• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Perasaan cemas berdasarkan umur pada pasien kunjungan pertama dimana umur 12-25 tahun memiliki perasaan cemas paling tinggi saat mengunjungi dokter gigi diikuti cemas terhadap bau ruangan praktek dan saat dipanggil ke ruangan dokter gigi sebesar 68,7%. Perasaan cemas pada umur 26-45 tahun paling tinggi terhadap bau ruangan praktek sebesar 67,4%. diikuti rasa cemas saat mengunjungi dokter gigi dan saat dipanggil ke ruangan pada umur 12-25 tahun sebesar 68,7%. Perasaan cemas pada umur 46-65 tahun saat dipanggil ke ruangan dokter gigi 61,5%.

2. Perasaan cemas paling tinggi berdasarkan umur pada kunjungan berulang karena pengalaman tidak menyenangkan sebelumnya ke dokter gigi dimana terjadi pada setiap umur yaitu pada umur 12-25 tahun 100%, umur 26-45 tahun 91% dan umur 46-65 tahun 84%.

3. Jenis perawatan gigi yang paling membuat cemas pada pasien kunjungan berulang adalah pencabutan gigi sebesar 69,3% diikuti penambalan 24,1% dan skeling 6,4% sedangkan perawatan ortodonti tidak menyebabkan kecemasan. Perasaan cemas pada saat pencabutan gigi paling banyak terdapat pada umur 46-65 tahun 84% terutama laki-laki sebesar 79,1%.

6.2 Saran

1. Perlu perhatian khusus dari pihak poli gigi RSUD Dr. Pirngadi Medan berupa penanganan terhadap rasa cemas pasien :

- Saat menunggu giliran, disarankan penambahan fasilitas yang dapat membuat pasien nyaman seperti penambahan alat musik dan tidak membuat pasien terlalu lama dalam menunggu giliran.

- Terhadap bau ruangan praktek dokter gigi seperti bahan – bahan perawatan gigi, maka disarankan untuk menyemprot wangi-wangian di ruangan dokter gigi agar pasien nyaman selama perawatan.

- Terhadap pengalaman sebelumnya yang tidak menyenangkan ke dokter gigi, disarankan kepada pihak tenaga kesehatan poli gigi mampu menciptakan komunikasi yang membuat pasien nyaman dan diharapkan juga agar dokter gigi lebih memperhatikan pasien selama perawatan terutama pasien yang mempunyai riwayat trauma di masa lalu ke dokter gigi.

2. Perlunya penelitian lanjutan tentang hubungan tingkat kecemasan terhadap perawatan gigi dan mulut dengan status kesehatan rongga mulut.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kecemasan

Rasa cemas merupakan sesuatu perasaan gelisah terhadap suatu bahaya yang akan terjadi. Rasa cemas dan rasa takut sering berhubungan erat tapi diantara keduanya ada sedikit perbedaan. Saat orang merasa takut akan sesuatu, orang tersebut sering merasa cemas juga. Perasaan cemas berhubungan dengan harapan seseorang dalam menghadapi sesuatu yang mengerikan atau menakutkan. Sebaliknya rasa takut merupakan respons terhadap sesuatu bahaya yang timbul pada saat ini. Menurut Soemartono pada tahun 2003, rasa takut dan cemas menghadapi perawatan gigi merupakan reaksi yang pada umumnya dirasakan pasien anak maupun orang dewasa, perasaan ini sering kali menjadi penyebab seseorang menghindar dari perawatan gigi.9 Kecemasan atau anxiety adalah suatu perasaan takut, kekhawatiran atau kecemasan yang sering terjadi tanpa ada penyebab yang jelas. Kecemasan adalah pengalaman yang normal dalam menghadapi ancaman yang dirasakan atau bahaya. Tingkat kecemasan adalah adaptif dan dapat berguna karena berfungsi untuk memobilisasi cadangan energi untuk tindakan dan meningkatkan kinerja dengan meningkatkan gairah. Ketika kecemasan menjadi sering dan terus-menerus akibatnya akan mengganggu kemampuan individu untuk berfungsi, hal tersebut menjadi masalah sehingga dapat dikatakan patologis dan bagian dari gangguan kecemasan.4 Gejala-gejala kecemasan meliputi :10

a. Fungsi otot : merasa gemetar, otot melemah, otot jantung berdebar.

b. Hiperaktif autonom : sesak nafas, sensasi mencekik, aktivitas jantung cepat (takikardia), tangan berkeringat, mulut kering, pusing, mual, diare, kesulitan menelan dan sering buang air kecil.

c. Kewaspadaan dan scanning : merasa tegang, respons mengagetkan berlebihan, kesulitan berkonsentrasi, pikiran menjadi kosong, kesulitan tidur dan lekas marah.

2.1.1 Klasifikasi Kecemasan Perawatan gigi

Menurut Moore et al. klasifikasi kecemasan perawatan gigi dapat dibagi menjadi 4 subtipe, yaitu :11

a. Tipe I

Tipe ini merupakan ketakutan akibat rangsangan yang menyakitkan atau tidak menyenangkan seperti jarum, suara, dan bau.

b.Tipe II

Tipe ini merupakan kecemasan tentang reaksi somatik selama pengobatan atau perawatan gigi (reaksi serangan panik).

c. Tipe III

Pasien dengan kecemasan yang rumit atau multiphobia. d.Tipe IV

Tipe ini tergolong kepada ketidakpercayaan pasien terhadap dokter gigi.

2.1.2 Penyebab Kecemasan Perawatan gigi

Beberapa penyebab kecemasan pasien terhadap perawatan gigi yang sering ditemukan dalam praktek dokter gigi meliputi:5,12

1. Rasa sakit

Secara umum pasien yang mengalami rasa sakit, tersedak-sedak selama perawatan gigi merupakan pemicu utama kecemasan pasien. Dalam salah satu studi Kent et al. menunjukkan bahwa memori rasa sakit pasien direkonstruksi dari waktu ke waktu. Kent menemukan pasien sangat cemas cenderung melebih-lebihkan rasa sakit mereka sebelum prosedur perawatan gigi. Misalnya, dalam studi Arntz et al. terhadap 40 pasien yang menjalani perawatan Bedah Mulut, pasien mengalami lebih cemas karena pengalaman rasa sakit yang sebenarnya terhadap perawatan tersebut.5

2. Ketakutan kehilangan kontrol

Kehilangan kontrol biasanya disebabkan pada saat pasien menunggu giliran di ruang tunggu praktek dokter gigi. Ini dapat menjadi masalah utama pada kecemasan pasien karena waktu yang lama pada saat menunggu giliran membuat pasien berfikir mengenai sesuatu yang buruk akan terjadi nanti pada saat perawatan gigi.5

3. Tenaga kesehatan gigi yang pemarah dan agresif

Aspek dari interaksi dokter gigi dengan pasien merupakan hal yang sangat penting dalam perawatan gigi. Adapun pemicu kecemasan pasien terhadap perawatan gigi mencakup pernyataan yang dibuat oleh operator, khususnya ketika operator bersifat tidak simpatik atau pemarah dalam berkomunikasi memicu kecemasan pasien. Dalam salah satu studi Moore et al. menemukan bahwa jenis kontak komunikasi dokter gigi yang berprilaku negatif diperoleh 5-10 kali pasien mengalami kecemasan. Selain itu, pasien sering mengeluh karena dokter gigi membuat mereka lebih cemas terhadap perawatan gigi.5

4. Melihat, mendengar dan merasakan sensasi getaran bur dan suntikan

Beberapa studi melaporkan bahwa prosedur tindakan restorasi gigi membawa pemicu kecemasan selama perawatan gigi yang umum, seperti melihat, mendengar dan merasakan sensasi suntikan.5

5. Pengalaman buruk dari orang lain

Akibat pengaruh cerita buruk dari orang lain seperti pengalaman seseorang terhadap traumatis gigi di masa lalu membuat seseorang tersebut menghindari kunjungan ke dokter gigi, sehingga orang tersebut cenderung untuk tidak ingin mencari perawatan ke dokter gigi. Banyak juga pasien yang sudah berjanji dengan dokter gigi untuk melakukan perawatan tetapi akhirnya sering menunda sampai menggagalkan untuk melakukan perawatan gigi. Akibat menghindari perawatan gigi prevalensi karies dari orang tersebut akan lebih tinggi apabila tidak dirawat.5 Dalam penelitian Liddel menemukan bahwa kecemasan pasien terhadap perawatan gigi cenderung keadaan rongga mulutnya buruk dan signifikan jumlah gigi telah banyak hilang bila dibandingkan pasien yang tidak cemas.5,12

Interaksi kecemasan dengan modifikasi perawatan gigi terlihat pada Gambar 1. Pasien Karakteristik kepribadian seperti neurotisme Trauma masa lalu dan pengalaman perawatan dental (kondisi pengalaman) Pengaruh hal lain (rasa takut dari keluarga), cerita buruk dari teman, film Takut rasa nyeri Takut injuri/ perdarahan

Dokter Gigi/staf Tempat Prosedur

Teknik Komunikasi/ keahlian (keterampilan komunikasi yang buruk) Terdengar suara getaran Sensasi dari getaran

Bau ruangan Ekstraksi

Desain gambar ruangan Perawatan saluran akar

Menunggu giliran Scalling dan root planning Tingkah laku buruk Suara mengerang dari

pasien Penambalan dan preparasi mahkota Dokter gigi pemarah Prosedur merangsang muntah Tidak simpatik/

tidak ada dukungan dari staff Tim perilaku negatif terhadap

perawatan gigi (tidak ramah atau tidak meyakinkan)

2.2 Psikologi perkembangan berdasarkan umur

Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari karakteristik setiap fase-fase perkembangan. Psikologi perkembangan fisik yang terjadi pada anak-anak, remaja, dewasa muda dan dewasa tua sebagai berikut :18

1. Masa awal anak-anak

Menurut Piaget, perkembangan awal anak-anak dibagi atas perkembangan fisik, kognitif, emosi dan psikososial. Perkembangan emosi merupakan suatu perasaan yang kompleks disertai karakteristik kegiatan belajar dan motoris. Berikut beberapa contoh tentang pengaruh emosi terhadap perilaku individu di antaranya :

a. Memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas dengan hasil yang dicapai.

b. Melemahkan semangat apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan.

c. Apabila sedang mengalami ketegangan emosi dapat menimbulkan sikap gugup dan gagap dalam berbicara.

d. Terganggunya penyesuaian sosial apabila terjadi rasa cemburu.

e. Suasana emosional yang diterima dan dialami individu semasa kecilnya akan mempengaruhi sikapnya di kemudian hari, baik terhadap dirinya maupun orang lain.

2. Remaja

Masa remaja adalah masa transisi dari kanak-kanak ke dewasa. Masa remaja menurut Olds dimulai pada usia 12 sampai awal duapuluhan tahun. Masa ini hampir selalu merupakan masa-masa sulit bagi remaja. Perkembangan secara emosionalnya antara lain :

a. Remaja mulai menyampaikan kebebasan dan haknya untuk mengemukakan pendapatnya sendiri. Ini dapat menciptakan ketegangan dan perselisian serta dapat menjauhkan diri.

b. Remaja lebih muda dipengaruhi teman-temannya daripada ketika masih lebih muda.

c. Remaja mengalami perubahan fisik yang luar biasa seperti penakut, membingungkan dan menjadi sumber perasaan salah dan frustasi.

3. Dewasa muda

Masa dewasa adalah masa awal seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Masa dewasa menurut Hurlock kisaran 21 sampai awal empat puluhan tahun. Ciri-ciri psikologis masa dewasa muda :

a. Ketika seseorang berumur duapuluhan kondisi emosionalnya tidak terkendali. b. Cenderung labil, resah dan mudah memberontak.

c. Pada masa ini emosinya bergelora dan mudah tegang. d. Dapat berfikir secara logis.

e. Dapat mempertimbangkan segala sesuatu dengan adil, terbuka dan dapat menilai semua pengalaman hidup.

4. Dewasa tua

Masa tua ditandai oleh adanya perubahan jasmani dan mental. Pada usia 40 sampai 60 tahun biasanya terjadi penurunan kekuatan fisik diikuti oleh penurunan daya ingat. Masalah-masalah yang timbul pada usia ini antara lain :

a. Kemauan untuk mau melakukan penerimaan dan penyesuaian dengan berbagai perubahan fisik yang normal.

b. Penyesuaian terhadap perubahan fisik biasanya terjadi secara bertahap dan lambat laun.

c. Rasa terkejut dan takut terhadap hilangnya kemudaan, hilangnya tenaga fisik dan berkembang kearah sikap melawan dan menolak.

d. Masa ini merupakan masa jenuh dimana umumnya umur 60 tahun mereka menemukan masa yang hampir tidak menyenangkan.

e. Perubahan dalam penampilan sangat penting terutama dalam penilaian sosial. f. Bagi pria terdapat kesulitan tambahan dalam berlomba dengan orang yang lebih muda, lebih kuat dan lebih berenergik yang cenderung untuk menilai kemampuannya dan mempertahankan pekerjaannya dengan penampilan.

2.3Psikologi perbedaan emosional antara laki-laki dan perempuan

Secara alamiah semua orang sudah mengetahui kodrat laki-laki dan perempuan tidak saja dibedakan oleh identitas jenis kelamin, bentuk anatomi dan biologis lainnya melainkan juga hormon-hormon dalam tubuh. Sejumlah ilmuwan mengatakan adanya pengaruh hormon perkembangan emosional dan intelektual antara laki-laki dan perempuan. Dalam studi Umar mengidentifikasi perbedaan emosional dan intelektual antara laki-laki dan perempuan yang dapat dicirikan seperti pada tabel 1:19

Tabel 1. Identifikasi perbedaan emosional dan intelektual antara laki-laki dan perempuan

Laki-laki (masculine) Perempuan (feminim) - sangat agresif

- independen - tidak emosional

- dapat menyembunyikan emosi - lebih objektif

- tidak mudah terpengaruh - lebih aktif

- lebih kompetitif - lebih logis - lebih mendunia - lebih berterus terang

- memahami seluk beluk perkembangan dunia

- berperasaan tidak mudah tersinggung - lebih suka berpetualang

- mudah mengatasi persoalan - jarang mangis

- umumnya selalu tampil sebagai pemimpin

- penuh rasa percaya diri

- lebih banyak mendukung sikap agresif - tidak canggung dalam penampilan - pemikiran lebih unggul

- lebih bebas berbicara

- tidak terlalu agresif - tidak terlalu independen - lebih emosional

- sulit menyembunyikan emosi - lebih subjektif - mudah terpengaruh - lebih pasif - kurang kompetitif - kurang logis - berorientasi ke rumah - kurang berterus terang

- kurang memahami seluk beluk perkembangan dunia

- berperasaan mudah tersinggung - tidak suka berpetualang

- sulit mengatasi persoalan - lebih sering menangis

- tidak umum tampil sebagai pemimpin - kurang rasa percaya diri

- kurang senang terhadap sikap agresif - lebih canggung dalam penampilan - pemikiran kurang unggul

- kurang bebas berbicara

Berdasarkan ciri-ciri tersebut akan menjadi faktor utama dalam penentuan peran sosial antara laki-laki dan perempuan di masyarakat. Pemisahan fungsi ini dipengaruhi oleh faktor budaya dalam jangka waktu yang lama. Kenyataan lain bahwa laki-laki umumnya lebih besar dan kuat fisiknya secara spontan dibanding perempuan.19

Dalam menghadapi masalah, perempuan memiliki cara yang berbeda daripada laki-laki. Saat mempunyai masalah, perempuan lebih mudah menderita depresi dan kecemasan daripada laki-laki.12 Secara umum perempuan lebih teratur mengunjungi dokter gigi dan memiliki tingkat pengetahuan tentang kesehatan rongga mulut yang lebih baik daripada laki-laki akan tetapi dalam literatur mengatakan perempuan lebih cemas daripada laki-laki.5-7,12,13 Dapat dilihat emosi secara psikologis seperti stres, depresi, ketakutan, fobia sosial, panik dan kecemasan lebih sering terjadi pada perempuan sehingga kecemasan pada perempuan dapat berhubungan dengan emosi-emosi tersebut.12

2.4 Kecemasan perawatan gigi

Kecemasan dan ketakutan terhadap perawatan gigi merupakan alasan utama untuk menghindari perawatan sehingga dapat memperburuk kesehatan rongga mulut seseorang (gambar 2). 11,15

Gambar 2. Siklus negatif terhadap perawatan gigi3

Kecemasan perawatan gigi Pengalaman negatif Menghindari perawatan gigi Kesehatan rongga mulut yang buruk

Dari siklus kecemasan perawatan gigi di atas, telah terbukti bahwa kondisi pengalaman negatif seseorang terhadap perawatan gigi, akan menimbulkan gangguan kecemasan, mengakibatkan kegagalan pasien untuk berobat ke dokter gigi sehingga dapat memperburuk keadaan rongga mulut seseorang. Selain itu kecemasan terhadap perawatan gigi juga mengakibatkan perjanjian antara pasien dan dokter gigi sering dibatalkan.3

Menurut Walts tahun 2007, adanya konsekuensi pasien yang mengalami tingkat kecemasan tinggi selama perawatan gigi yaitu menghindari perawatan gigi, sering membatalkan janji, resiko masalah ekonomi yang lebih besar untuk ke dokter gigi, memperburuk keadaan rongga mulut sehingga memerlukan tindak lanjut pengobatan, persepsi negatif tentang perawatan gigi, keparahan prevalensi karies tinggi (DMFT), mengurangi rasa percaya diri, perasaan malu dan rendah diri dan gangguan tidur di malam hari.13

2.5Penanggulangan Kecemasan

Seperti dengan kondisi yang banyak saat ini, mencegah lebih baik daripada mengobati. Penanggulangannya kemudian harus ditujukan untuk mencegah kondisi yang berkembang saat ini. Secara umum, pengalaman traumatis pertama mengunjungi dokter gigi kemungkinan akan menghasilkan tingkat yang lebih besar dari kecemasan antisipasif sebelum kunjungan berikutnya, sehingga mengurangi kemungkinan kehadiran perawatan di hari esok. Saat ini telah ada penanggulangan kecemasan gigi yang dapat dikelola dengan menggunakan berbagai langkah, mulai dari modifikasi sederhana dari lingkungan dan pendekatan klinis untuk teknis psikologis lebih kompleks. Kadang- kadang obat-obatan mungkin diperlukan untuk mengurangi gejala kecemasan.3 Secara umum ada beberapa penanggulangan masalah kecemasan pasien selama perawatan di praktek dokter gigi yaitu :3,5,16

1. Komunikasi

Komunikasi dengan pasien sangat berperan penting mengurangi kecemasan pasien. Sehingga dapat memberikan dukungan verbal dan kepastian dengan strategi yang digunakan. Komunikasi maksimal yang efektif dengan pendekatan harus

dilakukan oleh staf maupun tenaga kesehatan yang berinteraksi siapa saja dengan pasien.3 Menurut teori komunikasi, komunikasi yang terjadi selama transaksi terapeutik adalah komuniksasi interpersonal. Naude cit Santosa menyebutkan bahwa pada proses pelayanan medik gigi terjalin suatu hubungan kerja sama antara dokter gigi dengan penderitanya yang dikenal dengan komunikasi interpersonal. Menurut Rakhmat, karakteristik komunikasi interpersonal adalah proses komunikasi terjadi tanpa melalui media komunikasi, sehingga dalam proses komunikasi interpersonal mempunyai ciri pesan dari komunikator tidak terbatas pada pesan verbal tetapi juga pesan non verbal seperti ekspresi wajah, gerakan anggota tubuh, sehingga pesan tersebut mempunyai makna yang beragam.16

2. Terapi relaksasi

Teknik relaksasi yang tidak memerlukan pelatihan lanjutan, seperti biofeedback atau hypnosis, paling sering menggunakan relaksasi otot progresif, latihan pernapasan, citra dipandu atau kombinasi dari teknik ini. Relaksasi otot progresif melibatkan sistematis tegang dan otot santai dari kepala sampai kaki dan menggunakan pernapasan tubuh dalam bentuk lebih rileks.3

3. Modelling

Pemodelan adalah tindakan mengamati orang lain menjalani perawatan, baik secara langsung atau dilihat pada rekaman video tersebut bahwa aspek prosedur dan sensasi yang bisa diharapkan jelas terlihat kepada pasien. Manfaat pemodelan ada 2 yaitu :3

a. Menyediakan informasi tentang prosedur.

b. Memungkinkan pasien untuk mengamati model menerima dukungan positif untuk perilaku yang tepat.

4. Selingan

Mengurangi gangguan kecemasan pasien dengan cara keasyikan. Bentuk gangguan yang paling dasar adalah pasien terlibat dalam percakapan positif dan menarik. Teknik lainnya termasuk kacamata visi virtual, televisi, video games dan rekaman audio. Dalam sebuah studi pasien yang menggunakan perangkat audiovisual

(AV) dilaporkan kecemasan berkurang. Kondisi pasien yang diliputi kecemasan akan memperkuat rangsang nyeri yang diterimanya karena kecemasan menyebabkan zat penghambat rasa nyeri tidak disekresikan. Dengan adanya musik sebagai fasilitas dalam praktek dokter gigi maka tingkat kecemasan pasien dapat dikurangi sehingga timbul perasaan tenang dan rileks, dan dapat mengurangi rasa nyeri.3

2.6 Kerangka Konsep

Tingkat Kecemasan terhadap Perawatan Gigi dan Mulut pada Pasien Poli gigi RSUD Dr. Pirngadi Medan

Tingkat kecemasan pasien terhadap

perawatan gigi :

1. Tidak cemas

2. Cemas Jumlah kunjungan terdiri dari :

Kunjungan pertama :

- Perasaan mengunjungi dokter gigi

- Mendengar pengalaman buruk seseorang

- Ditakut – takuti ke dokter gigi - Menunggu giliran

- Bau ruangan lingkungan praktek dokter gigi - Nama dipanggil Kunjungan berulang :

- Perasaan tidak menyenangkan sebelumnya

- Duduk di kursi gigi

- Dokter gigi memeriksa

- Dokter gigi memegang jarum suntik

- Mendengar suara getaran bur

- Dokter gigi tidak ramah

- Dokter gigi terburu - buru

Karakteristik pasien : 1. Umur

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kecemasan merupakan salah satu emosi yang paling menimbulkan stres, yang dirasakan setiap orang sehingga sebagian besar pasien menunda kunjungan ke dokter gigi. Terkadang kecemasan disebut juga dengan ketakutan atau perasaan gugup. Kata kecemasan menggambarkan sejumlah masalah termasuk fobia atau takut akan hal-hal dengan situasi tertentu.1 National Institute of Mental Health (NIMH) memperkirakan bahwa lebih dari 19 juta orang dewasa Amerika Serikat yang terpengaruh dengan gangguan kecemasan setiap tahun yang ditemukan dalam praktek. Sayangnya, sebagian besar pasien dengan gangguan kecemasan tidak menerima perawatan secara profesional. Pada umumnya berkembang sebelum usia 30 tahun dan yang lebih umum pada wanita dan memiliki riwayat keluarga terhadap gangguan kecemasan.2 Penelitian yang dilakukan oleh Jong et al. tentang kecemasan pasien terhadap perawatan gigi dijumpai 15% pasien mengalami kecemasan.3 Dalam beberapa pendapat peneliti juga menunjukkan bahwa 90% orang mengalami tingkat kecemasan sebelum mengunjungi dokter gigi sementara yang lain di antaranya 40% orang dewasa menunda kunjungan perawatan gigi karena mengalami kecemasan.4

Kecemasan terhadap perawatan gigi saat ini menduduki peringkat ke-5 di antara situasi umum yang ditakuti. Tingginya prevalensi bahwa pasien dengan gangguan kecemasan perawatan gigi akan menghindari kunjungan ke dokter gigi. Hanya sebagian kecil pasien mengaku tidak cemas di lingkungan perawatan gigi. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Hmud dan Wals pada tahun 2007 bahwa hanya 14% penduduk Belanda yang tidak cemas ketika berkunjung ke dokter gigi, sementara hampir 40% rata-rata cemas dan 22% sangat cemas. Pada penelitian tersebut pasien yang paling mengalami tingkat kecemasan tinggi adalah pasien perempuan berusia 26-35 tahun. Dalam penelitian lain oleh Armfield et al. juga

diperoleh data prevalensi populasi yang takut terhadap perawatan gigi 16,4% orang dewasa dan 10,3% anak-anak.5

Penelitian Naidu dan Lalwah pada tahun 2010 yang dilakukan di India Barat pada sampel orang dewasa sekitar penduduk Trinidad dan Tobago menganalisis hubungan antara tingkat kecemasan. Dari 100 sampel dengan kisaran usia 18-65 tahun yang mayoritas di kelompok usia 26-45 tahun, sebanyak 30% sampel melaporkan alasan mereka menghindari perawatan gigi karena pengalaman masa lalu sehingga mengalami gangguan kecemasan.Dalam penelitian tersebut juga ditemukan bahwa hanya jenis kelamin yang berhubungan dengan tingkat kecemasan, yaitu perempuan menjadi lebih cemas daripada laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan mengalami kecemasan selama dilakukan perawatan gigi, pada saat menunggu giliran di ruang tunggu dokter gigi dan ketika dokter gigi memasukkan alat bur ke dalam mulut. Sebanyak 68 responden menanggapi pada saat ditanya tentang aspek perawatan gigi sebelumnya yang membuat cemas. Dimana 45,6% mengalami kecemasan pada saat pencabutan gigi, 33,8% pada saat disuntik, 14,7% perawatan penambalan dan 5,9% pada saat skeling. Responden juga mengalami gangguan kecemasan karena pengalaman mereka selama perawatan gigi. Dari jumlah tersebut 55,8% karena merasa sakit, 18,4% takut ke dokter gigi dan 15,4% perawatan yang sangat lama.6

Hasil survei yang dilakukan oleh Natarajan, Madhan, Rasmi, Queen dan Padmanabhan pada tahun 2009 sekitar 550 sampel dewasa berusia diatas 18 tahun (332 laki-laki dan 218 perempuan) menunjukkan nilai skor rata-rata total kecemasan untuk perempuan 18,5±4,9 lebih tinggi dari nilai rata-rata untuk laki-laki 17,4±4,7. Rasa takut dan kecemasan seseorang bisa mempengaruhi hubungan antara pasien dengan dokter gigi dan rencana perawatan.7 Pada penelitian yang dilakukan oleh Santhos et al. di India pada tahun 2009 terlihat pasien yang mengunjungi dokter gigi

Dokumen terkait