• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN DANA NASABAH DALAM KOPERASI SIMPAN PINJAM SYARIAH

A. Gambaran Umum Koperasi Syariah Mitra Amaliyah dan Dasar Hukumnya

1. Tentang Perusahaan

LKMS-KSU SYARIAH BMT MITRA AMALIYAH dirintis pertama kali pada awal tahun 2007 oleh dua orang, yaitu: M. Nizar Lubis dan Aidillah. Kedua orang pendiri tersebut pada waktu itu masih berstatus sebagai mahasiswa aktif Jurusan Syariah IAIN Sumatera Utara.20

LKMS-KSU SYARIAH BMT MITRA AMALIYAH badan usaha menghimpun dana masyarakat dengan akad investasi mudhorobah yang kemudian disalurkan untuk membiayai kebutuhan masyarakat baik yang bersifat produktif maupun konsumtif dengan tujuan untuk mendapatkan profit atas jasa dan usaha yang dijalankan. LKMS-KSU SYARIAH BMT MITRA AMALIYAH berfungsi sebagai lembaga intermediary (fasilitator dan mediator) antara masyarakat/ nasabah yang menabung (investasi) dengan masyarakat/ nasabah pengguna modal. Sehingga nasabah pengguna modal/ unit usaha yang membutuhkan modal dapat terpenuhi kebutuhannya, sedangkan investor/ nasabah penabung mendapatkan keuntungan atas kerjasama dan investasi yang diamanahkan pada LKMS-KSU SYARIAH BMT MITRA AMALIYAH.21

Wawancara dengan Manajer LKMS-KSU Syariah BMT Mitra Amaliyah Kec. Patumbak.20

21

Visi dan Misi lembaga Visi :

“ Memberdayakan Ekonomi Umat “

Misi :

“Membantu peningkatan dan pengembangan ekonomi umat terutama ekonomi kecil dan menengah dengan pemberdayaan permodalan, pemeberdayaan manajemen dan pemeberdayaan sumberdaya manusia”

Maksud dan Tujuan

1. Memperkokoh ketahanan aqidah dari serbuan budaya dan ideologi yang tidak Islami dan mempererat serta meningkatkan ukhuwah Islamiyah. 2. Membantu peningkatan dan pengembangan ekonomi umat terutama

ekonomi kecil dan menengah

3. Membantu masyarakat dalam menunaikan kewajiban agama secara materi (Zakat, Infak dan Shodaqoh)

4. Membentuk Jaringan ekonomi Islam yang menjadikan rahmatan lil alamin (kemakmuran bagi seluruh masyarakat )

5. Meraih kesuksesan dan keberkahan usaha berdasarkan prinsip mu’amalah Islamiyah.

2. Struktur Perusahaan Dewan Pendiri22

1. Ir. Imasda Tanjung 2. Syarifuddin

3. Syafaruddin 4. Kana’ati, S.Pd.I 5. M. Nizar Lubis, SHI 6. Yeni Efrianti, S.Pd.I 7. Abdul Razak 8. Perhimpunan Lubis 9. Nurjainah 10.Mutiara Sembiring 11.M. Zainun S. Meliala, SH 12.Yusnizar Barus

13.Zainal Arifin Marpaung, M. Ag 14.Ade Irma Suryani

15.Asnuan 16.Amiruddin 17.H. Yaroh Mustafa 18.Agung Muanah 19.Indrawan Harefa 20.Selima Azizah 22

Pengawas Syariah

Awaluddin

Dewan Manajemen

1. Manajer Umum M. Nizar Lubis, SHI 2. Sekretaris

Yeni Efrianti, S.Pd.I 3. Bendahara

Kana’ati, S.Pd.I

3. Produk – Produk23 a. Funding

Funding adalah kegiatan penghimpunan dana masyarakat baik berupa

titipan amanah (wadiah) ataupun Investasi mudhorobah yang akan digunakan sebagai dana pembiayaan bagi masyarakat sesuai akad kebutuhan masing-masing.

1. Wadiah

Adalah dana titipan masyarakat yang dapat di ambil sewaktu-waktu yang bersifat amanah yang mana pihak penitip harus memberikan ujroh kepada pihak yang dititipi, sedangkan pihak yang dititipi berkewajiban menjaga amanah dengan sebaik-baiknya tanpa memberikan imbalan kepada orang yang titip. Adapun imbalan atas manfaat barang titipan hanyalah sebatas bonus semata.

23

2. Mudharabah

Adalah dana yang diamanahkan oleh masyarakat untuk diinvestasikan kepada pembiayaan yang produktif, syar’i dan aman dengan kesepakatan bagi hasil atas keuntungan dan kerugian yang ada, akan tetapi apabila kerugian diakibatkan kelalaian pengelola maka yang menanggung risiko dan yang bertanggung jawab adalah pihak pengelola. Untuk menjamin keamanan dan produktivitas dana investasi, maka pihak pengelola harus dapat menunjukkan prinsip profesionalisme, prudensial, dan amanah. Untuk produk ini LKMS-KSU SYARIAH BMT MITRA AMALIYAH menerbitkan produk simpanan

mudhorobah berjangka, yaitu investasi mudhorobah yang dapat diambil pada

jangka waktu tertentu dengan perhitungan bagi hasil keuntungan setiap bulan. Jangka waktu simpanan tersebut adalah :

Simpanan Berjangka 1 bulan Simpanan Berjangka 3 Bulan Simpanan Berjangka 6 Bulan Simpanan Berjangka 12 Bulan Simpanan Berjangka 24 Bulan 3. Simpanan Qurban

Simpanan yang prioritas kegunaan dan hasil diperuntukkan untuk pembelian hewan korban dengan jangka waktu tertentu. Dengan spesifikasi harga hewan korban sesuai standar harga kambing. Contoh :

Kelas A. Rp.850.000,- Kelas B. Rp.700.000,-

Kelas C. Rp.600.000,-

Apabila setoran perbulan sudah memenuhi spesifikasi harga di atas maka pihak BMT akan membelikan kambing yang digunakan sebagai ibadah korban nasabah.

4. Simpanan Haji

Simpanan investasi yang prioritas kegunaan dan hasil diperuntukkan untuk biaya perjalanan ibadah haji. Dengan setoran awal yang telah ditentukan, contohnya Rp.5.000.000,-. Apabila saldo investasi nasabah sudah memenuhi biaya yang diperlukan, maka pihak BMT akan mendaftarkan pihak nasabah ke biro perjalanan haji guna mendapatkan quota keberangkatan

5. Simpanan Wisata

Adalah simpanan investasi yang prioritas kegunaannya diperuntukkan untuk kegiatan perjalanan tertentu .(Karya Wisata, Ziarah, Tour, dll). Setelah dana simpanan perbulan memenuhi target biaya wisata yang direncanakan maka pihak Koperasi akan menjadi Event Organizer pelaksanaan kegiatan.

6. Simpanan Pendidikan

Adalah simpanan investasi yang prioritas kegunaannya diperuntukkan untuk perencanaan biaya pendidikan anak dengan jenjang pendidikan tertentu.

7. Simpanan Masa Depan

Adalah jenis simpanan yang berorientasi hari esok. Jenis simpanan ini bisa diambil setelah jatuh tempo masa simpanan (3 tahunan atau 5 tahunan). Nominal simpanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selanjutnya nasabah akan

mendapatkan bagi hasil atas simpanan, contohnya dengan memperoleh nisbah 60% dari keuntungan per bulan lembaga.

b. Lending

Adalah kegiatan pendistribusian dana Investasi masyarakat untuk pembiayaan masyarakat yang membutuhkan dengan prinsip Syar’i, produktif dan aman melalui beberapa akad.

1. Murobahah

Yaitu pembiayaan berupa pembelian barang yang dibutuhkan masyarakat yang kemudian dijual kepada nasabah dengan kesepakatan harga baru dengan system pembayaran sesuai kesepakatan pula baik secara cash, tempo, ataupun angsur dengan rincian sebagai berikut:

a. Nasabah mengajukan pembiayaan dengan spesifikasi barang tertentu. b. Lembaga mencari dan membeli barang yang dikehendaki Nasabah pada

merchan yang menyediakan barang. c. Merchan mengantar barang ke Lembaga

d. Lembaga menyerahkan barang kepada nasabah dengan akad jual beli dan dengan kesepakatan harga yang telah ditentukan.

Apabila Lembaga tidak dapat menyediakan barang sendiri maka, pembelian dapat diwakilkan kepada nasabah secara langsung, dengan dengan rincian:

a. Nasabah mengajukan pembiayaan pembelian barang

b. Karena lembaga tidak dapat menyediakan barang sendiri maka lembaga mewakilkan pembelian barang kepada nasabah dengan akad Wakalah.

c. Nasabah beli barang yang dikehendaki dan atas persetujuan lembaga d. Nasabah menyerahkan barang obyek pembiayaan/ bukti pembelian kepada

lembaga

e. Lembaga melaksanakan akad Murobahah kepada Nasabah dengan kesepakatan harga baru dengan pembayaran sesuai kesepakatan.

2. Mudhorobah / Musyarokah

Adalah akad pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi masyarakat yang membutuhkan modal usaha maupun modal kerja dengan kesepakatan bagi hasil atas usaha yang dijalankan dan dengan kesepakatan waktu tertentu. Diakadkan mudhorobah apabila 100% modal kerja atau modal usaha yang dibutuhkan disediakan oleh lembaga dengan konskuensi risiko juga 100% ditanggung lembaga sedangkan diakadkan musyarokah apabila lembaga hanya membiayai sebagian modal yang dibutuhkan dalam menjalankan usaha

Adapun nisbah bagi hasil keuntungan ditentukan sesuai kesepakatan untuk akad mudhorobah, akan tetapi untuk akad musyarokah nisbah berdasarkan prosentase modal penyertaan masing-masing. Rinciannya adalah sebagai berikut:

a. Nasabah mengajukan pembiayaan modal kerja atau modal usaha dengan jangka waktu tertentu

b. Lembaga memberikan modal yang dibutuhkan c. Modal yang diusahakan menghasilkan keuntungan d. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan nisbah bagi hasil

e. nasabah mengembalikan modal dan memberikan bagi hasil atas uasaha yang dijalankan

Untuk Kegiatan Usaha yang permanen, rinciannya adalah sebagai berikut: a. Nasabah mengajukan pembiayaan modal kerja atau modal usaha dengan

jangka waktu tertentu

b. Lembaga memberikan modal yang dibutuhkan c. Modal yang diusahakan menghasilkan keuntungan

d. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan nisbah bagi hasil baik secara harian, mingguan ataupun bulanan atau per jangka waktu tertentu

e. Nasabah menyisihkan sebagian keuntungannya sebagai tabungan angsuran f. Setelah tabungan angsuran sama atau lebih dari modal yang diberikan

lembaga, maka akan dipindahbukukan sebagai pengembalian modal penyertaan dan hubungan penyertaan putus.

3. Ijaroh

Adalah akad pembiayaan yang diperuntukkan bagi masyarakat yang membutuhkan hak guna atas amanfaat yang dibutuhkan dengan jangka waktu tertentu. Misalnya sewa kios, kontrakan rumah, dll. Rinciannya adalah sebagai berikut:

a. Nasabah mengajukan pembiayaan sewa. b. Lembaga membayar objek sewaan.

c. Pemilik objeksewaan memberikan hak guna kepada lembaga.

d. Lembaga meyewakan kembali kepada nasabah dan nasabah menbayar biayasewa sesuai kesepakatan.

Adalah akad pembiayaan yang diberikan kepada nasabah yang berfungsi sebagai pinjaman dengan tujuan menolong, akan tetapi dengan penyerahan jaminan sebagai bukti penguat akad.

5. Qordhul Hasan

Adalah pembiayaan yang bersifat sosial tanpa ada nilai produktifitas apapun, sepertihalnya membantu untuk biaya kesehatan, kematian, dll

4. Prosedur Simpanan dan Pembiayaan24 a. Simpanan / Funding:

1. Isi Form Pendaftaran 2. Serahkan Foto Copy ID 3. Penanda tanganan akad

4. Bayar setoran awal dan biaya administrasi 5. Diterbitkan buku atau bukti simpanan

b. Pembiayaan/ Out Lending:

1. Sudah terdaftar sebagai anggota funding dan masih aktif 2. Isi Form pengajuan pembiayaan

3. Bersedia disurvey dan di wawancara 4. penandatanganan akad pembiayaan 5. Bayar biaya administrasi

6. Pencairan pembiayaan

24

5. Nasabah LKMS-KSU Syariah BMT Mitra Amaliyah

Nasabah LKMS-KSU SYARIAH BMT MITRA AMALIYAH berasal dari kalangan pedagang pasar, akademisi, pelajar, mahasiswa maupun masyarakat umum. Sejak pertama berdiri sampai dilaksanakannya penelitian ini tercatat ada 623 orang nasabah.

B. Aspek Hukum Perikatan dalam Pendirian Koperasi Simpan Pinjam Syariah

1. Pengertian perjanjian

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, mengatakan:

Perikatan adalah perhubungan hukum yang terjadi antara dua orang atau lebih yang terletak dalam harta kekayaan, dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang lainnya wajib memenuhi prestasi.25

Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau kedua orang itu berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.26

Perjanjian mengandung pengertian suatu hubungan kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih yang memberikan kekuatan hak pada suatu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi.

M. Yahya Harahap, memberikan defenisi bahwa:

27

Jika diperhatikan defenisi di atas maka di dalamnya terdapat unsur yang memberikan wujud pengertian perjanjian antara lain hubungan hukum yang

25

Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Hukum perikatan Dengan

Penjelasan, Alumni, Bandung, 2006 Hal. 1 26

Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta,1990, hal.1

27

menyangkut kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih yang memberikan hak kepada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi.

Perhubungan dua pihak ini dijamin oleh undang-undang. Dari penjelasan di atas dapat dinyatakan bahwa hubungan hukum yang terdapat dalam perjanjian, bukan merupakan suatu hubungan yang timbul dengan sendirinya, hubungan ini tercipta karena adanya tindakan hukum.

2. Jenis-jenis perjanjian

Jenis-jenis dari perjanjian ini dapat dibedakan menurut berbagai cara yaitu adalah:28

a. Perjanjian Timbal-Balik

Perjanjian timbal-balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak.

b. Perjanjian Kebendaan

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian hak atas benda dialihkan atau diserahkan kepada pihak lain.

c. Perjanjian campuran

Perjanjian campuran adalah perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian.

d. Perjanjian Bernama dan Perjanjian Tidak Bernama

Perjanjian bernama (khususnya) adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri. Maksudnya perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama

28

oleh pembuat undang-undang, berdasarkan tipe yang paling sering banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian bernama ini dapat kita jumpai dalam bab V sampai dengan bab XVIII KUH Perdata. Di luar perjanjian bernama tumbuh perjanjian tidak bernama, yaitu perjanjian-perjanjian yang diatur di dalam KUH Perdata tetapi terdapat di masyarakat.

e. Perjanjian Obligatoir

Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan kepada pihak lain (perjanjian yang menimbulkan perikatan).

f. Perjanjian Cuma-cuma dan Perjanjian Atas Beban

Perjanjian dengan Cuma-cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja. perjanjian atas beban adalah perjanjian terhadap prestasi dari pihak yang satu terhadap kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.

g. Perjanjian-perjanjian yang istimewa sifatnya. 1) Perjanjian Liberatoir

Perjanjian liberatoir yaitu perjanjian antara pihak yang membebaskan diri dari perjanjian yang ada.

2) Perjanjian Publik

Perjanjian publik adalah perjanjian yang sebahagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa (pemerintah).

3) Perjanjian Pembuktian

Perjanjian pembuktian adalah perjanjian diantara pihak yang menentukan pembuktian apakah yang berlaku diantara mereka.

4) Perjanjian Untung-untungan

Perjanjian untung-untungan adalah perjanjian asuransi sebagai contohnya.

3. Syarat syahnya suatu perjanjian

Setelah membicarakan pengertian dan jenis-jenis perjanjian, setidaknya kita mempunyai suatu batasan yang jelas tentang perjanjian. Hal-hal yang pokok agar perjanjian mempunyai kekuatan yang mengikat maka perjanjian itu harus mempunyai syarat-syarat kontrak atau perjanjian.

Untuk syahnya suatu persetujuan diperlukan empat syarat, yaitu:29

Syarat ini disebut dengan persetujuan kehendak, yakni “kesepakatan” seia sekata antara pihak-pihak mengenai poko-pokok perjanjian yang dibuat itu.

a. Sepakat untuk mengikatkan dirinya

30

Dengan demikian para pembuat perjanjian haruslah benar-benar rela, jadi para pihak harus ada kemauan bebas. Kemauan bebas dianggap tidak ada jika kesepakatan itu lahir atau dibuat berdasarkan karena adanya kehilafan, penipuan atau paksaan. Apabila dalam perjanjian terdapat kesalahan pengertian, penipuan atau paksaan maka ini disebut kesepakatan yang cacat. Hal ini didasarkan pada Pasal 1321 KUH Perdata yang memuat ketentua “Tiada kesepakatan yang syah

29

Pada Pasal 1320 KUH Perdata.

30

apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan”.

Jika terjadi kesepakatan yang lahir karena suatu kehilafan (dwaling), paksaan (dwang) atau karena penipuan (bedrog) maka para pihak dapat membatalkan atau meminta pembatalan perjanjian tersebut. Namun tidak semua perjanjian yang lahir dari kehilafan dapat diminta pembatalannya, yang dapat hanya jika mengenai inti yang dikehendaki. Apabila kehilafan itu pada subjeknya, berarti perjanjian yang dibuat tidak batal.

Kekeliruan yang menyebabkan batalnya perjanjian haruslah yang menyangkut ; 1) Prestasi yang dikehendaki (objek perjanjian)

2) Hak para pihak yang bersangkutan

3) Kedudukan para pihak yang membuat perjanjian

Paksaan yang dapat menyebabkan perjanjian dalam persetujuan adalah paksaan fisik yang bersifat vis absolita sedemikian rupanya paksaan kekerasan yang diancamkan sehingga orang yang bersangkutan tidak mempunyai pilihan lain selain melakukan pilihan yang dipaksakan.31

Menurut Pasal 1325 KUH Perdata persetujuan juga batal jika paksaan atau ancaman itu ditujukan terhadap istri atau sanak keluarga garis keturunan keatas Dalam hal ini maka perjanjian yang dibuat dianggap tidak pernah ada. Paksaan yang membuat cacatnya perjanjian adalah paksaan kekerasan jasmani atau ancaman, misalnya akan disiksa atau dibongkar rahasianya sehingga menimbulkan rasa takut bagi pihak yang dipaksa ancaman.

31

atau kebawah. Penipuan juga terjadi apabila satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan yang tidak benar disertai dengan kelicikan- kelicikan, sehingga pihak lain terbujuk karenanya untuk memberikan persetujuan.32

Dari syarat inilah disimpulkan asas konsensualisme hukum perjanjian yang artinya hukum perjanjian cukup dengan sepakat saja bahwa perjanjian itu dengan demikian perikatan yang ditimbulkan karenanya sudah dilahirkan pada atau saat detik tercapainya konsensus sebagaimana yang dimaksud di atas.

Penipuan yang telah direncanakan dan tersusun rapi juga memperhatikan tingkat pengetahuan atau pendidikan pihak yang tertipu.

33

b. Kecakapan untuk membuat perikatan

Orang yang dapat menjadi subjek dalam perjanjian ialah orang yang cakap bertindak dalam hukum. Menurut Pasal 1330 KUH perdata, orang-orang yang tidak cakap membuat persetujuan adalah :

1) Orang-orang yang belum dewasa

2) Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan

3) Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang- undang dan pada umumnya semua orang pada siapa undang-undang telah melarang membuat persetujuan-persetujuan tertentu.

Kriteria orang yang belum dewasa menurut Pasal 330 KUH Perdata adalah belum genap berumur 21 tahun dan belum kawin. Apabila umur belum genap 21

32

Subekti, Op.cit, hal.24

33

tahun tetapi sudah kawin tetap dianggap cakap, demikian juga pada orang yang telah bercerai walaupun belum genap 21 tahun.

Menurut Pasal 433 KUH Perdata orang yang ditaruh dibawah pengampuan adalah orang yang dari segi umur sudah dewasa (berumur 21 tahun), namun orang tersebut selalu dalam keadaan dungu, gelap mata atau boros.

Pembuat Undang-undang memandang mereka menyadari tanggung jawabnya, karenanya tetap dianggap tidak cakap. Dan ini merupakan antisipasi dini jika terjadi wanprestasi, maka orang itu haruslah dapat dimintai pertanggung jawabannya secara hukum.

c. Suatu hal tertentu

Artinya perjanjian itu dibuat harus mengenai pokok atau objek tertentu. Pasal 1332 dan Pasal 1333 KUH Perdata, menentukan ;

1) Hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat dijadikan pokok-pokok persetujuan.

2) Suatu barang yang menjadi pokok perjanjian haruslah ditentukan jenisnya. Tidak menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung.

Dalam Pasal 1334 KUH Perdata, diisyaratkan bahwa yang menjadi pokok perjanjian bukan harus sudah ada pada saat perjanjian itu dibuat, karena boleh saja barang-barang itu baru akan ada, misalnya padi yang belum dipanen, pengecualian adalah warisan yang belum terbuka, barang yang digunakan untuk umum, jembatan umum, pelabuhan, jalan umum dan sebagainya.

Syarat ini penting karena menyangkut penetapan kewajiban debitur dan hak kreditur, ini gunanya bagi pihak-pihak jika terjadi perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perjanjian harus jelas jenis dan bentuknya. Dalam perjanjian yang dibuat para pihak dimana apa yang menjadi pokok perjanjian yang dibuat tidak ada atau sesuatu yang tidak mungkin ada konsekwensinya, perjanjian tersebut batal demi hukum atau dianggap tidak pernah ada.34

Menurut Pasal 1335 KUH Perdata, bahwa suatu perjanjian tanpa sebab atau telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang tidak mempunyai kekuatan jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi ada suatu sebab yang halal ataupun jika ada suatu sebab yang lain daripada yang dinyatakan persetujuannya, namun demikian adalah tetap sah, sebab atau causa tidaklah sama artinya dengan motif. Motif adalah factor-faktor atau alasan yang mendorong manusia untuk berbuat. Dalam hal perbuatan perjanjian, motif tidak dipersoalkan oleh hukum. d. Suatu sebab yang halal

Kata sebab pada syarat ini tidaklah sama pengertiannya dalam ilmu alam dan pada teori causalitas. Dalam ajaran causalitas sebab diartikan sebagai suatu yang menimbulkan akibat, tanpa adanya suatu sebab tidak mungkin timbul akibat. Berbeda halnya dengan pengertian sebab disini diartikan sebagai isi atau tujuan dari perjanjian.

34

Wan Sadjaruddin Baros, Beberapa Studi Hukum Perikatan, FH USU, Medan, 1994, hal. 15

Causa yang halal dimaksudkan adalah tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum, misalnya perjanjian untuk kejahatan.

Pasal 1320 KUH Perdata inilah yang dijadikan syarat sahnya perjanjian. Kontrak sah dan mengikat secara hukum manakala sudah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh UU sehingga diakui oleh hukum.

4. Akibat hukum dari suatu perjanjian

Setiap perjanjian yang merupakan peristiwa hukum akan melahirkan akibat hukum, yaitu akibat-akibat dalam hal mana diatur dan ditentukan oleh hukum. Tetapi akibat itu haruslah timbul dari perjanjian yang dibuat para pihak. Akibat hukum itu adalah lahirnya hak dan atau kewajiban yang berkaitan langsung pada pembuat perjanjian tersebut.

Perlu diingat bahwa suatu perjanjian satu pihak hanya mempunyai hak tanpa kewajiban, dan sebaliknya pihak lain hanya mempunyai kewajiban tanpa hak. Hal ini terjadi pada perjanjian yang bukan perjanjian timbal-balik.

Dalam pasal 1338 KUH Perdata ditentukan ;

a. Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pembuatnya.

b. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.

c. Persetujuan-persetujuan yang harus dilaksanakan dengan itikad baik. Pasal ini menentukan bagaimana akibat hukum yang lahir dari perjanjian bagi pembuatnya. Dengan istilah semua maka pembuat undang-undang

menunjukkan bahwa perjanjian yang dimaksud bukanlah semata-mata perjanjian bernama, tetapi meliputi perjanjian yang tidak dikenal dalam undang-undang.35

Dalam ayat (3) dari Pasal 1338 KUH Perdata menegaskan pentingnya itikad baik, yang bermaksud memperjelas perjanjian harus sesuai dengan keadilan Jadi pasal 1338 KUH Perdata ini juga berlaku pada perjanjian yang dikenal dalam undang-undang maupun yang tidak dikenal dalam undang-undang.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kewajiban para pihak untuk menaati perjanjian sama dengan mentaati undang-undang. Pelanggaran isi dari perjanjian sama nilainya dengan melanggar undang-undang. Pelanggaran terhadap perjanjian yang lazim disebut dengan istilah wanprestasi akan menerima sanksi hukum yang biasanya berupa ganti rugi.

Akibat hukum dari perjanjian terhadap para pihak adalah mempunyai kekuatan hukum mengikat dan memaksa bagi para pihak pembuat perjanjian. Inilah yang dimaksud bahwa dalam perjanjian ditemukan adanya suatu asas yakni

Dokumen terkait