patilima, H. (2007). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Peard, R. (1996). Ethnomathematics. Dalam Review of Mathematics Education in Australia 1992-1995 Bill Atweh, Ed. (hlm. 41-49). Washington, D.C: ERIC Clearinghouse.

Ramelan, R. & Handayani, S. (2009). Kampung Naga, Bentuk Kearifan Lokal Arsitektur Berkelanjutan. Jurnal Ilmiah Arsitektur, 9(2), hlm. 1-14.

Rosa, M. &Orey, D. C. (2011).Ethnomathematics: The Cultural Aspects Of Mathematics. Revista Latinoamericana de Etnomatemática, 4(2). hlm. 32-54.

Rosa, M. &Orey, D. (2009). Symmetrical Freedom Quilts: The Ethnomathematics Of Ways Of Communication, Liberation, And Art. Revista Latinoamericana de Etnomatemática, 2(2). hlm.52-75.

Savitri, M. H. (2011). Kajian tentang Nilai-nilai Budaya Adat Kampung Naga dan Dikaitkan dengan Ketaatan Masyarakat dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Soegiono, S. (1974).Kerajinan Bambu. Jakarta: CV Permata.

Sudjono&Dewi.(2007). Pengurangan Emisi CO2 dari Pembangunan Rumah Berdasarkan Komponen Lingkungan Pendukung Rumah dan Kehidupan di Kampung Naga. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. 18(1), hlm.65-80.

Suganda,H. (2006). Kampung Naga Mempertahankan Tradisi. Bandung: PT Kiblat Buku Utama.

Sugiyono.(2009).Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sumardyono (2004). Karakteristik Matematika dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Depdiknas.

Suryani, E. (2011). Ragam Pesona Budaya Sunda. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.

Tia Septianawati, 2014

Syah, M. (2008).Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Talanquer,V. &Sarmiento,G. (2002). One Foot = One Cenxocpalli: Measuring in the Pre-Hispanic World. Science Scope,25(7). hlm. 12-17.

Tocharman, M. (2009). Melestarikan Budaya Kriya Anyam. Makalah pada Workshop Anyaman dan Gerabah di Museum Sribaduga, Bandung.

Turmudi. (2012). Matematika: Landasan Filosofis, Didaktis, dan Pedagogis Pembelajaran Matematika untuk Siswa Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kementrian Agama RI.

Wibawa, P.J.S. (2010). Perancangan Buku Motif Anyaman Rajapolah sebagai Media Pengenalan Budaya Lokal. Laporan Pengantar Tugas Akhir pada Fakultas Desain Unikom. Bandung: tidak diterbitkan.

Wibowo, A.S. (2012). Arsitektur Vernakuler dalam Perubahan: Kajian terhadap Arsitektur Kampung Naga, Jawa Barat. Prosiding Temu Ilmiah IPLBI, ITB, hlm. 53-58.

Zaslavsky, C. (1999). Africa Counts: Number and pattern in African Culture. (edisi ketiga). Chicago: Chicago Review Press.

Dokumen terkait